UNFORGETTABLE LOVE ~ Chapter 3

ANNYEONG CHINGUDEUL….
Yaph, ini adalah chapter ketiga dari FF tetralogy Unforgettable Love
|Unforgettable Love Chapter 1| |Unforgettable Love Chapter 2|

Title: Unforgettable Love

Summary : “aku tahu tak selamanya raganya ada disisi ku, tapi aku yakin jiwanya selalu menyertai ku. Kemanapun aku pergi aku akan selalu mengingatmu Lee Joong Da. Terima kasih untuk segalanya. Selamat tinggal.”

Cast :
Lee Joong Da (author)
Kim Jong Hyun (SHINee’s member)
Lee Tae Min (SHINee’s member)

Rating: PG13
Genre: ROMANCE
Author: Lee Joong Da
Length: 4 Chapter

CHAPTER 3

Sepuluh hari telah berlalu semenjak ke pergian Joongda. Apa yang terjadi dengan Jonghyun?? Naas, dirinya sudah seperti mayat hidup, raganya berjalan tetapi jiwanya mati, hatinya dingin dan sunyi. Tiada lagi senyuman yang dulu selalu ia sunggingkan, tiada lagi semangat untuk hidup. Yang ia lakukan hanya mengurung diri dikamar, membaca semua isi buku harian milik Joongda. Menangis, menangis dan menyalahkan diri sendiri.

JONGHYUN POV

Dirinya, hari ini aku melihat dirinya ada di samping ku. Dia tersenyum, cantik sekali. Aku senang bisa melihatnya lagi. Tapi saat aku hendak memegangnya, dia hilang, tiba-tiba dia tiada, yang aku raih hanya angin. Angin yang kemudian menerpaku, menyadarkanku kalau itu semua hanya mimpi.
Aku terbangun dari tidurku, ini sudah yang kesekian kalinya di malam ini. Aku sudah lelah dengan semua ini, tapi aku tak bisa merubahnya, aku terlalu kalut, aku masih belum bisa menerima kepergiannya. Kepergiannya membuat ku merasakan rasa sakit yang hingga saat ini masih membekas. Seperti ada yang merengut jantungku, mengoreknya, kemudian menariknya keluar secara paksa meninggalkan tubuhku. Meninggalkan sebuah lubang merah menganga, yang rasanya sangat menyakitkan.
Aku memukul dadaku, selalu seperti ini setiap kali aku terbangun dari mimpi itu. Ya, aku saat ini sedang merasakan rasa sakit itu, perih, seperti disayat-sayat. Aku memukulnya lagi, menekannya, tapi itu semua percuma, rasa sakitnya malah makin menjadi-jadi. Sudahlah, aku sudah biasa membiarkan rasa sakit ini.
Aku turun dari ranjang, mengambil buku harian milik Joongda kemudian menuju jendela. Aku buka salah satu sisi jendela, kubiarkan hawa dingin masuk menerpaku yang sedang duduk menghadap jendela, memandang bulan. Kubaca buku itu perlahan-lahan, aku tak mau terlewat satu kata pun, karena ini semua adalah ungkapan hati Joongda.

