[Sequel of MWAG] Tian Mi Mi (Chapter 1)

SAH

Title     : Tian Mi Mi

Genre  : AU, Romance, Marriage Life

Main Cast: Lu Han, Ariel Lau (OC)

Other Cast : Find by yourself

Rating : 17 +

Length : Multi chapter

Auhtor : Chang Nidhyun (@nidariahs)

Cover by :

***

Selama ini, Luhan hanya tahu jika ia lah yang paling kekanakan di antara mereka berdua –Ariel dan Luhan. Dan hari ini, Luhan justru diberi kejutan besar ketika Ariel memboyong semua barang-barangnya yang tertinggal di Korea beberapa bulan lalu, puluhan boneka berwarna-warni dengan berbagai macam ukuran. Dan yang membuat Luhan bergidig ngeri, ketika ia menemukan boneka berkepala manusia –ada wajah pria bernama Shim Changmin di salah satu boneka itu, Luhan dapat membacanya karena tertulis terlalu jelas di sana.

Luhan menggaruk tengkuknya, kemudian membuang napasnya perlahan. Ia bahkan tidak sadar telah menahan napas sejak 15 detik lalu, sejak sekumpulan benda berbulu itu memenuhi ruang tamu apartemennya. Jangan tanya bagaimana dengan Ariel, gadis itu sama sekali melupakan Luhan dan lebih tertarik untuk menyapa puluhan ‘anak-anaknya’.

“Kau suka boneka?” tanya Luhan akhirnya, setelah belasan menit mencerna kejutan besar yang diberikan Ariel hari ini. Luhan mungkin hampir lupa, Ariel baru berusia 22 tahun. Di umurnya saat ini, Ariel masih belum bisa dikatakan benar-benar dewasa secara psikologis. Oh, jadi sekarang Luhan mengakui pernikahan mudanya?

Ariel tersenyum sambil mengangguk semangat, “Sangat. Aku membawa semua bonekaku dari Kanada ke Cina, kemudian aku membawa semua bonekaku ke Korea setelah menyelesaikan satu semesterku di sana,” kenang Ariel tanpa menoleh ke arah Luhan.

Namun tiba-tiba, Ariel mengambil sebuah boneka beruang besar berwarna coklat tua dan memeluknya erat, “Hallo Luhan sayang,” Ariel mulai bersuara kembali, kali ini bersuara cempreng sambil menggerakan tangan si boneka, seolah-olah boneka itu lah yang bicara, “Namaku Andy. Aku adalah boneka kesayangan Ariel, Henry yang memberikan ini untuknya saat ulang tahun dulu. Romantis bukan?” kemudian Ariel langsung tertawa keras, seolah-olah ia menyaksikan dirinya sendiri beratraksi barusan –sayangnya Luhan tidak merasa itu lucu. Ia hanya tersenyum dengan lengkungan bodoh, Luhan bahkan tidak berani membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya saat ini

“Yeah, aku sangat suka boneka,” kata Ariel akhirnya setelah tawanya mereda. Matanya berpencar, menyentuh satu persatu boneka yang kini mengelilingi ruang tamu apartemen ini. Ada banyak kenangan yang tersipan pada tiap boneka yang dimilikinya, alasan kenapa Ariel selalu ingat nama dan kapan ia memiliki boneka tersebut pertama kali.

“Luhan, bagaimana jika aku titip ini di ruang kerjamu? Sebagian lagi kita taruh dikamar…”

Itu-ide-buruk. Luhan ingin berteriak sekeras-kerasnya jika itu ide tergila yang pernah didengarnya. Tinggal bersama puluhan boneka yang menyakiti matanya? Oh astaga. Ini benar-benar bisa membuatnya frustasi. Boneka-boneka ini terlalu ramai, dan Luhan butuh ketenangan tiap ia lelah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana pusing kepalanya bertambah saat melihat boneka-boneka ini.

“Luhan? Boneka rusa ini cantik, bukan?” Ariel tiba-tiba mengangkat boneka berbentuk rusa dengan wajah yang aneh –menurut Luhan, “Boneka kelinci ini juga lucu…” Ariel kali ini mengambil boneka yang lain, “Lihat! Warna bulunya mirip dengan warna celana pendekmu…”

“Yaa!”

Ariel terkekeh dengan tangan masih menggantung di udara, tentunya masih menyentuh boneka dengan warna mencolok itu –merah muda, “Aku tidak tahu kenapa kau selalu memilih celana pendek berwarna terang. Pink? Peach? Scarlet? Celana box…”

“Baik, baik,” Luhan pun buru-buru menghentikan lidah Ariel yang mulai mengomentari milik pribadi Luhan, “Jadi…kau ingin menaruh ini di kamar kita dan…”

“Ruang kerjamu,” sahut Ariel cepat, ia sedikit merapatkan tubuhnya ke sisi Luhan yang kini telah duduk di sampingnya, “Kau mau kan? Kau setuju, kan? Kecuali jika kau membuatkan ruang khusus boneka dan…”

Selanjutnya telinga Luhan tak lagi mendengarkan celotehan Ariel. Matanya terlanjur terpatri pada salah satu boneka berwarna putih, boneka beruang dengan tangannya yang memegang hati. Dan yang menjadi masalah adalah, tulisan pada hati di tangan boneka itu.

