Black Swan – Chapter 2


Black Swan

| Genre : Life, Romance |

|Rating : General |

| Cast : Lee Taemin, Byun Baekhyun, Song Dayeon |

Disclaimer : Plot, karakteristik, dan cerita sepenuhnya hasil imajinasi saya, Enny Hutami. Seluruh pemeran punya orangtua masing-masing kecuali Song Dayeon yang keberadaannya entah ada atau tidak.

© Copyright EnnyHutami’s Fanfiction 2013

Previous : Chapter 1

~œ Swinspirit œ~


“Juara kedua kompetisi balet di Rusia?”

Dayeon menganggukan kepalanya dengan senyum bangga tersungging di bibirnya.

Guru berambut pendek dengan poni yang dikesampingkan ke kanan yang duduk di balik mejanya di depan Dayeon terus saja memperhatikan list prestasi milik Dayeon. Dan, hampir semua prestasi yang tertera di sana adalah kompetisi balet dan beberapa untuk kompetisi matematika.

“Prestasimu sangat bagus.” Puji guru itu sambil mendongakan kepalanya menatap Dayeon. “Dan, kau ikut dua kali kompetisi di luar negeri. Daebak!”

Senyum Dayeon semakin lebar walaupun ini bukan pujian pertama yang ia dengar. Tapi, ia sangat bangga pada kerja kerasnya selama ini.

“Apa kau masih menari?” tiba-tiba guru itu bertanya.

Senyum Dayeon perlahan memudar dan ia diam cukup lama. Membuat guru itu merasa bersalah karena bertanya seperti itu saat ia melihat raut wajah Dayeon yang berubah.

“Maaf, aku tidak bermaksud…,”

“Tidak apa-apa.” Sela Dayeon dengan memaksakan senyumnya. “Aku berhenti menari untuk sementara waktu.” Katanya menjawab pertanyaan guru itu.

Karena melihat senyum yang dipaksakan itu dari bibir Dayeon, guru itu justru semakin merasa bersalah. Lalu, ia bangun dari duduknya, membawa beberapa bahan ajarnya, dan mengajar Dayeon untuk masuk ke kelas saat dering bel terdengar.

Kajja.” Ajak guru itu dan berjalan di depan dengan Dayeon mengikuti di belakangnya.

Begitu Dayeon masuk ke dalam kelas barunya, suasana kelas yang tadinya mulai hening kini kembali ribut karena kedatangannya sampai-sampai guru yang kini berdiri di sebelahnya harus memukul meja dengan tumpukan buku dan map yang ia bawa.

“Tenang!” kata guru itu sedikit berteriak. Dayeon hanya tersenyum bersahabat pada teman-teman barunya.

Setelah murid-murid itu mulai diam, barulah guru itu berbicara. “Kelas kita memiliki murid pindahan.” Katanya. “Nak,” lalu ia mengendikkan bahunya, menyaratkan agar Dayeon memperkenalkan dirinya.

“Song Dayeon imnida.” Katanya memperkenalkan diri. “Saya pindahan dari Seoul. Salam kenal semuanya.”

“Dayeon-a, kau bisa duduk di sebelah Baekhyun.” Dari tempatnya duduk, Baekhyun memutar bola matanya. Bisa ia lihat juga bahwa teman-teman sekelasnya—termasuk Eunji yang duduk di depannya—menoleh ke arahnya. “Atau mungkin kau mau duduk sendirian?” guru itu membuat dirinya memilih.

Err, aku duduk bersama Byun Baekhyun saja.” Begitu Dayeon memilih, sontak teman-teman barunya itu langsung mengalihkan pandangannya dari Baekhyun ke Dayeon. Dayeon hanya balas menatap mereka dengan pandangan heran tanpa tahu apa masalahnya.

“Murid pindahan.” Eunji yang duduk di depan Baekhyun mengangkat tangannya. Membuatnya menjadi pusat perhatian untuk sesaat. “Bagaimana kau tahu nama lengkap Baekhyun? Kau mengenalnya?”

