You And I [part 3]

Title : You and I [part 3]
Author : Filla Lavenia Palupy (@fillacullen)
Genre : romance, PG-13 (bukan karena NC)
Main Casts : Cho Kyuhyun, Seo Joohyun

You And I [part 1] | You And I [part 2] | You And I [part 3]

alasan keterlambatan post adalah…. kita berdua lagi ada Try Out pertama… hehe maklum udah kelas tiga 🙂 dan makasih yang udah setia ngikutin You And I ini!! langsung yaa capcyuus~

YOU AND I PART 3

Joohyun POV

Dadaku berdebar-debar saat aku berbalik memunggunginya senyum samar tersungging di bibirku.

“Joohyun!!” kudengar Appa berteriak.

Seketika senyumku hilang. Selamat datang di realitas Seo Joohyun….

Aku mempercepat langkahku dan tergesa-gesa menaiki tanjakan menuju rumahku. Appa berteriak semakin kencang dan suara benda-benda pecah semakin kencang.

Ya Tuhan.. apalagi sekarang… pasti Appa sedang mabuk.

Aku terengah-engah sampai di ambang pintu. ”Appa? Ada apa?”

Keadaan rumah sudah seperti kapal pecah saat aku masuk. Asbak dan vas bunga di ruang tamu sudah pecah, pot bunga satu-satunya di ruah juga sudah berkeping-keping.

“Dari mana saja kau? Hah? Pulang malam! Dasar gadis nakal!!” Appa menjambak rambutku membuatku terhuyung-huyung.

“Aku harus bekerja Appa… untuk mencukupi kebutuhan kita! Untuk mencukupi kebiasaan konyolmu minum-minum!!!” aku meledak.

Appa menatapku nanar, wajahnya merah menahan amarah dan mulutnya mengeluarkan bau alkohol yang sangat menyengat. ”Apa kau bilang? Kebiasaan konyol? Kau pikir apa yang telah kulakukan padamu tidak perlu kau balas, hah? Aku yang membesarkanmu setelah ibumu yang tidak berguna itu mati. Lalu apa yang kudapat? Pulang malam seenaknya… dasar bocah idiot!” Appa mengacung-acungkan jarinya padaku.

Aku tidak tahan lagi. ”Selama ini aku selalu tahan jika kau pukuli! Aku tidak memberitahukan siapa-siap,a tapi kalau Appa berani menghina Umma, aku akan…”

“Kau akan apa hah?” kali ini Appa mencekikku.

“Lepaskan!” Aku memukuli tangan Appa yang besar hingga ia melepaskannya. ”Aku lebih baik hidup menjadi pengemis!! Aku lebih baik mati!” aku berteriak sekencang-kencangnya.

“Pergi sana! Dasar pelacur! Penyakit itu pasti menurun dari ibumu!” Appa memukulku keras.

Aku menutup telingaku dan air mata mulai membasahi pipiku. ”Umma bukan pelacur!!” aku berteriak histeris dan bangkit berlari menuju kamarku dan kututup pintunya keras-keras. Appa mengikutiku dari belakang.

“Mau kemana kau?” Appa terhuyung-huyung meraihku. ”Aku belum selesai bicara, buka pintunya!” Appa menggedor-gedor pintu kamarku, aku mengunci pintu kamarku dan menangis sejadi-jadinya sementara Appa masih menggedor-gedor pintu kamar.

Aku jatuh tertelengkup di balik pintu memeluk diriku sendiri. Tuhan apa salahku? Perih masih kurasakan disekujur tubuhku, aku yakin akan meninggalkan bekas lebam di pinggulku dan pelipisku juga berdarah akibat benturan.

Aku menutup mataku berharap Tuhan berbaik hati mengambil nyawaku malam ini.

***

Aku belum mati.

Kubuka mataku yang peduh akibat menangis semalaman di lantai kamar. Sinar matahari masih tertutup tirai kamar tidurku yang sempit. Aku segera bangkit dengan menahan erangan. Aku berjingkat berjalan menuju kamar mandi berharap Appa sudah pergi dari rumah, dan ternyata Appa sudah tidak ada entah pergi kemana. Akupun menghembuskan nafas lega.