“Dear my lovely girl, Ariel Lau. Happy birthday ❤
from your idiot boy, Park Chan Yeol”

Luhan kembali memutar bola matanya, mencari lagi boneka-boneka menyebalkan yang mungkin sejenis. Lagipula siapa itu Chanyeol? Bukankah pacar Ariel semasa sekolah hanya Yixing? Kenapa tiba-tiba ada nama lains elain Yixing dan Baekhyun?

Dan lagi, Luhan menemukannya lagi, kali ini hanya bertuliskan, “Our 100 days… Yixing & Ariel”. Yeah, hanya. ‘Hanya’ yang membuat dada Luhan tiba-tiba bergemuruh tanpa alasan. Tapi Luhan masih memaklumi soal Yixing, Ariel tidak lagi kembali ke Korea semenjak mereka menikah, juga setelah mengakhiri hubungannya dengan Yixing…mungkin.

Luhan mendesah panjang. Lalu untuk apa nama Chanyeol masih berkeliaran di sekitar Ariel?

Dan sekali lagi, dada Luhan seperti dihantam dengan sebuah palu dengan sangat keras yang berakhir dengan dengusan pasrah…

“I Love You Ariel Lau…
Stephen Oh”

 

***

 

Luhan masih menatap tiap barang milik Ariel. Mulai dari buku, pakaian, sampai boneka. Tidak ada gaun, alat kosmetik, atau apapun itu. Bahkan semua sepatu Ariel adalah sepatu kets yang semuanya hampir berwarna hitam.

Saat ini Ariel sedang bereksperimen di dapurnya. Dan Luhan lebih memilih untuk terkejut melihat hasil makanan yang dibuatnya nanti, akhirnya Luhan memilih pergi ke kamar dan mengecek barang Ariel sekali lagi. Yeah, mengecek atau…mencari sesuatu.

Luhan tidak yakin dengan apa yang sedang dicarinya saat ini. Tapi jika dipikir sekali lagi, sebenarnya Luhan belum benar-benar mengenal siapa itu Ariel. Bukannya Luhan tidak mempercayai Ariel, hanya saja…Luhan merasa ia perlu tahu beberapa hal yang mungkin belum ia ketahui.

Seperti Park Chanyeol yang kemungkinan besar adalah mantan kekasihnya, atau Stephen Oh yang mungkin pernah menyatakan cintanya pada Ariel. Ya. Luhan penasaran dengan semua itu. Karena sejauh ini, Ariel lebih sering menceitakan kakak-kakaknya ketimbang kisah masa lalunya.

Dan setelah 15 menit mencari sesuatu yang Luhan sendiri tidak tahu apa, akhirnya Luhan memilih menyerah…sampai ia menemukan laptop lama Ariel. Ya. Mungkin ia bisa mencari sesuatu di sana.

 

***

 

Ariel kembali mengangkat kepalanya, sedikit menyampirkan anak rambutnya yang mulai berjatuhan ke depan. Kemudian ia tersenyum melihat butir tipis salju putih yang menari-nari dan perlahan menyentuh tanah. Musim dingin selalu memiliki kesan tersendiri, setidaknya bagi Ariel. Selain libur panjang yang selalu terjadi saat masa sekolah, musim dingin juga adalah waktu yang tepat untuk berkencan di bawah tarian salju, dan juga ulang tahun.

Diam-diam, Ariel menarik sudut bibirnya. Kemudian ia memutar kepalanya ke samping kanan, tepat ke arah Luhan yang masih menatap lurus jalan di depannya. Oh, bagus sekali Luhan. Kau membuat mood Ariel turun karena tatapan mendung dan wajah yang kusutmu itu.

“Kau baik-baik saja?” Ariel melingkarkan tangannya di lengan Luhan. Tidak biasanya Luhan akan diam seperti ini jika mereka sedang berkencan. Luhan tidak sedang ada masalah, bukan?

Luhan menoleh ke arah Ariel, kemudian menggeleng pelan. Meyakinkan wanita itu jika saat ini Luhan baik-baik saja, meskipun bohong. Luhan kembali memutar kepalanya ke depan. Tadinya ia tidak ingin mengamini keinginan Ariel untuk jalan-jalan sore seperti sekarang, dan Luhan tidak bisa menolak. Yeah, tidak masuk akal saja Luhan tiba-tiba menolak untuk berduaan dengan Ariel setelah berminggu-minggu meninggalkannya.

“Kau yakin?” Ariel kembali bertanya, merasa ada yang salah dengan jawaban Luhan barusan.

Luhan mendengus pelan dan kembali menoleh ke arah Ariel, “Tidak ada. Percayalah. Aku baik-baik saja.”

Ariel hanya tersenyum agak masam. Apanya yang tidak apa-apa? Jelas-jelas pria itu terus mengunci lidahnya, menghindari tatapan matanya, bahkan Luhan sama sekali tidak memegang tangannya –ayolah, ini adalah jam kencan mereka setelah berminggu-minggu Ariel harus mengalah dan berjalan-jalan sendirian, dan Luhan memperlakukan Ariel seperti ini ketika berkencan.

Karena sama-sama kesal, akhirnya Ariel pun melepaskan lingkaran tangannya di lengan Luhan. Harusnya Ariel yang masih marah saat ini, karena Luhan sama sekali belum menepati janjinya untuk mengganti warna rambutnya kembali hitam.