Sebelum menjawa, Dayeon melirik ke arah Baekhyun terlebih dahulu. Ia lupa bahwa di sini ia hanya murid pindahan.

Saat mata Dayeon dan Baekhyun bertemu, Baekhyun menatapnya tajam dan menggelengkan kepalanya sedikit agar tidak ada yang menyadari ia berkontak dengan Dayeon.

Dayeon balas menatap Baekhyun sinis bercampur kesal. “Aku… tinggal di rumahnya.” jawaban Dayeon membuat suasana kelas menjadi riuh kembali. Sedangkan Baekhyun mengumpat dalam hati.

Bahkan guru di samping Dayeon sedikit speechless mendengarnya. Lalu, “Baiklah, Dayeon-a, kau bisa duduk di tempatmu.” Ujarnya agar ia bisa memulai pelajaran.

Kemudian Dayeon duduk di kursi kosong di sebelah Baekhyun yang masih menatapnya tidak percaya. Saat ia sudah menaruh tasnya di bawah, ia melirik Baekhyun dan tersenyum mengejek padanya.

Membuat Baekhyun kehilangan kata-kata. Ia tidak tahu bahwa ada gadis yang seberani ini padanya kecuali Eunji.

Baiklah. Bertambah satu lagi gadis yang akan bersikap semena-mena dan tidak takut pada ucapan pedas ataupun tatapan tajam Baekhyun. Terlebih lagi ia akan melihat Dayeon setiap hari di rumahnya.

~œ~œ~œ~

Lorong sekolah langsung dipenuhi oleh murid-murid yang keluar dari kelasnya seakan baru saja keluar dari tahanan saat bel berdering. Dayeon membereskan semua bukunya yang ada di atas meja dan menaruhnya di laci.

Kemudian ia mengeluarkan ponsel yang ia non-aktifkan sejak kemarin. Ia memilih untuk mematikan ponselnya karena ia tahu bahwa teman-temannya akan mengiriminya pesan singkat dan bertanya kenapa ia tidak masuk sekolah, atau mungkin kabar bahwa dia keluar dari sekolah sudah tersebar.

Begitu ponselnya kembali aktif, Dayeon menghela nafasnya dan menopangkan dagunya pada telapak tangan. Banyak sekali pesan masuk dan juga panggilan tak terjawab.

Ia sudah tahu siapa-siapa saja, dan apa isi pesan singkat itu. Jadi, ia kembali menon-aktifkan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas.

Ya, murid pindahan,” Dayeon menoleh saat Baekhyun yang duduk di sebelahnya berbicara padanya dengan nada monoton seperti kemarin. “Kau gila? Atau kau kehilangan akalmu?”

Ya, ya, ya!” Eunji membalikkan badannya dan memukul kepala Baekhyun dengan buku super tebalnya. “Jangan berkata seperti itu pada orang yang tinggal denganmu!” omelnya pada Baekhyun, membuat Dayeon terkekeh.

Baekhyun melotot pada Eunji, tapi tidak mengatakan sesuatu. Ia hanya berdiri dan bergegas pergi dari kelas. Ia tidak tahan berada di tengah-tengah Eunji dan Dayeon. Bisa-bisa ia sakit kepala jika terus-terusan di sana.

Jadi, kemana ia harus pergi? Ke kantin? Tidak. Ia tidak suka tempat ramai seperti kantin dan lapangan sekolah. Sebelumnya ia jarang sekali keluar dari kelas pada jam pelajaran kecuali jika terpaksa—seperti Eunji yang menariknya ke kantin atau ke perpustakaan, dan karena guru memanggilnya.

