Confessions – Sungyeol: Stupid and Selfish Me

infinite 2 copy

Hoya’s Story | Woohyun’s Story | Sunggyu’s Story | Dongwoo’s Story | Sungjong’s Story | Myungsoo’s Story

Title: Confessions – Sungyeol: Stupid and Selfish Me

Author: Joonisa (@Joonisa)

Rating: PG 15

Genre: Romance

Length: One shot compilation

Cast:  

  • Lee Sungyeol (INFINITE)
  • Kim Narae as YOU

Support Cast:

  • Kim Woobin (Park Heungsoo in SCHOOL 2013 drama)
  • Ailee (Singer)

Disclaimer: The casts are belong to God.

Poster: I do not own the original photo, i just edited it ^^

“Aku memang bodoh dan sangat egois.” – Lee Sungyeol

***

“Hufftt…”

Narae menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Rasanya ia sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Letih menguasai dirinya bahkan tulang-tulangnya terasa berubah menjadi tulang rawan semua.

[BELELELE~]

Dengan tenaga yang tersisa, Narae merogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya yang berbunyi. Sebuah nama yang familiar untuknya tertera di sana.

Yeoboseyo.” Sahut Narae lemah. Ia masih mengatur nafas.

Kau sudah di rumah?

“Ne. Aku sudah di rumah.”

Maaf tadi aku tidak bisa menjemputmu. Mendadak ada pekerjaan yang harus kuselesaikan. Tidak apa-apa kan?”

Narae mengulum senyumnya. “Tidak apa-apa. Kantorku tidak terlalu jauh dari rumah.”

Kedengarannya kau sangat lelah. Istirahatlah.

“Ne. Gomawo, oppa.”

[KLIK!]

Narae meletakkan ponsel itu di sebelah kepalanya. Ia memejamkan mata, kemudian seulas senyum mengembang di bibirnya.

[BUK!]

Narae bangun dengan malas dari tempat tidurnya setelah kepalanya dipukul dengan bantal oleh seseorang.

“Ada apa?” tanya Narae dengan nada malas. Si pemukul, Kim Woo Bin – yang juga adalah kakak kandung Narae, terkekeh sambil menoyor-noyor kepala Narae dengan bantal.

“Senyum-senyum sendiri dengan mata terpejam, apa yang kau bayangkan, hah?”

“Kenapa oppa masih bertanya kalau sudah tahu?” Narae menyipitkan mata ke arah Woobin. Woobin berdecak pelan.

“Sungyeol habis meneleponmu?” Tebaknya. Narae mengangguk mantap sambil tersenyum.

“Dia minta maaf karena ada pekerjaan mendadak, jadi tidak bisa menjemputku pulang kerja.”

“Ah…” Woobin mengangguk-angguk. “Jadi karena itu. Ish, dasar! Ditelepon begitu saja sudah senyum-senyum tidak jelas.”

“Biar saja!” Cibir Narae. Ia berbaring lagi di atas tempat tidur, diikuti oleh Woobin yang ikut berbaring di sebelahnya.

“Narae.”

“Mmm?”

“Sebenarnya kau itu pacaran atau tidak dengan Sungyeol?”

Narae terdiam mendengar pertanyaan Woobin. Ia menatap langit-langit kamarnya sambil menghela nafas.

“Dia sangat perhatian padaku. Apapun yang kulakukan, dia selalu bertanya. Kalau dia tidak bisa menjemputku, dia selalu minta maaf. Dia selalu meneleponku setiap mau tidur dan bangun tidur. Dia melakukan segala sesuatunya dengan baik….. seperti itu.”

Woobin menoleh menatap adik semata wayangnya itu. Ia menangkap keraguan yang tersirat dari raut wajah Narae. “Kenapa jawabanmu sepanjang itu? Tidak bisa dengan jawaban singkat saja ya? Seperti ya atau tidak?”

“Aku sendiri tidak tahu. Menurut oppa, hubungan kami seperti apa?”

“Kenapa kau malah bertanya padaku? Kalau dia bilang dia menyukai dan mencintaimu, berarti kalian adalah sepasang kekasih. Mudah saja kan?”

Narae menoleh ke arah Woobin yang sedang menatapnya. Ia menatap kakaknya itu selama beberapa saat dalam diam.

“Itu dia masalahnya.”

“Masalah?”

“Sungyeol… dia tidak pernah mengatakan hal semacam itu padaku. Menurut oppa, bagaimana?”

Woobin terdiam. Perasaan iba menghampirinya ketika mendengar pernyataan adiknya itu. Ia lalu tersenyum dan bangun dari tempat tidur Narae.

“Kalian harus bicara dari hati ke hati kalau begitu.”

Narae menahan tangan Woobin. “Oppa kan laki-laki, pasti oppa tahu apa yang Sungyeol maksud, kan?”

Woobin tersenyum. “Kau mau kuberi saran?”

“Mau!”

“Kau hanya harus berani menghadapi kenyataan. Setidaknya, kau harus lebih yakin dari Sungyeol.”

“Maksud oppa?”

Woobin menoyor kepala Narae lagi dengan bantal. “Pikirkan saja sendiri! Sudah malam, tidur sana!”

***

Sungyeol membuka matanya. Perlahan cahaya matahari yang menembus jendela kamar menerangi pandangannya. Ia mengerjap beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan cahaya itu, lalu menggeliat pelan.

[TITITITITIT~~]

Tangan Sungyeol meraba-raba nakas yang ada di samping tempat tidurnya untuk mencari ponsel yang berbunyi itu. Setelah menemukannya, Sungyeol memicingkan mata begitu melihat penyebab alarmnya berbunyi.

Ke makam.

Sungyeol memejamkan mata lalu merentangkan tangannya. Beberapa kali ia menarik nafas, menguatkan sebuah tekad yang sudah membulat di dalam hatinya. Sungyeol lalu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju cermin. Ia melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.

“Lee Sungyeol. Kau tidak boleh seperti ini.” lirihnya. Ia lalu memencet nomer seseorang dari ponselnya yang selama ini selalu dihubunginya kalau ia merasa resah.

“Narae?”

Ne, oppa.” Sahut Narae dari ujung telepon.

“Kau ada waktu siang ini?”

Ne. Wae?

Ia mengalihkan pandangannya ke atas meja kerja, ke arah dua buah pigura yang bersanding apik di atasnya. Yang satu berisi foto Narae, yang satunya lagi adalah foto seseorang yang sudah lama meninggalkannya. Sungyeol meraih salah satu pigura itu, lalu kemudian menelungkupkannya ke atas meja.

“Mau makan siang bersamaku? Ada yang ingin kubicarakan.”

***

Sungyeol tidak henti-hentinya menatap Narae yang ada di hadapannya. Tatapannya lurus, tapi hampa. Suasana di dalam restoran itu menjadi canggung. Sebenarnya tidak hanya di dalam restoran itu, sejak Sungyeol menjemput Narae dari rumah pun atmosfer canggung sudah menyelimuti mereka berdua, terutama Narae.

“Sungyeol oppa, ada apa sebenarnya?” tanya Narae pada akhirnya, tidak tahan dengan kecanggungan dan kesunyian yang terjadi di antara mereka.

“Narae…” Sungyeol menelan ludahnya, tenggorokannya mendadak tercekat. Tapi ada satu dorongan di dalam dirinya yang membuat ia harus bicara mengenai perasaannya malam ini juga.

“Ne?”

“Sebelumnya, aku ingin minta maaf padamu.”

Narae diam, mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Sungyeol.

“Hari ini, tepat 2 tahun hari kematian Ailee.”

“Ailee? Siapa?” tanya Narae hati-hati.

“Dia.. kekasihku.” Sungyeol menarik nafas, kemudian menghembuskannya lagi. “Dulunya.”

“Oh..” Narae mengangguk. “Oppa sudah ke makamnya?”

Sungyeol terlihat terkejut dengan pertanyaan Narae. Ia tidak menyangka Narae akan menanyakan hal itu padanya.

“Belum. Aku belum ke sana.”

“Oh..” Narae mengangguk-angguk lagi. Mereka berdua terdiam lagi.

“Narae…” Sungyeol membetulkan posisi duduknya, berusaha mencari kenyamanan meskipun ia tahu hasilnya sia-sia. “Selama ini, aku belum pernah mengatakan kalau aku menyukai atau mencintaimu bukan?”

Kali ini Narae yang mendadak tercekat. Ragu-ragu, Narae mengangguk.

“Sejak pertama kali bertemu denganmu, yang pertama kali kulihat bukan wajahmu. Tapi caramu berjalan dan gaya berpakaianmu dari arah belakang.”

“Hah?” Narae mendadak cengo, belum bisa mencerna sepenuhnya apa yang dikatakan Sungyeol.

“Kau… benar-benar mirip seperti Ailee. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mendekatimu. Dan ternyata, semakin aku mengenalmu, kau semakin mirip dengannya. Apa yang kau sukai, apa yang kau tidak sukai, semuanya hampir serupa.”

Narae mulai bisa mencerna apa yang dikatakan Sungyeol. Otak, tubuh, dan perasaannya mulai tidak sinkron sekarang. Akibatnya, Narae merasa matanya mulai memanas.

“Karena itu pula, aku bisa memperlakukanmu dengan baik. Kalian berdua benar-benar sama. Dan aku menyukainya. Setiap kali aku melihatmu, aku teringat pada Ailee. Aku merasa hidupku tidak sehampa ketika Ailee pergi untuk selamanya meninggalkan dunia ini.”

“Setiap kali aku merindukan Ailee, rinduku terobati karena bertemu denganmu. Setiap kali aku merindukan aroma tubuh Ailee, aku selalu memelukmu. Tapi, setiap kali aku menemukan perbedaanmu dengan Ailee,  sekecil apapun, aku merasa sedikit terganggu. Karena itulah…”

Kalimat Sungyeol terhenti karena air mata yang meluber dari sudut matanya. Sungyeol menghapusnya cepat-cepat dengan punggung tangannya.

“Karena itulah… aku tidak bisa mengatakan kalau aku menyukaimu apalagi mencintaimu. Karena kau… bukan Ailee…”

“Aku tahu, aku memang bodoh dan sangat egois. Aku juga merasa kalau aku sudah gila. Selalu membandingkanmu dengan Ailee dan berharap kau sama dengannya. Tapi setiap kali aku menemukan kelebihanmu dibanding Ailee, aku langsung tersadar….. Kau bukan Ailee.”

Sungyeol tertunduk. Tangisnya semakin kencang. Bahunya naik turun karena terisak. “Maafkan aku… sekali lagi maafkan aku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak bisa melepaskanmu, Narae. Aku tahu aku….”

Sungyeol tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Ia menelungkup di atas meja dan melanjutkan tangisnya. Narae yang mendengar pengakuan Sungyeol juga tidak kuasa menahan rasa syoknya. Ia menggenggam ujung dress nya kuat-kuat. Bayangan dan ucapan Woobin berkelebat di benaknya.

“Kau hanya harus berani menghadapi kenyataan. Setidaknya, kau harus lebih yakin dari Sungyeol.”

Setelah berulang kali menghela – menghembuskan nafas dan berpikir ulang tentang kata-kata Woobin, Narae bangkit dari  kursinya dan menempati kursi yang ada di sebelah Sungyeol. Ia lalu mengusap bahu Sungyeol, berusaha menenangkannya.

“Oppa… Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa.”

Sungyeol mengangkat wajahnya yang basah karena air mata. “Aku tidak bisa berhenti membandingkanmu dengan Ailee, tapi aku tidak bisa melepaskanmu. Aku tidak ingin kau pergi dariku. Aku tidak tahu ini cinta atau – “

“Sudahlah.” Potong Narae yang terlihat lebih tenang. “Aku bisa mengerti. Oppa tidak bisa berhenti mencintai Ailee, bukan?”

Sungyeol mengangguk. Narae tersenyum dan menggenggam tangan Sungyeol.

“Oppa belum mengunjungi makam Ailee kan?”

Sungyeol menggeleng lemah.

“Ayo kita ke sana.. bersama.”

***

“Annyeonghaseyo, Ailee-ssi.” Ucap Narae sesaat setelah membungkuk dalam. Ia dan Sungyeol sekarang sudah berada di depan pusara Ailee. Narae meletakkan buket bunga lili putih di atasnya, kemudian tersenyum.

“Aku, Kim Narae.”

Sungyeol melirik Narae tanpa suara. Ia seperti kehilangan kata-kata sejak keluar dari restoran tadi. Sepanjang jalan ia hanya diam, memperhatikan Narae yang terlihat biasa saja. Reaksi Narae sangat di luar dugaannya. Dari rumah ia berpikir, Narae akan sangat marah padanya. Minimal Narae akan meninggalkannya di restoran sendirian, atau paling tidak Narae akan menyiramnya dengan minuman.

Tapi ternyata, tidak sama sekali.

“Sungyeol oppa baru saja mengatakan kalau aku mirip sekali denganmu. Setiap ia melihatku, ia seakan melihatmu.”

Sekarang gantian Narae yang melirik ke arah Sungyeol dan pas sekali, Sungyeol juga sedang menatapnya. Narae langsung mengalihkan pandangannya kembali ke pusara Ailee.

“Aku yakin Ailee-ssi adalah orang yang baik, sampai-sampai Sungyeol oppa tidak bisa melupakanmu. Tapi aku tidak yakin kalau aku sebaik dirimu.”

Air mata Narae perlahan menetes. Ia sudah tidak bisa menahan rasa sesak yang ada di dalam dadanya. Sungyeol, pria yang ia cintai selama ini, hanya menganggap ia sebagai orang yang mirip dengan cinta lamanya. Rasanya sakit, tapi entah kenapa ia tidak bisa menyalahkan Sungyeol.

Sungyeol yang ada di sebelahnya pun ikut menangis. Hatinya merasa tergelitik saat melihat air mata Narae. Ia tahu ia menyakiti gadis itu, tapi mau bagaimana lagi, ia hanya bisa pasrah menerima kenyataan kalau itu adalah sisi terbodoh dalam dirinya.

“Narae, maafkan aku.”

“Tidak apa-apa, oppa.” Narae menyeka air matanya. “Aku mau pulang.”

“Biar aku antar.” Tawar Sungyeol. Narae menggeleng.

“Tidak usah.”

Sungyeol menahan tangan Narae yang sudah ingin pergi. “Rumahmu sangat jauh dari sini. Jangan menolak, aku tidak ingin merasa lebih bersalah lagi.”

***

Woobin mengerutkan alis begitu ia melihat Narae yang menelungkup di atas meja makan. Ia baru saja selesai mandi dan berniat untuk memasak makan malam, tapi ia menunda niatnya dan lebih memilih untuk duduk di kursi makan di sebelah Narae.

“Ada apa? Bertengkar dengan Sungyeol?”

Narae menggeleng lemah. “Tidak.”

“Lalu kenapa adikku jadi lemas begini, eoh?” Woobin mengacak rambut Narae. Narae mengangkat kepalanya dan betapa terkejutnya Woobin ketika melihat wajah adiknya yang memerah dengan mata yang sembab.

“Yak! Ada apa?” Woobin memegang wajah adiknya. “Ceritakan padaku!”

“Bukan masalah besar, tidak usah panik begitu.” Jawab Narae lemah sambil menurunkan tangan Woobin dari wajahnya. Woobin bangkit dari kursi dan mengambil air dari dalam kulkas. Ia lalu menyerahkan pada Narae.

“Minumlah. Lalu ceritakan padaku apa yang terjadi.”

Narae mengambil botol air yang diserahkan Woobin padanya, lalu meminumnya beberapa tegukan. Woobin kembali duduk di kursinya, bersiap mendengarkan Narae.

“Oppa…”

“Apa?”

“Sungyeol oppa bilang, aku mirip dengan Ailee.”

Alis Woobin mengerut. “Ailee? Siapa itu?”

“Pacarnya yang meninggal 2 tahun yang lalu.” Narae menghela nafasnya yang terdengar berat, kemudian melanjutkan kata-katanya.

“Setiap kali ia merindukan Ailee, rindunya terobati karena melihatku. Setiap kali ia merindukan aroma tubuh Ailee, ia selalu memelukku.” Narae menatap hampa ke botol airnya sambil menyampaikan apa yang dikatakan oleh Sungyeol tadi siang. Woobin diam, memutuskan untuk menahan diri untuk tidak bertanya dan mendengarkan Narae.

“Dia tadi minta maaf padaku, oppa. Dia mengatakan kalau dia itu bodoh dan egois. Dia tahu dia salah, tapi dia tidak bisa melepaskanku.”

“Jadi ini yang membuat Sungyeol tidak mengatakan kalau ia menyukai atau mencintaimu?”

“Setiap kali ia menemukan perbedaan antara aku dan Ailee, ia sadar kalau aku bukan Ailee. Karena itulah, tidak ada kata-kata itu yang keluar dari mulutnya.”

Woobin mengangguk-angguk. Ia kemudian berdiri dan berjalan ke arah kulkas, bersiap untuk memasak makan malam.

“Oppa…”

“Mmmm?”

“Menurutmu bagaimana? Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus meninggalkan Sungyeol atua aku harus terus menjalaninya?”

Woobin berhenti sejenak, berpikir. Kemudian ia berbalik menghadap Narae.

“Apakah Sungyeol pernah salah menyebutmu sebagai Ailee?”

“Tidak pernah.”

“Apa Sungyeol sering menyebut-nyebut Ailee di depanmu?”

“Tidak juga. Aku baru mendengar nama Ailee hari ini.”

Woobin tertawa kecil, lalu merangkul bahu Narae.

“Sudah kubilang padamu, kau hanya harus lebih yakin daripada Sungyeol. Sungyeol itu hanya terlalu bodoh untuk menyadari kenyataan. Satu sisi positif dari Sungyeol, dia pria yang setia.”

Narae tertunduk. “Dia setia pada Ailee.”

“Setelah ditinggal Ailee, dia merasa kesepian. Dan setelah bertemu denganmu, dia merasa menemukan hidupnya kembali. Tapi bukan berarti dia setia pada Ailee.”

“Maksud oppa?”

“Sungyeol hanya seorang pria kesepian yang sulit untuk move on. Ia tidak bisa melepaskanmu, itu sudah menjadi tanda kalau ia hanya akan melihatmu sebagai satu-satunya wanita dalam hidupnya.”

“Kau tidak perlu cemburu pada Ailee. Ailee hanya bagian dari masa lalunya dan sekarang Ailee pun sudah tiada. Kalau kau serius padanya, kalau kau mencintainya, cintai dia sampai ia tidak pantas lagi untuk dicintai.”

Narae mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha memahami dan mencerna perkataan Woobin lalu kemudian seulas senyum terukir di bibirnya.

“Oppa kelihatannya begitu ahli soal cinta, tapi sampai sekarang oppa belum juga menikah.”