“Kau mau makan? Aku agak lapar,” kata Luhan saat tidak sengaja mendapati sebuah restoran italia bergaya minimalis di samping kanan.

Ariel tidak yakin, tapi akhirnya ia mengangguk saja. Toh, daripada ia dan Luhan meneruskan jalan-jalan tidak jelasnya hari ini, “Baiklah.”

Luhan pun langsung menarik Ariel untuk menyebrangi jalan, mendatangi restoran bergaya minimalis dengan dinding berwarna gading. Yeah, seuah restoran yang sebenarnya tidak terlalu asing bagi Luhan…

 

***

 

“Kita akhiri saja, sampai disini.” Kim Taeyeon sama sekali tidak menatap wajah Baekhyun saat mengatakannya. Tidak ada nada yang bisa menggambarkan bagaimana isi hati Taeyeon sebenarnya, terutama setelah mengatakan kata-kata keramat yang membuat dadanya bergemuruh hebat.

Tidak. Bukan hanya Taeyeon yang merasa terganggu dengan kalimat itu, bahkan kalimat itu berhasil membuat dada Baekhyun jungkir balik. Sakit. Ada rasa sakit yang menjuntai hebat di dalam dadanya.

“Kau mulai lagi, Nuna…” Baekhyun menundukkan kepalanya, menatap minuman panasnya yang suhunya sudah menurun. Ini bukan kali pertama Taeyeon mengajaknya untuk mengakhiri hubungan mereka, tapi entah mengapa kali ini rasanya Baekhyun ingin menyerah saja.

Taeyeon mendengus pelan, akhirnya ia mau memutar bola matanya untuk menatap Baekhyun, “Orang tuaku meminta kepastian, Baek…maksudku jika kau mau mencoba untuk bergabung dengan perusahaan, mungkin Abeoji akan berpikir ulang…”

“Perusahaan bukan tempat yang cocok untukku, Kim Taeyeon,” Baekhyun berujar tegas, “Kau tahu bahkan aku mengambil Bahasa Inggris karena tidak ada pilihan lain. Aku menyerah saat mengambil Jurusan Business Management, dan akhirnya aku berhenti meskipun baru satu semester aku menjalaninya. Dan karena pertemuanku dengan Wendy, akhirnya dia membantuku untuk masuk ke jurusan Sastra Inggris dengan beasiswa dari pamannya.”

Iya. Taeyeon tahu, dan Taeyeon benar-benar ingin mengatakan itu pada Baekhyun sekarang. Ia mengerti semua tentang Baekhyun, sama seperti bagaimana Baekhyun mengerti dirinya. Tapi saat ini kondisinya lain, ia dan Baekhyun bukan lagi remaja yang masih memikirkan dan membesarkan masalah hati dan cinta.

Ini tentang masa depan, dan Taeyeon sama sekali tidak bisa membangkang ayahnya hanya karena cinta semata. Ia tidak bisa meskipun ia ingin, ia tidak bisa meskipun ia mencintai Baekhyun dengan perasaan yang amat besar.

“Tapi jika kau tidak mau mencoba…”

“Baiklah, kita putus,” sergah Baekhyun cepat. Ia tidak ingin mendengar apapun lagi yang bisa mengganggu hatinya. Ia tahu pekerjaannya sebagai seniman teater sama sekali tidak akan menjamin masa depan Taeyeon. Itu bukanlah pekerjaan yang terlalu membanggakan. Dan meskipun ia mencoba membuka restoran sekarang, semua itu sama sekali belum cukup untuk mengejar ataupun menyamai status Taeyeon sebagai putri konglomerat sekarang.

Baekhyun masih muda, ia masih berusia 24 tahun*, ia baru saja lulus dan memulai karirnya. Sementara Taeyeon telah menjadi wanita dewasa dengan karir yang bisa dikatakan matang, bahkan Taeyeon sudah menyelesaikan S2-nya, dan sudah seharusnya Taeyeon telah memikirkan masalah pernikahan.

“Kau tahu, kau berhak bahagia. Dan aku juga tidak dapat menjamin kebahagiaan itu untukmu…”

 

***

 

Baekhyun tidak terlahir di keluarga miskin. Ayahnya seorang professor terpandang, dan ibunya seorang pemilik RS yang diwarisi dari kakek Baekhyun. Tapi Baekhyun tidak hidup dengan gelimangan harta orang tuanya, itu keputusannya setelah ia lulus kuliah dan mencoba untuk bekerja. Orang tuanya pun tidak mempermasalahkannya, bahkan mereka mendukung dan hanya memberikan fasilitas sebuah apartemen dan mobil yang kini dikendarainya.

Baekhyun ingin mandiri, itu saja. Ia laki-laki, dan ia ingin menjadi pria yang sukses karena kerja kerasnya, bukan koneksi dari siapapun. Itulah alasan mengapa ia memulai karirsnya dari Teater, Drama Musikal, dan semacamnya. Ia memiliki bakat di bidang tersebut. Ia juga menggunakan uang simpanannya untuk membuka restoran yang tidak terlalu besar, dan hasil bersihnya bisa dikatakan cukup untuk menghidupinya.

Baekhyun kembali menyentuh dadanya. Ia tidak pernah menyangka ia akan benar-benar putus dengan Taeyeonkarena masalah harta. Selama ini Taeyeon yang paling mendukungnya untuk semua pilihan Baekhyun, dan bahkan Taeyeon sering meyakinkannya jika Baekhyun mulai down.