Akhirnya langkah Baekhyun mengarah ke gedung belakang yang jarang dilewati murid, guru atau staff sekolah. Ia pun langsung duduk di anak tangga yang bersih dari lumut. Jika dilihat seperti ini, petugas kebersihan tidak membersihkan sekolah dengan rata. Tempat yang penting dan sering didatangi oleh guru dan murid saja yang bersih dan terlihat indah. Tidak pada tempat yang sepi pengunjung seperti ini.

Tangannya menyentuh bagian kepala yang tadi kena pukul oleh Eunji dengan buku sejarah yang super tebal. Ia berpikir, bagaimana bisa ada gadis seperti itu padahal banyak gadis yang melihat mata Baekhyun saja tidak berani. Memukul, melototi, dan lainnya.

Ingin sekali Baekhyun membuat Eunji berhenti berbuat semena-mena padanya. Tapi, ia tidak tahu bagaimana caranya lagi. Eunji bahkan kebal dengan kata-kata sinis dan tatapan tajamnya.

“Eum… sunbaenim.”

Baekhyun menoleh ke belakang dan mendongakan kepalanya untuk bisa melihat wajah seorang gadis yang baru saja memanggilnya. Gadis itu memakai seragam yang sama dengan yang Eunji dan Dayeon gunakan. Rambut hitamnya dibiarkan terurai tanpa poni dengan bandana berwarna putih bermotif bunga melekat indak di kepalanya.

Namun, kening Baekhyun berkerut bingung. Kenapa gadis itu tahu kalau dirinya berada di sini? Kemudian ia berdiri dan memandangi gadis di depannya itu dari atas ke bawah.

“Kau mengikutiku?” tanya Baekhyun dengan nada yang terdengar monoton. Kini matanya menyipit karena satu-satunya alasan gadis itu berada di sini adalah karena mengikutinya.

“Eh?” gumam gadis itu sedikit panik karena ketahuan. “Ne.” Kemudian ia mengaku.

Baekhyun tidak menyahuti akuan gadis itu. Ia hanya mendengus merendahkan, membuat gadis itu menundukan kepalanya. “Kenapa kau mengikutiku?” tanyanya langsung pada inti.

“Itu…,” kelihatannya gadis itu mulai merasa takut pada Baekhyun karena cara bicara dan menatapnya. Lalu, tangan kanannya yang mengenakan jam tangan kecil berwarna merah jambu merogoh saku seragamnya. Dan sebuah amplop surat sudah berada ditangannya.

“Tolong bacalah.” Kata gadis itu lagi sambil mengulurkan kedua tangannya ke depan, tepat di depan wajah Baekhyun.

Baekhyun menatap datar gadis itu. “Aku tidak butuh.” Katanya, masih dengan nada yang monoton. “Aku tidak menyukai gadis penguntit.” Lalu berlalu pergi meninggalkan gadis yang kini terlihat syok karena ditolak mentah-mentah dengan kalimat yang kejam oleh Baekhyun.

Gadis itu memang cantik. Tetapi, ia bukan tipenya sama sekali. Dan juga ia tidak ingin melibatkan diri pada kisah-kisah roman yang menurutnya kekanakan seperti itu.

~œ~œ~œ~

Taemin melirik sekilas ke arah Dayeon yang tengah mengobrol bersama Eunji saat ia masih sibuk dengan tugas dari pelatih dari klub tari untuk mendata murid tahun pertama ataupun murid baru yang ingin masuk ke dalam klub.

Ia teringat bagaimana ekpresi Dayeon saat ia mengintip ke dalam ruang tari. Ekpresi itu menyaratkan bahwa ia sangat senang melihat ruangan itu. Dan, bisa Taemin duga bahwa Dayeon adalah seorang penari. Entah darimana pemikirannya itu datang, tapi ia sangat yakin.

Lalu Taemin membereskan buku-buku yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya dan berdiri sehingga membuat kursi yang ia duduki bergeser ke belakang.

“Murid pindahan.” Panggil Taemin pada Dayeon yang masih bercanda dengan Eunji ketika ia sudah berada di samping meja yang berada di hadapan Dayeon.