Woobin menyenderkan tubuhnya di depan kulkas. Ia menunduk menatap lantai. “Entahlah, oppa masih menunggu sampai author jomblo. Tapi sampai sekarang author ngga jomblo-jomblo juga.”

“Hadehhh.”

***

Sungyeol menatap nanar pantulan dirinya di depan cermin. Ia terlihat begitu berantakan setelah kebanyakan menangis seharian ini. Sungyeol berjalan perlahan menhampiri meja kerjanya, lalu mengambil pigura yang ditelungkupkannya tadi pagi.

“Ailee…” ucap Sungyeol pada pigura itu. “Maafkan aku. Bukannya aku tidak setia, tapi bagaimana pun kau sudah tidak ada. Narae memang mirip denganmu, tapi dia tetap bukan dirimu.”

Sungyeol menarik salah satu laci di meja kerjanya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Ia membuka kotak itu, menatap hampa cincin emas putih berhiaskan berlian berbentuk hati di dalamnya. Selama beberapa saat Sungyeol terdiam, menatap cincin itu dan foto Ailee bergantian.

“Sepertinya, pemilik cincin ini bukan Ailee.”

Sungyeol membuka tempat sampah yang ada di sebelah meja kerjanya, lalu membuang pigura foto Ailee yang sejak tadi berada di tangannya.

“Maaf Ailee… maafkan aku.”

***

Seminggu kemudian

TOK! TOK! TOK!

“Narae! Kim Narae!”

Narae mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia belum sepenuhnya sadar karena separuh nyawanya masih ada di dalam mimpi.

“Narae! Bangun! Ada tamu!” Teriak Woobin dari luar kamar. Narae bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan sempoyongan ke arah pintu.

“Oppa.. ada apa? Ini kan hari libur…” Narae mengucek-ngucek matanya. Melihat hal itu, Woobin geleng-geleng kepala lalu mendorong Narae ke arah kamar mandi.

“Ada yang menunggumu di ruang tamu. Cepat mandi sana!”

“Siapa sih?”

“Kau pasti akan tahu nanti, tapi mandi dulu. Jangan membuat kabur tamu yang sudah berdandan rapi karena tampang kusut dan ilermu itu.. ih bau!”

Narae menggaruk-garuk kepalanya sambil bersungut. Ia sedikit jengkel dengan tampang usil Woobin yang terpasang pagi itu. Tapi ia tidak punya pilihan lain selain mematuhi apa yang disuruh oleh kakaknya itu.

15 menit kemudian.

Narae menuruni tangga rumahnya dan berjalan menuju ke ruang tamu. Kini ia sudah mandi, wangi, dan berdandan rapi. Langkahnya terhenti begitu ia melihat sosok yang tidak menghubunginya selama seminggu ini berdiri membelakanginya.

“Sungyeol.. oppa?”

Sungyeol berbalik. Tubuhnya dibalut dengan jas berwarna biru tua, membuatnya terlihat tampan dan bersahaja. Narae tercengan melihat penampilan rapi Sungyeol, tapi begitu melihat wajahnya, Narae terpekik.

“Sungyeol oppa, ada apa? Wajahmu kenapa? Kau terluka?”

Sungyeol tersenyum setengah meringis. Bibirnya yang sedikit robek terasa perih ketika tersenyum

“Tidak apa-apa. Tadi kakakmu hanya memberikan sedikit pelajaran untukku.”

“Kakakku? Woobin oppa?” tanya Narae tak percaya. Sungyeol menunjuk ke belakang Narae. Begitu Narae menoleh, ia menemukan Woobin nyengir ke arahnya.

“Kau apakan dia, hah?” desis Narae. Woobin mengangkat bahunya.

“Aku tidak berbuat apa-apa. Hanya melatih ketahanannya menjadi adik iparku saja.”

“Mwo?”

 = Flashback =

“Oh, sungyeol-ah. Silakan masuk.”

Sungyeol pun masuk ke rumah mengikuti Woobin.

“Duduklah.”

“Ne.”

“Narae masih tidur. Ada keperluan apa kau menemuinya sepagi ini?” tanya Woobin tanpa basa-basi. Sungyeol menatap Woobin, berusaha memantapkan dirinya sendiri.

“Aku… sebenarnya ingin bertemu denganmu, Hyung.”

“Mwo? Aku? Ada apa?”

“Mmmm… kupikir hyung sudah mengetahui masalahku dengan Narae. Narae pernah bilang kalau ia selalu terbuka padamu.”

Woobin melipat kedua tangannya di depan dada. “Iya, aku tahu. Tentang Ailee yang tidak bisa kau lupakan itu kan maksudmu?”

Sungyeol mengangguk.

“Hyung, aku ingin bicara denganmu sebagai seorang laki-laki dan aku menganggapmu sebagai perwakilan keluarga Narae.”

Woobin diam, mendengarkan kalimat Sungyeol selanjutnya.

“Aku… ingin melamar Narae.”

Woobin terbelalak mendengar pernyataan Sungyeol. “Mwo? Apa aku tidak salah dengar?”

“Tidak, hyung. Aku ingin melamar Narae. Sebagai perwakilan keluarganya, aku meminta izin padamu terlebih dahulu.”

BUK!!!

Satu tinju mendarat di wajah Sungyeol sampai Sungyeol terjatuh dari sofa. Sungyeol berusaha bangkit sekuat tenaganya.

BUKK!!! BUKK!!

Woobin menarik kerah baju Sungyeol. “Beraninya kau melamar adikku setelah apa yang kau lakukan padanya? HAH!”

“Aku tahu… aku salah…” Ucap Sungyeol tertatih-tatih. “Aku hanya laki-laki kesepian dan bodoh yang sulit move on.”

“Dan bodoh!”

BUKK!!!

“Iya.. hyung benar.. aku.. bodoh untuk menyadari kalau aku juga mencintai Narae.”

Woobin mengatur nafasnya, lalu kemudian melepaskan cengkramannya pada kerah baju Sungyeol.

“Bagus. Kau akhirnya menyadarinya. Kau tahu betapa adikku mencintaimu?”

“Dia juga mencintaiku?” tanya Sungyeol.

“Tentu saja, bodoh!” teriak Woobin lagi. “Tunggu di sini, akan kupanggil Narae.”

= Flashback End =

“Sebentar, kuambilkan kotak obat.”

“Tidak usah!” Sungyeol menarik tangan Narae. “Hanya luka kecil, tidak masalah.”

“Aku ambilkan minum ya.” Woobin melambaikan tangan ke arah Narae. Narae menatap bingung Woobin yang berjalan ke arah dapur. Tumben, pikirnya.

“Sungyeol opa, ada apa kemari?” tanyanya setelah mengambil posisi duduk di sebelah Sungyeol.

Sungyeol mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya. Sebuah kotak kecil. Ia lalu membukanya dan menghadapkannya pada Narae.

“Aku bermaksud melamarmu.”

“Hah?” Narae mendadak cengo. “Melamar?”

Sungyeol menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. “Aku sudah pernah mengatakan padamu kalau aku tidak bisa melepaskanmu kan? Maka dari itu aku bermaksud untuk… melamarmu.”

“Bukan karena Ailee?”

Sungyeol terdiam sejenak mendengar pertanyaan Narae. “Bukan. Aku menyadari satu hal. Aku menyadari kebodohanku yang lain.”

“Apa itu?”

“Aku hanya ingin kau yang ada di sisiku. Bukan wanita lain. Mengenai Ailee, aku sudah bisa menyadari kalau ia sudah tidak ada lagi di dunia ini.”

Narae diam. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Satu sisi ia merasa senang, di sisi lain ia merasa sulit memercayai apa yang ada di hadapannya sekarang.