Tapi ternyata, tetap saja hubungan ini berakhir karena sebuah status. Ia mengerti, ayah Taeyeon pasti ingin memiliki menantu yang jelas masa depannya, dan tentunya siap menikah kapanpun dengan Taeyeon. Sedangkan Baekhyun? Ia baru saja memulai, butuh beberapa waktu lagi baginya untuk menjadi mapan dan sukses.

Baekhyun setengah melamun ketika mengendarai mobilnya di jalan sepi, dan ia menyesali semua lamunannya saat mobilnya menyerempet seseorang hingga terjatuh.

Astaga…hari ini benar-benar.

 

***

 

Ariel mengernyitkan dahinya kurang suka ketika Wu Yifan tiba-tiba muncul dan menyapa Luhan dengan riang. Untuk menit pertama, Ariel hanya lalat di meja makan yang ditempatinya saat ini. Hingga akhirnya Wu Yifan menoleh ke arahnya dan tersenyum hangat –senyum yang lebih hangat dibanding terakhir Ariel bertemu pria tersebut.

“Hai Ariel, bagaimana kabarmu?” sapanya dengan hangat. Terdengar tulus, dan hal itu membuat Ariel menyapanya dengan tulus juga.

“Aku…baik, bagaimana denganmu?”

Yifan mengedikkan bahunya, “Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja,” katanya diakhiri dengan senyum di bibirnya.

Seramah apapun Yifan, setulus apapun Yifan menyapanya, tetap saja Ariel risih pada Yifan. Bagaimana ia mengingat semua masalalunya bersama Luhan, itu semua selalu berhasil menutup mata putihnya terhadap Yifan. Selalu ada saja yang membuatnya tidak nyaman, risih, atau apapun itu. Terlebih jika Yifan sudah mulai mengobrol dengan Luhan seperti sekarang.

Ia takut Yifan merebut Luhan. Ia takut Luhan kembali jatuh cinta pada Yifan. Ia amat sangat takut.

“Jadi…bagaimana dengan Fei? Dia tetap kembali ke Hong Kong?” pertanyaan itu berhasil menarik perhatian Ariel. Benar juga, bagaimana kabar Fei sekarang?

Sorot mata Yifan sedikit berubah setelah mendengar pertanyaan Luhan, “Ya. Kau tahu Fei tidak berani membangkan pada ibunya, atau karirnya akan berakhir.”

“Atau ia tidak bisa menemuimu lagi disini,” Luhan mencoba menebak. Yeah, baginya sangat mudah menebak jalan pikiran Fei jika semua sudah berhubungan dengan Wufan.

“Dia sangat mencintaimu,” kata Ariel tanpa sadar dengan tangan yang memutar-mutar cangkir cappuchino di depannya, “Kenapa kau tidak mencoba menerimanya saja…” ucapan Ariel terhenti saat Luhan menendang kakinya pelan, kemudian mata Luhan mengisyaratkan agar Ariel berhenti membahas hal tersebut.

Ugh, lihat. Sekarang Luhan malah lebih membela si tiang listrik.

“Tidak perlu seperti itu, Lu…” Yifan sedikit terkekeh melihat Luhan menegur Ariel lewat matanya, kemudian ia melanjutkan, “Bagaimana jika kau melihat koleksi binatangku yang baru. Mereka sangat cantik…”

Pet?” Ariel kembali menyambung ucapan Yifan, yang kemudian disambut anggukan semangat oleh Yifan.

“Kau mau melihatnya?” Yifan ikut antusias melihat Ariel antusias.

Luhan mendelik malas, “Jangan bayangkan ada kucing dan kelinci, Ariel Lau. Fanfan jenis manusia yang aneh, sama seperti koleksi binatangnya,” sayangnya tak satupun dari kedua mahluk yang memiliki kewarganegaraan Kanada itu mendenarnya. Mereka pergi begitu saja setelah sama-sama sepakat untuk melihat binatang peliharaan milik Wu Yifan.

 

***

 

“Maaf, Mrs. Aku tidak sengaja menyerempetmu tadi, aku sedang kalut…” kata Baekhyun dengan bahasa inggrisnya. Gadis yang diserempetnya bukan orang Korea, Baekhyun tahu setelah membawanya ke rumah sakit. Baekhyun menunduk menyesal melihat wanita dengan pakaian musim dinginnya yang modis tersebut, dengan kaki yang dibebat.

Wanita itu tersenyum ramah, senyum yang tidak terlalu asing bagi Baekhyun. Tapi ia tidak yakin siapa yang memilik senyum yang sama seperti gadis berwajah model dengan kaki jenjang nan caniknya yang baru saja terluka.

“Tidak apa-apa, kok. Aku tahu kau tidak sengaja,” katanya dengan nada lembut. Yeah, gadis ini pasti gadis anggun. Terlihat dari sikap dan pakaiannya.

“Whitney Lau! Kau gila! Bagaimana bisa kau terluka sebelum pemotretan!” seseorang memekik di balik punggung Baekhyun, dan itu berhasil membuat Baekhyun mengernyit bingung. Apa wanita yang baru saja datang itu menyebut…Whitney Lau?

“Tidak apa-apa, kok. Ini kan musim dingin, jadi mereka takkan memotret kakiku,” gadis itu sedikit bergurau.

