Time Traveler – Chapter 3

Title: Time Traveler – Chapter 3

Author: Bangmil

Rating: PG-15

Genre: Romance, Sci-Fi

Length: Chaptered

Cast: 

  • Han Sehyun (OC as You)
  • Hoya (Infinite)

Minor Cast:

  • Infinite members
  • Seungyeon (KARA)

Disclaimer: The idols belong to their agency, OC and this story belong to me. Don’t plagiarize.

Table of Contents
Chapter 1 ()
Chapter 2 ()
Chapter 3 ()
Chapter 4 ()
Chapter 5 ()
Chapter 6 ()
Chapter 7 ()

CHAPTER 3

Seorang pemuda memakai jas putih sedang memilah-milah alat laboratorium bekas percobaannya tadi siang. Jika dilihat sekilas, pria ini terlihat seperti perempuan, dari cara ia memindahkan tabung satu ke tabung yang lain.

“Ah, menyebalkan sekali. Menjadi ketua kelas ternyata merepotkan juga.” Ujar pemuda tersebut kesal, sambil mencuci tabung yang kotor. Ia melirik jam dinding yang tergantung di tembok  ruangan. “Sudah jam segini, aku harus segera pulang…”

Dengan perasaan jengkel pemuda tersebut meletakkan semua alat yang sudah bersih kembali ke tempatnya dan berkemas-kemas pulang. Di perjalanan, ia melihat sesosok pria yang sangat ia kenal, sedang membopong seorang gadis.

“Itu… Hoya hyung??” Ujar pemuda tersebut tak percaya. Matanya terbelalak kaget. “Hyung!” panggilnya dari jauh.

Pria yang dipanggil Hoya itu menoleh. Seketika wajahnya berseri-seri, layaknya seorang pengelana yang menemukan sumber air di tengah gersangnyapadangpasir. Atau mungkin seorang eskimo yang melihat percikan api di kutub utara. “Sungjong ah! Kemari, bantu aku!” perintah Hoya pada adiknya, alias pemuda yang kita bicarakan tadi, Sungjong.

“Siapa dia? Apa yang kau lakukan padanya, hyung??” tanya Sungjong kemudian. Baru pertama kali ini ia melihat kakaknya , bersama dengan seorang gadis, bahkan menggendongnya. Ini tidak masuk akal, pikirnya.

“Aku tidak tahu siapa dia dan bukan aku yang membuat dia seperti ini!” jawab Hoya. “Bantu aku membawa dia ke rumah!” perintahnya. Sungjong hanya menurut dan membantu Hoya membopong gadis tersebut masuk ke dalam rumah mereka berdua.

“Aigoo…” Sungjong menarik nafas panjang setelah membaringkan gadis tersebut di atas kasur gulung miliknya. “Kenapa gadis ini begitu berat?” keluhnya pada diri sendiri. Ia kemudian menatap Hoya yang berdiri tak jauh darinya. “Tapi hyung, kau benar-benar tidak kenal dengannya?” tanya Sungjong curiga.

Hoya mengangkat sebelah tangannya, bersiap untuk memukul adiknya. “Ya, kau pikir aku berbohong?”

“A-aniya!” Ujar Sungjong, sembari menjauhi Hoya.

Hoya menghela nafas panjang. “Aneh. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh dari langit?” gumamnya. “Sudahlah, aku pergi keluar sebentar. Jaga dia ya.” Ujar Hoya sembari keluar dari rumah kecilnya.

Sepeninggal Hoya, Sungjong terus mengamati gadis tersebut. “Apa benar gadis ini jatuh dari langit?” gumamnya sembari berpikir. Tak lama kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. “Mana mungkin.”

Tiba-tiba gadis tersebut mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia tersadar dan tersentak begitu ia tahu dirinya sedang berada di suatu kamar, baru saja terbangun dari tidurnya dan sekarang ia sedang bersama dengan seorang pria di sampingnya. “Siapa… kau?”

