[Freelance] In My Room

Title: In My Room
Author: #mrs.sangtae
Genre: Romance
Rating: PG-15
Cast:
Lee Jinki
Im Yoona
Other Cast:
Kim Kibum(SHINEE)

Diclaimer: FF ini terinspirasi dari lagunya Shinee In My Room, Plot, cerita, semuanya didapat dari otak amatir author. Bila ada kesamaan, mohon dimaklumi..

Happy Reading!!!

AUTHOR POV

Beginilah jadinya jika pernikahan diatur oleh orang tua tanpa ada rasa cinta sedikitpun dari orang yang akan dinikahkan. Seperti yang dialami oleh Lee Jinki dan Im Yoona, setiap harinya status pernikahan mereka hanya dilalui dengan perang mulut, perang dingin, pertengkaran yang sebenarnya hanya didasari hal sepele yang tidak penting. Mereka tidak pernah rukun sekalipun, kecuali jika orangtua mereka berkunjung ke rumah mereka. Mereka akan memainkan acting yang siapapun tidak akan menyadarinya. Acting mereka sangat perfect. Mereka akan berakting seolah mereka saling mencintai dan merupakan keluarga yang bahagia. Tapi, setelah orangtua mereka pulang, mereka kembali lagi pada sikap asli mereka. Dan tentang masalah kamar, tentunya mereka tidur dikamar masing-masing. Mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri seperti pasangan lainnya. Itu tentu saja, toh mereka tidak saling menyukai, apalagi mencintai dan menyayangi. Itu semua jauh dari kenyataan yang terjadi di hubungan mereka. Sampai hubungan mereka menginjak 2 bulan saja, mereka masih tetap pada sikap mereka yang acuh dan tidak memperdulikan satu sama lain. Hidup di atap yang sama, tapi seperti orang asing. Itulah yang bisa digambarkan dari keluarga ini. Tapi Yoona masih tetap melaksanakan kewajibannya, membersihkan rumah, menyiapkan pakaian suaminya jika akan pergi bekerja ke kantor, dan kadang-kadang menyiapkan makanan, kenapa kadang-kadang? Jawabannya karna Jinki jarang sekali makan dirumah. Dia seperti seorang pembantu saja dirumah suaminya itu.
Lihat saja bahkan saat ini mereka saling menatap tajam satu sama lain di depan meja makan. Dihadapan mereka tampak banyak makanan yang berserakan dilantai, bahkan piring-piringnyapun pecah. Yoona menatap bergantian pada mata namja yang berstatus sebagai suminya itu dan juga masakan yang ia buat dengan susah payah yang sudah tidak berbentuk lagi.
“Ya! Kau bodoh? Aku membuat masakan itu hampir 4 jam, dan dengan hitungan detik kau sudah menghancurkan semuanya eoh? Kalau kau tidak ingin memakannya, tidak usah melemparkan semua masakanku begitu saja!! Haha, gampang sekali kau berbuat seperti itu!” Yoona tertawa garing mendelik tajam kearah Jinki.
“Wae? Lagipula aku tidak sudi memakan masakan busukmu itu, sangat menjijikan,” Jinki mengeluarkan smirknya yang membuat Yoona semakin geram melihat tingkahnya. Rasanya ingin sekali dia menghajarnya sampai gigi-giginya patah. Jinki meninggalkan rumahnya ‘lebih baik aku makan diluar’ desisnya pelan. Dan itu masih bisa didengar Yoona. Dia menghela nafasnya berat. Perlahan Yoona berjongkok dan membersihkan makanan dan pecahan-pecahan beling yang berserakan. Tidak sengaja, beling yang dia bersihkan menggores jarinya. Darahnyapun keluar. Dia memasukan jarinya kemulutnya. Cairan bening yang sejak dari tadi ditahannya keluar dengan sendirinya. Membasahi pipinya tanpa henti, membuat sungai kecil di pipi putihnya. Rasa sakit dijarinya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan rasa sakit dihatinya. Ya, selama ini dia hanya berpura-pura kuat didepan Jinki. Dia tidak mau Jinki menganggapnya wanita yang lemah yang hanya bisa dibentak dan dimaki.
Sebenarnya dia sama sekali tidak menyangka pernikahannya akan berakhir seperti ini. Awal perkenalan mereka telah diatur oleh orangtua mereka. Dan Yoona sama sekali tidak punya keberanian untuk menolak permintaan orangtuanya. Dia tidak mau mengecewakan orang yang dia sayangi. Sama halnya dengan Jinki yang tidak ingin menjadi anak durhaka bagi orangtuanya. Pada saat itu Yoona tertegun sesaat ketika melihat namja yang dijodohkan dengannya memasang senyuman yang terlihat sangat tulus dimata Yoona, menggambarkan bahwa Jinki adalah pribadi yang ramah dan baik. Hal itu membuat Yoona yakin bahwa Jinki adalah pilihan yang terbaik dari orangtuanya. Tapi sekarang senyuman itu hilang, tak ada lagi Jinki yang ramah, Jinki yang senang tersenyum, semua itu hanya sebuah kebohongan yang ditunjukkan Jinki pada semua orang. Yang ada saat ini, hanyalah Jinki yang kasar dan tidak perduli dengan apapun. Itulah kepribadian Jinki yang diketahui Yoona setelah hidup bersama selama 2 bulan.
Yoona menghempaskan tubuhnya kesofa didepan TV. Dia menghembuskan nafasnya pelan setelah membereskan apa yang baru saja dirusak suiaminya.
KRUBUK KRUBUK
Suara yang dihasilkan perut Yoona membuatnya memegang perutnya lemas. Dia bahkan belum makan sedikitpun dari pagi. Moodnya sudah tidak ada hanya untuk memasak lagi. Dia memukul-mukul bantal sofanya kesal seakan bantal itu adalah orang yang ingin sekali dia hajar setiap saat.
Pintu rumahnya terbuka perlahan, menghadirkan sesosok namja yang sangat-sangat familiar di mata Yoona. Yoona menatapnya seakan berkata -kenapa-kau-kembali?-. Jinki meletakkan bungkusan yang dia bawa ke meja dihadapan Yoona dengan kasar.
“Makanlah. Mian, tadi aku menghancurkan masakanmu. Aku tidak sengaja menarik taplak mejanya yang membuat masakanmu terjatuh kelantai semua,” jelas Jinki. Yoona hanya terbengong heran, dengan mulutnya yang setengah terbuka. Baru kai ini Yoona mendengar kata maaf yang terlontar dari mulut Jinki.
“Ya! Kenapa kau melihatku seperti itu? tutup mulutmu itu, aku yakin kalau kau tidak menutupnya, mulutmu akan mengeluarkan cairan yang sangat menjijikan,” ucap Jinki dengan tatapan ilfeelnya. Yoona menutup mulutnya dengan cepat. Dia menggembungkan pipinya dan menatap bungkusan dihadapannya dengan tatapan sayu. Sebenarnya dia ingin sekali memakannya, tapi dia sedikit gengsi. Jelas saja orang yang memberinya makanan adalah orang yang menhancurkan moodnya hari ini.
“Kau tidak mau makan?!” tanya Jinki meninggikan suaranya.
“Anhi, anhi, aku makan,” jawab Yoona yang langsung mengeluarkan isi dari bungkusan itu. Jinki memperhatikan Yoona dengan pandangan yang sulit diartikan. Yoona menyuapkan sesendok makanan itu kedalam mulutnya. Yoona mengunyah pelan makanannya. Serasa ada yang aneh pada makanan yang dia makan. Ekspresi wajahnya langsung berubah dengan cepat, alis kananya terangkat. Yoona segera berlari ke toilet dan memuntakan semua yang ada dalam mulutnya pada wastafel.
“Ya! Lee Jinki! Seberapa banyak kau memasukan garam pada makanannya. Asin PABO!!” teriak Yoona keras. Jinki memegang perutnya, tawanyapun meledak, membuat Yoona semakin kesal dengan tingkah suaminya itu. Yoona memukul wastafel didepannya, tidak peduli sakit yang dia rasakan. Dia sangat kesal dengan namja satu itu. Yoona segera menghampiri Jinki yang belum juga selesai dengan tawanya.
“Kau.. Kau menyebalkan!” amuk Yoona dengan memukul-mukul tubuh Jinki dengan bantal sofa. Meluapkan semua kekesalannya.
“Ya! Kau memukulku?” Jinki meninggikan volume suaranya, tawanya yang tadipun hilang seketika.
“Ne, aku memukulmu! Wae? Ada masalah?” ketus Yoona. Jinki mendesis pelan dan melakukan hal sama dengan Yoona. Karna pukulan Jinki yang terlalu kuat, Yoona kehilangan keseimbangan dan tangannya menarik pakaian Jinki, akhirnya mereka berdua bertumpuk di atas sofa. Yoona menatap Jinki yang berada diatasnya, entah karna apa, dia merasa sedikit gugup melihat Jinki yang berada dalam jarak yang sangat dekat dengannya. Sedangkan Jinki menatap Yoona sayu. Entah apa yang difikirkan Jinki saat ini. Diapun tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Perasaan yang sudah ia rasakan mulai dari 2 minggu yang lalu. Ya, dia selalu merasa bosan jika tidak bertengkar dengan Yoona sehari saja. Dia juga sering merasa ada yang kurang jika tidak melihatnya. Tapi, Jinki selalu saja menapik perasaanyanya itu meskipun hatinya berkata dia memiliki perasaan yang khusus untuk yeoja yang berstatus sebagai istrinya itu. Yoona menutup matanya saat Jinki mulai mendekatkan wajahnya. Dia seakan pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jinki. Entahlah, dia merasa nyaman saat ini.
Sampai akhirnya mereka berdua tersadar dari fikiran mereka. Jinki berdiri dari posisi anehnya itu dan dia mengatur nafasnya yang dari tadi sudah sedikit tidak beraturan. Yoona membuka matanya dan segera duduk bersender pada sofanya. Jinki menatap canggung pada Yoona. Tanpa berkata apa-apa, Jinki meninggalkan Yoona yang saat ini merasakan ada getaran yang hebat dari jantungnya. Yoona menyimpan tangannya didepan dadanya, merasakan degup jantungnya yang serasa seperti berlari dengan kencang. Yoona menggeleng pelan, tidak mungkin dia mencintai orang yang selalu bersikap kasar padanya itu. Tidak mungkin!

©©©

-1 minggu kemudian-
Setelah kejadian bertumpuk disofa itu, mereka berdua menjadi sedikit canggung. Malukah atau hal lainnya, mereka sama sekali tidak mengerti.
Dari tadi Jinki hanya tiduran diatas kasurnya, dia mengguling-gulingkan tubuhnya tidak jelas. Meletakan tangannya didahinya. Panas. Keringatnya sudah mulai membasahi dahinya.
“Aissh, aku demam,” gumamnya kesal. Jinki menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya, dan mencoba memejamkan matanya. Mungkin akan lebih baik jika dia beristirahat.
“KYAAAAAAAAAAA,” teriakan Yoona membuat Jinki terduduk kaget.
“Ish, apalagi yang dia lakukan?” desis Jinki pelan. Dia keluar dari kamarnya dan menuruni tangga rumahnya untuk mengecek Yoona. Tapi dia tidak melihat Yoona dimanapun.
“Ya! Eodiya?(dimana?)” teriak Jinki. Tidak ada jawaban dari Yoona. Jinki menyusuri tiap ruangan rumahnya. Tidak ada. Dia mengusap pelan wajahnya, merasa sedikit lelah hanya untuk mencarinya. Jelas saja, saat ini dia sedang sakit.
“Ya! Kau dimana?” ulang Jinki yang sekarang sudah sedikit khawatir. Memikirkan apa yang terjadi pada Yoona.
“Kamar mandi!!” teriak Yoona akhirnya. Jinki setengah berlari menuju kamar mandi, dan melihat Yoona yang terduduk lemas dengan memegang kakinya yang terlihat ada luka memar. Jinki menelan ludahnya gugup melihat Yoona yang hanya memakai kimono.
“Ya! Kau tidak bertanya kenapa aku seperti ini?? Aiish, aku jatuh tau!” ucap Yoona dengan sedikit mendelik kesal.
“Aku tau, kau kan memang ceroboh. Ayo bangun, Pabo!” Jinki menjulurkan tangannya untuk membantu Yoona berdiri. Yoona menyambut uluran tangan Jinki, tapi Jinki segera menyembunyikan tangannya dibelakang, dan tersenyum kecil.
“Ya! Niat membantuku tidak sih?” sinis Yoona. Jinki hanya menunjukkan senyum manisnya, sudah lama dia tidak menjahili Yoona. Yoona mencoba berdiri sendiri, tapi hasilnya nihil, dia jatuh lagi. Yoona menggigit bibir bawahnya.
“Bagaimana ini? Aku tidak bisa berdiri, apa aku harus ngesot?” ucapnya pada diri sendiri.
“Merepotkan saja,” ucap Jinki dengan menggaruk kepalanya kesal. Dia memangku Yoona ala bridal style, tidak perduli bahwa sekarang dia sedang sakit. Ya, kekesalan yang dia tunjukkan hanyalah untuk menutupi kekhawatirannya.Jinki menaiki tangga, dan menurunkan Yoona diatas kasur. Dia mengambil obat untuk mengobati kaki Yoona yang terkilir dan memar. Jinki duduk disebelahnya dan mengolesi kaki Yoona dengan obat. Yoona hanya terdiam membeku, merasa perlakuan Jinki saat ini sangat berbeda dengan yang biasa dilakukannya. Yoona mengedarkan pandangannya.
“Jinki-ya,” lembut Yoona. Jinki menoleh, ditatapnya Yoona dalam, waktu seakan berhenti.
“Ini bukan kamarku,” tambah Yoona. Jinki menatap sekilas kesekelilingnya, dan menghembuskan nafasnya pelan.
“Ah, ini kamarku. Kalau begitu sana! Pergi kekamarmu sendiri, kau berat tau,” keluh Jinki. Yoona mendekatkan tubuhnya, membuat Jinki memundurkan tubuhnya. ‘apa yang akan dia lakukan’ batin Jinki.
“Kau, sakit?” pelan Yoona setelah menempelkan pungung tangannya di dahi Jinki. Yoona turun dari kasur Jinki dan menuntun Jinki untuk tidur dikasurnya sendiri.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jinki gugup.
“Tentu saja merawatmu, bukankah kau sakit? Badanmu panas,” singkat Yoona. Dengan langkah terpincang-pincang, dia mengambil air dingin dan handuk untuk mengompres Jinki. Dia menyimpan baskom diatas nakas dipinggir tempat tidur Jinki.
“Jangan menolak, arra?” ucap Yoona yang melihat ekspresi heran dari Jinki. Jinki mengangguk pelan. Dengan telaten Yoona mengompres dahi Jinki, sampai akhirnya Jinki tertidur pulas. Yoona memandang wajah Jinki yang menurutnya lumayan tampan. Andai saja, Jinki tidak bertindak kasar padanya, mungkin dari dulu dia akan mencintainya. Sama seperti sekarang, Yoona mulai mencintainya. Kali ini, dia tidak akan menampik hatinya lagi yang mengatakan bahwa dia mencintainya. Biarkan perasaanya mengalir seperti air. Tak berapa lama diapun tertidur dipinggir kasur Jinki.

-Jam 4 pagi-

Jinki terbangun dari tidurnya dan menemukan Yoona disampingnya yang tertidur lelap. Dia meraba keningnya sendiri, ada handuk disana, dia meletakan handuk itu dibaskom. Jinki duduk memperhatikan wajah Yoona yang tampak damai, tanpa ada kerutan kekesalan didahinya. Sosok yeoja yang cantik. Jinki membelai pelaan rambut hitam Yoona, dan tersenyum tulus. Dia turun dari tempat tidurnya dan membaringkan tubuh Yoona dikasurnya, menyelimutinya pelan, dan menyentuh pipi Yoona yang sebenarnya ingin dia lakukan setiap harinya.

Yoona membuka matanya, menghalangi matanya dengan tangan, tidak biasa dengan sinar matahari yang menusuk matanya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Lah, kenapa jadi aku yang tidur disini?” pelan Yoona saat melihat sekelilingnya, dia masih dikamar suaminya. Jinki membuka pintu kamarnya dan melihat kearah Yoona yang menunjukkan kebingungan yang tampak diwajah manisnya.
“Aku tidak tega melihatmu tertidur dengan posisi seperti tadi malam, makanya aku mengangkatmu ke situ,” Yoona mengangguk pelan. Dia keluar dari kamar Jinki dengan langkah pincang dan bergegas membuat sarapan untuk suaminya yang akan berangkat kekantor.
Yoona tersenyum simpul setelah melihat hasil karyanya, nasi goreng ditambah ayam goreng ditemani segelas susu. Jinki menatap Yoona dan jam tangannya bergantian.
“Aku tidak sarapan, nanti aku terlambat,” Jinki segera meninggalkan Yoona yang senyumannya kini sudah luntur setelah Jinki mengucapkan kata itu. Dia duduk dikursinya.
“Seperti biasa, ku kira dia akan sedikit berubah, ternyata tidak,” pelan Yoona dengan senyuman getir yang terpampang diwajah manisnya. Dia menghabiskan sarapan yang dia buat untuk Jinku. Selalu seperti ini. Yoona menundukan wajahnya dan sedikit terisak.