“Namamu…Whitney? Bukannya Carissa?” Baekhyun menyela dengan bingung. Jelas sekali tadi Baekhyun mendaftarkan wanita itu dengan nama Carissa White, bukan Whitney…Lau.

“Carissa namaku sebagai model…”

“Dia yang menabrakmu?” wanita berambut pirang sepundak yang baru datang itu seolah akan memotong leher Baekhyun lewat tatapannya. Ganas sekali, dan itu berhasil membuat nyali Baekhyun sedikit menciut.

“Jangan begitu Lucy, dia tidak sengaja,” bela Carissa…ataupun Whitney pada Baekhyun.

“Tapi tetap saja!”

Baekhyun buru-buru membungkukkan badannya sungguh-sungguh pada wanita yang dipanggil Lucy tersebut, “Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja.”

Lucy hampir melabrak laki-laki itu lagi, tapi Whitney menahannya, “Tidak apa-apa. Kau bisa keluar dulu…Baekhyun? Namamu Baekhyun, kan? Aku ingin membicarakan sesuatu dengan manajerku.”

Baekhyun mengangguk mengerti, “Oh…ya, tentu saja…”

Baekhyun pun segera meninggalkan Whitney dengan Lucy dengan sedikit bingung. Demi Tuhan, ia yakin jika Ariel pernah menyebut ia memiliki kakak kembar, Henry dan Whitney. Dan sudah bisa dipastikan mereka akan bermarga Lau…

Baekhyun kembali menoleh ke belakang, gadis itu bukan kakak Ariel, kan? Harusnya kakak Ariel sedang kuliah, bukan menjadi model dengan nama Carissa White. Ya. Harusnya begitu…

 

***

 

“Wow wow! Lihat Luhan! Ular ini lucu sekali…” baik Luhan maupun Wufan hanya mengernyit ngeri mendengar pujian Ariel pada ular koleksi Wufan yang kini ditaruh di leher Ariel.

“Yak! Bagaimana jika ular itu menggigitmu!” Luhan sedikit mundur ketika dengan tengil Ariel memajukan kepala ular di pundaknya ke arah Luhan.

“Tidak akan, kok! Iya kan, Kris?” Ariel tersenyum lebar ke arah Wufan yang berdiri di sampingnya, bersiaga jika-jika ular di leher Ariel melakukan hal buruk –yeah, tidak ada yang tahu jika ular itu tiba-tiba mematuk Ariel ataupun melilit leher Ariel, kan?

“Kenapa memanggilnya Kris?” Luhan sedikit mendelik ketika Ariel tersenyum lebar seperti itu ke arah Wufan, bahkan Ariel memanggil Wufan dengan nama Kris! Hanya Fei yang biasanya begitu, dan tentu saja itu karena mereka sangat dekat, dan Ariel?

Wufan tersenyum kecil melihat tingkah kekanakan Luhan dimulai lagi, dengan tatapan tajam yang terlihat lucu dan tangan terlipat di depan dada, kebiasaan yang tidak pernah berubah jika ia sedang kesal.

“Memangnya kenapa? Kris namamu juga, kan? Boleh kan aku memangilmu begitu?” Ariel mengedipkan sebelah matanya ke arah Wufan yang membuat Wufan tertawa geli. Wufan sama sekali tidak menyangka Ariel bisa seaneh sekarang –bukan lagi gadis dingin yang hanya diam dan banyak menonton.

Wufan langsung tertawa keras melihat tingkah Ariel saat ini. Pantas saja Luhan bisa jatuh cinta dengan mudah dan tentu saja denan proses yang cepat pada Ariel, tentunya Wufan harus tahu jika Ariel bukan gadis biasa. Selain dapat mengerti Luhan dengan baik, ada banyak hal dalam diri Ariel yang bisa memagnet siapapun di sekitarnya.

“Kenapa kau suka mengoleksi binatang seperti ini?” tanya Ariel sambil mengembalikan ular di lehernya pada Wufan.

Dan Wufan hanya mengedikkan sebelah bahunya, “Dulu aku hanya mengoleksi kura-kura, iguana, tapi karena aku kesepian sekarang…jadi kupikir tidak buruk berteman dengan para hewan ini,” Wufan tidak bermaksud menyindir ataupun menyinggung hubungannya dengan Luhan. Ia hanya berkata jujur, entah kenapa.

Luhan tersenyum dengan nada bersalah, ia tahu Wufan-nya tidak bermaksud buruk, tapi tetap saja ia merasa tidak nyaman. Tapi rasa bersalahnya berubah menjadi jengkel saat Ariel justru mengusap pundak Wufan. Dan yang lebih menjengkelkan Ariel melakukannya tepat di depan mata Luhan.

“Kau pasti melewati masa sulit,” dan Wufan tersenyum penuh arti setelah Ariel melakukannya. selama ini hanya Luhan yang bisa mengerti banyak tentang dirinya, dan yang kedua adalah Fei. Meskipun gadis itu lebih sering menuntut ketimbang mendengarkan.

“Yeah, aku sudah cukup kebal dengan masa sulitku…” Wufan pun memindahkan ularnya kembali ke dalam kotak kaca yang menjadi kandangnya, “Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku,” Wufan tersenyum kecil.

Ariel menganggukkan kepalanya, memberi sinyal jika ia mengerti dengan apa yang diucapkan Wu Yifan, “Kau lebih dewasa daripada pria kekanakan ini,” Ariel memutar ekor matanya ke arah Luhan, dan alhasil Luhan langsung memelototi Ariel.

