#2 All I Ask

ryeowook_1453339505_ryeowook3

Title     : All I Ask

Genre  : Romance

Main Cast: Ariel Lau | Lu Han | Bae Sa Hyun | Oh Se Hun as EXO Sehun

Other Cast : Find by yourself

Rating : PG

The fiction by Nidhyun (@nidariahs)

Reloaded – 1 
Reloaded – 2 (It Happens To Be That Way)
Reloaded – Confession

***

“Ariel, kapan kita akan mengerjakan tugas dosen Park?”

Ariel yang baru saja mengumpulkan kesadarannya –setelah selama sepuluh menit tertidur di salah sau mata kuliah yang ternyata bisa se-mem-bo-san-kan itu—mencoba mencerna ucapan anak lelaki yang belum ia hapal dengan benar namanya. Yeah, sepertinya mahasiswa pun membutuhkan name tag seperti anak sekolah agar tidak menyulitkannya mengingat nama.

Kemudian, anak lelaki yang namanya belum Ariel ingat itu pun mengambil tempat di sebelah Ariel dan memperhatikan gerakan Ariel yang tengah memasukan beberapa barangnya, masih menunggu jawaban Ariel –mungkin.

“Aku lupa tugasnya. Memangnya Dosen Park memberi tugas apa?” tanya Ariel kemudian dengan nada kurang tertarik. Seingatnya, ia dan anak lelaki ini ada di dua kelas mata kuliah yang sama : psikologi dan rumah tangga. Yeah, kedengarannya konyol, kan? Di kampus lamanya, tidak ada kelas yang terfokus pada : menyenangkan pasangan. Ariel juga sempat merasa ragu pada kelas dengan nama yang aneh itu, tapi karena ia kehabisan mata kuliah untuk dikontraknya, maka ia pun mengambil kelas mata kuliah yang terdengar agak norak itu.

Lelaki dengan wajah imut itu menarik sudut bibirnya –wajahnya terlihat agak lucu dan mengingatkannya pada Donghae Super Junior, “Berkencan. Kita kan pasangan selama satu setengah semester.” Jelasnya masih dengan senyum yang…oh yeah, benar-benar kelewat senang.

Ariel pun mengangguk paham –meskipun agak terkejut juga. Jadi ia harus berkencan dengan lelaki selain pacarnya, begitu? Ariel penasaran jika Luhan tahu ia mengikuti mata kuliah semacam ini, apa reaksinya dan bagaimana sikapnya nanti.

Ah…ngomong-ngomong soal Luhan, ia harusnya pulang minggu ini. Meskipun belum ada kepastian juga, Ariel akhirnyamenyerah untuk menunggu ataupun menghubungi Luhan. Ia juga tidak menanyakannya pada Sehun, lebih baik ia fokus saja pada kewajibannya saat ini.

“Jadi, kapan kita harus melakukannya?”

Ariel memicingkan matanya, anak lelaki ini terlalu antusias, “Kau mengikuti club apa?” tanya Ariel sambil memasangkan tasnya, mungkin ia bisa menyesuaikan kegiatannya bersama lelaki ini saat jam kosongnya –karena Ariel memang belum mengambil club apapun sejauh ini. Ia bahkan mengambil sedikit mata kuliah.

“Aku? Aku mengambil club menarik. Kenapa?”

“Mungkin kita bisa melakukannya saat kau sedang kosong.”

Lelaki itu pun terlihat berpikir, “Akhir pekan? Bagaimana? Di restoran jepang di dekat sini, kita bisa melakukannya setelah aku selesai latihan.”

Ariel pun mengangguk, “Baiklah, aku minta kontakmu,” sebenarnya Ariel sedikit modus –ia belum tahu nama anak lelaki ini dan ia enggan menanyakannya dan membuat lelaki itu tersinggung.

Dan…akhirnya, mereka satu kontak di Line. Nama anak lelaki itu ternyata Kim Doyoung.

 

***

 

Ariel berjalan agak suntuk. Ia berencana untuk makan siang di restoran cepat saji –ia sudah membayangkan ayam pedas ukuran besar dengan kentang ditambah dengan float rasa mokacino dan sup ayam. Benar-benar membuat air liurnya ingin menetes.

“Jangan berjalan sambil melamun!”

Ariel terkesiap ketika mendapati suara familiar itu menyentuh gendang telinganya. Ia tidak salah dengar, kan? Ia mendengar suara Luhan…. Dan dengan gerakan cepat, Ariel segera mendongak –benar-benar mendapati kekasihnya dengan sweter abu-abunya berdiri di depan Ariel, dengan senyum lebar yang biasa ia temukan ketika mereka sudah lama tidak bertemu.

Ariel pun melongok ke belakang –mendapati mobil sedan yang entah jenis dan merk apa berwarna putih kesayangan Luhan juga ada di belakang kekasihnya itu. Kemudian, mata Ariel kembali ke arah wajah Luhan. Ternyata ini bukan delusi, Luhan benar-benar disini, di halaman Sungkyungkwan University dengan sedan putihnya, menjemput Ariel…mungkin.

“Hei, kau tidak merindukanku?” Luhan mulai merengut. Ia tidak mendapati Ariel-nya tertawa ataupun tersenyum lebar seperti biasa ke arahnya. Ariel dengan wajah kusamnya itu justru terlihat malas menatap Luhan dan menampakkan wajah datar. Sepertinya Sehun benar, kesalahan Luhan kemarin cukup fatal juga.

“Kukira kau lupa pulang ke Korea,” kata Ariel asal. Ia sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Luhan –ia masih mengantuk dan kekesalannya selama sebulan ini akhirnya menumpuk dan menjepit dadanya. Membuat sifat aslinya yang egois dan gengsi itu menyatu. Ia menutupi rasa rindunya dan mmebiarkan mood buruknya menguasai Ariel saat ini.

Luhan menggaruk tengkuknya, “Rumahku kan disini, mana mungkin aku lupa.”

Luhan selalu seperti itu, bergurau dengan garing. Tapi kali ini Ariel tidak mau memaksakan tawa untuk menghibur Luhan. Ariel pun menggeser tubuh Luhan dan langsung masuk ke dalam mobil, memasangkan sabuk pengaman dan memejamkan matanya.

“Ayolah…aku akan jelaskan semua. Kau jangan mendiamkanku begini.” Luhan pun menyusul Ariel masuk ke dalam mobil.

Sebenarnya, memiliki kekasih yang akan memilih diam saat marah kadang jauh leih membingungkan bagi Luhan. Luhan kadang kebingungan baaimana cara mencairkan suasana –terlebih Ariel ini terbilang gadis pendiam. Dia akan bicara jika perlu bicara, dan akan diam jika tidak ada pembicaraan. Dan membuatnya kesal seperti ini malah membuat Luhan semakin terpuruk saja.

“Kau tidak bilang sih jika kau akan pindah ke Korea. tahu begitu aku tidak akan ikut mendaftar menjadi relawan, kan.” Kata Luhan sambil menyalakan mobilnya.

“Kau kan dokter. Tentu saja kau harus melakukan hal-hal mulia seperti itu.” Ariel tidak berbicara dengan nada menyindir, tapi Luhan benar-benar merasa tersudutkan dengan kata-kata Ariel.

“Aku akan menjelaskannya. Lagipula saat itu Sahyun juga belum ada tempat tinggal. Ah, kau sudah tahu, kan? Sehun menceritakannya padaku.”

“Kau memberi tahu Sehun duluan mengenai kepulanganmu?”

Salah lagi. Luhan menggigit lidahnya dan merutuki ucapannya sendiri.

“Aku…mau memberimu kejutan.” Luhan melirik Ariel yang menyandarkan kepalanya pada kaca.

“Ya…kau memberiku banyak kejutan. Kau pergi ke Filiphina tanpa mengabariku, tidak membalas pesanku, membawa Sahyun ke apartemenmu…”

“…kan aku…”

“…dan kau mengabari Sehun duluan daripada aku.” Ariel melanjutkan ucapannya tanpa mendengarkan Luhan, “Kau berhutang banyak penjelasan padaku.” Kata Ariel lagi, ali ini melengking sangat sinis.

“Aku akan menjelaskan padamu sekarang,”

“Nanti saja. Aku akan membentakmu jika kau mengatakannya sekarang. Aku kurang tidur dan biarkan aku tidur sekarang.”

Dan…Ariel benar-benar tertidur setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Ia benar-benar kurang tidur dan pertemuannya dengan Luhan hari ini memperparah moodnya.

 

***

 

Ariel membuka matanya perlahan, sayup-sayup ia mendapati banyak mobil di sekitarnya –ah, ia kan tadi tertidur di mobil Luhan—kemudian ia pun meregangkan seluruh tubuhnya dan memutar kepalanya ke arah samping. Mendapati Luhan yang baru saja tersenyum padanya.

“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Ariel sambil mengambil sebotol teh di tasnya. Moodnya jauh lebih baik sekarang.

“Aku tidak ingin merusak tidur cantik pacarku.”

Gombal. Ariel menelan ucapannya dan meminum tehnya sampai tersisa setengah botol. Ia pun mulai memfokuskan pandangannya pada pemandangan di sekitar. Ini restoran cepat saji yang dipikirkannya tadi.

“Kau belum makan, kan? Kita makan. Tapi sebelum itu kau harus mendengarkanku dulu,” Luhan pun membuka sabuk pengamannya, “Aku mendadak pergi ke Filiphina karena tidak mau tinggal bersama dengan Sahyun. Dia sedang mengandung dan aku tidak tega menyuruhnya mencari tempat tinggal lain, jadi aku menyuruhnya tinggal di apartemenku. Kupikir aku akan menemukan sinyal di Filiphina, sekalinya ada pun aku selalu gagal membalas pesanmu. Dan…aku benar-benar bermaksud untuk memberimu kejutan hari ini.”

Ariel pun tersenyum –membuat Luhan merasa lega, “Maaf. Moodku sangat buruk hari ini.” Kata Ariel sambil menidurkan kepalanya pada dasbor sambil menghadap ke arah Luhan.

Luhan pun menidurkan kepalanya pada stir –mengikuti gaya Ariel, “Kadang, kupikir jauh lebih baik melihatmu marah dan berteriak ketimbang bicara seperti tadi.” Kata Luhan dengan tangan mengusap pipi Ariel.

Ariel pun memajukan wajahnya dan mengecup pipi Luhan, “Aku lapar. Bermain dramanya nanti saja, ya.”

Luhan pun mendengus panjang saat melihat Ariel benar-benar meninggalkannya dan keluar dari mobil. Luhan berharap ada ciuman manis disini, ciuman panas di musim dingin juga tidak apa-apa –yeah, tapi itu takkan terjadi karena Ariel bukan tipe gadis yang akan berciuman dengan mudah—makanya ia tidak membangunkan Ariel. Tapi ia malah memberikan ciuman kilat, di pipi pula. Padahal, ia benar-benar merindukan kekasihnya itu.

 

***

 

Lima belas menit lalu, ketika Ariel dan Luhan sudah memesan makanan untuk mereka berdua, sebenarnya mood Ariel sudah sangat membaik. Mereka menceritakan ceia menarik selama satu bulan tidak bertemu –terutama Luhan yang menceritakan mengenai beberapa pengalaman menariknya selama di Filiphina. Sedangkan Ariel mengeluhkan mata kuliah tentang ‘membuat senang pasangan’ dan terpaksa memiliki kekasih kedua setelah Luhan. Pacar paksaan dosennya, begitu kata Ariel.

Mereka tertawa bersama. Dan Ariel sudah memikirkan akan memaksa Luhan membawanya kemana saja yang ia mau –namun sepertinya Ariel harus mengubur semua impiannya beberapa menit lalu ketika wanita yang mengenakan sandalnya di apartemen Luhan sebulan lalu justru menyapa mereka.

Gadis cantik yang ramah, juga terlihat berintelektual –dan beruntung, karena telah berhasil merebut perhatian Luhan.

Ariel bukan tipe orang yang mudah berbaur dan bergaul dengan orang-orang baru. Terutama dengan perempuan yang sempat mengalami pertengkaran kecil karena sebuah kesalah pahaman. Ariel juga tidak terlalu paham kemana Luhan dan perempuan bernama Sahyun ini membawa obrolan mereka. Yeah, mereka mengenal sejak bertahun-tahun lalu, dan Ariel baru memasuki kehidupan Luhan tiga tahun ke belakang. Tentu saja kenangan mereka akan jauh lebih banyak ketimbang kenangannya bersama Luhan.

Ariel tidak cemburu, sih. Ia memakluminya. Tapi ia hanya tidak nyaman dan…kesal. Bayangkan saja, sebulan ini Ariel tidak bertemu Luhan dan di saat mereka melakukan kencan, wanita itu muncul seperti rubah berekor sembilan dan merusak suasana.

Oke, Ariel jahat sekali kan?

“Oya, kudengar dari Sehun kau masih kuliah. Kau kuliah dimana?” akhirnya Ariel mendapat kesempatan untuk bicara –meskipun Ariel tadi lebih tertarik untuk menghabiskan sisa es kopinya saja.

Ariel menarik sudut bibirnya, “Ya…aku kuliah di Sungkyungkwan University. Bahasa Korea.” jelasnya singkat.

Sahyun pun terlihat mengangguk mengerti, “Kulihat beberapa kali kau mendatangi rumah sakit saat aku juga mengecek kandunganku. Kau…sedang berobat jalan?” Sahyun menelan salivanya. Yeah, ia menyadari ada kesalahan dalam ucapannya ketika raut wajah Ariel berubah semakin masam. Meskipun tadi mereka sudah meluruskan kesalah pahaman mereka, tapi Ariel sepertinya kurang menyukai keberadaan Sahyun…terutama ucapannya.

“Itu…”

“Ya. Aku melakukan pemeriksaan untuk jantungku. Tapi tidak bisa dikatakan berobat jalan juga,” Ariel memotong ucapan Luhan. Kemudian ia pun menarik senyumnya –yang entah mengapa begitu mengerikan di mata Luhan.

“Ah, begitu. Aku ingin menyapamu, tapi…kau tahu, situasi kita kurang memungkinkan,” kata Sahyun lagi yang dibalas kedikan bahu oleh Ariel.

“Dia sangat keras kepala dan tidak mau menjadikanku dokter pribadinya, padahal kan aku kekasihnya,” sambung Luhan yang dibalas tawa oleh Sahyun.

Ariel hanya tersenyum saja. Ia sedang tidak dalam mood untuk tertawa haha hihi mendengar gurauan siapapun. Sudah mau tersenyum saja ia bersyukur, ia tidak pandai berakting.

“Tapi, kandunganmu baik-baik saja, kan?” kali ini Luhan mengubah topic pembicaraan.

Sahyun pun mengangguk, “Ya. Dia sangat sehat. Tapi aku tidak berharap bisa cepat-cepat kembali ke LA.” Sahut Sahyun kali ini dengan wajah yang murung, “Tapi…Luhan, terimakasih soal bunga kemarin. Aku tidak menyangka kau akan mengabulkan ngidamku yang keterlaluan kemarin,” Sahyun pun tersenyum ke arah perutnya, “Bayiku pasti merindukan pamannya dan sangat senang setelah pamannya mengiriminya bunga setelah ia kembali ke Korea.”

Astaga. Luhan melirik Ariel sambil tersenyum datar –Ariel meliriknya sekilas, tapi tidak menunjukkan ekspresi apapun. Setelah ini pasti akan ada keributan baru dengan tema : Luhan menemui Sahyun dan memberinya bunga tapi tidak mengabari Ariel.

Ariel mulai bergerak kurang nyaman. Ia benar-benar berubah diam setelah ucapan Sahyun.

“Kau tahu Ariel, kau sangat beruntung karena Luhan adalah tipe pria yang perhatian. Dia selalu mau aku repotkan karena keinginan tak masuk akal dariku,” Sahyun tidak bermaksud mengompori Luhan dan Ariel, sungguh. Ia juga tidak merasa ia memiliki perasaan usangnya pada Luhan. Tapi…Sahyun tidak bisa memungkiri jika Luhan saat ini satu-satunya yang bisa ia percaya, ia hanya memiliki Luhan. Dan entah dorongan apa yang membuat Sahyun ingin membuat Luhan seolah lebih menomorsatukannya. Meskipun ia benar-benar tidak bermaksud untuk merusak suasana Luhan dan Ariel.

Ariel tersenyum dan mengangguk, kemudian melirik Luhan. Tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya merapikan bekas makannya dan melirik ponselnya, terlihat sangat bosan. Ia juga sangat menunjukkan ketidaktertarikannya dengan pembahasan di meja mereka.

“Hari ini kau tidak ngidam apa-apa, kan?”

Sahyun melipat tangannya di atas meja, “Entahlah. Tadi aku sempat membayangkan buah papaya. Kau tahu dimana aku bisa membelinya?”

Yeah…Ariel semakin tenggelam dalam dunianya. Dunia sepinya yang selalu tumbuh mekar dengan sempurna ketika ia berada dalam kondisi yang ramai –ada banyak orang di sekitarnya, dan ia hanya sendiri. Ya. Perasaan semacam itu. Luhan-nya yang berstatuskan kekasihnya juga mulai terasa seperti orang lain.

“Luhan, Sahyun Eonni, aku harus pergi ke toko buku dulu,” Ariel pun memutuskan untuk pamit. Ia akan merasa depresi sekali jika berlama-lama di dunia yang membuatnya merasa sepi.

Sahyun terlihat terkejut –Luhan jauh lebih terkejut saat mendengar ucapan Ariel, “Kita bisa pergi bersama,” bantah Luhan sama sekali tidak menyukai ide Ariel. Mereka datang bersama, dan mereka harus pulang bersama.

“Ya. Kalian pergilah, aku juga akan pergi mencari papaya…”

“Ini musim dingin. Tidak baik juga jika wanita hamil bepergian sendiri apalgi membawa sesuatu yang berat, Luhan kau mau mengantarnya, ya?” Ariel tulus mengucapkannya. Ia sedang tidak mau bersama Luhan. Moodnya rusak total dan ia ingin melarikan diri ke tempat dimana taks oerang pun akan menyapanya.

Sahyun menggeleng pelan, “Aku bisa sendiri. Sungguh.” Sahyun masih menolak, ia mulai berdiri.

“Kita pergi bersama saja, oke? Aku mengantar Sahyun dulu ke toko buah-buahan, setelah itu…”

“Tidak. Antar dia Luhan,” tatapan Ariel berubah tajam. Ia pun mengambil tasnya dan mengecup pipi Luhan, “Nanti kutelepon.”

Luhan langsung menahan tangan Ariel, ia tidak ingin membuat Sahyun tersinggung, tapi di sisi lain ia juga tidak mau membuat Ariel kesal karena….oke, Luhan akui ini salahnya sejak awal. Ia yang membuat Ariel bersikap seperti ini.

Ariel menarik tangannya dan langsung pamit. Meninggalkan suasana yang benar-benar canggung di antara Sahyun dan Luhan. Luhan bisa saja mengejar Ariel –tapi yang Luhan pahami, saat ini Ariel benar-benar ingin sendiri dan memaksanya agar tetap bersama Luhan akan memberi dampak yang lebih mengerikan.

“Maaf…harusnya aku sadar kalian sedang berkencaan…”

Luhan menggeleng pelan, “Tidak apa-apa. Lupakan saja. Ayo, kita membeli papaya.” Luhan hanya bisa menghibur dirinya sendiri dengan senyuman yang bernada palsu. Percayalah, ia sama sekali tidak rela menukar waktu bersenang-senangnya dengan Ariel.

 

***

 

Lima belas panggilan tak terjawab, dan lima pesan. Semua dari Luhan.

Ariel melemparkan ponselnya pada sofa dan langsung melemparkan tubuhnya pada sofa yang lain. Seharian ini akhirnya ia memutuskan untuk diam di toko buku dan membeli lima buku sekaligus, kemudian membeli mp3 player dan memindahkan kartu memorinya pada mp3 player barunya. Ia tidak ingin bicara dengan Luhan, tapi ia membutuhkan musik. Akhirnya ia membuat ide seperti itu.

Ariel sempat tertidur selama sepuluh menit. Namun ia kembali terbangun karena teringat dengan perut kesayangannya yang belum diisi papaun lagi setelah kencan segitiganya bersama wanita hamil tadi.

Kemudian, Ariel pun membuat ramen seadanya, mengganti baju dengan piyama rumahan, kemudian menyalakan TV dan menonton acara kesangannya dengan semangkok penuh ramen. Well, jangan tanya mengapa ia tidak memakai gaya-gaya orang Korea yang memakan mie-nya dari panci. Ia menghabiskan separuh hidupnya di Kanada, dan separuhnya lagi di Indonesia. Dan di kedua Negara itu, gaya memakan mie di panci sama sekali tidak pernah ia temukan.

Mood Ariel kembali membaik setelah menonton drama dengan aktor kesayangannya di TV. Hidup di Korea dengan bahasa Korea yang mencukupi ternyata benar-benar menolongnya dengan baik, Ia benar-benar merasa ‘merdeka’ dengan caranya.

Namun, perhatian Ariel harus teralihkan saat sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Ariel mendesah panjang. Luhan kembali menghubunginya –ini pesan singkat keenamnya. Ariel bisa saja dengan tega hati mengabaikan pesan Luhan lagi, tapi…entahlah. Ariel pernah bertekad untuk mengubah kebiasaan ‘merajuknya’, jadi ia pun mengubah keputusannya dan mulai mengetikkan sesuatu di ponselnya.

[Ariel, kau tega ya mengabaikanku begini?]
[Kau marah padaku. Aku minta maaf.]
[Kau sudah sampai di apartemen barumu?]
[Aku sudah di depan apartemenmu. Kenapa password-nya berbeda dengan password apartemenku?]
[Kapan kau pulang?]
[Ariel…?]

Luhan…kemari? Luhan datang kemari?

Ariel memukulkan kepalanya pada meja di depannya. Ariel idiot. Bagaimana bisa ia membiarkan Luhan menunggunya seperti itu?

[Kita bertemu besok. Aku akan menemuimudi rumah sakit.]

Ariel pun menaruh ponselnya dan menatap layar TVnya dengan tatapan tidak tertarik. Moodnya kembali turun. Dan…menyadari ini Ariel semakin merasa kesal. Moodnya sangat mudah berubah, dan ini benar-benar berpengaruh pada kesehariannya.

[Maafkan aku.]

Ariel menatap ponselnya. Kemudian mengambilnya dan membalasnya cepat.

[Ya. Aku juga. Lupakan masalah hari ini.]

[Boleh aku meneleponmu? Aku ingin mendengar suaramu, aku masih merindukanmu.]

Ariel tidak membalasnya dan justru mematikan ponselnya. Ia tidak mau bicara dengan Luha. Ia justru akan membentak Luhan –dan ia sama sekali tidak ingin bertengkar seperti itu. Moodnya sudah cukup rusak, dan ia pikir pergi tidur lebih cepat ide terbaik untuk saat ini.

 

***

 

“Ariel…tidak pernah meminum obatnya?” Luhan mengerutkan dahinya, “Tapi dia selalu datang menemui dokter San, kan?” Luhan menaikan intonasi suaranya. Ia tidak bisa menerima informasi Sehun begitu saja. Luhan melihat Ariel selalu mengecek kesehatannya, dia juga menuruti apa kata dokter. Tapi tidak meminum obatnya?

Sehun mendesah panjang, “Hyung diskusikan saja dengan dokter San. Ariel hanya beberapa kali menemui psikiaternya, tapi ia tidak pernah meminum obatnya. Dan dokter San mengatakan hal yang sama. Setelah mengonfirmasi pada Ariel, dia berkilah karena ia khawatir akan ada efek buruk akibat obat anti depresan dan obat jantungnya jika diminum bersamaan,” Sehun pun melipat tangannya di atas kepala, “Aku tidak berani membahasnya dengan Ariel, tapi dokter San memintaku untuk membujuk Ariel agar mau mendiskusikan masalah ini bertiga –doker San, psikiaternya Ariel, dan Ariel. Makanya aku memberitahu ini padamu, Hyung.”

Luhan memijit pelipisnya dan membaca hasil tes kesehatan Ariel, “Siapa psikiater Ariel? Bukannya dia sudah tidak menemui psikiater di rumah sakit ini?” tanya Luhan dan menyesap teh panasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas itu.

Sehun menggeleng pelan, “Kai pernah bilang, Ariel paling tidak suka membahas masalah ini. Jadi…aku tidak ingin menanyakannya,” Sehun mengabaikan tatapan tajam Luhan. Ayolah! Ini bukan saatnya untuk cemburu!

“Ariel tidak pernah menceritakan apapun padaku,” suara Luhan terdengar sedih. Ia pun menutup map di depannya dan menatap Sehun serius. Ternyata, selama ini komunikasinya dengan Ariel hanyalah komunikasi kosong. Entah mengapa, sebagai dokter, Luhan merasa sakit hati sekali. Ia menolong banyak pasien, tapi ia tidak membantu Ariel sama sekali.

Sehun pun melipat tangannya di depan dada, “Kalau begitu mulai bicarakan dengannya, Hyung. Kau kan kekasihnya, dokter San khawatir kondisi Ariel semakin memburuk. Jantungnya mungkin memang baik-baik saja, tapi keadaan psikisnya…”

“Hai Luhan!”

Luhan dan Sehun secara bersamaan menoleh ke arah samping kanan –dan secara serempak, mereka menarik senyum paksa. Bae Saehyun datang di momen paling tidak tepat.

 

***

 

Ariel kembali memperhatikan kantong plastik yang dibawanya. Ia membeli beberapa kue basah saat melewati sebuah toko kue sebelum ke rumah sakit. Yah…ia kembali datang ke tempat ini entah untuk yang keberapa kali. Meskipun sebenarnya Ariel lelah sekali mendatangi rumah sakit dan menjadikannya ‘tempat berkencan’, tapi Ariel tidak akan enak jika meminta Luhan untuk lebih sering mendatanginya. Dia sangat sibuk.

Ia pun menarik kakinya dengan cepat menuju lift –menuju lantai ruangan Luhan berada. Ia sudah hapal betul detail rumah sakit ini, ia juga sering menghabiskan waktunya di ruangan Luhan jika Luhan tidak bisa menemuinya. Sepertinya, Ariel sudah cukup terlatih dengan kata ‘menunggu’.

Yeah, setidaknya ia masih tersenyum dan masih dipenuhi pikiran positif sesampainya ia di depan pintu ruangan Luhan yang tertutup. Seperti biasa, ia akan masuk tanpa mengetuk pintu –tapi sepertinya hari ini hari moodnya yang buruk lagi. Tatapan mata Arie langsung menggelap ketika mendapati wanita bernama Sahyun lagi-lagi berada di dekat Luhan.

Ariel masih memegang gagang pintu ketika Sahyun dan Luhan memutar kepalanya bersamaan. Ariel mendengus pelan dan menarik sudut bibirnya, entah mengapa ia sangat snagat tidak suka ketika harus bertemu dengan Sahyun.

Sahyun menggigit bibirnya, “Sepertinya aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa lagi, Luhan.” