The Winter Tragedy

Ini bukan ff ditjao, melainkan ff titipan dari salah seorang teman. Harap memberikan apresiasi berupa komentar setelah membaca ya, terima kasih sebelumnya.

The Winter Tragedy

THE WINTER TRAGEDY

Fanfiction and Poster By Finessa

Casts: Byun Baekhyun & Kim Taeyeon \\ Genre: Angst, Drama \\ Length: 2962 words

Disclaimer:

Storyline and idea are mine.

No bash, No silent readers

I really beg you not stealing my storyline.

Enjoy!

.

.

.

Byun Baekhyun terus berlari menerobos lautan manusia.

‘2 menit lagi…’ Pria itu mendesah pelan saat mendapati jarum panjang akan segera bergerak menuju angka 12, yang berarti dia hanya memiliki waktu 2 menit sebelum subway sampai di stasiun.

Nafasnya tersenggal-senggal. Ini kali pertama Baekhyun pulang agak malam. Hari ini hari pertama Baekhyun konsultasi skripsi bersama dosennya, yang hanya punya waktu konsultasi pukul 5 kebawah, yang membuat Baekhyun terpaksa mengejar-ngejar jadwa subway seperti ini. Yah, memang tidak ada yang bisa dilakukannya lagi, kalau mau lulus harus berkonsultasi, dan Baekhyun sudah cukup muak belajar dan ingin segera lulus dari statusnya sebagai mahasiswa.

Tepat ketika kakinya menapak di lantai peron, subway tujuan Nowon–rumahnya tiba. Buru-buru pria itu masuk ke dalam subway dan menghempaskan diri ke salah satu tempat kosong yang tersisa. Baekhyun mengatur detak jantungnya yang bertalu-talu di dalam dadanya.

‘Rasanya bisa sakit jantung kalau harus terus-terusan mengejar subway seperti ini.’

Baekhyun mendesah dalam hati lalu mengusap keringat yang membasahi wajahnya. Napasnya mengepul-ngepul di udara, pertanda bahwa Seoul sudah memasuki musim dingin, musim yang paling ia benci. Musim yang merengut kebahagiaannya.

*

Baekhyun mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dan menyipitkan matanya sesaat setelah ia melihat pemandangan aneh itu; seorang perempuan dengan topi putih bundar berpinggiran lebar dengan posisi wajah yang menunduk ke bawah, tangan kanannya menggenggam setangkai mawar, yang dari sudut pandang Baekhyun, mawar itu sudah lebih buruk dari kata ‘layu’.

Yang diamati tampaknya sadar, dan menoleh ke arahnya.

‘yeppeo.’ Kata pujian itu otomatis keluar di benak Baekhyun saat melihat wajah wanita itu. Wanita itu duduk di seberang tempat duduknya. Wajahnya putih pucat tanpa rona di pipinya, bibirnya tipis dan kering, kedua pasang matanya menghadirkan kelembutan sekaligus ketulusan yang tidak pernah Baekhyun lihat di mata wanita manapun selain ibunya yang, well, sudah pergi bersama maut 3 tahun yang lalu.

Wanita itu tersenyum tipis ke arahnya dan Baekhyun hanya bisa membalas senyum itu kikuk. Jantung pria itu (lagi-lagi) bermarathon.

‘Wanita ini aneh.’ Bakehyun bergumam sambil berusaha menghentikan lompatan-lompatan kecil dari dalam dadanya.

*

LAGI. Baekhyun berlari-lari menuju stasiun subway yang terletak agak sedikit jauh dari kampusnya. Kali ini irama larinya ia percepat karena salju sudah mulai turun dan ia tidak membawa syal atau sarung tangan, hanya sebuah mantel tipis yang sebenarnya tidak terlalu membantu. Sama seperti kemarin, ia sampai tepat beberapa detik sebelum subway-nya tiba.