Dayeon dan Eunji mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara Taemin yang halus.

“Kwon sonsaeng memintaku untuk mengajakmu berkeliling.”

Begitu Taemin mengatakan maksud tujuan memanggil Dayeon, gadis itu langsung tersenyum cerah kemudian mengangguk. Wajahnya seperti anak kecil yang terjebak di dalam tubuh tinggi yang proposial khas remaja berusia tujuh belas tahun.

“Eunji-ya, kau ikut tidak?” tawar Dayeon pada Eunji yang masih duduk di bangkunya.

Eunji melirik Taemin sekilas dengan pandangan heran, lalu kembali menatap Dayeon. “Aku di sini saja.” Tolaknya sambil menggelengkan kepalanya.

Masih dengan senyumnya, Dayeon bangkit berdiri. “Kalau begitu, aku pergi.” Ucapnya, lalu beranjak keluar kelas dengan Taemin yang mengekor di belakang.

Selama mereka berdua berjalan beriringan di sepanjang lorong gedung dan mengelilingi sekolah, Taemin selalu aktif untuk membangun percakapan dan Dayeon membalas dengan manis. Beberapa kali juga Dayeon tertawa karena Taemin melontarkan gurauan.

“Tentang klub sekolah, kau berencana akan masuk klub apa?” tanya Taemin saat mereka berdua berjalan di luar gedung sekolah menuju beberapa lapangan sekolah.

Dayeon tidak langsung menjawab. Ia memutar otaknya sebentar, lalu menggeleng. “Aku tidak berpikir untuk bergabung dalam klub manapun.” Jawabnya.

Taemin memiringkan kepalanya sedikit. “Wae?” tanyanya hati-hati.

Bibir Dayeon mengerucut saat ia berpikir, membuatnya terlihat semakin imut. Lalu, “Dari awal masuk sekolah, aku tidak mengikuti klub apapun. Aku tidak aktif di sekolah.” Jawabnya lagi dengan kekehan yang membuat Taemin ikut tersenyum. “Kau sendiri bergabung di klub apa?”

Kening Taemin berkerut saat mendengar pertanyaan Dayeon. “Bukankah sudah kuberitahu tadi pagi?” ia justru balik bertanya.

“Pagi tadi?” Dayeon mencoba mengingat.

Taemin pun mendengus setengah tertawa melihat reaksi bingung Dayeon. “Ketua klub tari,”

“Ah! Aku lupa. Maaf, ya?” sela Dayeon sebelum Taemin menyelesaikan kalimatnya.

“Sudah ingat?” tanya Taemin memastikan. Dayeon mengangguk.

Kemudian langkah Dayeon terhenti saat ia berdiri di sebuah pintu dari ruang tari. Ia mengintip ke dalam untuk melihat lagi ruang tari tersebut. Dan, Taemin sadar akan itu.

“Kau mau masuk ke dalam?” tanya Taemin.

Dayeon menoleh cepat ke Taemin. “Bolehkah?” tanyanya.

Taemin mengangguk dengan senyumnya yang bisa membuat gadis manapun meleleh—namun kelihatannya tidak pada Dayeon yang tidak merasakan apapun. Lalu ia merogoh saku seragamnya, dan sebuah kunci tergelantung ke bawah dengan bagian atas dipegang oleh jari telunjuk dan ibu jarinya.

“Oh?” gumam Dayeon sambil menunjuk kunci yang dipegang oleh Taemin. “Aku lupa kau memegang kunci ruang ini.”

Taemin tidak membalas. Ia hanya tersenyum, lalu membungkuk kecil untuk memasukkan ujung kunci pada lubang berbentuk yang terdapat di bawah kenop pintu.

Setelah bunyi kecil yang khas pada saat membuka kunci pintu, barulah Taemin membuka pintunya dan mempersilahkan Dayeon untuk masuk lebih dulu.