Sungjong tersenyum. “Aku Lee Sungjong. Dan ini rumahku dan kakakku. Kau tidak ingat kejadian tadi? Namamu siapa?”

“A-aku? Sehyun… Han Sehyun…” jawab gadis tersebut alias Sehyun. Tiba-tiba ia teringat dengan kejadian sebelum ia pingsan bebepara menit yang lalu.

(Flashback)

“NamWoohyun ssi…?”

“Hah?” pemuda tersebut mengerutkan alisnya pertanda ia tak mengerti.

“Bukan ya…” ujar Sehyun lirih. Ia kemudian memperhatikan pemandangan di sekitarnya. “Apakah ini laboratotium SMP Seoul Barat?”

“Hah?” pemuda tersebut ber-hah sekali lagi, saking herannya. “Ini taman sekolahWoolimUniversity.”

Sehyun yang bingung itu mengacak-acak rambut pendeknya. “WAEEEEE??” serunya, kemudian jatuh pingsan.

“Ah!” seru pemuda tersebut sambil menangkap Sehyun yang hampir jatuh. “Nona! Bangun, nona!”

(Flashback selesai)

Sehyun menghela nafas berat. Dengan curiga, Sungjong mendekatkan dirinya ke arah Sehyun. “Jadi… apa kau pacar Hoya hyung?”

“Hah?” Sehyun mengerutkan alisnya tanda tak mengerti. Ini bahkan baru pertama kali dirinya mendengar nama tersebut.

“Bukan ya…” gumam Sungjong kesal.

Sehyun bingung melihat Sungjong yang tiba-tiba kesal. Namun, dalam sekejap ia teringat akan sesuatu. “Ah! Hari ini hari apa?”

“He? Sabtu.” Jawab Sungjong.

“Tanggal?”

“Tujuh belas.”

“Bulan?”

“Februari.”

“Eh? Februari??” pekik Sehyun. “Ta-tahun?”

“1974.” Jawab Sungjong sambil menunjuk kalender yang terpajang di dinding.

Sehyun yang merasa aneh itu kemudian memeriksa kalender itu dengan seksama. Memang benar, 1974. Ia kemudian beralih ke majalah-majalah yang berserakan di lantai. Dan semua terbit di tahun yang sama, yaitu tahun 1974.

Sehyun terdiam. Ia merasa ada yang janggal. Keringat dingin perlahan mulai membasahi pelipisnya. Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat-ingat sesuatu.

“Tahun 1972… Bulan April… Hari Sabtu…”

“Ah!” Tiba-tiba Sehyun teringat kembali dengan kata-kata ibunya. Ia menepuk dahinya kesal. “Aku datang dua tahun lebih lambat!” pekik Sehyun sembari berlari ke luar rumah.

Sungjong yang menyaksikan sikap Sehyun yang aneh itu hanya diam. “Mwoya…” gumamnya. Baru kemudian ia menyadari ada satu barang milik Sehyun yang tertinggal. “A-ah! Tasnya!” seru Sungjong seraya berlari mengikuti Sehyun.

Sehyun berlari keluar tapi ia tidak tahu arah mana yang harus ia lalui. “Ah! Pemuda yang tadi!” seru Sehyun begitu ia bertemu dengan Hoya yang tak sengaja lewat.  “Dimana SMP Seoul Barat?” tanya Sehyun terburu-buru.

“H-hah? Di ujungsana, belok kiri… Perempatan kedua belok kanan, terus saja lalu belok kiri…” ujar Hoya, bingung dengan situasi yang terjadi.

Sehyun pun segera berlari ke arah yang ditujukan Hoya.

“Hoya hyung!” seru Sungjong dari arah berlawanan sambil membawa tas ransel milik Sehyun. Ia menghampiri Hoya dengan nafas tersengal-sengal. “Gadis itu… lupa… membawa tasnya…”

Hoya memutar bola matanya kesal. Baru saja Hoya akan mengejar Sehyun, ia melihat Sehyun datang dari arah kemana ia pergi. Ia berkata dengan polos, “Aku tidak mengerti jalan…”

Hoya menghela nafas. “Ikut aku.” Ujarnya seraya berlari ke arah SMP tersebut. Sehyun yang baru saja menerima tasnya itu langsung berlari mengikuti Hoya dari belakang.

Ya! Kenapa kalian suka berlari sih?” keluh Sungjong yang sudah kehabisan nafas namun masih saja mengejar kedua orang tersebut dengan susah payah.

Setelah kurang darilimamenit, akhirnya mereka bertiga sampai di SMP Seoul Barat. Sehyun pun menghampiri sekelompok anak sekolah yang baru saja keluar darisana.

“Maaf, tunggu sebentar! Apa kalian mengenal orang ini?” tanya Sehyun, sembari menunjukkan foto ibunya dan pemuda bernama Nam Woohyun tersebut.

“Mm… Bukankah ini Seungyeon sunbae-nim? Dia baru saja lulus tahun lalu.” Ujar salah satu dari mereka.

“Iya, tapi aku mencari pemuda yang ada di sebelahnya ini… NamanyaNamWoohyun.” Jelas Sehyun. Tapi anak-anak tersebut hanya saling pandang, tidak mengerti.

“Lihat, mereka satu kelas. Kalian tidak mengenalnya?” tanya Sehyun sekali lagi. Tapi mereka menggeleng-gelengkan kepalanya, tanda tak tahu. Sehyun pun menghela nafas, ia mulai putus asa akhirnya. “Baiklah kalau begitu, terima kasih…”

“Memang benar-benar tahun 1974…” keluh Sehyun begitu ia membaca tanggal terbit koran hari itu. Kedua pemuda yang duduk di sebelahnya menatapnya dengan heran.

“Namamu siapa?” tanya Hoya sambil menyantap makanannya. Mereka bertiga sekarang berada di sebuah warung makan yang tak jauh dari rumah Hoya.

“Han Sehyun.” jawab Sehyun sambil menaruh koran itu kembali ke tempatnya. “Hoya kah?”

“Darimana kau tahu namaku?” tanya Hoya heran.

“Aku diberitahu adikmu itu.” Ujar Sehyun sambil menunjuk Sungjong yang sedang asik menyantap makanannya.

Hoya hanya mengucapkan ‘oh’ dan mengangguk pelan. “Setelah ini kau pulangkan?”

Sehyun terdiam begitu mendengar pertanyaan Hoya. Ia menengok ke kanan kiri, meyakinkan bahwa tak ada yang mendengarnya. Ia mendekatkan diri ke arah mereka berdua sambil berbisik. “Kau tahu, sebenarnya aku…”

Sehyun menatap keduanya. “Datang dari tahun 2011.”

Keadaan menjadi sunyi. Hoya dan Sungjong saling menukar pandang.

“Aiss…” tepis Hoya tak percaya. “Kepalamu tadi terbentur keras ya?”

Sehyun menatap Hoya kesal. “Aku tidak bohong! Aku benar-benar datang dari masa depan!” ujar Sehyun meyakinkan. “Kalian tahukantadi aku jatuh dari langit?”

Sungjong dan Hoya menahan tawa, membuat Sehyun kesal. Ia kemudian mengeluarkan sebuah benda berwarna hitam dari dalam tasnya. “Ini buktinya!”

“Ini…” Hoya menatap benda yang dipegang Sehyun dengan kagum. “Radio mini?” tanyanya dengan polosnya.

Sehyun menghela nafas. Ia merasa ada batu seberat satu ton jatuh tepat di kepalanya. “Ini namanya ponsel.”

“Ponsel?”

“Mm, kegunaannya… untuk menelepon, tapi tanpa kabel. Juga bisa untuk mengambil foto, mengirim e-mail, memutar lagu…” Jelas Sehyun panjang lebar.

Sungjong yang mendengar perkataan Sehyun itu menghentikan aktivitasnya. Ia mengambil ponsel milik Sehyun dan memperhatikannya dengan penuh kagum. “Wah, daebak… Inikanalat komunikasi kompleks yang aku sebutkan dalam karanganku kemarin!” ujar Sungjong senang. “Aku yakin suatu saat nanti pasti akan diciptakan dan ternyata benar.”

“Dengan ini kita bisa menghubugi semua orang, dimana saja, kapan saja… Bahkan juga mengirim data, atau merekam video…” lanjut Sungjong. “Wah… masa depan yang aku tulis semua ada di dalam sini…”

Sehyun sedikit heran melihat Sungjong yang ternyata tahu banyak tentang ponsel. Ia mengangguk-angguk setuju. “Jadi sekarang kalian percayakan?”

Hoya hanya diam dan Sungjong mengangguk senang.

“Jadi…” Sehyun menatap mereka berdua bergantian. “Bolehkah aku menumpang di rumah kalian?” tanya Sehyun hati-hati.

Sungjong menepuk pundak Sehyun senang. “Tentu saja bo-”

“Tidak boleh.” Ujar Hoya ketus.

“Ahh, hyung kenapa? Biarkan Sehyun ssi tinggal di rumah kita. Ne? Lagipula di rumah kitakanhanya berdua, sepi…” rengek Sungjong. Hoya hanya terdiam, sibuk dengan makanannya.

“Tolong… Aku hanya akan tinggal sampai aku bertemu dengan orang yang aku cari. Kalau tidak aku tidak akan bisa kembali ke masa depan…” pinta Sehyun. “Aku bisa bersih-bersih, mencuci, memasak… pokoknya apa saja terserah kalian tapi izinkan aku tinggal, sementara waktu saja!”

“Tidak bisa. Aku-”

“Aku mohon!” ujar Sehyun sembari berlutut di depan Hoya, membuat pandangan pengunjung lain yang disana terpusat ke arah mereka bertiga.

“Sehyun ssi! Apa yang kau lakukan?” pekik Sungjong. “Hyung!” Ia menatap kakaknya dengan tajam.

Hoya terdiam. Ia menatap wajah Sehyun yang memelas, dan wajah Sungjong sepertinya marah. Ia menghela nafas berat. “Ya sudahlah, terserah kalian…”

Seketika Sehyun berteriak kegirangan. “Jinjja?? Wah… kamsahamnida! Kamsahamndia!” ujarnya berkali-kali. “Semuanya, kamsahamnida!” ucapnya pada setiap pelanggan, membuat mata Sungjong tidak kuasa melihatnya.

“Hentikan, Sehyun ssi! Kau tidak malu?” tanya Sungjong sambil menarik lengan Sehyun.

“Ah, mian… Aku sangat senang sampai kehilangan akal sehat, hahaha…” ujar Sehyun sambil tertawa. Sungjong pun ikut tertawa dan Hoya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan aneh penghuni baru rumahnya itu.

Sehyun’s POV

Sudah lebih darilimamenit aku sibuk membolak-balik buku tebal berjudul ‘daftar alamat’kotadaerah sini. Mataku menyipit begitu menemukan huruf H dan dengan segera aku memeriksanya secara teliti satu demi satu.

“Ah, ini dia!” seruku senang begitu menemukan nama kakekku di antara tulisan-tulisan kecil yang berjejer. Segera aku mengambil secarik kertas dan menuliskan alamat itu disana.

Sungjong datang dari arah dapur dan duduk di sebelahku. “Sedang apa?” tanyanya. Baru aku sadari bau harum yang aku cium daritadi berasal dari arah mi instan milik Sungjong. Ah, ternyata di jaman ini sudah diciptakan mi instan ya.

“Aku mencari alamat ibuku. Yah, karena situasinya sudah terlanjur seperti ini, satu-satunya jalan keluar ya harus aku tanyakan pada ibuku langsung.” Jawabku sambil memasukkan secarik kertas tadi dalam tas ranselku.