“Karena aku mencintai Sungyeol oppa, jadi…. baiklah.” Jawab Narae dengan kepala tertunduk. Sungyeol tersenyum mendengar jawaban Narae. Ia pun memasangkan cincin yang ada di kotak itu ke jari manis Narae.

“Terima kasih, Narae.” Sungyeol memamerkan senyum chodingnya yang sudah sangat lama tidak dilihat Narae. Narae lalu mencubit pipi Sungyeol.

“Lama sekali oppa tidak tersenyum seperti itu.”

“Benar.” Sungyeol ikut mencubit pipi Narae. “Kalau bukan karena kau – “

“Ini minumannya. Silakan diminum.” Woobin datang membawa nampan berisikan 3 gelas teh hangat. Wajahnya cemberut.

“Hyung, kau kenapa?” tanya Sungyeol.

“Iya, oppa kenapa?” tanya Narae juga. Woobin menatap mereka berdua dengan tatapan memelas, lalu mengacak-acak rambutnya sendiri.

“Sungyeol, bisakah kau bertanya pada author kapan dia jomblo? Aku iri pada kalian, tau!”

Sungyeol menepuk dahinya. Ia lalu menatap iba ke arah Woobin.

“Maaf hyung, sebaiknya kau cari wanita lain saja. Author tidak pantas untukmu.”

“MWO?”

Sungyeol dan Narae cekikikan. Sepertinya sekarnag yang sulit move on adalah Woobin, bukan Sungyeol.

=FIN=

Akhirnyaaaaa… ini member terakhir dari Confession series. Lee Sungyeol ^o^. Kasih fotonya dulu ah…

gede banget fotonya *BIARIN* LOL

dan ini foto kakaknya Narae yang naksir abis sama author itu *dibakar*, Kim Woobin

121312_kim-woo-bin Ini dia ff terakhir dari confession series. Maaf ya author numpang juga di ff ini HAHAHAHA

 Seperti biasa, Author rada ngga rela kalau ff author itu sudah mau abis. Mungkin karena bakal kangen ama komen-komen readers yang udah ngikutin series ini kali ya T___T. Terima kasih buat readers yang mau ngeluangin waktunya buat ngebaca ff ini dan ngasih like serta komennya juga. Author sangat senang menerima itu semua. Baik itu komen, pujian, atau kritikan, semua author terima dengan lapang dada. Semoga ff-ff author juga bisa menghibur hari-hari readers, karena tujuan bikin ff ini selain nyalurin hobi menulis, juga pengen menghibur. hehehe..

anyway…

sampai ketemu di ff author yang lain yah ^_^

50 responses to “Confessions – Sungyeol: Stupid and Selfish Me

  1. author! ada kali satu taun aku nunggu series ini kelar! mana biasku ditaruh paling belakang lagi. udah nunggu-nunggu sungyeol punya dari lama. huhuuuu
    tapi untung deh, ditamatin sama author. nggak digantungin di tengah2. hahahaha.
    btw, author maksa banget sih woobin naksir author -___-
    tapi krn author nggak jomblo2, boleh dong aa woobin buat reader aja? *colek manja* hahahaha
    ditunggu ff infinite selanjutnya yaaaaaa~~ ({})

  2. hahahha,..
    si cowok cantik sungyeol,..
    kkkk,..
    aish sungyeol, keterlaluan sekali kamu, gk cocok tw wajah kamu nyakitin cew kyk gitu,..
    lalalala….
    cie yg ngelamar,.. 😀

  3. Ini part yg terakhir ya, meskipun lama menunggu tapi puas sama hasilnya.
    Yg jadi favorit aku confessionnya Sunggyu, tapi yg ini juga bagus, sebenarnya berharap ini full komedi,secara yg jadi castnya si Yeol,tapi dialog2nya cukup menarik,apalagi pas author disebut2, itu lucu menurut saya.
    Tetap bikin ff infinite ya,fighting

Leave a comment