Dayeon pun masuk ke dalam dan matanya langsung menjelajah ke sekeliling ruangan. Walaupun ruangan itu tidak sama persis dengan ruang latihannya, tapi ruangan ini lebih luar dan terlihat cukup untuknya berlatih.

“Taemin-a,” Dayeon cepat-cepat berbalik ke arah Taemin dan memanggilnya. Taemin menoleh. Lalu, “Apa aku boleh meminjam ruangan ini saat kosong sepulang sekolah?” tanyanya dengan pandangan berharap.

Taemin balas menatap Dayeon heran. “Untuk apa?” tanyanya balik.

Namun, bukannya menjelaskan apa maksud ia meminjam ruang tari, Dayeon justru menautkan jari-jari pada kedua telapak tangannya dan menaikannya sampai tangan tersebut berada di depan dadanya. Gaya khas seorang gadis yang tengah meminta sesuatu.

“Boleh, ya? Aku janji akan membersihkan ruangan ini setelah selesai.” Dayeon mengubah mimik wajahnya semenjanjikan mungkin agar Taemin memperbolehkannya menggunakan ruang tari.

“Aku tidak tahu…” Taemin menggantungkan kalimatnya. Ia berpura-pura untuk terlihat seperti sedang berpikir. Namun dalam hatinya, ia dengan senang hati akan meminjamkan ruang tari itu untuk Dayeon jika ruangan tersebut tidak sedang digunakan.

Raut wajah Dayeon berubah lagi menjadi sedikit kecewa. Taemin diam-diam tersenyum melihatnya. Lalu ia tertawa dan menyubit kedua pipi Dayeon.

“Aku bercanda.” Ujarnya masih tertawa.

Namun Dayeon tidak menanggapinya. Ia yang merasa terkejut atas perlakuan Taemin yang mencubit pipinya dengan pelan mencoba melepaskan kedua tangan Taemin dari pipinya.

Taemin yang menyadari langsung melepaskan tangannya dan berdeham. “Maaf.” Katanya. Lalu, “Kapan kau mau menggunakan ruangan ini?” Tanyanya untuk mengganti suasana canggung.

“Sepulang sekolah, kalau ruangan ini kosong.” Jawab Dayeon.

“Apa?”

Dayeon menggaruk belakang kepalanya dengan raut wajah polos. “Tidak boleh, ya?” tanyanya.

“Bukan begitu,” sahut Taemin merasa serba salah. “Tapi—”

“Aku akan menjaga ruangan ini tetap bersih.” Sela Dayeon dengan pandangan memohon. “Boleh, ya, ya, ya?”

Rengekan Dayeon membuat Taemin diam seribu bahasa. Seperti sebelumnya, ia sangat mudah merubah pikirannya ketika melihat seorang gadis merengek kepadanya. Entah mengapa, hal ini membuatnya kesal setengah mati.

“Baiklah.” Ucap Taemin mantap tanpa memikirkan bagaimana reaksi jika anggota klubnya itu tahu tentang ini.

~œ~œ~œ~

Terik matahari mulai pudar dan digantikan oleh cahaya jingga dari balik awan tanda hari berganti sore. Baekhyun menghela nafasnya saat ia berdiri tepat di depan pagar yang terbuat dari kayu berwarna gelap yang tinggi.

Kepalanya menoleh ke arah kiri begitu ia merasakan ada yang sedang memperhatikannya.

Memang benar dugaannya bahwa ada seseorang yang tengah memperhatikannya, namun ia tidak bisa melihat seseorang tersebut karena sebelum Baekhyun melihatnya dengan jelas, orang tersebut sudah menghilang.

“Kau baru pulang?” Dayeon yang kini memakai celana sepanjang betisnya dengan kaus lengan pendek datang sambil membawa sekantung plastik dari arah yang sama dengan yang dilewati Baekhyun tadi.