Baekhyun menggosok-gosokkan tangannya dan melangkah masuk ke dalam. Tiba-tiba gerakannya terhenti. Ia terkesiap. Wanita itu, wanita aneh yang kemarin tersenyum kepadanya duduk lagi di tempat yang sama persis seperti kemarin, dan dengan mawar di tangan kanannya dan tetap dengan topi putih aneh di kepalanya.

Pertanyaan demi pertanyaan berputar dalam kepalanya, dan ia memutuskan untuk menuntaskan rasa penasarannya dan duduk disamping gadis itu. Benar-benar disampingnya! Baekhyun sendiri tidak menyangka ia dapat berbuat se-agresif ini dan seniat ini. Dadanya mulai melonjak-lonjak tak karuan, ada sesuatu dalam diri wanita ini yang membuatnya merasa nyaman, merasa tetap ingin berada di dekatnya.  Jantung pria itu mulai berdesir lembut.

 “Kau penasaran?”

Baekhyun menoleh dan menatap lama wanita di depannya itu.

“Bagaimana kau tahu bahwa aku penasaran?” Baekhyun menatap wanita itu dengan semua perasaan campur aduk membuncah dari dalam dadanya.

“Semuanya sudah terbaca dari ekspresimu tempo hari.” Wanita itu tersenyum tipis. Wajahnya tampak lelah dan lebih pucat dari yang ia lihat kemarin.

Baekhyun mengalihkan pandangannya dari mata wanita itu.

‘jadi wanita ini memperhatikan aku?’ Baekhyun merasakan pipinya dijalari kehangatan, dan semburat merah muncul di pipi putihnya.

“Sebentar lagi aku mati…” wanita itu menunduk dan menatap mawar yang sudah ia genggam.

Baekhyun memutar badannya dan menatap wanita itu sejenak.

“Kenapa mati?” Baekhyun mengerutkan dahinya.

“Karena waktuku sebentar lagi.”

*

Kim Taeyeon menunduk menatap bunga mawar dalam genggaman tangannya.

‘Sudah hari kelima. Dan kelopak kelima.’ Taeyeon tersenyum tipis menatap kelopak-kelopak bunga yang makin layu setiap harinya. Hawa musim dingin mulai mengusik tengkuknya, tetapi ia tidak peduli. Ia harus menjaga kelopak-kelopak bunga itu agar tidak lepas dari tangkainya. Seakan-akan bila ia menjaganya, ia akan menunda waktu kematiannya.

Gadis itu kembali merasakan tatapan hangat yang ditujukan kepadanya, dan ia mendapati pria itu lagi. Pria yang kemarin berhasil membuat jantungnya berdetak gila-gilaan. Pria yang untuk pertama kali dalam hidupnya berhasil membuat pipinya dijalari rasa hangat. Pria yang pertama kali dalam hidupnya bisa membuatnya menahan senyum malu seperti ini. Pria yang membuat hatinya berdentum-dentum dengan irama tak karuan.

Betapa terkejutnya Taeyeon saat tiba-tiba pria itu berjalan ke arahnya dan duduk di sampingnya. Lagi-lagi jantungnya berdegup dengan kecepatan tak karuan. Ia rasa jantungnya benar-benar sudah tidak beres.

‘Apakah pria ini menyukaiku?’

‘Apakah pria ini memperhatikanku?’

Taeyeon menundukkan wajahnya sedikit–berusaha menyembunyikan wajahnya saat memikirkan pernyataan-pernyataan yang bergejolak dalam hatinya. Tapi tiba-tiba kepalanya mulai berpikir,

‘Atau dia hanya kasian? Atau penasaran? Atau melihatku sebagai orang aneh?’ Taeyeon mendengus pelan saat menyadari, bahwa dirinya sudah tidak sesempurna dulu–dirinya yang cantik, dirinya yang mempunyai banyak teman, dirinya yang selalu diperhatikan semua orang, yang ada sekarang hanyalah dirinya yang kusam, pucat, dan menyedihkan. Taeyeon harus menerima kenyataan itu, dan tidak boleh mengharapkan lebih dari apa yang ia punya sekarang, karena setidaknya Tuhan telah memberikan nafas untuknya, well, setidaknya sampai hari ini. Dan itu sudah lebih dari cukup untuknya.

“Kau penasaran?” Taeyeon bergumam pelan. Tapi ia yakin pria itu dapat mendengar pertanyaannya.

“Bagaimana kau tahu bahwa aku penasaran?”

Taeyeon menoleh ke arah pria itu dan tersenyum tipis ke arahnya.

“Semuanya sudah terbaca dari ekspresimu tempo hari.” Taeyeon menjawab ringan. Ia memperhatikan ekspresi pria itu. Pria itu mengalihkan pandangannya. Taeyeon dapat melihat rona merah di pipi pria itu.

Gadis itu tersenyum kecil memperhatikan pria itu.

‘Kau manis sekali…’ Taeyeon bergumam dalam hati sambil terus memperhatikan tingkah pria di sampingnya yang kikuk dan manis. Tiba-tiba ia tersentak. Seakan-akan ia sadar akan sesuatu.

‘Pria ini… tidak boleh menyukaiku. Pria ini… setidaknya tidak boleh memiliki gelagat menyukai wanita seperti aku.’

“Sebentar lagi aku mati…” Taeyeon berkata agak sedikit lantang. Pria itu menoleh dan menatapnya bingung.

“Kenapa mati?”

Jika Taeyeon dapat memilih, apakah ia harus menjawab pertanyaan ini atau mati sekarang, ia pasti akan lebih memilih mati daripada harus menjawab sesuatu yang akan mebuatnya dadanya bertambah sakit dan pilu. Tetapi akhirnya ia tetap menjawab pertanyaan itu.

“Karena waktuku sebentar lagi.” Taeyeon tersenyum samar. Senyum yang ia keluarkan untuk menahan agar air mata tidak membasahi pipinya. Taeyeon menatap pria itu nanar.

Tetapi pria itu tersenyum dan meremas pergelangan tangannya. Ia dapat merasakan telapak tangan pria itu sedingin salju.

“Kau bisa bercerita padaku. Aku senang mendengar cerita. Siapa tau aku bisa membantumu?”

Taeyeon membeku. Ia meremas remas tangannya. ‘Tidak boleh seperti ini Kim Taeyeon…’ Taeyeon menghela nafas panjang dan melepaskan tangannya dari genggaman pria itu. Bibirnya sedikit bergetar.

“Tidak usah sok peduli. Tidak usah sok mengenalku. Tidak usah kasihan kepadaku. Aku sudah cukup dikasihani. Dan lagi, aku tidak butuh tambahan orang untuk menangisi hari kematianku di kemudian hari.”

“Aku tidak sok peduli. Aku memang peduli. Hatiku ingin agar aku peduli kepadamu. Saat melihatmu kemarin, satu hal yang terbersit di kepalaku, aku ingin melindungimu.”

“Wae?” Taeyeon menatap pria itu bingung.

“Karena kamu… adalah kamu. Ada sesuatu yang membuat kamu spesial di mataku.” Pria itu tersenyum kecil.

Taeyeon tidak kuat lagi untuk menahan rasa sesak di hatinya.

‘Bagaimana bisa… Bagaimana bisa seorang pria tidak dikenal datang kepadanya dan mengatakan peduli kepadanya, sementara teman-temannya yang sudah lama mengenalnya malah pergi meninggalkannya?’ butir-butir lembut itu akhirnya mengalir dari sudut mata gadis itu.

“Yaa! Kenapa menangis? Uljima!”

Taeyeon tersenyum tipis melihat pria itu panik. ‘Dia terlalu manis, oh Tuhan!’ Taeyeon menyimpan perkataan itu dalam hati dan menjulurkan tangan ke arah pria itu,

“Kim Taeyeon.”

Pria itu dengan senang hati menjabat tangan Taeyeon dan membalas, “Byun Baekhyun. Senang bertemu denganmu!” Lalu pria itu tertawa. Dan Taeyeon ikut tertawa. Tawa pertama yang tulus ia berikan setelah mengetahui kenyataan pahit dalam hidupnya setahun yang lalu.

*

Hari ini Baekhyun tidak ada jadwal konsultasi dengan dosennya, berarti dia bisa pulang lebih cepat.

“Yaa! Byun Baekhyun! Ayo kita main sepak bola!” Chanyeol merangkul pundaknya dari belakang.

“Maaf, aku tidak bisa hari ini. Ada sesuatu lebih penting dari sepak bola.”

“Mwoya? Tumben sekali. Ada apa? Kau baru punya pacar ya?” Chanyeol menatapnya dengan tatapan penuh selidik.

Seketika muka Baekhyun berubah menajdi merah. “Jangan ngawur! Sudah sana-sana ajak yang lain saja.” Baekhyun mendorong-dorong Chanyeol dan tertawa-tawa ringan saat melihat sahabatnya mendengus kesal.

Baekhyun tersenyum kecil dan berjalan keluar dari area kampusnya. Tidak berbelok kiri ke arah stasiun, ada sesuatu yang harus disiapkannya.

*

Tepat pukul 05.05 PM, subway berhenti dan Taeyeon melihat pria itu, Byun Baekhyun, masuk ke dalam subway. Kali ini tidak terengah-engah seperti yang ia lihat sebelumnya, tetapi apa yang dilihatnya lebih mengejutkan dari apa yang ia bayangkan.

“Hai, noona.” Baekhyun menghempaskan tubuhnya ke samping Taeyeon. Taeyeon tidak sempat membalas sapaan Baekhyun. Matanya sibuk mengamati apa yang dipegang Baekhyun.

“Apa yang kau lakukan?” Taeyeon mengarahkan pandangannya ke pangkuan Baekhyun.

“Oh, astaga, aku hampir saja lupa memberikanmu ini. Aku terlalu senangnya melihatmu lagi, noona!” Baekhyun terkekeh-kekeh, tidak menyadari bahwa wajah perempuan di sebelahnya itu sudah merona merah ulah perkataan Baekhyun kepadanya.

“Ini noona. 40 mawar. Kemarin kau cerita kepadaku, bahwa 6 hari yang lalu, pamanmu yang seorang dokter, yang tiap hari kau kunjungi, memberikanmu setangkai bunga mawar. Dan ia bilang padamu, kan, kalau usiamu sebenarnya hanya sebanyak kelopak bunga mawar itu? Dan noona, kau kenapa mempercayainya dan mencabuti satu kelopak setiap harinya?” Baekhyun menatap Taeyeon gusar dan menyodorinya satu buket mawar.

“40 mawar untukmu, percayalah, hidupmu akan lebih panjang dari seluruh kelopak mawar yang ada dalam buket ini!” Baekhyun tersenyum lembut dan meraih mawar layu di tangan kanan Taeyeon dan memasukkannya ke dalam sakunya.

Taeyeon meraih buket itu dan menaruhnya di pangkuannya. Wanita itu memberikan senyuman tipis kepada Baekhyun, dan bergumam pelan,

“Baekhyun-ah, aku sakit. Aku tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi.” Taeyeon tersenyum nanar.

Baekhyun menggelengkan kepalanya, “Tidak boleh seperti itu noona, penyakit akan terus menggerogoti tubuhmu, kalau kau tidak lawan dengan semangat untuk sembuh. Noona, aku bukan siapa-siapa, tapi cobalah percaya padaku, percaya bahwa umurmu lebih dari kelopak bunga 40 mawar.”

Lagi, air mata mengalir di pipi Taeyeon, ia sudah tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang memperhatikan mereka bingung. Ia menangisi dirinya sendiri. Ia menyesal. Ia menyesal telah bertemu Baekhyun. Ia tidak ingin merasa dicintai di saat-saat akhir ajal hidupnya. Lebih baik ia mati sendiri, daripada mati meninggalkan orang yang dicintainya dan mungkin… mencintainya.

*

Gadis itu duduk di samping jendela kamar tidurnya. Adiknya selalu sudah terlelap sebelum ia sampai rumah.

Ia memandangi awan-awan kelabu yang menaungi langit malam itu. Bahkan suasana hatinya lebih gelap dari langit malam itu. Lebih kelabu dari hati siapapun juga. Lebih dingin, kelam, dan kusam dari langit musim dingin.

Itu. Itulah perasaanmu, ketika tahu bahwa hidupmu sebentar lagi berakhir. Hanya tinggal sepanjang kuku jarimu. Taeyeon mengalihkan pandangannya ke arah mawar-mawar di tangannya.

‘Kenapa… kenapa pria ini harus memberikan setitik harapan lagi? Kenapa? Tidak bisakah aku hidup dengan tenang di saat-saat hidupku tinggal beberapa hari lagi? Kenapa dunia ini tidak adil padaku?’

Taeyeon membiarkan buliran air mata itu menyelusup keluar dari kelopak matanya. Membiarkan genangan kesedihan membanjiri seluruh hatinya. Sebab, dia tidak ingin, dan tidak boleh jatuh cinta di saat seperti ini.

*

Sudah empat, bahkan lima hari, Baekhyun tidak lagi menjumpai Taeyeon. Tepatnya, gadis itu menghilang dari pandangannya. Menghilang begitu saja. Tidak muncul lagi di dalam subway. Tetapi sayangnya terus muncul dalam mimpi-mimpinya.

Pria itu baru pertama kali merasakan love at the first sight. Cinta yang benar-benar tulus ia berikan kepada seorang perempuan kecuali ibunya. Cinta yang ingin melindungi, merengkuh, dan menyayangi apa adanya.

Tetapi kenapa… Kenapa saat ia ingin melindungi, justru gadis itu menghilang. Gadis itu terlalu polos. Bahkan untuk mengetahui bahwa ia harus dilindungi dan terlebih harus dibahagiakan. Gadis itu terlalu polos untuk mendapat derita hidup seberat ini.

“Baekhyun-ssi?”

Pria itu menoleh dan mendapatkan Taeyeon berdiri di hadapannya. Benar-benar berdiri di hadapannya. Seakan-akan semua malaikat mendengarkan semua permohonannya untuk bertemu dengan gadis itu, setidaknya hanya untuk melihat bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja.

“Noona-ya, kau kemana saja selama 5 hari ini? Aku…. Aku… Aku setengah mati khawatir menunggumu setiap hari, berpikir apakah kau baik-baik saja.” Baekhyun menggigit ujung bibirnya dan menarik gadis itu untuk duduk disampingnya.

Di tengah kebisingan stasiun subway, Baekhyun dapat mendengar jelas perkataan Taeyeon yang menusuk hatinya sangat dalam,

“Baekhyun-ssi, aku benar-benar tidak bisa dan tidak mau melakukan apapun lagi. Aku hanya ingin menunggu. Jadi, tolong. Tolong jangan memberikanku harapan, yang pada akhirnya harapan itu akan hancur lebur. Seperti boneka salju di tengah musim dingin yang akan meleleh saat musim semi tiba. Seperti itu. Sesakit itu. Jadi, lebih baik kau tidak usah memperhatikan aku lagi. Karena aku… tidak memerlukannya lagi.”

Baekhyun tidak dapat mendengar apapun lagi, jari-jarinya membeku di tempat, kepalanya seakan-akan dihantam batu beratus-ratus kali, hatinya sendiri sangat sangat sungguh teramat tidak siap mendengarkan perkataan itu dari mulut Taeyeon.

“Noona, kenapa begini?” Baekhyun menatap nanar perempuan disampingnya. Ingin rasanya pria itu merengkuh tubuh lemah perempuan itu. Ingin rasanya ia memberikan penghiburan kepada perempuan ini. Tapi, semua jarinya terasa kaku, waktu berjalan terlalu cepat untuknya.

*

Gadis itu tetap tidak menoleh ke arah Baekhyun, dengan topi lebar yang masih ia kenakan di atas kepalanya, ia berusaha menyembunyikan bibirnya yang sudah mulai bergetar menahan tangis dan rasa sesak dari dalam dadanya.

‘Kenapa… dalam waktu seminggu aku tidak dapat melepaskan seorang pria seperti ini…’ Taeyeon meringis dalam hati.

‘Hati pria ini terlalu baik. Terlalu polos. Terlalu sempurna untuk dimiliki seorang gadis aneh seperti aku–yang selalu menyembunyikan wajah dibalik topi aneh ini, menyembunyikan sejuta kekhawatiran hidup yang kurasakan setiap harinya. Kenapa aku harus bertemu denganmu, Baekhyun-a?’ Taeyeon merasakan pundaknya bergetar pelan.

‘Aku tidak boleh menangis jika tidak ingin dikasihani lagi.’ Gadis itu bertekad sangat kuat. Menghapus air mata di kedua pipinya, lalu tiba-tiba seluruh tubuhnya terasa kaku, tidak bisa digerakkan. Bukan karena udara musim dingin yang menggigit, bukan karena penyakit yang terus menerus menyerang otaknya. Tapi karena sepasang tangan yang menangkup tubuhnya sekarang ini.

“Baekhyun-ssi, tidakkah kau mendengar apa yang…”

“i’m really really in love with you noona-ya. Bisa kah kau tolong jangan ucapkan kata-kata yang sangat ingin membuatku bunuh diri?”

Taeyeon terpaku di tempat duduknya.

“Bisakah setidaknya jika kau tidak percaya padaku, bahwa umurmu akan jauh lebih panjang dari 40 mawar yang aku berikan, setidaknya tolonglah agar aku bisa membuatmu bahagia sebelum kau pergi.”

Taeyeon mengatupkan bibirnya rapat-rapat. ‘Bukannya aku tidak percaya, bukannya aku ti…’

“Bisakah setidaknya aku menunjukkan seberapa besar aku menyayangimu noona-ya? tahukah kau, bahwa kau orang pertama yang kuanggap spesial. Satu-satunya perempuan yang hidup di dunia ini yang kuanggap spesial. I’m falling in love with you, even from the first time i saw you, noona.”

“Untuk apa aku bahagia, jika aku tahu aku akan menderita?” Taeyeon berusaha menguatkan hatinya dan mempertahankan kekuatan dan benteng yang ia buat agar tidak runtuh karena pria yang tengah merengkuh tubuhnya ini.

“Karena setidaknya hari ini kau masih diberi nafas, dan kau harus bahagia dengan kenyataan itu, Taeyeon noona.”

*

Baekhyun melepaskan rengkuhannya dan menatap kedua manik mata gadis di depannya dan tersenyum lebar.

“Noona, percayalah padaku, bahwa aku benar-benar akan membuatmu bahagia…” Baekhyun menatap Taeyeon dalam, seakan menanamkan kepercayaan melalui kedua matanya.

Taeyeon menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tidak bisa, ia tidak bisa lagi. Ia tidak bisa lagi berusaha kuat melihat ketulusan pria di depannya ini. Gadis itu mengangguk pelan.

Baekhyun langsung mendekap tubuh gadis itu begitu melihat anggukan wanita itu. Mendekapnya erat-erat, berusaha memberikan kekuatan kepada gadis itu.