END JONGHYUN POV

————————-

16 September 2009

Hari ini akhirnya aku bisa kembali melanjutkan kuliahku, setelah hampir satu bulan aku dikurung dirumah oleh Jonghyun dan Taemin. Aku berhasil menipu mereka berdua. Sebenarnya aku belum boleh melakukan kegiatan apapun, karena fisikku masih belum kuat. Tapi aku besikeras untuk kuliah, aku bosan sekali selalu ada dikamar. Awalnya Jonghyun dan Taemin tidak mengizinkan, tapi setelah mereka memikirkannya akhirnya aku diizinkan.
“ya, Joongda-ah, kau itu belum sehat. Kenapa kau besi keras untuk kuliah?” Tanya Tamin
“aku sudah sehat, aku tidak mau tertinggal.”
“Joongda, istirahatlah dulu sampai kau pulih,” sambung Jonghyun
“ayolah, aku berjanji akan berhati-hati dan menjaga kesehatanku,” ucapku sambil memelas. “please.”
“hem, baiklah, tapi kau harus selalu bersamaku.” Ucap Jonghyun
“ne, Jonghyun oppa, Taemin, gomawo.”
Itu semua hanya kebohongan, aku belum sehat, semakin hari penyakit ku ini semakin memburuk. Tapi sebisa mungkin aku tak mau memperlihatkan kesakitan ku ini. Aku tak mau rasa sakit ini juga dirasakan oleh Jonghyun dan Taemin. Setiap hari semenjak aku masuk rumah sakit, aku selalu diam-diam menahan rasa sakit ini. Awalnya sangat sulit, perutku ini setiap hari tidak bisa diajak berkompromi. Kadang-kadang untuk menerima makanan saja aku sangat kesulitan. Ah, aku ini memang selalu menyulitkan orang lain.
Ya aku tahu, aku ini sekarang sudah tidak sesehat dulu lagi, aku tidak boleh terlalu lelah, tanpa Jonghyun peringatkan berkali-kali saja aku sudah tahu. Tapi aku tak mau menjadi orang yang tidak melakukan apa-apa dan hanya pasrah kepada keadaan.
“joongda-ah, akhirnya kau masuk kuliah lagi. Kami sangat merindukanmu,” kata Yoonra
Ne, inilah yang membuatku sangat merindukan hari kuliah ku. Teman-tamanku, mereka yang selalu ada disaat aku membutuhkan mereka.
“kau, sungguh membuat kami khawatir,” kata Jinki
“Joongda-ah, bagaimana keadaanmu?” Tanya Kibum
“ne, aku juga merindukan kalian, aku baik-baik saja,” jawabku sambil tersenyum
Aku benar-benar senang akhirnya bisa bertemu mereka lagi. Rasanya sudah lama sekali tidak berkumpul dengan mereka.
“joongda, sebenarnya kau sakit apa? Aku sudah bertanya berkali-kali kepada Jonghyun tapi dia tidak mau menjawab,” Tanya Hyorin
Aku terdiam sesaat. Teman-teman ku belum mengetahuinya, aku senang karena Jonghyun tidak mengatakan sedikit pun tentang penyakit ku ini. Aku mau semuanya tetap seperti ini. Aku tak mau teman-temanku ini juga turut merasakan apa yang aku rasakan. Aku harus menyembunyikannya.
“ah, aku hanya sakit maag,” jawabku antusias
Tiba-tiba Jonghyun datang dan menjajariku. Wajahnya mengerikan, hahaha…. mungkin aku terlalu berlebihan mengatakan wajahnya mengerikan. Ya, dia marah. Dia selalu marah jika aku mengatakan aku baik-baik saja. Seketika itu juga sebelum Jonghyun mengacaukan segalanya, aku langsung menariknya menjauh.
“oppa, aku mohon, tolong, jangan bilang kalau aku sakit kanker,” bisikku
“kau ini, selalu saja seperti itu,” ucapnya dingin
“oppa,” aku pasang tampang memelasku, aku tahu Jonghyun paling tidak tega melihat tampangku seperti ini. “aku mohon…”
“neee…. Tapi ingat, jangan pernah bilang kau baik-baik saja lagi.”
“hwa, oppa, gomawo,” ucapku sambil tersenyum
