Let’s Make a Baby [Chapter-15] and Resign From FFindo

 

Author: Unie

Genre: Angst, AU (Alternate Universe)

Rating: PG-15

Length: Chaptered

Main cast:

  • Lee Donghae
  • Sung Hyosun
  • Shim Changmin
  • Jessica Jung
  • Choi Seung Hyun [TOP]

Other cast:

  • Cho Kyuhyun
  • Lexy Kim
  • Victoria Song
  • Kim Sujin
  • Lee Hyukjae

 

Disclaimer:

FF ini bener-bener imajinasiku. Kalau misal ada yang mau komplain karena ada kesamaan. Ke acc twitterku ya di: @yuniLHJ

 

SAY NO TO COPAS AN PLAGIATISM

 

“Donghae, buka pintunya!!!” teriakku untuk yang ke sekian kalinya sambil menggedor pintu kamar Donghae yang tertutup rapat sejak kepergian Max dan Hyukjae. Donghae langsung melakukan pelarian dengan cara setolol ini tanpa menjelaskan apapun padaku.

“Donghae, kau berhutang penjelasan padaku! Buka pintunya!”

            Aku memukul-mukulkan jemariku yang tergenggam pada pintu kayu mahoni bercat hitam pekat hingga terasa mau patah, tapi dia tak kunjung membuka pintu juga. Tapi tetap tidak ada jawaban. Sialan!

            Tapi di saat terkhir, saat aku hampir menyerah karena kelakuannya itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan aku memutuskan untuk membalik badanku.

“Jelaskan semuanya padaku!” saat semuanya terasa relevan karena kebohongan yang diperbuat Donghae terkuak, aku langsung menarik kerah polo shirt-nya dengan kasar.

“Tidak sekarang.” Katanya santai. Antah sadar atau tidak, secara langsung sikapnya itu malah membuatku semakin gusar dan berapi-api.

“Lalu kapan? Saat aku sudah melahirkan anak untukmu? Dasar brengsek! Katakan padaku!” aku memukul-mukul dada bidang Donghae dengan kalap. Aku tahu kekuatan kami adalah lima banding satu dan itu artinya pukulan yang ku lakukan tidak berarti apa-apa padanya, tapi aku terus melakukannya.

“Kau jahat, Donghae! Kau benar-benar jahat!”

            Aku menatapnya penuh amarah, tapi dia langsung menarik tengkukku lalu menciumku dengan kasar. Susah payah aku merapatkan mulutku agar tidak terbuka sambil meronta-ronta, tapi dia belum mau melepaskanku. Dia mengunci tubuhku selama beberapa detik dan setelah dia melepaskanku, aku langsung menamparnya.

“Brengsek!!!” aku mengelap bibirku dengan punggung jariku selama masih terengah.

“Aku tahu apa yang aku lakukan, jadi aku minta diamlah.” Katanya.

“Kau pikir aku akan menurutimu? Tidak, terimakasih!”

            Aku beringsut dari hadapannya lalu membanting pintu kamarku dengan keras. Tanpa pikir panjang, aku langsung meraih ponsel lalu mengobrak-abrik contact list-nya. Aku melakukan hal yang sia-sia karena mencari nomor Max di ponselku. Sudah jelas-jelas kalau terakhir kali kami berkomunikasi melalui nomor Prancis-nya. Tidak ada jalan lain, aku harus ke rumahnya! Biar bagaimanapun dia adalah orang –selain Donghae- yang bertanggungjawab untuk menjelaskan semuanya padaku.

_

            Aku berdiri di depan bangunan megah bergaya modern klasik setelah turun dari taksi beberapa detik yang lalu. Ini rumah Max. Aku menemukan alamat rumanya di buku catatan lamaku yang telah usang. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku bertandang ke rumahnya. Kami sudah dekat saat di Seoul, tapi karena saat itu kami belum secara resmi berpacaran, Max tidak pernah mengajakku untuk datang ke rumahnya.

            Sebelum melangkahkan kakiku menuju pintu, aku melirik jam tenganku yang setiap jarumnya secara sinkron menunjukkan pukul 10.30. Aku harap ini adalah jam yang tepat untuk bertamu. Setelah satu tarikan nafas yang cukup panjang, aku memberanikan diri menekan bel yang terpasang di tembok dekat pintu.

            Tidak ada jawaban dari dalam, tapi lampu benda elektronik yang tadinya berwarna merah itu berubah menjadi hijau, pertanda akses masuk diijinkan.

‘Semudah itukah orang-orang di rumah sebesar ini mengijinkan seseorang masuk tanpa memastikan bahwa tamunya adalah orang baik-baik melalui kamera satu arah?’ lamunku sesaat.

            Pintu bergagang besi itu bergerak ke dalam tanpa ku sentuh. Seseorang telah menarik pintu itu dari dalam hingga si pemilik rumah terlihat dari balik pintu. Dia menatapku dalam diam, begitu pula denganku. Aku terus menatap sosok yang penah menjadi bagian dari nafasku ini sampai dia bereaksi.