“Yak! Manis sekali kau Ariel Lau…” Luhan sedikit menekankan kata ‘manis’ pada Ariel. Oh Tuhan! Kenapa Ariel sangat menjengkelkan sekali hari ini.

Wufan tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, dalam diam ia menaruh rasa iri dan cemburu secara bersamaan. Well, ia ingin merasakan kebahagiaan yang dirasakan Luhan saat ini, sayangnya ia belum menemukan seseorang yang bisa diajak ‘berbahagia’ di masa depan. Dan…yeah, jangan berpikir jika Wu Yifan tengah membayangkan seorang gadis pengertian seperti Ariel. Meskipun ia menemukan seseorang seperti Luhan, ia rasa ia bisa merasa cukup bahagia.

 

***

 

30 menit sudah lebih dari cukup untuk Luhan mengajak Ariel untuk bertamu di rumah Wufan. Bagaimanapun ia menyukai Ariel sekarang, dan ia tidak memiliki rasa rela melihat Ariel dekat dengan laki-laki lain, bahkan Wufan sekalipun.

“Kau tidak tertarik pada Ariel, kan?” bisik Luhan setelah Ariel berjalan mendahuluinya ke tempat mobil Luhan diparkirkan.

Senyum di wajah Wufan sedikit kendur saat mendengar ucapan Luhan, kemudian digantikan dengan alisnya yang naik menandakan ia tidak mengerti dengan ucapan Luhan barusan, “Bagian mana yang membuatmu berpikir aku tertarik padanya?” tanyanya kemudian. Wufan tidak menemukan jawaban tepat untuk menjawab pertanyaan aneh Luhan.

Luhan menggelengkan cepat kepalanya, benar, ia salah bertanya, “Maksudku…jangan membuatnya tertarik padamu. Kau itu tampan untuk ukuran pria! Belum lagi kalian ini sama-sama sok kebaratan, jadi jangan terlalu dekat-dekat dengannya.”

Luhan cemburu. Wufan sangat ingin meneriakan kalimat itu ke arah telinga Luhan. Tapi akhirnya ia tersenyum dan kembali bergurau, “Aku sudah cukup direpotkan dengan membuat Fei terpesona padaku, dan aku tidak mau membuat istri orang lain terpesona padaku dan membuatku menjadi perusak rumah tangga orang.”

 

***

 

Baekhyun tersenyum kikuk ke arah Whitney. Gadis itu setinggi telinga Baekhyun, dan hal itu membuat Baekhyun minder setengah mati. Selama ini ia kencan dengan gadis yang memiliki tinggi kurang dari 160cm, bahkan 2 sahabat perempuannya pun tingginya tidak lebih dari 160cm –Wendy memiliki tinggi 160cm sedangkan Ariel hanya 155cm.

“Maaf sudah menyulitkanmu.” katanya dengan nada lembut.

Baekhyun mengibaskan tangannya tidak enak, “Ti…tidak. Aku yang salah kok! Aku yang kurang hati-hati saat menyetir. Harusnya aku tidak memikirkan ucapan mantan kekasihku saat memutuskanku. Aku memang cukup perasa, tapi karena suasana begitu sepi aku jadi…” ucapan Baekhyun terpotong saat Chanyeol menyikut keras tangan Baekhyun.

Whitney terkekeh melihat tingkah aneh Baekhyun. Ya, setidaknya Baekhyun aneh di mata Whitney karena selama ini ia tidak pernah bertemu dengan laki-laki secerewet Baekhyun –kecuali kakaknya Henry.

“Maaf, dia memang agak idiot…” Chanyeol terpaksa menutup mulutnya dan menatap Baekhyun sebal karena pantatnya baru saja menjadi amukan tangan Baekhyun.

“Semoga pemotretanmu berjalan baik. Sekali lagi aku benar-benar minta maaf,” Baekhyun membungkukkan badannya dengan senyum penuh arti.

Whitney mengangguk pelan kemudian ia pun masuk ke dalam mobil yang terbilang mewah, ada wanita berambut pirang yang kemarin menengoknya –dan ternyata itu adalah manajer Whitney. Baekhyun dan Chanyeol membungkuk sekali lagi saat mobil itu pergi.

“Yak! Kau menyukainya? Kenapa menatapnya seperti itu?” Baekhyun mendeliks aat Chanyeol menendang pelan kakinya.

Chanyeol merasa sangat tidak beruntung ketika kemarin malam ia bertemu dengan Baekhyun di kantin rumah sakit. Tidak ada sapaan rindu karena mereka sama-sama kuliah di kampus yang sama, melainkan Chanyeol harus mengeluarkan uangnya untuk membantu sahabat mantan kekasihnya itu. Dan ternyata model cantik itu yang membuatnya harus meminjam uang. Kecelakaan bodoh.

“Namanya Whitney Lau…” kata Baekhyun setengah melamun.

Chanyeol berdecak kesal, “Lalu? Kau menyukainya karena dia sangat cantik?” tebak Chanyeol dengan pikiran dasar-pria, padahal ia sendiri seorang pria tapi anehnya ia tidak tertarik pada model tadi.