Kadang setiap orang yang melihat kami pasti akan berfikir bahwa Jonghyun itu adalah orang yang suka mengaturku. Salah, Jonghyun adalah malaikat yang diturunkan Tuhan untukku, untuk melindungiku. Aku sangat bersyukur bisa mengenalnya, bisa selalu ada disampingnya dan bisa terus tertawa bersamanya.
Kim Jong Hyun aku sungguh sangat mencintaimu, aku minta maaf jika aku selalu merepotkanmu. Terimakasih kau sudah menjaga ku.
Aku memandangnya, wajah itu tertawa. Akhirnya aku melihat tawa itu lagi. Hem, sudah lama aku tak melihat wajahnya ceria seperti ini. Aku tahu, dia pasti sedang senang karena sebentar lagi apa yang selama ini ia impikan akhirnya bisa ia laksanakan. Tanggal 30 Oktober, akhirnya ia bisa bermain piano dan bernyanyi diatas panggung besar, pertunjukan akbar, sesuatu yang selalu ia ceritakan dengan bangga kepadaku.
Sekarang aku baru menyadarinya, ternyata badanku saat ini amat renta. Sepulang kuliah yang biasanya masih bisa aku gunakan untuk berkumpul dengan teman-temanku kini lebih ingin ku gunakan untuk istirahat.
“Taemin, aq pulang,” ucapku sambil membuka pintu. Seperti biasa yang Taemin lakukan hanya menonton TV.
“dimana Jonghyun?” Tanya Taemin.
“dia sedang ada latihan.”
“ohhh,” ucapnya sambil melanjutkan menonton TV. “Joongda, kau lapar?” Tanya Taemin tiba-tiba.
“ya, aku lapar sekali,”
Hari ini aku memang lapar sekali. Dari tadi pagi aku belum makan apapun, perutku tidak mau menerima makanan, sedikitpun. Taemin langsung menarik ku menuju meja makan. Ia mengambilkanku nasi dan lauk, kemudian menaruh mangkuk itu didepanku.
“Makan yang banyak, aku tahu dari tadi pagi kau belum makan. Kenapa kau buang sarapanmu? Masakanku tidak enak?” Tanya Taemin sambil duduk disampingku.
Aku tercengang mendengarnya. Darimana ia tahu kalau aku tidak sarapan tadi pagi, “kau, bagaimana kau bisa tahu?” tanyaku
Aku sudah sangat sempurna menyembunyikannya, bagaimana Taemin bisa mengetahuinya? Aneh, dia tidak menjawab, dia hanya memandangku. Tiba-tiba tangannya meraih sendok ku dan menyuapkan ku sesendok nasi.
“maaf,” hanya itu yang bisa aku katakan
“kau tahu, kesehatanmu itu belum pulih. Aku harap kau tidak mengulanginya lagi. Itu sangat berbahaya.”
Kadang aku merasa Teminlah yang pantas menjadi seorang kakak, aku ini selalu merepotkan semua orang. Aku tak mau mengecewakan Taemin lagi, makanan yang ada didepanku langsung kulahap. Tapi, tiba-tiba perutku lagi-lagi terasa sakit. Aku mengernyit dan Taemin menyadari itu.
“kau tidak apa-apa?”
Aku mengangguk. Rasa sakitnya tidak sesakit biasanya,beberapa saat lagi pasti hilang, aku yakin itu. dan Taemin tidak akan khawatir lagi.
“kau harus kedokter,” ucapnya dan dia langsung memapahku
“tidak, aku hanya butuh duduk,”
Taemin tidak mengatakan apa-apa, dia kembali mendudukan ku dikursi. Beberapa saat kemudian rasa sakit itu hilang.
“aku bilang apa, aku hanya butuh duduk,” ucapku sambil tersenyum
Taemin diam beberapa saat, ia memandang ku. “aku mohon jangan seperti itu lagi, tolong,” ucapnya sambil menundukkan kepala.
“aku berjanji tidak akan seperti itu lagi. Tapi kau juga harus berjanji, jangan katakana ini kepada Jonghyun,”
Dia hanya diam. Ya, aku anggap dia menyetujuinya. Aku memang sangat keterlaluan, aku selalu menjaga perasaan Jonghyun tapi aku tak pernah menjaga perasaan Taemin. Maaf Taemin, entah kenapa, tapi aku paling tidak bisa melihat Jonghyun sedih. Maaf, aku sudah berbuat tidak adil kepada mu.