Baekhyun tidak menanggapi pertanyaan Dayeon, ia hanya menatap plastik yang dibawa Dayeon kemudian masuk ke dalam. Membuat Dayeon memanyunkan bibirnya kesal, lalu ikut masuk ke dalam rumah.

“Apa masakan kesukaan ibumu?” tanya Dayeon pada Baekhyun sambil berjalan ke arah dapur.

Baekhyun yang berada di anak tangga pun berhenti dan berbalik. “Kenapa bertanya?” tanyanya balik.

Masih tanpa melirik ke arah Baekhyun, Dayeon mengeluarkan semua bahan masakan yang baru saja ia beli. “Ibumu bilang dia akan pulang telat. Jadi, biar aku saja yang memasak.” Katanya. “Oh, mungkin aku bisa buatkan masakan kesukaan ayahmu. Bagaimana?”

Baekhyun mendengus, lalu membalikkan badannya untuk kembali ke kamarnya yang berada tepat di depan kamar Dayeon. “Buat apa saja yang kau inginkan.” Ucapnya acuh, membuat lagi-lagi Dayeon memanyunkan bibirnya kesal.

“Ada apa dengan orang itu?” gerutunya. Kemudian ia menguncir rambutnya habis, lalu mulai mencuci bahan makanan yang sudah tersedia di depannya dan memasak.

Sekitar satu jam berlalu, ibu Baekhyun pulang dengan wajah lelahnya. Saat ia melihat Dayeon di dapur tengah menyicipi masakannya, wajah lelah ibu Baekhyun berubah cerah kembali. Pertama kalinya setelah ia tidak tinggal dengan orangtuanya lagi ada seseorang yang memasak untuknya setelah berkerja.

“Kau memasak?” tanya ibu Baekhyun dengan senyum lebarnya tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu dan justru menghampiri Dayeon di dapur.

Dayeon mengangkat kepalanya sedikit kemudian memindahkan masakannya dari penggorengan ke atas piring. “Mm,” angguknya. “Sejak kecil, eomma selalu mengajariku memasak. Dan, saat eomma sakit, akulah yang membuatkan makanan untuk kami.”

“Ibumu pasti sangat bangga memiliki anak sepertimu.” Pujian ibu Baekhyun membuat Dayeon tersenyum malu. Lalu, “Apa Baekhyun sudah pulang?” tanyanya seraya mengalihkan pandangannya ke langit-langit sebentar.

“Sudah,” jawab Dayeon. “Kurasa dia di kamar.”

Kemudian ibu Baekhyun membalikan badan dan pergi ke kamarnya yang berada di lantai satu meninggalkan Dayeon sendirian di dapur untuk membersihkan badan. Tak sampai sepuluh menit, ia kembali ke dapur dan membantu Dayeon menempatkan semua makanan ke atas meja makan.

“Dayeon-a,” panggil ibu Baekhyun begitu semua makanan sudah berada di atas meja makan.

Ne?” sahut Dayeon.

Sebelum ibu Baekhyun mengatakan apa yang ia ingin katakan pada Dayeon, suara bel terdengar dan membuatnya langsung bergegas membukakan pintu rumah karena ia tahu bahwa yang datang adalah suaminya.

“Dayeon-a, panggil Baekhyun dan suruh bersiap untuk makan malam.” Ujarnya dengan melirik ke arah Dayeon sejenak sebelum ia bergegas untuk membukakan pintu.

Dayeon mengangguk seraya menggumamkan kata setuju sambil melepas celemek yang ia pakai, kemudian langkahnya menuju ke lantai dua untuk memanggil Baekhyun.

Saat ia sudah berada di depan pintu kamar Baekhyun, ia mengetuk pintunya terlebih dahulu dengan pelan. “Baekhyun-a,” akhirnya ia memanggil karena tak ada sahutan dari dalam.