Sungjong mengangguk mengerti. Perlahan, ia mendekatkan diri padaku dan duduk di sebelahku. “Mm… Sehyun ssi, ngomong-ngomong umurmu berapa?” tanya Sungjong kemudian.

“Aku? Sembilan belas.”

Wajah Sungjong mendadak menjadi cerah. “Kalau begitu aku panggil ‘nuna’ saja ya? Boleh?” tanya Sungjong sambil menatapku dengan wajah lucunya. Aigoo, anak laki-laki ini pandai sekali melakukan aegyo.

“Tentu saja boleh. Mana mungkin aku menyuruhmu memanggilku ‘hyung’.” Jawabku, diikuti tawa renyah Sungjong.

“Nuna lucu juga, hahaha…” ujarnya sambil menepuk pundakku. “Oh iya, itu berarti nuna lebih muda satu tahun dari Hoya hyung,” lanjutnya, kemudian terkekeh pelan. “Bagaimana kalau memanggil dia oppa? Hoya oppa, hahaha…” Sungjong tertawa terbahak-bahak terhadap leluconnya sendiri.

“Aiss…” Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Hoya memang lebih tua daripada aku tapi bukan berarti aku harus memanggilnya ‘oppa’kan? Setidaknya aku bukan orang sefleksibel Sungjong yang dengan mudahnya memanggilku ‘nuna’, padahal belum ada satu hari berkenalan. Aku hanya akan memanggil seseorang dengan ‘oppa’ jika aku sudah merasa dekat dengannya.

Aku menghela nafas pelang sembari menyandarkan punggungku pada tembok, membiarkan Sungjong yang masih asik tertawa sendirian. Diam-diam, aku memperhatikan ruangan rumah ini. Memang bisa dibilang kecil sih, tapi kalau hanya dipakai untuk tinggal dua orang saja, aku rasa cukup.

“Eh ngomong-ngomong, aku tidak melihatnya.” Ujarku.

“Siapa?”

“Hoya.”

“Oh…” Sungjong mengangguk-angguk. “Jam segini, Hoya hyung biasanya sedang jogging diluar.” Ujar Sungjong, seperti tahu apa yang ada di pikiranku.

“Jogging? Di malam hari?” tanyaku tidak mengerti.

Sungjong mengangguk. “Itu sudah menjadi kebiasannya tiap hari. Ia bercita-cita menjadi seorang penyanyi, makanya ia rajin berlatih.” Lanjut Sungjong. “Yah… Hoya hyung itu kalau sudah punya kemauan, susah dihentikan sih.”

Aku menatap Sungjong. Entah kenapa dari sorot matanya aku melihat ada kesedihan di dalamnya. Sepertinya memang ada suatu cerita di balik keluarga mereka berdua.

“Aku pulang.” Kami berdua pun dikagetkan oleh suara Hoya yang baru saja masuk, membuatku tersadar dari lamunanku.

“Ya, Lee Sungjong! Sudah ku katakan berapa kali untuk tidak makan mi instan terus menerus!” ujar Hoya begitu melihat bungkus mi instan di tempat sampah rumahnya.

“Aku belum pernah makan mi selama satu bulan!” seru Sungjong tak mau kalah. Aku hanya terkekeh pelan melihat pertengkaran kecil kakak beradik ini.

Sungjong pun segera membereskan makanannya sambil menggumam tidak jelas. Ia beranjak dari tempat duduknya ke dapur, masih terlihat kesal, namun justru itu yang membuat dia tampak lucu, membuatku terkekeh pelan.

Setelah itu aku mengalihkan pandanganku ke arah Hoya yang sedang sibuk membereskan barang-barangnya. Karena Hoya sepertinya tidak begitu ramah, aku jadi takut-takut untuk mengajaknya berbicara. Berbeda dengan Sungjong yang banyak bicara dan tingkah lakunya seperti perempuan, sehingga aku bisa nyaman mengobrol dengannya.