———————-

17 September 2009

Hari ini aku melakukan kemoterapi. Terakhir aku mengunjungi dokter, keadaanku memburuk. Dan dengan susah payah aku memohon kepada dokter untuk tidak menceritakan keadaanku kepada Jonghyun. Sungguh, aku tak mau membohongi dia sama sekali, tapi aku lebih tidak mau melihat wajah sedihnya itu, rasanya lebih sakit dari pada apapun.
“hari ini bagaimana keadaan mu?” Tanya Jonghyun mengagetkan ku
“hem, pasti lebih baik dari yang kemarin,” aku menjawabnya sambil tersenyum
“harusnya memang seperti itu,” dia tersenyum
Aku benar-benar tak mau senyum itu hilang. Yang aku takutkan saat ini adalah saat dimana dokter memberitahu keadaanku, bukan rasa sakit karena kemonya, aku justru lebih sakit melihat Jonghyun sedih.
Semua keperluan kemoterapiku Jonghyunlah yang mengurus, aku hanya tinggal masuk keruang kemo dan menunggu obat itu masuk kedalam tubuhku. Yang kutahu kemoterapi itu sangat menyakitkan, sakit yang tak tertahankan, hingga rasanya ingin mati saja.
Saat aku masuk keruang kemo bau obat langsung menyeruak masuk kehidungku, baunya tajam sekali, membuatku mual. Hanya ada aku dan suster yang akan memasukan obat itu di ruangan ini, Jonghyun menungguku diluar ruangan. Aku bisa melihatnya dari kaca pembatas itu, wajahnya terlihat sangat mengkhawatirkanku. Ingin rasanya aku berkata kepadanya ‘OPPA, AKU TIDAK APA-APA, JANGAN KHAWATIRKAN AKU.’
Yang aku rasakan saat obat itu menembus masuk kedalam dagingku adalah rasa sakit yang teramat-sangat, rasanya seperti disayat-sayat. Aku mengernyit menahan sakitnya, dan aku mengepalkan tanganku yang sedang diinfus.
“tolong jangan ditekan, rileks saja,” kata suster itu sambil melepaskan kepalan tangan ku.
Saat ini aku benar-benar pusing, mual. Sebisa mungkin kutahan rasa sakitnya, kujauhkan pandanganku dari botol infus yang kini sudah berwarna merah bercampur dengan obat kemo itu. aku memandang Jonghyun, tapi itu semakin membuatku tak kuat. Wajahnya itu, sangat menyakitkan. Pasti ia menyadari apa yang ku rasakan. Wajahnya menegang, memandangku penuh kekhawatiran. Semua usaha yang kulakukan untuk menahan rasa sakit ini sia-sia, sekarang aku hanya bisa menutup rapat-rapat mata dan mulutku, agar aku tak berteriak karena rasa sakit ini.
Delapan jam berlalu, proses kemoterapi ku akhirnya selesai. Awal yang menyakitkan, tapi ku paksa untuk menikmatinya, karena ini akan sering aku lakukan, aku harus bersahabat dengan rasa sakit itu.
“sekarang kita priksa keadaanmu dulu,” kata dokter
Nah, inilah saat yang paling aku benci, untung saja sampai saat ini Jonghyun tetap ada di luar ruang kemo ini. Jadi jika keadaanku memburuk lagi, aku bisa meminta dokter untuk merahasiakannya lagi.
“keadaanmu sedikit membaik, saya harap dengan berjalannya kemoterapi ini keadaanmu jauh lebih baik,” ucap okter
Ah, aku lega, ternya keadaanku membaik, jadi aku tak perlu membohongi Jonghyun lagi. Saat aku keluar dari ruangan itu Jonghyun langsung menghampiriku, menggantikan suster yang memapahku.
“kau baik-baik saja?” tanyanya
“ya,”ucapku sambil tersenyum
Sebisa mungkin aku harus membuatnya tersenyum lagi, karena hanya senyumnya yang menjadi penyemangat hidupku.
Sesampainya dirumah Taemin langsung menghampiriku, menanyakan apa saja yang aku rasakan saat di kemo tadi. Aku ingin sekali menceritakannya kepadanya, tapi Jonghyun melarangku, ia menyuruhku beristirahat. Aku tidak enak dengan Taemin tapi anak itu justru berubah haluan mengikuti Jonghyun, dia juga memintaku beristirahat.
Tiga jam setelah kemoterapi efek sampingnya baru aku rasakan, aku sepert tidak mengenal diriku, badan ku lemas sekali, kepalaku sangat berat dan seperti berputar. Tidurku terganggu karena tiba-tiba tubuhku menggigil, Jonghyun yang ada disampingku langsung mendekapku, menenangkanku. Sepertinya ia sudah mengantisipasinya, karena yang kutahu malam itu ia tidak tidur sama sekali, ia terus menjagaku.