©©©

Hujan deras membasahi seluruh kota Seoul, petirpun terkadang menjadi teman yang hadir di malam yang dingin ini. Yoona duduk diatas kasurnya dan menutup kupingnya rapat-rapat dengan kedua tangannya. Dia benci mendengar suara petir yang seakan-akan siap menyambarnya kapan saja.
Tiba-tiba saja, lampu mati dan hal itu membuat Yoona berteriak kencang. Dia lebih benci lagi jika bersama dengan kegelapan. Lengkaplah sudah penderitaanya malam ini. Jinki yang mendengar teriakan Yoona segera menuju kamar Yoona meskipun dengan keadaan gelap. Dia duduk disebelah Yoona.
“Gwaenchana?” tanya Jinki khawatir.
“Aku takut petir, aku takut gelap,” isak Yoona. Jinki memeluk Yoona, dia seakan ingin melindungi gadis yang ada didepannya. Jinki gelisah, dia harus menghadiri rapatnya sekarang juga, tapi disisi lain, dia juga harus menemani Yoona yang sekarang tampak sangat ketakutan.
“Aku harus pergi,” ucap Jinki. Jinki melepaskan pelukannya dan berdiri dari duduknya, tapi Yoona menggenggam erat tangan Jinki. Tubuhnya bergetar hebat. Sangat terlihat dia sangat tidak ingin ditinggalkan sendirian dirumah.
“Jebal, Khajima(Jangan pergi) aku.. aku takut,” mohon Yoona. Jinki tidak tega mendengar isakan dari. Dia meraba kantung celananya mencari handphone. Tidak ada, Jinki mengacak rambutnya, handphonenya masih dikamar, batinnya.
“Kau tunggu disini, aku ambil handhpone dulu,” Yoona semakin menggenggam tangan Jinki.
“Aku ikut,” Jinki mengangguk pelan. Mereka berdua berpegangan tangan. Mereka merasakan kehangatan saat mereka berpegangan. Kehangatan yang hanya ditangan itu, seolah telah memberikan kehangatan pada seluruh tubuh mereka.
Jinki meraba-raba sampingnya karna tidak ada pencahayaan sedikitpun. Setelah dikamarnya, dia segera menelfon rekan kerjanya, memberitahukan bahwa dia tidak bisa menghadiri rapat.
“Kau tidur disini saja, aku akan tidur disofa,” pelan Jinki. Yoona mengangguk, sebenarnya dia mau Jinki ada disebelahnya. Tapi tentu saja dia tidak akan mengatakannya, mau ditaruh dimana mukanya??!!
“Jinki-ya, kau masih disana?” tanya Yoona yang takut-takut Jinki meninggalkannya.
“Ne,” jawab Jinki. Sudah beberapa kali, Yoona terus memanggil Jinki, dan dibalas ucapan yang sama dari Jinki. Karna tidak bisa tidur, Jinki menghampiri Yoona dan berbaring disampingnya.
“Ke..kenapa kau kesini?” heran Yoona.
“Dari tadi kau memanggilku terus, aku tidak bisa tidur,” Yoona mencoba menutup matanya, tapi tidak bisa, kegugupannya lebih besar daripada rasa kantuknya. Dia menghadap kearah Jinki, berusaha menatap wajah Jinki yang tertutupi oleh kegelapan.
Lampu menyala seketika. Yoona masih menatap Jinki, begitupun Jinki memandang dalam yeoja yang ada disampingnya. Entah karna apa, perlahan, Jinki memajukan wajahnya, perlahan… sampai akhirnya bibir mereka bersentuhan. Yoona memejamkan matanya, meskipun tidak ada pergerakan lain dari bibir Jinki. Bibir mereka hanya bersentuhan saja, tapi tidak setelah Jinki perlahan memainkan bibir bawah Yoona. Yoona tidak membalas perlakuan Jinki dan hanya menerima sensasi yang diberikan Jinki untuknya. Jinki meletakan tangan kanannya dipipi Yoona dan tangan kiri ditengkuk Yoona untuk memperdalam ciumannya. Tanpa disangka, Yoona pun membalas ciuman Jinki yang semakin dalam. Yoona merasakan tangan Jinki memegang pinggangnya dan itu berhasil membuat Yoona kegelian. Dan ….. (NC) >.< (haha.. author potong yah.. ga kuat nerusinnya) =.=”

