Cappuccino [Teaser for Part 13]

cappuccino-zola-hyena copy“Na-ya, berhenti minum kopi.”

Hye-Na mendelik, enggan setuju. “Aku baru minum satu cangkir. Bagaimana bisa kaubilang berhenti? Ini terlalu enak.”

“Satu? Kau sudah minum dua cangkir jika ditambah dengan yang di tanganmu sekarang.” Kyuhyun mendesah, “Kalau begitu, katakan padaku jenis apa yang kauminum.”

Hye-Na meletakkan cangkir kopinya ke atas meja yang memisahkan dirinya dan Kyuhyun, kemudian bergeming mencari posisi ternyaman. Matanya berkedip sekali sebelum akhirnya menatap Kyuhyun. “Cappuccino.”

I have one cup of Cappuccino, do you want?

Cappuccino’s teaser for all readers who always support me. I love you, my casts; especially Cho Kyuhyun, my inspiration of writing.

.

.

.

Kyuhyun tidak tahu berapa lama ia menahan napas, menyeka keringat yang mengalir di pelipis, hingga suara ketukan ujung sepatunya dengan lantai marmer rumah sakit yang terus berdengung. Gerakannya tak sabar. Berkali-kali, ia meyakinkan diri bahwa gadisnya dalam keadaan baik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tapi, tetap saja. Kyuhyun mendesah keras beruang kali, putus asa akan satu detik yang terlewat bagai beribu-ribu menit. Pintu ruang pemeriksaan tak kunjung terbuka, menambah alasan kecemasan Kyuhyun sejak duapuluh menit lalu.

Detik-detik berikutnya, Kyuhyun merasakan lengannya disentuh seseorang, lantas ia menolehkan kepala dan tersentak. Ia tak tahu di mana pita suaranya berada sekarang, hingga butuh waktu dua menit lamanya sampai ia meneguk air liur dan suaranya muncul ke permukaan, “Na-ya?”

Senyum mengukir wajah Hye-Na, ia mengusap lembut lengan pria itu mencoba memberi ketenangan. Dan seakan mempan, Kyuhyun merasakan ketegangan di bahunya melemah dan tubuhnya kembali rileks. Wajahnya memancarkan ekspresi tak terbaca. “Kau…, tidak apa-apa?” ia menyentuh wajah Hye-Na yang masih sedikit pucat. Beberapa garis halus di kening Kyuhyun pun belum pudar. Ia coba mengingat-ingat, kapan terakhir kali ia memandang sisi pintu atau mendengar suara decitnya yang terbuka—menandakan seseorang atau lebih membuka pintu dan keluar, memberinya kabar baik tentang Hye-Na bahwa calon mempelainya itu baik-baik saja.

Memori Kyuhyun berputar, menemukan satu titik kala tubuh Hye-Na jatuh ke lantai begitu saja. Pandangannya sedikit memburam saat itu, rasa takut menggerogoti tubuhnya dan ia tak dapat berpikir jernih sehingga satu-satunya reaksi tubuh yang begitu kentara adalah matanya.

Hye-Na mengangkat tangan dan mengibaskannya pelan di depan wajah Kyuhyun. Oh, andai bukan dalam situasi seperti ini, Hye-Na pasti akan mencubit pipi chubby pria itu kemudian tertawa. Namun, tentu saja semua itu hanya ada dalam bayangannya. Karena faktanya kini ia diam, tahu bahwa Kyuhyun butuh lebih dari sekadar menenangkan diri. Perasaannya membuncah, ia senang Kyuhyun tampak sangat khawatir kepadanya, bahkan orang awam sekali pun akan bisa melihat kecemasan itu kendati meliriknya selintas saja.

Tanpa aba-aba, Kyuhyun menarik tubuh Hye-Na dan membawa gadis itu dalam dekapannya. Ia tidak peduli ini masih tempat umum atau orang-orang yang melewati mereka menatap penuh ingin tahu. Sesatunya yang terpikirkan oleh Kyuhyun adalah memastikan bahwa gadis itu bukan semacam ilusi, sekaligus mengisi wajah pucat itu dengan rona kemerahan.

Hye-Na memukul pelan bahu Kyuhyun, malu. Ia menarik diri sedikit, mencoba menatap mata Kyuhyun. “Ini tempat umum. Kau itu pura-pura lupa atau bagaimana?” ia merengut.

“Aku tahu, tentu saja.”