“Masuklah…” katanya kemudian, lalu berjalan mendahuluiku. Aku mengekor di belakangnya hingga kami berada di sebuah ruangan yang cukup luas dengan sebuah sofa yang kira-kira panjangnya mencapai dua setengah meter terbentang di hadapan plasma TV yang berdiri di atas meja besi. Aku rasa ini adalah ruang keluarga. Bukan ruang tamu.

“Duduklah…” katanya mempersilahkanku. Dia duduk mendahuluiku di bagian sofa paling ujung. Dengan gelagatnya yang seperti itu, aku bisa melihat bahwa dia sedang menjaga jarak denganku. Kenapa? Apa karena sekarang aku sudah resmi menjadi istri sahabatnya?

“Rumahmu sepi…” kataku basa-basi saat merasakan keadaan rumah yang begitu lengang. Pasti bukan karena perabotan di ruangan ini yang memang ditata seminim mungkin.

“Bagaimana pernikahanmu?” Tanya Max langsung tanpa memperdulikan pertanyaanku. Aku menelan ludahku dengan susah payah saat menlihat kilatan matanya yang tidak bersahabat. Dia masih marah.

“Kau mau jawaban yang seperti apa? Aku rasa tidak ada yang perlu aku jelaskan lagi mengingat kau adalah sahabat Donghae yang secara langsung sudah tahu semuanya tentang ‘kami’”

“Dan bodohnya, kenapa aku baru tahu kalau kau adalah istri Donghae beberapa hari sebelum kepulanganku ke Korea.” Max tertawa getir. Dia tertawa bukan karena situasi yang lucu, tapi dia menertawai sesuatu yang tolol pada diriku atau kasarnya  dia berkata bahwa aku adalah wanita idiot.

“Kau memohon padaku agar hubungan kita berakhir. Kau mengatakan akan menikah karena orang tua angkatmu akan menjodohkanmu. Tapi kenyataannya apa? Kau malah membohongiku, Hyosun.” Lanjutnya dengan suara yang lirih. Aku menundukkan kepala, membiarkan dia menghakimiku hingga puas. Aku tidak berani menatap matanya. Dia benar-benar kecewa dengan tindakanku.

“Kalau aku tahu kau akan menikah dengan Donghae, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja.”

“Saat itu aku tidak punya pilihan yang lebih baik, Max.” lirihku, mataku terpaku pada lantai marmer yang bisa memantulkan bayanganku. Mataku terasa panas.

“Tapi kau sadar kan alasan Donghae menikahimu? Sudah jelas-jelas dia akan memanfaatkanmu!”

“Aku tahu Max. Aku sadar!”

            Aku membiarkan airmataku mengalir dengan mudahnya. Sekarang aku sadar kenapa beberapa hari terakhir sebelum kepulangan Max keadaanku menjadi tak terkendali. Max sudah tahu semuanya. Dan Donghae menjadi orang pertama di dalam daftar orang-orang yang aku benci setelah Max memberitahu bahwa Donghae sudah tahu dimana kakakku sebelum kami menikah. Semuanya terasa rumit sekarang. Aku, Max dan Donghae.

“Tapi kenapa kau tetap menikah dengannya? Apa karena Donghae menjanjikan kewarganegaraan dan kakakmu?”

“Tidak hanya itu. Aku juga mencintainya, Max.” tegasku sambil mengangkat kepala. Max langsung merubah expresinya setelah mendengar jawabanku. Dahinya berkerut.

“Apa kau bilang?”

“Ayolah, Max. Apa sekarang kita harus membahas itu juga? Kau tahu kan maksud kedatanganku kemari. Aku ingin tahu kejelasan tentang kakakku. Dimana dia? Kau tahu kan dimana dia sekarang? Apa yang dikatakan Donghae padamu?”

Max membuang muka ke arah lain dengan sebal. Dia berfikir sejenak lalu menatapku lagi.

“Dia tidak mengatakan dimana kakakmu berada padaku ataupun Eunhyuk. Dia tidak mengatakan apapun pada kami. Donghae hanya bilang kalau dia sudah bertemu dengan kakakmu sebelum kalian menikah. Itu saja.”

“Bohong!” pekikku berusaha tidak percaya. Max bukan orang yang pandai berbohong, tapi dalam keadaan seperti ini, aku berharap dia sedang berbohong.

“Kau tahu kan kalau aku bukan orang yang seperti itu? Aku benar-benar tidak tahu sama sekali.”

 __________________________________________________________________________

Hallo, apa kabar? 

Melalui postingan ini, aku mau menyampaikan kata-kata terakhirku di blog ini (?). Yeah, seperti judul yang kalian baca, aku berniat untuk mengundurkan diri dari blog tercinta ini. Bukan karena masalah apapun, tapi karena aku udah bosen sama dunia FF. Aku emang hobi nulis, tapi bukan tulisan fiksi. Aku lebih seneng nulis sesuatu yang sifatnya non-fiksi. Aku bener-bener udah jenuh sama dunia khayalan (?) kaya gini. Jadi, aku minta maaf buat semuanya yang udah nunggu lama buat FF ini karena aku gak akan melanjutkan FF ini lagi. Aku mau kembali ke dunia yang memang benar-benar normal (?). Well, walaupun FF juga merupakan seni, tapi aku udah gak begitu tertarik mendalaminya. FF aku anggap kaya facebook, yang kalau bosen bakal aku tinggalin tanpa aku tengok lagi. Mungkin sebagian besar dari kalian akan kecewa karena keputusanku. Tapi, kita patuhi saja aturan di dunia maya “Kalau kita bukan orang yang dekat” dalam arti belum pernah bertemu dan bertukar pikiran satu sama lain secara intens. Aku pikir, yang aku anggap dekat ya orang-orang yang pernah SMS-an sama aku dan saling berbagi sesuatu, entah itu informasi atau apapun bentuknya. Jadi, aku punya hak buat memutuskan ini… Kalau kalian tanya kenapa aku posting chapter ini sedikit banget, itu semata-mata karena aku udah bosen. Padahal aku udah nyelesaiin chapter ini melalui tulisan tangan sampai 26 halaman dan on going ke chapter berikutnya yang udah sampai 7 halaman. Sekali lagi aku tegesin kalau ini pure karena sebuah kejenuhan dan bisanya kalau aku udah jenuh bakalan lama buat balik atau bahkan gak akan balik sama sekali. Aku cuma fangirl yang abal-abal, bukan yang addict seperti kebanyakan dari kalian. Aku cuma suka Hyukjae! Itu juga suka doang hahaha… Aku harap kalian menghargai keputusan ini, karena ini bakalan membuatku lebih baik dan gak seperti orang yang ngutang kartu kredit dan ditagihin sama depcolector tiap hari… Aku harap juga kalian gak membesar-besarkan pentingnya FF i8ni buat kehidupan kalian, karena ini semata-mata hanya khayalanku aja…

Buat: angiefishy, Icha eon, eka dan Hilma

Hahaha, let’s texting by mobile, beb!

Buat: jo_twins dan Rara

Makasih ya kalian udah nerima aku di blog ini. Aku rasa aku orang yang beruntung yang bisa masuk blog ini. Sory buat enny eon, kalau aku suka posting sesuatu yang sifatnya non-FF padahal udah jelas-jelas gak boleh. Sory banget. Itu aku lakuin karena kalau di blog ini postinganku pasti dibaca. belum tentu di tempat lain di baca. Rara, makasih ya, udah pernah bikinin poster buat FF ini. Oh, iya walaupun aku belum pernah baca FFmu, aku nge-vote 3 kali loh di PC dan account yang berbeda biar kamu menang hehe.

Buat: Fai dan Shinbi

Kalian yang paling sering bikinin aku poster….. Tengkyuuuuuuuuuuuuuuuuu… aku cinta kalian.

Buat: HyejinOnew dan Injae_cassie

Masalah FF kalian, ntar aku pikirin lagi deh hehehehehehe…

Buat: Good reader FF ini

Makasih yaaaa… Tanpa kalian, aku bukan apa-apa dan aku juga gak akan semangat nulis. Walaupun aku gak bales komen kalian satu per satu, tapi aku selalu baca dan ngebedain mana yang reader baik dan yang kurang baik. Komentar kalian lucu-lucu dan aku sering senyum-senyum gaje gara-gara kalian. Aku minta maaf karena berhenti nulis FF ini.

Buat: Sider

Semoga kembali ke jalan yang benar. Kalian cuma nulis satu atau dua kalimat sementara FF yang kalian baca butuh beribu-ribu kalimat. Pikirkan yang satu ini… Jangan tiba-tiba jadi readers yang nagih gak jelas, oke? But, tanks for all:D

PS: Buat seluruh admin, kalian bisa hapus emailku… Tanks semuanya… Aku masih hidup di twitter kok hehehehehe

284 responses to “Let’s Make a Baby [Chapter-15] and Resign From FFindo

  1. Author..ini tanggung.
    aku sampe bergadang buat nyelesaiin baca ff ini,ternyata endingnya gak sampe selesai..?
    jalan cerita bagus,menarik tapi sayang aku sedikit kecewa karna endingnya.
    setidaknya author selesaiin ff ini walaupun cuman sampe part ini tapi intinya selesai dan endingnya jelas.

  2. annyeong unnie,ak reader baru disini
    ak udah baca dari part 1 dan ceritanya aku suka banget,maaf baru comment dipart ini soalnya ngebut bacanya wkwkwk

Leave a comment