“Nan jeongmal saranghae baekhyun-a.” Taeyeon berbisik pelan di telinga Baekhyun. Pria itu hanya bisa memeluk gadis itu makin erat. Ia tidak ingin melihat noona kesayangannya ini berlinang air mata lagi, ia sudah memutuskan untuk membahagiakan gadis di dalam pelukannya ini. Pria itu berjanji. Pria itu sungguh berjanji.

*

{2 weeks later}

Baekhyun menggenggam sebuket mawar segar. Kali ini, bukan bewarna merah, melainkan putih. Ia berjalan tegap membelok ke arah petak yang ia tuju. Hanya ada beberapa orang mengelilingi tempat itu. Baekhyun dengan perlahan meletakkan sebuket mawar itu diatas batu dimana terukir nama gadis yang disayanginya–Kim Taeyeon.

Ia mengeluarkan kertas yang sudah terlipat rapih dari kantung celananya dan ia letakkan disamping buket mawar putih itu. Pria itu tidak menangis, tidak tersenyum. Ia hanya semakin membenci. Ia semakin membenci musim dingin. Dimana semua orang bersenang-senang menyambut gumpalan salju yang turun, atau sibuk mempersiapkan natal, bulan-bulan penuh nyanyian gembira, tapi itu semua tidak berlaku bagi Baekhyun. Setelah kematian ibunya, sekarang kepergian gadis yang dicintainya membuatnya semakin membenci musim dingin.

“Baekhyun oppa,…”

Baekhyun menoleh dan mendapati adik dari gadis yang disayanginya memberinya secarik kertas surat dengan tulisan tangan yang sangat rapih. Ia sudah dapat menduga-duga bahwa itu adalah tulisan noona-nya. Noona yang disayanginya.

“Baekhyun-ah, terima kasih atas waktu yang kau berikan kepadaku.

Terima kasih sudah berusaha membuatku bahagia sebelum aku pergi.

Aku menyadari bahwa dengan bahagia, aku dapat menghadapi sesuatu dengan tenang.

Terlebih dengan adanya dirimu disampingku.

Terima kasih sudah ada untukku.

I love you before and after the death apart us, Byun Baekhyun.”

Baekhyun meremas kertas itu. Ia benci harus seperti ini. Ia benci harus kembali menghadapi dunia ini sendiri. Ie memasukkan kertas itu ke dalam saku celananya.

Salju mulai turun agak banyak. Baekhyun ingin segera pergi dari tempat yang telah menjadi tempat akhir noona kesayangannya. Ia menoleh. Memastikan bahwa kertas yang ia taruh masih berada disana. Sayangnya kertas itu sudah hilang. Mungkin terbang, mungkin terbawa hujan salju yang terus-menerus menyiksa kota Seoul. Baekhyun mendesah pelan dan berjalan meninggalkan kompleks pemakaman itu menggadeng adik kecil Taeyeon. Di dalam hatinya hanya akan ada Taeyeon, dan selamanya hanya akan ada gadis itu yang mengisi relung hatinya.

*

“Dear the angel from heaven,

Please bring this woman into the most beautiful place in the heaven.

Because she really deserves it.

She is tough,

She is brave,

She is the only one that shining on the winter.

She’s the winter rose, the only one that can blooming my smile on this season.

I hate winter. And all of these winter tragedies on my life will be paid off, if you give the most beautiful place for my mother and Kim Taeyeon, my dearest noona.”

-kkeut-

 

Writer’s note:

Hai hai~ Maaf ya kalo ceritanya weird, kurang menarik, dan gak dapet feelnya ;u; oleh karena itu aku butuh komen kalian agar nantinya fanfictionku jadi lebih bagus dari sebelumnya^^ mohon bantuannya ya. 감사합니다.

31 responses to “The Winter Tragedy

  1. Keren thor!!
    kasian banget sama Baekhyunnya 😦
    udah bagus thor tapi feelnya dikit lagi aja dapet ^^

Leave a reply to Finessa Cancel reply