-2 minggu kemudian-

Yoona menatap testpack ditangannya. Positif. Dia hamil. Yoona tersenyum. Dia ingin segera memberitahukan kabar baik ini segera pada Jinki yang sekarang sudah mulai lebih baik pada Yoona. Yoona segera menuju kekantor Jinki dengan taksi. Dia tersenyum tanpa henti, membayangkan apa yang akan Jinki lakukan setelah mendengar kabar bahagia ini. Pasti Jinki juga akan sangat senang mendengar bahwa dia akan menjadi seorang ayah.
Yoona tidak memberitahu Jinki bahwa dia akan kekantornya, dia ingin memberikan surprise padanya. Perlahan Yoona membuka pintu ruangan Jinki dengan masih tetap tersenyum. Tapi, eskpresi wajahnya langsung berubah seketika. Matanya membulat, melihat Jinki berciuman dengan yeoja yang duduk di atas mejanya. ‘Apa yang mereka lakukan?’ batinnya. Mata Yoona memanas, dia menangis. Dia segera meninggalkan tempat laknat itu, memaki dirinya sendiri yang dengan mudahnya tertipu dengan wajah polos Jinki. Saat mereka melakukan ‘itu’ mungkin saja Jinki hanya terpengaruh suasana, dan sama sekali tidak ada perasan cinta untuknya. Air matanya terus saja berjatuhan, meskipun Yoona menghapusnya, air mata itu kembali keluar lagi.
Tanpa sengaja, dia menabrak seorang namja, yang ia ketahui bernama Kibum, sahabat Jinki.
“Yoona, kau menangis?” tanya Kibum.
“Ah, a..aniyo,” Yoona menghapus kasar air matanya dengan punggung tangannya. Kibum menggelengkan kepalanya, mengetahui bahwa Yoona berbohong padanya saat ini, dan membawa Yoona kedalam mobilnya. Yoona menceritakan apa yang baru saja dia lihat pada Kibum. Menceritakan semua yang dia rasakan saat ini. Kibum berusaha menghentikan tangisan Yoona. Tadinya Yoona yang akan memberikan Jinki kejutan dengan hadirnya bayi yang dia kandung, tapi justru dia yang mendapatkan kejutan yang lebih daebak dari Jinki. Kibum menatap Yoona iba, dia tidak menyangka kehidupan Yoona sangat berat saat bersama Jinki.
Kibum memang pernah menyukai Yoona, tapi dia berusaha melupakannya, karna Yoona sudah menjadi istri dari sahabatnya. Meskipun sekarang, hatinya sangat tidak rela mendengar kisah Yoona yang penuh dengan kesedihan. Tapi Yoona dengan tegasnya mengatakan bahwa dia akan menunggu permintamaafan dari Jinki, meskipun Jinki menyakitinya sampai seperti ini. Harusnya dia meminta cerai saja dari Jinki. Jinki lelaki yang beruntung. Pikir Kibum.

©©©

Satu bulan Yoona mengandung anak dari Lee Jinki, dan Jinki sama sekali tidak mengetahuinya. Yoona seringkali diantar Kibum untuk mengecheck kondisi kandungannya.
Yoona bingung harus berkata apa pada Jinki yang telah berselingkuh dibelakangnya. Harus memberitahunyakah bahwa dia tengah mengandung anaknya, atau membiarkan Jinki tau dengan sendirinya. Dia bingung. Yoona mungkin masih kuat dengan sikap Jinki yang kasar padanya, tapi tidak dengan perselingkuhan Jinki. Dia sangat muak. Bahkan sampi saat ini, Jinki masih belum juga meminta maaf padanya.
Siang ini, Jinki menarik paksa tangan Yoona menuju kamarnya, dan melemparkan tubuh Yoona kelantai. Yoona meringis pelan, menahan rasa sakitnya.
“Ada apa?!” sinis Yoona, berusaha kuat. Dia ingin sekali menangis setiap kali melihat wajah suminya itu, mengingat apa yang pernah dilihatnya, yang membuat hati Yoona sangat sakit.
Jinki melemparkan beberapa lembar foto kewajah Yoona. Yoona mengambilnya, matanya membulat melihat fotonya dan Kibum terpampang disana yang tengah keluar dari tempat dokter kandungan.
“Apa hubunganmu dengan Kibum?!!” bentak Jinki yang sudah terbakar rasa cemburunya. Yoona hanya diam mendengar ocehan Jinki yang sudah diluar kendali. Kata-kata yang dia keluarpun sudah tidak diperdulikannya. Sangat kasar.
“Aku? Bukankah aku yang harusnya bertanya, apa hubunganmu dengan yeoja yang berciuman denganmu 2 minggu yang lalu?!” balas Yoona dengan menunjukkan senyum pahitnya. Hatinya sangat perih mengucapkan kata itu. dia sudah tidak kuat untuk menahan tangisannya. Yoona hanya meneteskan air matanya tanpa isakan. Hanya diam menangis.
“Kau.. kau melihatnya?” Jinki gugup.
“Tentu,” dingin Yoona.
“Aku tau aku salah. Tapi bukan berarti kau juga harus bermesraan dengan Kibum bukan?” kasar Jinki.
“Selalu ingin menang sendiri.” ketus Yoona. Jinki menatap tajam pada mata Yoona. Jinki sudah benar-benar emosi karna kecemburuannya.
“Apa yang kau lakukan didokter kandungan bersama Kibum? Kau mengandung anaknya eoh? Dasar WANITA MURAHAN!” bentak Jinki murka. Yoona menatap benci pada sosok didepannya. Dia menangis terisak sekarang. Menunduk dan menangis dengan keras. Dia sudah tidak mampu lagi untuk menyimpan kesedihannya, hatinya sangat sakit saat ini. Sebenarnya siapa yang salah, dia atau Jinki?? Yoona berusaha mengatur nafasnya. Dan menghembuskannya pelan, membuat paru-parunya sedikit tenang.
“Kita.. kita bercerai saja,” pelan Yoona. Kalimat yang selalu ia hindari, yang akhirnya keluar juga dari bibirnya. Jinki memandang Yoona yang terduduk tanpa menatap Jinki. Dia tersenyum samar. Sebenarnya dia tidak ingin melakukan ini, Jinki mencintainya. Tindakannya ini sebenarnya hanyalah sebuah kekesalannya, tidak menyadari akibatnya akan seburuk ini.
“Baiklah dengan senang hati, Im Yoona-ssi.” Jinki meninggalkan Yoona yang terduduk.
Dia akan memberi pelajaran pada Kibum yang membuatnya gila seperti ini. Ya, Jinki tau Kibum pernah menyukai istrinya, tapi dia tidak menyangka Kibum akan mengkhianatinya seperti ini. Bahkan Kibum menghamili Yoona? Ingin sekali dia menghabisi sahabatnya itu.