Baekhyun menggeleng keras, “Marganya sama dengan Ariel! Dan Ariel punya kakak perempuan…”

“Aktor Andy Lau juga punya marga yang sama dengan Ariel! Lalu kau ingin menyebut dia adalah ayah Ariel?”

Idiot, tolol, bodoh. Baekhyun benar-benar ingin menampar Chanyeol sekarang. Tapi ia urung, ia harus menanyakan hal itu pada Ariel, memastikan nama kakak Ariel. Ia tahu hubungan kakak perempuan Ariel dengan keluarganya kurang begitu baik, dan ia rasa ini informasi penting –mengingat gadis itu lahir danj juga tinggal di Kanada, hanya saja saat ini ia sedang fokus pada karirnya sebagai model di Inggris.

 

***

 

Luhan kembali menatap Ariel yang sedang asyik mendengarkan musik lewat headset di telinga kirinya. Luhan sebenarnya ingin menanyakan hal ini sejak kemarin –tapi ia tidak memiliki nyali. Ia khawatir. Entah khawatir seperti apa, yang pasti ia tidak terlalu nyaman harus membayangkan reaksi Ariel.

“Ariel…”

Luhan mengumpati lidahnya yang bekerja tanpa persetujuan otaknya. Bahkan ia semakin gelisah saat Ariel menatapnya dengan bingung, “Apa?”

Luhan mengetuk-ngetukan jarinya ke permukaan stir yang kini tenga dipegangnya. Oh! Benar-benar! Ini buruk! Bagaimana jika Ariel tersinggung? Kesal? Atau…

“It’s okay. Beritahu aku apa yang membuatmu tidak nyaman,” Ariel tersenyum hangat sambil menarik sebelah tangan Luhan dan menggenggamnya erat. Seolah memberitahu Luhan lewat genggaman tangan hangatnya, jika semua akan baik-baik saja.

“Jangan terlalu baik pada Wufan…”

Apa? Ariel memicingkan matanya, sedikit sangsi dengan apa yang didengarnya barusan. ‘jangan terlalu baik pada Wufan’ katanya? Mungkin harusnya Ariel tertawa keras sekali sekarang. Tapi Ariel tahu itu sama sekali buruk jika mood Luhan juga sedang buruk. Itu bukan sesuatu yang harus ditertawakan.

“Baiklah. Aku seenarnya penasaran dengan alasanmu, tapi aku tidak akan bertanya…”

“Dan…dengan siapa saja kau pernah berpacaran?”

Ariel semakin mengerutkan keningnya. Aduh, pertanyaan apa lagi barusan? Dan kenapa Luhan ingin tahu tentang ‘masalalunya’ padahal Luhan sudah jelas berada di sampingnya, “Kau tidak sedang berencana meninggalkanku, kan?”

Luhan langsung menghentikan mobilnya secara tiba-tiba, “Tentu saja tidak! Kenapa aku harus melakukannya?” teriak Luhan dengan nada panik. Tidak. Bahkan tidak ada setitik pikiranpun di kepala Luhan untuk meninggalkan Ariel.

“Lalu kenapa kau bertanya soal mantan kekasihku?”

Luhan menghembuskan napasnya perlahan, “Kau tahu banyak tentangku. Bahkan semua tentang kisah cintaku, dan aku ingin tahu tentang dirimu, masalalumu…”

Ariel sedikit ragu untuk benar-benar menceritakan. Meskipun ia pernah beberapakali berpacaran, tapi ia selalu punya kesan khusus dengan mereka semua. Ariel bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta, dan tentunya saat ia mengakhiri hubungannya dengan para pria itu, ia pernah mengubur paksa rasa sedihnya yang membengkak.

“Kau tidak mau? Yasudah…”

“Cinta pertamaku adalah Stephen, Stephen Oh. Dia pemuda berdarah Korea-Inggris. Kami sudah mengenal sejak kecil, dia tetanggaku, sahabatku, cinta pertamaku, dan kekasih pertamaku…”

“Dia tampan?”

“Ya?”

Luhan berdecak, “Apakah dia tampan sampai kau jatuh cinta padanya?”

Ariel berjengit kurang suka, “Dia memang tampan untuk ukuran orang Korea, tapi tampan tidaknya seseorang tidak menjadi patokan perasaanku. Kami sudah lama bersama, kami memahami satu sama lain, makanya kami saling jatuh cinta.”

“Jika dia kekasihmu di Kanada, berarti kau berpacaran dengannya sejak SMP dan putus saat kau pindah ke Tiongkok?” tebak Luhan kurang nyaman. Ia rasa ia mudah menebak kisah cinta Ariel yang satu ini.

“Benarkah kau ingin tahu sejauh itu?”

“Tentu saja!” pekik Luhan lagi, “Aku harus tahu…”

Ariel menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia sebenarnya kurang suka membahas cinta pertamanya. Seperti kebanyakan kutipan, bagi perempuan cinta pertama bisa begitu berkesan.

“Kami masih berpacaran saat aku pindah ke Tiongkok,” tatapan Ariel sedikit menerawang, ia sangsi memutar film lamanya. Dan di sampingnya, Luhan menatap Ariel terkejut –selama itukah mereka berpacaran?

“Lalu? Bagaimana bisa kalian putus? Salah satu dari kalian selingkuh?”