Lama-lama Dayeon memicingkan matanya karena tak kunjung ada jawaban dari dalam. “Apa sih yang dilakukan orang ini di dalam?” gerutu Dayeon, kemudian mengetuk pintu di hadapannya lagi. Kali ini dengan sedikit lebih keras. “Byun Baekhyun!” panggilnya.

Wae?”

Dayeon meloncat seketika ketika mendengar suara berat milik Baekhyun dari belakangnya yang kini mengenakan kaus polos berwarna hitam dengan rambut yang masih basah. Alhasil, kepala Dayeon terbentur dengan pintu sangking kagetnya ia dengan suara Baekhyun yang tiba-tiba terdengar di belakangnya. Dayeon pun mengelus kepalanya sambil mengucapkan sumpah serapah pada Baekhyun yang membuatnya kaget.

Wae?” tanya Baekhyun sekali lagi dengan nada yang sangat tidak ramah. “Kenapa memanggilku?”

“Makan malam siap.” Jawab Dayeon ketus, lalu bergegas pergi menuju meja makan sambil terus mengelus bagian kepalanya yang masih terasa sakit.

~œ~œ~œ~

Kini kamar Dayeon sudah penuh dengan pakaian dan barang-barang yang baru saja ia keluarkan dari koper besar miliknya dan juga kardus-kardus berukuran sedang. Karena ia terlalu lelah untuk mengeluarkan barang-barangnya dari kardus, akhirnya ia memilih untuk membereskannya sekarang.

Ia mengeluarkan kotak musik kecil berwarna merah jambu dari dalam salah satu kardus. Ketika ia membuka tutupnya, sebuah penari balet dengan pakaian yang sangat cantik muncul diikuti dengan lagu yang indah.

Kotak musik ini adalah pemberian dari ibunya saat ia berusia delapan tahun. Kata ibunya, kotak musik ini adalah hadiah pertama yang ayahnya berikan saat Dayeon belum lahir ke dunia ini. Walaupun kotak musik ini berusia lebih tua daripada Dayeon, tetapi karena ibunya sangat ulet merawatnya, kotak musik tersebut tidak rusak termakan waktu.

Bogoshippeo, eomma,” gumamnya seraya menatap lurus ke depan, ke arah kotak musik tersebut.

Kemudian suara khas pintu terbuka terdengar oleh telinga Dayeon, membuatnya cepat-cepat memutar tubuhnya ke belakang—karena kebetulan ia sedang membelakangi pintu.

“Perlu bantuan?” ternyata ibu Baekhyun. Tidak seperti anaknya, ibu Baekhyun sangat ramah, baik, dan lembut.

Dayeon tersenyum seraya mengangguk pelan tanda mengiyakan tawaran ibu Baekhyun.

Ibu Baekhyun pun ikut duduk di samping Dayeon dan mencoba mengeluarkan barang-barang Dayeon yang ada di dalam salah satu kardus di hadapannya. Kemudian, matanya menangkap kotak musik yang baru saja Dayeon ingin letakkan di atas meja belajarnya.

“Oh, bukankah itu milik Oh Raim?” ibu Baekhyun menunjuk kotak musik tersebut.

Dayeon menoleh dengan heran, kemudian melirik kotak musiknya sekilas. “Iya, ini milik eomma.” Jawabnya. Benar, Oh Raim adalah nama dari ibu Dayeon. “Bibi tahu?” kemudian ia bertanya.

Ibu Baekhyun mengangguk. “Saat itu, bibi dan paman sudah berkencan lebih dulu dibanding orangtuamu. Dan, saat ulangtahun ibumu, ayahmu datang ke paman untuk bertanya tentang hadiah yang cocok untuk ibumu.” Ia mulai cerita. Dayeon pun dengan senang hati mendengarkan ceritanya.

“Karena saat itu bibi sedang bersama paman, jadi bibi bertanya apa yang disukai dari ibumu. Dan, dia bilang ibumu menyukai tari balet. Dia penari yang cantik dan hebat. Jadi, bibi menyarankan kotak musik itu padanya.”