Aktifitas pagiku berjalan lamban di rumah dari mulai membereskan lantai yang kotor akibat kejadian semalam sampai menyapunya hingga bersih, lalu aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa.

Besok akan ada tes olahraga, dan itu akan menjadi hari terburuk sepanjang hidupku. Dari semua hal yang kubisa di sekolah, olahraga adalah kelemahanku. Tubuhku lembek dan kaku, untuk menangkap bola basket saja harus bersusah payah, apalagi tes besok. Aku mengerang dalam hati karena itu berarti aku harus berlatih hari ini agar tidak mempermalukan diriku sendiri besok.

Aku sulit berkonsentrasi pada pelajaran pagi ini bahkan untuk sekedar mendengarkan apa yang diterangkan kim sonsaengnim pun sulit.

“Kau kenapa, Joohyun-ah?” Yuri, yang duduk disampingku heran. ”Kau melamun, bahkan pandanganmu kosong.” Ia menyentuh lenganku pelan, Yuri salah satu temanku dan satu-satunya sahabat yang kupunya dari SD.

“Ani… gwenchana, hanya lelah saja. Aku harus kerja sampai malam akhir-akhir ini,” aku beralasan.

Yuri mengelus rambutku, ”Andai aku bisa membantumu Joohyun-ah” aku hanya tersenyum menaggapinya. Yuri menyibakkan poniku dan melihat plester yang kutempelkan tadi pagi untuk menutupi bekas lukaku.

“Ini kenapa? Apa ayahmu melakukan hal-hal jahat lagi?” Yuri terlihat cemas dan marah.

“Ani… aku terbentur pintu kamar mandi Yuri-ya. Appa sudah jarang memukulku tau…” aku berusaha ceria dan memberikan senyum terbaikku.

“Aku tau kau berbohong padaku Joohyun-ah. Kita bukan teman kemarin sore. Aku sudah mengenalmu terlalu baik untuk tau semuanya. Kenapa kau tidak pernah cerita padaku? Aku bukan sahabatmu lagi?”, Yuri terlihat sedih menatapku.

Aku berusaha tersenyum.

“Kadang-kadang kalau Appa pulang mabuk dia akan melimpahkan kekesalannya padaku, ketika aku bahkan tak tau apa salahku, kadang aku akan bersembunyi saat Appa pulang. Tapi aku sekarang belajar bahwa lebih baik menerima kesakitan lebih awal karena jika aku tidak ada dia akan memukulku lebih parah.” Aku tersenyum kecut dan berpaling pada Yuri.

“Kau tidak bisa tinggal diam, Joohyun-ah. Tinggallah bersamaku. Ibuku pasti akan senang. Kumohon Joohyun-ah..” wajah Yuri memelas padaku bahkan aku sendiri merasa tersentuh dengan kepeduliannya. Tapi aku benar-benar tidak bisa.

“Gomawo Yuri-ya… andai aku punya keberanian untuk itu…” ujarku sambil menerawang.

***

Kyuhyun POV

Hari ini mendung padahal ini masih pertengahan musim panas dan cuaca tiba-tiba berubah. Aku menyesap rokokku yang baru kunyalakan sambil berpikir tentang yeoja itu, entah kenapa pikiranku tidak bisa teralihkan darinya seperti virus yang tiba-tiba menyerang tanpa tau kapan kau akan merasa sakit.

Aku masih memakai plester yang dia berikan dan aku menemukan diriku sendiri pagi ini membersihkan wajah dengan sangat hati-hati agar tidak terkena plester itu. Ada sesuatu tentang tangannya yang menyentuh pelipisku semalam, tangannya dingin sedingin tatapannya ada sesuatu tentangnya yang ia sembunyikan dari semua orang, seperti luka lama yang terlalu sakit untuk diungkap.

Di tengah-tengah lamunanku kudengar pintu atap terbuka dan aku menoleh kearah pintu, yeoja itu berjalan lurus ke depan sepertinya tidak menyadari kehadiranku yang berada di sudut atap. Tatapannya lurus kedepan dan angin meniup rambutnya yang panjang sehingga menutupi sebelah wajahnya. Aku masih memandanginya berharap dia tidak sadar akan kehadiranku dan saat itulah aku melihat sesuatu yang basah menuruni pipinya.

Air matanya. Dia menangis.

Dia memejamkan matanya, menghirup napas dalam kemudian membuka matanya masih menerawang ke depan. Apa yang spesial darinya sehingga membuatku seperti kesakitan setiap melihatnya. Lali tiba-tiba ia menoleh padaku.

Matanya bersitatap denganku tanpa mengucapkan septah katapun, lalu ia berjalan ke arahku, ”Annyeong…” suaranya serak tapi sudut mulutnya tertarik ke atas.

“Oh, annyeong…” balasku.

Ia duduk di sebelahku berhati-hati agar lengan kami tidak bersentuhan, ”Kau tidak akan mengatakan padaku alasan kau kemari kan? Dan… menangis?” aku mentapnya dan ia sedang menatap rokokku.

Dia menggeleng. “Kenapa kau merokok?” mata itu menatapku dengan polosnya membuatku ingin menyelam ke dalamnya.

Aku mengangkat bahu acuh. ”Kurasa hanya ini penenangku. Kau sudah pernah merokok?” tanyaku berani dan ia menggeleng.

Aku mengulurkan rokokku padanya. ”Cobalah…. Hanya mencoba.” Walaupun ia sedikit ragu tapi yeoja itu mengambil rokok dari tanganku dan menyesapnya pelan tanpa terbatuk sedikitpun, lalu ia hembuskan asap rokok ke udara.

“Ottae?” tanyaku.

“Emm… Gwenchana.” Yeoja itu menyodorkan rokok kembali padaku.

“Kita sudah berkali-kali bertemu tapi kita bahkan belum memperkenalkan diri masing-masing”. aku mencoba mencairkan suasana.

“Ah.. batta, Kyuhyun-ssi?” Dan kami berdua tertawa. Ia terlihat bahagia saat tertawa dan diam-diam aku bersyukur aku yang membuatnya tertawa.

“Ne…. Joohyun-ssi,” kuberikan senyum terbaikku yang jarang kuperlihatkan. Dia melihat ke arah dahiku yang masih memakai plesternya.

“Kau tahu tidak kalau kau terus memakai plester itu, lukamu malah tambah infeksi kalau tidak menggantinya.” Ia merogoh sesuatu dari dalam kantong seragamnya.

“Plester lagi?” tanyaku menyembunyikan kegembiraanku.

“Sini.. Aku ganti.” Ia dengan hati-hati melepaskan plester dari pelipisku dan menggantinya dengan yang baru. Nafasnya terasa di dahiku dan iramanya pendek-pendek menandakan ia gugup.

Sesaat kami berpandangan, aku tak bisa menghindarkan tanganku untuk menyibakkan poni yang hampir selalu menutupi sebagian wajahnya, dan aku terkejut saat ia mengenakan plester yang sama denganku membuatku bertanya-tanya luka apa yang ada di baliknya.

“Aku… aku harus kembali. Aku sudah telat. Annyeong.” Ia tergesa-gesa bangkit berdiri tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Aku menghembuskan nafas keras-keras dan menginjak puntung rokok terakhirku. Aku mendongak ke langit yang mendung dan tetap tersenyum, awan gelap bergulung-gulung tanpa sedikitpun matahari menyinari.

Musim panas yang indah.

***

Joohyun POV

Aku memandangi ring basket yang selama satu jam terakhir ini terasa semakin mengecil. Tak satupun dari lemparanku yang masuk ke ring padahal keringat sudah membasahi baju olahragaku. Aku benar-benar akan mati besok. Aku pintar dalam segala hal kecuali olahraga, apalagi basket. Aku menghembuskan nafas keras-keras.