“Lalu? Sudah, lepaskan! Tenagamu mengapa susah sekali dilawan, eoh?”

Kyuhyun menurunkan tangannya ke pinggang Hye-Na, alih-alih melepaskan ia justru menariknya, lebih dekat. “Tapi jika aku melepaskanmu, kau harus cerita padaku alasanmu mengapa kau bisa sampai pingsan tadi. Oke?”

Hye-Na menatap penuh antisipasi, namun akhirnya ia mengangguk. Bayang-bayang ekspresi wajah Kyuhyun nanti saat ia selesai memberitahukan alasannya membuat Hye-Na lesu, gadis itu yakin Kyuhyun akan merasa konyol tentang dirinya.

Padahal itu semua ia lakukan semata-mata untuk pria di hadapannya ini. Kendati insiden ia pingsan itu memang tak bisa ditebak, tapi tetap saja…

“Hei, kenapa melamun? Sudahlah, lebih baik kita pulang sekarang. Kau tidak harus menebus obat, ‘kan?”

Hye-Na menggeleng, lalu dengan sedikit ragu meraih tangan Kyuhyun lebih dulu dan menggenggamnya. Ia bisa merasakan Kyuhyun mengulas senyum di sampingnya dan menautkan jemari mereka. Aliran hangat memenuhi ruang tubuh gadis itu hingga mau tak mau, ia mengulas senyum kembar dengan pria di sebelahnya.

***

“Astaga, kau benar-benar…,” Kyuhyun menarik napas panjang. “ada baiknya, kaubilang padaku, Na-ya. Kita bisa mencari yang lain.”

Hye-Na memutar bola matanya. “Aku tidak mungkin membuang begitu saja hasil kerja keras ibumu.”

Saat ini, mereka tengah duduk dalam posisi tak lazim. Sebenarnya hanya Hye-Na yang duduk, sementara Kyuhyun memilih merebahkan kepalanya di atas pangkuan Hye-Na dan berbaring dalam posisi senyaman mungkin. Gadis itu menggeliat sedikit, tak nyaman. Apalagi jika melihat tatapan beberapa pelayan di rumah Kyuhyun yang terang-terangan terkekeh malu; tentu saja akibat perbuatan Kyuhyun yang cukup tak senonoh dan mengundang perhatian. Sedang pria itu nampak tak peduli, justru sibuk memejamkan mata dan seolah menulikan diri tiap Hye-Na memohon agar Kyuhyun bangkit, dengan berbagai alasan seperti pegal, geli, dan yang terparah adalah saat gadis itu akhirnya berkata jujur bahwa ia malu. Namun, alih-alih beranjak, Kyuhyun malah menarik tangan Hye-Na, mengusapkannya pelan ke rambutnya sendiri, membawa keduanya pada satu memori lampau.

Ketika tangan Kyuhyun menjauh dan jemari Hye-Na masih berada di atas rambut pria itu, ia menggantikan diri seraya mengelus rambut cokelat di bawahnya. Oh, ia jadi teringat kala dulu saat masih tinggal di rumah Kyuhyun, Hye-Na pernah terpaksa duduk dalam posisi persis seperti ini dan jari-jari yang bergerak di antara helai rambut pria itu. Sungguh, mengingatnya seakan mengulang kembali momen secara acak.

“Aku sekilas ingin tertawa melihat wajah cemasmu tadi,” celoteh Hye-Na sekonyong-konyong. “Tetapi tahu bahwa itu bukanlah sebuah permainan konyol yang patut ditertawakan, aku diam. Entah kenapa desakan untuk menertawakan dirimu hilang begitu saja.”

“Berarti kau sangat mencintaiku.”

Hye-Na berdecak pelan. Gadis itu lambat laun paham bahwa sifat Kyuhyun yang terlalu percaya diri itu memang bukan satu dua kebetulan. Beberapa saat hening memeluk keduanya, sebelum akhirnya suara Bibi Oh, salah satu pelayan di rumah itu mengusir senyap. “Nona, ini kopinya.” Ia menjulurkan dua cangkir kopi ke atas meja.

Hye-Na langsung bergerak sigap, membuat Kyuhyun mengaduh tatkala siku gadis itu mengenai dahinya. Alih-alih meminta maaf, Hye-Na mengambil kesempatan itu untuk bangkit berdiri dan dalam hitungan detik tubuhnya sudah terbebas dari Kyuhyun.

“Kau itu sengaja, ya?” Kyuhyun memerhatikan Hye-Na yang kini sibuk meniup kepulan uap di seputaran cangkir.

Hye-Na mendelik sepintas, lalu menyeruput kopinya lambat-lambat. Aroma khas kopi langsung merasuk rongga hidungnya disertai cairan hangat yang mengalir ke kerongkongan. Senyum kecil tersungging di bibir tipis gadis itu bersamaan dengan teguk demi teguk selanjutnya.

Kyuhyun memang bukan penggemar kopi, tapi setidaknya ia punya alasan baru untuk mencicipinya di pagi hari. Kala bersama Hye-Na, di saat matahari terbit dan seraut wajah khas bangun tidur. Kyuhyun membayangkan betapa sempurnanya nanti bila ia bisa menghabiskan pagi dan malam bersama sang gadis, menghadapi suka dan duka bersama.

Oh, bahkan imajinya itu baru berhenti saat tak sengaja pandangannya jatuh pada Hye-Na yang tengah meneguk cangkir kopi ke-duanya.

Berapa lama aku melamun?

“Kupikir itu kopi untukku,” ucap Kyuhyun asal.

Hye-Na menoleh, “Kalau kauingin, kau bisa minta lagi pada Bibi Oh.”

“Tapi rasanya tidak akan selezat punyamu,” Kyuhyun bersikukuh, ia menatap Hye-Na di bawah alisnya saksama. “Lambungmu belum terisi makanan, seingatku.”

“Lalu?”

“Tentu saja itu tidak baik!” sergah Kyuhyun cepat.

Hye-Na tak peduli pada ocehan Kyuhyun dan kembali menenggak isi cangkirnya yang tinggal setengah. Ia menghela napas, sepertinya ia harus kembali memanggil Bibi Oh untuk membuatkannya secangkir lagi…

“Na-ya, berhenti minum kopi.”

Hye-Na mendelik, enggan setuju. “Aku baru minum satu cangkir. Bagaimana bisa kaubilang berhenti? Ini terlalu enak.”

“Satu? Kau sudah minum dua cangkir jika ditambah dengan yang di tanganmu sekarang.” Kyuhyun mendesah, “Kalau begitu, katakan padaku jenis apa yang kauminum.”

Hye-Na meletakkan cangkir kopinya ke atas meja yang memisahkan dirinya dan Kyuhyun, kemudian bergeming mencari posisi ternyaman. Matanya berkedip sekali sebelum akhirnya menatap Kyuhyun. “Cappuccino.”

“Sudah kuduga,” Kyuhyun menarik napas dalam-dalam. “Setidaknya, kau harus makan dulu, Na-ya. Meski rasa kopimu itu sangat enak, tetap saja kandungan kafeinnya tidak baik untuk tubuh.”

Hye-Na meneguk sisa kopinya hingga tandas, menyeka sedikit noda di sudut bibirnya, lalu memandang Kyuhyun dengan alis terangkat. “Luar biasa, kaupelajari dari mana kalimat itu, Kyu?”

Kyuhyun mendengus, tidak terima. “Oh, ayolah. Semua orang tahu Cho Kyuhyun itu jenius.”

Dengusan panjang keluar dari hidung bangir Hye-Na. Ia memandang lurus ke depan, memerhatikan bunga-bunga yang tumbuh rapi di sekitar halaman belakang rumah Kyuhyun. Aromanya terasa begitu segar, terutama jika baru kembali dari hingar-bingar Seoul yang padat, maka tempat ini bisa jadi salah satu alternatif untuk menyejukkan pikiran.

“Kyu,” panggil Hye-Na sekonyong-konyong. “Bukankah hidup ini seperti…, kopi?”

“Kopi? Maksudnya, Cappuccino-mu itu, Na-ya?”

Hye-Na melirik sekilas nada Kyuhyun yang terdengar mengejek, lalu beberapa saat kemudian, ia sudah berdiri dan menarik tangan pemuda di sampingnya.

“Hei, kita mau ke mana?”

Hye-Na menoleh dan tersenyum tipis pada Kyuhyun, bola matanya memancarkan satu kepastian. “Ada yang ingin kutunjukkan padamu. Bisa kita pergi sekarang?” lalu ia menggamit lengan pria itu, setengah menyeret, seraya mengumbar senyum lebar. Langkahnya terlihat cepat, seolah tak sabar.

Dan Kyuhyun hanya mampu pasrah, membiarkan Hye-Na membawanya pergi sesukanya. Walau separuh dari hati kecilnya, seolah menolak, berbanding terbalik dengan senyum sumringah gadis itu.

Teaser for Cappuccino 13th—End.

Notes: Waktu nulis bagian ini, kebetulan aku lagi minum Cappuccino Freddo, dan idenya langsung ngalir lancar sesuai draft. Awalnya mau aku langsung posting part 13-nya, tapi aku pengin tahu seberapa loyalitas readers sama fic ini. Setelah kupikir-pikir, aku gak bakal memproteksi bagian terakhirnya; sesuai permintaan sebagian readers. Pas di part 12-B kemarin, aku senangnya sampai jumpalitan, hehe. Soalnya *bersyukur* komennya nembus 100+, makanya sekarang aku juga berharap komen di Cappuccino 13th gak berkurang, atau seenggaknya sama dengan yang kemarin. Aku gak mentolerir tentang silent readers, tapi kalau sampai di part terakhir pun silent readers masih aja bergentayangan, entah kenapa… ya, pasti gak enak, sih. Ini proyek fic chapter-ku yang pertama hingga sepanjang ini. Dan aku berharap, selalu, readers mau menghargai aku atau author manapun di dunia ini. Yah, tulisanku emang masih jauh sekali dari para senior lainnya, tapi aku berusaha sebisa mungkin buat fic ini. Lalu, kenapa Cappuccino update-nya bisa lebih dari 1-2 bulan? Itu sebenarnya karena aku mesti muter otak dua kali buat fic ini, kadang kalau gak sesuai harapan, bakal aku rombak ulang dan itulah yang akan jadi alasan terakhir kenapa Cappuccino update-nya ngaret mulu, hiks. Aku minta maaf atas keterlambatannya atau apa pun yang bikin readers segan.

Oke, part 13-nya akan aku update kilat kalau komen di teaser ini sesuai harapan. Lalu, rating untuk bagian nanti juga bakal naik. Dan ada epilogue-nya, tapi masih dalam draft gitu, sih. Buat yang nanya bakal sedih atau senang, hihihi, aku selalu diberondong sama pertanyaan itu, tuh. Nanti dijawab di part berikutnya aja, ya. Teaser ini juga sekalian khusus aku buat karena pengin lihat readers masih addict sama fic ini atau nggak *bahasanya* jadi komen di sini sama aja seperti komen di part biasa.

Yap, terima kasih banyaaaaakkkk buat semua readers yang udah setia baca dari awal terbitnya fic ini! Aku gak nyangka kalau fic ini bakal tamat bentar lagi, dan mesti saying ‘dadah’ sama kedua tokoh utamanya. Tapi, aku ada beberapa proyek fic baru kok, ngelibatin Kyuhyun dan anak-anak kesayanganku itu (read: EXO!! dll) dan mungkin bakal aku buat polling nanti supaya tau mana yang mesti didahulukan.

Oke, ini sepertinya udah sangat panjang. Sekali lagi, terima kasih untuk semuanya dan tunggu part 13, ya! ^^

P.S : *promosi* kalau ada yang ingin fanfiksi atau blognya dipercantik, aku lagi open request poster/header blog pertama kali, nih. Yang mau bisa langsung melesat ke : http://zolakharisa.wordpress.com/request%E2%99%A5/ terima kasih!

120 responses to “Cappuccino [Teaser for Part 13]

  1. Baru update bgt ini teasernya keluar dari juni baru dibaca skg hahaha. Udah pokoknya top bgt deh. Ditunggu part terakhirnya yaa!:D

  2. Kapan partnya di lanjutin u,u
    Nunggu lama banget nih udahan aku u,u
    Ayooo udh ditunggu nih part selanjutnyaa 🙂

  3. Aku nggak bisa ngomong apa2 lagi ataupun komentar tentang ff ini. Rangkaian bahasanya hamir mendekati garis perfect, penuh mysteri, nggak banyak dialognya. I like you’re post!
    Character Kyu disini terasa nyata. Segala perasaan para pemain dan situasinya digambarkan secara apik melalui pendeskripsiannya.
    Semoga karya eonni ini dapat dijadikan novel best seller! Hehe annyeong ^^

Leave a reply to Ni Made Niti Widya Utami Cancel reply