Tanpa sadar Dayeon tersenyum mendengarnya. Ia tidak pernah melihat ayahnya gugup dan bingung seperti itu sebelumnya. Dan, ia ingin melihat ayahnya seperti itu lagi. Saat ia gugup dan bingung karena ibunya.

“Oh, ya, Dayeon-a,” ibu Baekhyun mencoba menarik perhatian Dayeon lagi. “Bagaimana di sekolah? Kau tidak kena bullying, bukan, karena kau pindah sekolah di pertengahan semester?”

Dayeon tertawa. Tawanya terdengar renyah seperti ia sudah kembali lagi. “Tidak, bi. Aku justru sudah mendapat dua teman. Salah satunya teman dekat Baekhyun.”

Kening ibu Baekhyun berkerut. “Baekhyun? Teman dekat?” tanyanya heran, membuat kening Dayeon ikut mengerut heran. “Baekhyun memiliki teman?”

Memangnya apa yang salah dengan itu? Separah itukah Baekhyun di mata ibunya sendiri? Batin Dayeon. “Mm, dia punya teman dekat.” Ujarnya. “Memangnya bibi pikir dia tidak punya teman?”

Terlihat sekali bahwa ibu Baekhyun hendak mengatakan sesuatu jika dilihat dari gerak bibirnya yang terbuka dan menutup kembali. Ia terlihat ragu dengan apa yang ingin ia katakan.

“Bukan begitu…” ibu Baekhyun menggantungkan kalimatnya. Alih-alih melanjutkan kalimatnya, ia justru menanyakan hal lain. “Dayeon-a, kalau ada yang menganggumu, kau bisa meminta bantuan Baekhyun. Mengerti?”

Dayeon diam cukup lama sebelum ia menganggukkan kepalanya. Ia sedikit curiga dengan sikap ibu Baekhyun. Namun, ini sama sekali bukan urusannya walaupun ia tinggal di sini.

Kemudian suara decitan pintu terdengar lagi. Kali ini Baekhyun. “Bibi Woo menelfon.” Beritahunya dengan nada monoton seperti biasa.

“Oh, ya?” gumam ibu Baekhyun sambil bergegas berdiri dan pergi. “Bibi tinggal dulu, ya.” Lalu ia pergi.

Setelah punggung ibu Baekhyun tidak terlihat lagi, Dayeon kembali melanjutkan aktivitasnya membereskan barang-barangnya.

“Oi, murid pindahan,” panggil Baekhyun yang kini berdiri dalam kamar Dayeon, di depan daun pintu. Dayeon mendongakan kepala sambil memperlihatkan tatapan bertanya. “Jangan berbicara denganku di sekolah. Kecuali benar-benar perlu.” Ucapnya. Entah mengancam atau apa.

Wae?” Dayeon memiringkan kepalanya bingung. “Lagipula, semua murid di kelas tahu jika aku tinggal di sini.”

Baekhyun hanya menghela nafasnya sambil menatap Dayeon tajam. Dan, tanpa mengatakan sepatah katapun, ia pergi dengan menutup pintu kamar Dayeon pelan.

Setidaknya, orang itu masih memiliki sopan santun walaupun menyebalkan, menurut Dayeon.

Kemudian ponselnya berdering, membuat Dayeon menoleh dan langsung berdiri untuk mengambil ponselnya yang ia letakan di atas tempat tidurnya. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.

[Kau bisa menggunakan ruang tari besok sepulang sekolah. Jaga tetap bersih^^ – Lee Taemin]

Mata Dayeon langsung bersinar cerah. Lee Taemin… walaupun ia baru mengenalnya kemarin, tetapi ia sangat baik padanya. Jadi, besok ia bisa mulai berlatih lagi, walaupun sendirian.

~œ To be continue œ~

64 responses to “Black Swan – Chapter 2

Leave a comment