Ariel menggeleng, “Kupikir long distance relationship kami tidak bisa bertahan sejauh itu lagi. Aku meminta kami mengakhiri hubungan kami karena…yeah, kupikir dia berhak bertemu dengan seseorang yang lebih baik dariku. Dia tampan, cerdas, berbakat dalam banyak bidang, kami tidak memiliki masa depan yang pasti meskipun kami berkomunikasi dengan baik. Dan di awal kelas 3 Senior High School, kami putus.”

“Lalu bagaimana dengan nasib si Stephen itu?”

“Kau masih mau mendengarnya?”

“Semuanya.” Luhan menekankan.

Ariel mendengus sebelum melanjutkan, “Kami masih berkomunikasi sebagai teman, dan dia meneruskan kuliahnya ke New York, dan aku ke Korea. Aku masih berharap dia akan kembali padaku, tapi dia memulai hubungan baru dengan orang lain, dan akupun mulaimelakukan kencan dengan Baekhyun…”

“Kau pernah berpacaran dengan Baekhyun?!”

“Bukan begitu!”

“Kau membawanya ke rumah!”

“Dia sahabatku!”

“Tapi kau bilang…”

“Kencan buta! Hanya kencan buta. Kami hanya melakukan kencan buta selama satu bulan! Tapi kami tidak pernah meresmikan hubungan kami, dan kami melanjutkan status berpacaran kami dengan orang lain!”

Luhan melipat tangannya di depan dada, “Tetap saja. Kalian membohongiku,” rajuknya tanpa menatap Ariel.

Ariel ikut melipat tangannya kesal, “Lalu kenapa kau ingin tahu? Aku sudah tahu kau akan begini. Lagipula semua itu hanya masalalu…”

“Lanjutkan ceritamu!”

“Luhan!”

“Ceritakan padaku atau aku akan marah padamu…” Luhan menatap tajam Ariel yang dibalas sama tajamnya dengan tatapan mata Ariel.

“Dan aku tidak mau tidur denganmu jika kau marah padaku karena cemburu…”

“Kubilang lanjutkan.”

Ariel mendengus jengkel, Luhan ini benar-benar.

“Ya dan setelah itu kami malah bersahabat baik hingga sekarang…tidak jangan mulai lagi Luhan! Dia sahabatku!” Ariel melotot saat Luhan akan membuka mulutnya, membahas kencan buta mereka –bahkan Ariel tidak bermaksud menceritakan kejadian konyol dan aneh itu.

“Kemudian mahasiswa jurusan seni mengajakku berkencan. Kami berpacaran satu tahun, tapi hubungan kami harus berakhir…”

“Kalian bertengkar?”

Ariel mendesis, “Jangan tebak sesukamu Luhan.”

“Jawab saja.”

“Kakaknya seorang dokter,” suara Ariel mulai merendah, ia kurang nyaman menceritakan bagian ini, “Dan…Chanyeol sering pergi mengunjungi kakak perempuannya. Dia juga sering bertemu pasien kakaknya, remaja yang harusnya saat itu duduk di bangku SMA.”

“Dia selingkuh?”

Ariel menggeleng, “Aku meminta Chanyeol untuk menerima pernyataan cinta gadis kecil itu. Dia sakit keras, dan kupikir dia lebih membutuhkan Chanyeol…”

“Kau bodoh…”

“Aku tahu,” Ariel tersenyum sedih, “Tapi aku lebih tidak tega jika melihat gadis itu. Dia hanya berpacaran dengan Chanyeol selama tiga bulan, setelah itu gadis itu meninggal…”

Mata Luhan sedikit terbelalak. Ariel benar-benar mendramatis. Jika cerita Ariel dikemas dengan baik, mungkin saja ceritanya akan laku –oke, lupakan.

“Lalu? Kau kembali pada Chanyeol?”

Ariel menggeleng, “Kami tetap dekat, aku juga tahu Chanyeol masih menyukaiku, aku juga begitu. Tapi kami sama-sama kaku untuk masalah perasaan dan…akhirnya aku bertemu dengan seniorku, Zhang Yixing.”

“Lalu kau menikah denganku. Akhir yang sepurna, kan?” Luhan tersenyum jahil ke arah Ariel, bermaksud untuk iseng pada istrinya.

Ariel pun mencubit hidung Luhan, “Ya, dan aku justru menikah dengan pria manja dan sangat mudah merajuk. Bahkan saat sakit aku tidak bisa pergi barang sejengkalpun.”

“Aku takut kau lari dengan pria lain,” kata Luhan sebelum menarik dagu Ariel dan menempelkan bibir mereka, dan menyatukan ciuman mereka semakin dalam, “Tapi aku tahu kau pasti bahagia, iya kan?” katanya sebelum kembali melumat bibir Ariel.

Dan meskipun tidak menjawab, Ariel yakin Luhan sudah tahu jawabannya. Tidak peduli sedalam apapun perasaannya terhadap orang-orang yang pernah singgah dalam hidupnya, Luhan tetaplah yang terbaik. Dan tentunya, tidak ada alasan bagus untuk Ariel pergi dengan pria lain. Sama sekali tidak ada.

 

=TBC=

20150825 PM0904

Jangan tebak alurnya, Please ._. aku tau betapa buruknya epep ini, tapi aku seneng ngasih sesuatu buat rumah tangga mereka ._.v

Tunggu sequel buat Versi Lay dan versi Kris ya ~

 

12 responses to “[Sequel of MWAG] Tian Mi Mi (Chapter 1)

Leave a reply to Queenra Cancel reply