———————-

20 September 2009

Tiga hari paska kemoterapi, apa yang aku rasakan? Rasa sakit yang tiap hari makin menjadi-jadi. Yang terus menerus membuatku ingin menagis karena harus merasakan rasa sakit ini dan melihat orang yang paling aku cintai juga turut merasakan rasa sakitnya. Selain itu, pagi ini saat aku terbangun, aku mendapati beberapa helai rambutku berserakan di bantal. Rambutku sudah mulai rontok. Aku takut, ya, yang kutakutkan adalah kesakitan dan kematian.
Mulai hari ini Jonghyun melarangku masuk kuliah, dia sudah mengambilkanku cuti panjang sampai keadaanku ini benar-benar baik. Sekali lagi aku harus kesepian, hanya bersama Taemin karena Jonhyun harus kuliah dan latihan.
“hei, jangan melamun,” kata Taemin menyadarkanku
Seperti biasanya, saat ini aku sedang duduk menghadap jendela memandang pagi yang cerah, sambil sedikit merenungi nasibku.
“hahaha… aku tidak melamun,”elakku
Dia tersenyum, tapi aku tahu dia sedang sedih. “kak, aku…” ucapnya
Tapi aku memotongnya, aku tak mau pembicaraan ini berlanjut, pasti akan sangat menyedihkan. “mwo? Apa yang kau katakana tadi? Kau memanggilku kakak?” hanya itu yang ada dipikiranku, karena aneh sekali, Taemin tidak pernah memanggilku kakak.
“ya, kau kan memang kakakku,”ucapnya malu-malu
Aku mengacak-acak rambutnya, “aku senang karena kau masih menganggapku kakak.” Dia tersenyum lagi.

Malam ini keadaan rumah begitu sepi. Hanya ada aku sendiri yang sedang menunggu Jonghyun. Dia tadi sudah meneleponku, dia akan pulang telat karena hari ini ia harus latihan lebih lama. Dan Taemin, sejak sore tadi dia pergi ke klinik untuk melihat hasil lab dan menebus obatku.
Aku benar-benar takut jika harus melihat diriku saat ini. Semenjak kepulanganku dari kemoterapi, aku sama sekali belum berhadapan dengan kaca. Aku takut dengan semua yang berhubungan dengan penyakitku ini, karena semua itu mengingatkan ku pada kematian. Menyakitkan menyebut kata itu, aku benar-benar tak bisa membayangkannya. Apa yang akan terjadi dengan orang-orang terdekat ku jika kematian itu menjemputku? Dadaku sesak, tiba-tiba potongan kejadian saat aku di rumah sakit seperti di putar secara otomatis di otakku. Jonghyun, Taemin, bergantian dengan wajah kalut mereka. Aku tak mau mengingat itu, aku mohon.
Aku menutup kepalaku dengan bantal, menangis meluapkan segalanya, berharap semua ini tidak terjadi kepadaku. Namun tiba-tiba ada orang yang memelukku dan itu membuatku terkejut.
“kenapa?”Tanya orang itu
Jonghyun, ya itu Jonghyun. Sebisa mungkin aku menyeka air mata yang membashi pipiku, aku tak mau Jonghyun melihatnya. “aku sedang berusaha untuk tidur lagi oppa, badan ku lemas sekali,” jawabku sekenanya.
“sambil menangis?” tanyanya sambil tersenyum. Tapi senyumannya itu berbeda, seperti dipaksakan.
“sedikit,” jawabku. Aku tahu membohonginya merupakan hal yang mustahil, dia mungkin saja sudah ada dikamarku sejak aku menangis tadi, jadi dia mendengar semuanya.
“taemin tadi sudah mengambil uji lab mu dan hasilnya..” dia menggantungkan kalimatnya, aku tahu ini pasti kabar buruk. Aku langsung terbangun dari posisi tidurku dan duduk disampingnya. Aku tahu ini sangat berat baginya, dan tentu saja juga berat bagi Taemin.
“keadaanmu memburuk,” ucapnya lirih
Ya, aku sudah bisa menduganya. Apa yang selalu berhasil membuat dirinya sekalut ini? Pasti keadaanku. Tiba-tiba Jonghyun menyandarkan kepalanya dibahuku.
“sel kankermu menyebar,” dia mengucapkannya perlahan, seakan-akan ia tahu aku belum bisa mencerna kata-katanya itu secara keseluruhan. “sampai kemo keduamu dilakukan dokter belum bisa menentukan. Jika setelah kemo itu selnya dapat dijinakkan maka kemungkinannya baik. Tapi jika sebaliknya….” Dia kembali menggantungkan kalimatnya
Aku menunggunya melanjutkan kata-katanya itu. Dan aku tahu, dia sangat sulit mengucapkannya. Nafasnya berat, dan semua itu membuat hatiku semakin sesak. Tanpa kusadari air mataku jatuh.
“sebaliknya jika selnya tetap ganas maka kau harus menjalani operasi lagi,”
“setidaknya masih ada kesempatan kan oppa,” ucapku menenangkannya
Jonghyun hanya diam dan aku lebih menyukai suasana seperti ini, kami berdua disibukkan dengan pikiran masing-masing.
“aku lelah,” ucapnya tiba-tiba sambil terpejam. “aku takut..”
Aku hanya menghela nafas, berusaha sebisa mungkin agar air mata yang sudah menggenang dipelupuk mataku tidak menetes lagi.
“aku takut semuanya akan lebih buruk dari ini..”
“oppa…” ucapku.
Tapi ucapanku itu dipotong olehnya. “aku benar-banar takut kau meninggalkanku,”
“aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” kataku sambil menggengam tangan Jonghyun
“tapi…”
“tolong jangan ada tapi…”
Malam itu angin semilir masuk melalui jendela kamarku. Aku belum mau menutup jendelanya, aku masih ingin merasakan hawa malam ini, bersama Jonghyun.

———————-

2 Oktober 2009

Hari ini aku kemoterapi untuk yang kedua kalinya dan merupakan hari penentu nasib kehidupanku. Hari ini Jonghyun tidak bisa menemaniku, jadi Taeminlah yang mengantarku kemoterapi.
Aku senang karena akhir-akhir ini Jonghyun sibuk dengan persiapan manggungnya, jadi dia tidak terlalu terbebani oleh penyakitku. Ya, meski aku tahu itu hanya terlihat dari luarnya, aku yakin hatinya pasti sangat sedih melihat keadaanku saat ini. Kenapa aku selalu gagal? Padahal aku sudah berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikannya. Menyembunyikan rasa sakit ini. Tapi entah darimana Jonghyun selalu mengetahuinya.
“Taemin, maaf sebelumnya, apa kau mengatakan semuanya kepada Jonghyun?” hati-hati aku bertanya kepada Taemin, aku tidak mau menyakiti perasaannya lebih dari ini.
“ya, Joongda, aku tidak mungkin melakukannya. Aku kan sudah berjanji kepadamu,” jawab Taemin. “ehm, sepertinya aku hanya bisa mengantarmu, aku tidak bisa menemanimu, maaf,” lanjutnya
“ah, tidak apa-apa, aku bisa melakukannya sendiri,” ada keperluan apa dia? “memangnya kau ada keperluan apa?”
“aku mau menjemput Jangri, dia mau menjengukmu,” ucapnya malu-malu.
“ah, Jangri, ya, aku ingat, pacarmu itukan. Hahah….tenang saja, aku bisa melakukan ini semua sendiri,” jawabku sambil tertawa, aku sedikit menggodanya. Hahah…Taemin lucu sekali, ia selalu malu-malu jika berhubungan dengan pacarnya.
Aku senang akhirnya ada seseorang yang menemani Taemin disini. Aku tahu dia sangat kesepian, dan beban yang ia tanggung juga sangat banyak, ya itu karena aku. Dia butuh seseorang yang sangat memperhatikannya, tidak seperti aku ini.
“kau tinggal meneleponku jika kau sudah selesai,” ucap Taemin saat aku keluar dari mobil
“ne, hati-hati ya,”
Kemoterapi keduaku, aku sudah terbiasa. Meski rasa sakit tetap menjalar dan bau obat tetap menusuk hidungku, tapi aku sudah merasa lebih baik dari pada kemo pertamaku. 8 jam itu hanya aku habiskan dalam mimpi.

———————–

9 Oktober 2009

Semalam aku tidak bisa tidur karena hari ini hasil labku keluar. Yang kupikirkan semalam adalah Jonghyun, Jonghyun dah Jonghyun. Apa yang akan terjadi dengannya jika hasilnya justru memburuk? Aku takut.
Hari ini aku mengambil sendiri hasil lab itu. Jonghyun tidak bisa mengantarku karena ia harus laihan dan Taemin, entah ia pergi kemana bersama Jangri.
“joongda sepertinya kemoterapimu itu tidak berhasil,maaf sel kankermu itu sudah menyebar sangat banyak. Jalan satu-satunya adalah operasi,” kata dokter
Aku hanya terdiam, ya, aku belum bisa menerima semua ini. “harus?”
“ya, itu adalah jalan satu-satunya,”
Aku menimbang-nimbang sejenak, “kemungkinannya dok?”
“sangat tipis. Belum tentu jika kau lakukan operasi itu maka sel kankermu akan hilang. Dan sepertinya selmu ini sangan sulit dijinakkan,”
Jadi intinya semua ini percuma, aku akan tetap mati meskipun aku sudah dioperasi. Aku tak habis pikir dengan semua ini, kenapa, kenapa semuanya justru makin menyulitkanku?
“kapan dok?
“paling efektif adalah tanggal 30 Oktober, karena kami harus memantau perkembanganmu lagi,”
Tidak mungkin, aku tidak mau melewatkan hari itu. Aku tidak mau berada dirumah sakit saat itu. aku ingin melihat Jonghyun.
“tidak bisa diundur dok atau mungkin dimajukan?”
“saya rasa tidak bisa dimajukan, karena itu sudah termasuk ketentuan, jangka waktunya sudah kami pikirkan matang-matang. Jika kau mau mengundurnya yang saya takutkan adalah selmu itu akan semakin mengganas.”
Ini adalah sesuatu yang amat sulit, aku tidak mungkin meninggalkan Jonghyun, tapi aku harus melakukan operasi. “baiklah dok, saya akan memberikan kabar secepatnya,”
Seperti ada badai yang memporak-porandakan hidupku, sekali lagi aku harus menerima kenyataan pahit ini. Aku sudah hampir gila memikirkan semua ini. Terkadang aku ingin mati sekarang juga, tapi aku tahu itu bukan penyelesaiannya, yang terbayang selalu Jonghyun.
Aku melangkah gontai keluar dari rumah sakit. Aku tidak ingin pulang, yang ku inginkan sekarang adalah kesuatu tempat yang tidak ada siapapun, hanya ada aku. Kubiarkan kakiku berjalan tanpa tujuan, hanya hati nuraniku yang menuntunnya.
Perlahan otakku mulai memutar kepingan ingatanku, semuanya bermain-main dikepalaku, hanya ada aku dan Jonghyun sebagai pemain utamanya. Semua kenangan itu membuat hatiku semakin sesak, seperti ada yang hilang, dan aku harus mencarinya.
Saat itu, ulang tahun ku, hari yang paling indah, semuanya benar-benar diputar diotakku, aku seperti berada di saat itu lagi. Aku menangis, dalam langkahku yang kosong aku menangis. Sesak, semuanya seperti menghimpitku, membuatkun tidak bisa bernapas.
Aku hanya berjalan dan terus berjalan, pandangan ku kosong dan air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi pipiku. Aku takut, aku kalut, aku marah, semuanya campur aduk sampai-sampai aku tak bisa merasakan apa-apa lagi.

    *TBC*
    THANKS TO READ MY FIRST FF

Tolong dibaca ya, dicomen.
Butuh banget kritikan, maklum author baru

    NO SILENT READER PLEASE

Cuplikan CHAPTER 4 (final) :

Aku pusing, kakiku gemetar dan tiba-tiba semuanya menjadi hitam, aku akan jatuh, aku yakin aku pasti akan jatuh.
“JOOOOONGDAAA…….” Itu teriakan Jonghyun

    ^^ JEONGMAL GOMAWO CHINGU ^^

3 responses to “UNFORGETTABLE LOVE ~ Chapter 3

  1. Pingback: UNFORGETTABLE LOVE ~ Chapter 4 [FINAL] « FFindo·

Leave a reply to dee Cancel reply