Jinki memukul wajah Kibum dengan liar. Dia sangat benci melihat Yoona bersama Kibum, dan dia juga kesal apa yang sebenarnya terjadi antara Yoona dan Kibum. Benarkah mereka berdua menjalin hubungan dibelakangnya?
“Kau bodoh menyia-nyiakan yeoja sebaik Yoona, dia terpukul melihatmu yang tengah berciuman dengan yeoja lain. Padahal saat itu, dia telah mengandung anakmu. ANAK KANDUNGMU, LEE JINKI,” teriak Kibum kencang, dengan penuh penekanan dikata-kata yang dia keluarkan. Kibum tidak tega Yoona dicap sebagai yeoja murahan. Padahal, pada kenyataanya, Yoona selalu menahan rasa sakit hatinya pada Jinki.
Jinki terhuyung kebelakang setelah Kibum memukul pipinya dengan keras. Berusaha menyadarkan sahabatnya itu, dari kebodohan yang dilakukannya.
“Minta maaflah padanya,” ucap Kibum. Jinki mengatur nafasnya. Matanya berkaca-kaca, menyadari bahwa dialah yang bersalah atas semua yang terjadi saat ini.
Waktu itu, yeoja yang berciuman dengannya itu yang memaksanya. Yeoja sialan itu ingin mendapat ciuman perpisahan darinya. Dan yeoja itu juga yang mengirimi Jinki foto Yoona dan Kibum, yang membuat hal semakin rumit.

DRRRT DRRRT

Handphone Jinki bergetar.
“Yoboseyo,” wajah Jinki memucat, disertai dengan gelengan kuat. Dia segera berlari menuju mobilnya, tidak perduli tubuhnya yang terasa sakit akibat pukulan-pukulan Kibum. Dia berhenti dirumah sakit Seoul Internasional Hospital. Jinki bertanya pada resepsionis untuk menanyakan keberadaan Yoona.
Jinki menangis setelah melihat Yoona sudah menutup matanya untuk selama-lamanya. Yoona mengalami kecelakan setelah pergi dari rumah Jinki. Jinki berteriak histeris. Menyesali apa yang dia lakukan terakhir kali pada Yoona.
“Yoona-ya, mianhae, jeongmal mianhae. Saranghae.. kumohon bangunlah,” sia-sia, apa yang diucapkan Jinki tidak berguna. Dia mengacak kasar rambutnya frustasi dan membentur-benturkan kepalanya pada tembok. Dia menyesal, sangat menyesal. Mengusap pipi Yoona lembut, berharap Yoona bangun sebentar saja, dan mendengarkan kata maaf dan cinta darinya. Tapi semuanya percuma, dan sekarang hanya ada penyesalan. Semuanya takkan kembali. Jinki bukan hanya kehilangan orang yang dicintainya, tapi juga kehilangan anak yang dikandung Yoona, anaknya. Dan semuanya karna keegoisannya sendiri yang membuatnya terpuruk seperti ini.