Dan entah kenapa, tiba-tiba Hoya melepas kaos putihnya yang sudah penuh dengan keringat, dan alhasil, tanpa sengaja aku bisa melihat tubuh bagian atasnya yang… ehem, kalian tahu maksudkukan? Tapi entah kenapa aku jadi begini… eh tunggu, apa yang sedang aku pikirkan sih?

“Hyung!” seru Sungjong yang berlari dari arah dapur, membuat pikiran kotor yang melayang-layang di otakku buyar. “Apa yang kau lakukan di depan Sehyun nuna!” seru Sungjong sambil menutupi kedua mataku dengan tangannya.

Hoya menoleh ke arahku, kemudian menepuk dahinya pelan. “Ah, mian. Aku lupa kalau disini ada perempuan.” Ujarnya tenang sembari masuk ke dalam kamarnya untuk berganti. Aku pun menghela nafas panjang.

“Dasar…” gumam Sungjong sambil memindahkan tangannya dari hadapanku. “Nuna jangan-”

“A-aku tidak berpikir yang aneh-aneh kok!” kalimat itu dengan mudah meluncur dari bibirku.

“Hah??” Sungjong menatapku dengan heran. Sedetik kemudian, ia mulai tertawa terbahak-bahak. Sungguh aku menyesal, kenapa bibirku mengatakan hal yang bodoh seperti tadi.

“Aiss… kenapa udaranya panas sekali sih?” kataku sambil mengibas-ibaskan tangan. Entah udara malam ini memang panas, atau badanku terasa panas karena gugup. “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong kamar mandinya dimana? Aku mau mandi.”

Tawa Sungjong pun berangsur-angsur mereda. “Di rumah ini tidak ada kamar mandi.” Ujarnya dengan enteng.

“Hah??” Mataku terbelalak terkejut. “Kalau begitu… ke pemandian umum saja yang disana, bagaimana?”

“Tidak bisa.” Timpal Hoya yang baru saja keluar dari kamarnya. “Di musim dingin begini pemandian umum belum bisa buka sampai besok.”

Aku menghela nafas berat. Jadi di jaman ini mandi atau tidaknya kita ditentukan oleh musim ya? Berarti aku harus bertahan dengan keadaan seperti ini sampai besok? Ya Tuhan…

“Tenang saja, besok aku temani kesana. Sekarang nuna ganti dengan bajuku saja dulu. Daripada terus-terusan pakai seragam sekolah seperti itu, bisa-bisa nanti kena flu.” Ujar Sungjong sembari menyuruhku mengikutinya masuk ke dalam kamarnya yang jadi satu dengan Hoya. Ia memberiku sepasang kaos dan celana miliknya.

“Gomawo.” Kataku sambil tersenyum. “Ah iya, besok kau bisa menemaniku ke rumah ibuku?” Pintaku padanya. Seperti yang kalian ketahui, aku sama sekali tidak mengerti jalan, alias buta arah.

“Mianhae. Besok aku masih ada sekolah.” Ujar Sungjong. Aku baru sadar kalau ia masih pelajar SMA. “Aku akan bilang pada Hoya hyung supaya mengantar nuna besok.”

Aku hanya mengangguk pelan. Yah, walaupun aku lebih senang Sungjong yang menemaniku tapi tak apalah.

“Hoya hyung memang orangnya tidak banyak bicara, tapi dia baik kok, tenang saja.” Ujar Sungjong, seperti tahu dengan isi pikiranku. Sungjong pun keluar dari kamarnya dan aku segera berganti. Cuaca di penghujung musim dingin seperti ini memang buruk.

“Hah…” aku menghela nafas. Berada di jaman yang berbeda seperti ini memang merepotkan. Sebaiknya aku segera menemukan Nam Woohyun dan pulang ke tahun 2011. Aku jadi tak sabar menunggu besok, karena semuanya akan segera berakhir. Mm… ku harap semua akan berjalan lancar sesuai rencana. Amin.

–to be continued…

19 responses to “Time Traveler – Chapter 3

Leave a comment