Bagaimana nasib ujianku besok? Percuma nilaiku baik dalam semua mata pelajaran jika nilai olahragaku tidak lulus. Aku mengabaikan bola basket yang berceceran disekitarku dan duduk di tengah-tengah lapangan, masih terengah-engah karena staminaku yang tidak kuat. Aku mendongak ke atas ke arah awan yang semakin menggelap, setidaknya jangan hujan dulu sebelum aku bisa memasukkan bola.

Aku memejamkan mata perlahan.

“Ireona…” suara itu mengejutkanku bukan karena suara asing tapi karena terkejut betapa cepatnya aku mengenali suara itu.

Aku memutarku punggungku untuk melihatnya, bajunya sudah di gulung sampai ke lengan dua kancing teratasnya sudah terlepas dan rambutnya berantakan tertiup angin. Aku menarik nafas dalam untuk kembali sadar.

“Ppali ireona, kau tak akan bisa memasukkan satu bolapun dengan duduk disitu.” Ia memungut bola disebelahku tanpa melirikku.

Aku berdiri dengan susah payah. ”Apa yang kau lakukan?” Kyuhyun sudah mulai melakukan shooting ke arah ring dari tengah lapangan dan langsung masuk. Tidak sadar mulutku ternganga melihatnya. Kami memang kebalikan. Dia melemparkan bola padaku yang kutangkap dengan susah payah hampir membentur kepalaku sendiri.

“Pertama, pegang bola dengan kedua telapak tanganmu dengan mantap, menghadap ke arah ring dan dorong bola menggunakan pergelangan tanganmu, lutut agak ditekuk dan….. masuk” suara bola dimasukkan ke ring terdengar olehku, ya Tuhan andai semudah itu.

“Kemarilah, pertama jangan menembak dari arah yang jauh dulu, dari sini.” Aku berjalan ke tempat yang di maksud memang agak dekat ke arah ring.

“Seperti ini?” Aku memegang bola seperti yang diperagakannya.

Tiba-tiba ia berdiri di belakangku dan meraih tanganku dari belakang, aku hanya setinggi pundaknya dan bau cologne-nya tercium olehku, ia berbisik di telingaku, “Pandangan ke depan, tekuk lutut, dan dorong dengan pergelangan tangan.” Tangannya yang berada di atas tanganku mendorong bola ke depan dan masuk.

Aku hanya mengangguk mulai mencobanya sendiri dan masuk, aku tak bisa mencegah diriku sendiri untuk melongo menatap bola yang berputar-putar di dalam ring sebelum masuk.

Aku berpaling pada Kyuhyun dan dia sudah tersenyum lebar padaku, ”Jangan terlihat seperti orang bodoh begitu. Ambil bolanya dan lakukan 30 kali berturut-turut”.

Senyumkupun sirna.

***

Kyuhyun POV

Mood-ku bagus hari ini, terbukti aku tidak membentak-bentak hoobae-ku di sekolah dan aku sadar ini karena siapa. Jujur aku merasa bodoh seperti anak SMP yang baru merasakan cinta pertama bukan siswa SMA tingkat akhir yang ditakuti di seluruh sekolah.

Aku menghela nafas panjang sambil berjalan menuju motorku, memikirkan tentang rumah yang sebentar lagi akan kukunjungi. Bagi kebanyakan orang, rumah adalah tempat pulang tapi bagiku rumah tidak lebih dari sebuah bangunan yang besar dan asing, tempat aku ingin keluar secepatnya dan hari ini aku akan mengurus hal terakhir sebelum aku benar-benar pergi dari rumah.

Motorku melaju kencang menyusuri distrik elit Seoul Gangnam. Aku memandang bangunan putih besar yang menjulang lebih tinggi daripada bangunan disekitarnya. Sedikit lagi aku selesai.

Tidak ada yang berubah dari setiap ruangan yang aku lewati. Masih sama seperti 3 bulan yang lalu. Aku mengabaikan tatapan pelayan rumahku yang menyelidik dan membelalak ke arahku. Aku melangkah panjang-panjang dan menaiki dua anak tangga sekaligus lalu langsung membuka kamarku yang tak terkunci.

“Tuan Kyuhyun…” Suara salah satu pelayan keluargaku terdengar kaget. ”Apakah anda pulang?”

“Tidak, aku hanya mengambil barang-barangku yang tertinggal,” kataku tegas.

Aku bergerak seperti kesetanan membereskan barang-barang yang perlu kuambil, lalu bergegas keluar dari kamar dengan mendorong kasar pelayan yang tadinya berdiri di depan kamarku. Aku berdiri didepan sebuah ruangan, tepatnya ruang kerja ayahku dan aku yakin dia ada di dalam sana.

Aku menarik nafa panjang dan membuka pintu, mencoba mengabaikan pemandangan tidak senonoh yang di hadapanku. Aku membungkuk member hormat. ”Aku akan pergi dari rumah ini,” kataku singkat.

Appa tampak tidak peduli dengan penampilannya. ”Bukankah itu yang sudah kau lakukan selama 3 bulan ini?” Wanita disampingnya bahkan tidak repot-repot menutupi tubuhnya.

“Maksudku untuk selamanya, aku tidak akan kembali.” aku menaikkan pandanganku, ”Hanya satu hal yang kuminta, jangan keluarkan aku dari sekolah sampai aku lulus, tak peduli apa yang aku lakukan. Setelah aku lulus, aku tidak akan minta apa-apa”.

“Kau pikir kau bisa lari dari tanggung jawab meneruskan perusahaan keluarga hah?” Wajah Appa memerah tanda ia sangat marah.

“Maaf, aku tidak mau dan tidak tertarik dengan apapun yang menyangkut keluarga ini, termasuk perusahaan itu. Tolong berhenti menyewa orang untuk memata-mataiku atau aku tidak menanggung akibatnya jika terjadi sesuatu pada mereka. Dan tolong sampaikan salam terakhirku untuk Umma.” aku membungkuk member hormat sedalam mungkin dan berbalik meninggalkan ruangan itu dan mengabaikan amukan kemarahan Appa.

Ketika aku sampai di depan rumah gerimis sudah mulai mengguyur gangnam, aku ingin cepat-cepat pergi dan menaikkan tasku yang besar ke atas motor saat mendengar suara mobil mendekat.

Mobil Umma.

Nampaknya aku harus melalui satu kali lagi drama.

Aku mengawasi Umma turun dari mobil dan seperti biasa membawa seorang laki-laki yang jauh lebih muda dari umurnya. Mereka tertawa sambil saling berangkulan.

Tarik nafas yang panjang Kyuhyun-ah, aku berkata pada diri sendiri.

Umma langsung mengenaliku begitu aku menghampirinya, aku membungkuk member hormat dan salam. “Masih ingat rumah?” katanya dingin.

“Aku datang untuk berpamitan, aku tidak akan menyusahkan kalian lagi, tidak perlu mengirim apa-apa untukku. Selamat tinggal Umma…” aku membungkuk tanpa memandang Umma.

“Kau! Dasar anak tidak tau untung! Seharusnya kau bersyukur bisa lahir dalam keluarga Cho, keluarga yang terpandang. Dan ini balasanmu? Pergi, berkelahi, membuat onar…” Umma berjalan satu langkah mendekatiku dengan berapi-api.

Aku ingin meledak dan ingin menyemburkan segalanya tapi aku menahan diri, ”Joeshonghamnida… Tapi aku sudah berhenti berharap tentang keluarga ini sejak kematian Ahra.” kataku dingin.

“Apa kau bilang? Kau mengungkit-ngungkit lagi!” Umma bersiap memukulku.

“Iya Kyu… Jangan membuat Umma-mu marah.” Laki-laki di samping Umma ikut bicara dan mendekat padaku.

“Kau…” aku mengacungkan jari telunjukku tepat di depan mukanya. “Jangan ikut campur.” Pandanganku membunuh.”Satu langkah kau mendekat padaku, maka kau akan kehilangan kakimu saat ini juga.” Lelaki itu langsung mundur. Aku membungkuk pada Umma tanpa mengatakan apapun dan berlalu dari situ.

Aku memacu motorku seperti orang gila saat itu hujan sudah mengguyur dengan derasnya, mengabaikan teriakan marah pengemudi yang lain karena aku mengemudi dengan ugal-ugalan. Saat aku sudah keluar dari kawasan Gangnam aku mulai tenang dan saat itulah aku melihat Joohyun yang berjalan ditengah hujan, tanpa payung.

Apa dia gila?

Amarahku langsung tersulut, aku menghampirinya dengan kasar menggunakan motorku dan sengaja hampir menabraknya. Ia memekik kaget.

“Naik…”ucapku dengan nada memerintah.

Tapi Joohyun hanya menggeleng.

Sial! Apa dia bisa sekali saja tidak merepotkanku?

Aku menarik lengannya dan menyeretnya dengan paksa untuk naik ke atas motor.

***

Joohyun POV

Kyuhyun marah. Aku bisa merasakannya. Tapi bukan, bukan padaku…

Ia hanya menampakkannya padaku tapi aku tau ia bukan marah padaku. Ingin aku mengurangi bebannya tapi aku tak tau bagaimana caranya dan sekali lagi kami berkendara dalam diam. Saat kami sampai di depan gang rumahku Kyuhyun tak mengatakan sepatah katapun padaku. Aku turun dalam diam memandangnya, menunggu amukannya yang ditujukan padaku.

Saat itu tak kunjung datang, aku mengulurkan tangannku dan menyentuh wajahnya. Ia menolak memandangku  dan hanya menggeleng.

“Aku tau…” Kataku lirih. ”Entah bagaimana, tapi aku tau. Aku juga tidak tahu kenapa.”

Dan aku memeluknya.

Seorang berandal sekolah yang ditakuti semua orang, menangis dihadapnku ditengah hujan. Aku tau betapa ia kesepian sepertiku, tidak punya orang untuk bersandar. Ya.. bahkan orang yang kuatpun perlu seseorang untuk bersandar.

Dan aku menangis bersamanya, merasakan kesedihannya.

-TO.BE.CONTINUED-

Lanjutannya As soon as possible yah! Hahahaha`~

Buat filla… sumpah aku minta gaji! Capeeek beuudd tauuuk ngedit! Ah! Sumpah! Ahahaha tapi gapapa ada lagu Infinite Real Story yg setia nemenin aku buat ngedit ini cerita. Percaya enggak aku ngedit ini hampir satu jam -________- . heh, senin aku minta bayaran! *diblender*

KOMEN!!! *maksa* kalo bisa komennya isinya yg bermutu ya (?). maksudnya gini, jangan komennya ‘baik’ ‘aku seneng’ atau ‘lanjuuut’ . mbok ya ditambahin dikit dooonkz kayak kesan-kesan, kritik, atau pujian kalo ada wkwkwk.

Buat filla… D-A-E-B-A-K !

80 responses to “You And I [part 3]

  1. entah kenapa ya.. saya gk bisa bayangin dia itu kyu sma seo.. yg ada dibenak aku selalu yoona sma donghae.. aneh khan… *emang*
    tapi.. akkkhhhhh,,, jika bayangin itu beneran seokyu, arrgghhh…. mereka so sweet bgt.. awal’y saling gk suka… tapi… mereka truz jadi deket…

  2. Aigo..ternyata mereka berdua bener2 ank broken home. Eomma dan appa kyuhyun apalagi, yg satu asik sm cewe nya, yg satu asik sm namja yg dia bawa. Pasti berat jd kyu. Bgtu jg joohyun. Eommanya joohyun knp yah? Kok sampe dibilang pelacur gtu sm appa joohyun? Kasian mereka..mereka bernasib sm
    lanjuuuutttt
    ff mu bikin penasaran

Leave a comment