©©©

Jinki duduk di ruang makannya. Dia makan sendirian, meskipun makanan yang ada dihadapannya adalah makanan favoritnya, tapi semuanya terasa hambar. Dia menatap kesampingnya, tampak seorang namja dan yeoja tengah menatap satu sama lain penuh emosi. Dia kenal mereka, mereka adalah Yoona dan dia sendiri, entah kenapa, sampai-sampai dia bisa melihat itu.
“Wae? Lagipula aku tidak sudi memakan masakan busukmu itu, sangat menjijikan,” ucap lelaki yang berwajah seperti dirinya. Lelaki itu pergi meninggalkan Yoona.
Jinki ingat, ini adalah kejadian waktu dulu. Lalu tak lama, Jinki melihat Yoona menangis dan tangannya berdarah.

“Apa yang kulakukan sampai dia tersiksa seperti ini?” tanya Jinki pada diri sendiri. Dia tidak tau sama sekali, jika Yoona sering sekali menangis karna dirinya. Itu membuatnya lebih-lebih menyesal lagi.

Jinki menyusuri ruangan rumahnya, kejadiannya sama seperti tadi, ditempat yang dia lewati itu selalu menampilkan flashback Jinki dan Yoona. Disofa ruang TV, toilet, tangga dirumahnya, kamar Yoona. Semuanya penuh akan bayangan dirinya dan Yoona yang bersama-sama.

Jinki duduk di tempat tidurnya. Dia mengusap pelan sprai kasurnya, dimana Yoona pernah tidur disana. Bayangan itu muncul lagi, wajah Yoona yang tertidur dengan damai disampingnya. Dia merindukan Yoona. Dia ingin kembali dimasa-masa dia masih bersama Yoona. Wajah manisnya membuat Jinki semakin hanyut akan masa lalunya itu. Jinki membelai pelan rambut Yoona. Hilang. Bayangannya hilang seketika, berganti dengan pemandangan yang masih mampu membuatnya meneteskan air matanya.

Saat Yoona menangis karna mendengar kalimat yang sangat tak lazim untuk seorang istri, WANITA MURAHAN!! Jinki bayangan itu pergi dengan penuh emosi, sementara Jinki yang asli masih tetap disana, melihat Yoona yang masih tertunduk lemah dan terisak.
“Mianhae, harusnya aku tidak mengatakan ingin bercerai denganmu. Mianhae. Jinki-ya, saranghaeyo,” lirih Yoona pelan. Jinki hanyut akan tangisannya. Itulah kata yang sangat diharapkan Jinki. ‘Saranghae’. Pertamakalinya dia mendengar kata itu keluar dari mulut Yoona. Tapi terlambat ini hanya bayangannya saja. Jinki mengusap kasar wajahnya dan menjambak rambutnya frustasi. Yoona keluar dari kamar Jinki, hendak menyusul suaminya itu. Jinki mencoba mengejar bayangan Yoona. Tapi dia berhenti didepan pintunya, kakinya seakan sulit untuk digerakkan. Akan lebih menyakitkan jika dia terus mengikuti Yoona bayangan itu. Mungkin saja dia akan melihat Yoona yang menghembuskan nafas terakhirnya. Jinki bersender pada pintu kamarnya yang sudah tertutup. Memukul-mukul kepalan tangannya pada lantai sampingnya. Merasa sangat terpuruk, merasa adalah suami yang gagal.
“Kumohon maafkan aku, Yoona-ya. Jeongmal mianhae,” Jinki terisak. Menahan rasa perih yang menggerogoti hatinya.
“KYAAAAAAAAAA…” Jinki berteriak keras, meluapkan semua bebannya. Dia mengatur nafasnya yang tidak beraturan.
“Saranghae, Yoona…” bisik Jinki pelan. Entah hanya imajinasinya atau apa, Jinki mendengar suara lembut Yoona mengatakan sesuatu untuknya.
“Nado, saranghae Jinki oppa,”

END

6 responses to “[Freelance] In My Room

  1. dimana2 penyesalan selalu datang terlambat. seharusnya walau tak ada cinta ga smpe seperti itu juga, tapi ga bisa disalahin jg sih. saling cinta tapi tak saling berkomunikasi. jadi banyak salah paham smpe akhirnya menyadari orang itu penting setelah pergi.

Leave a reply to Verin Cancel reply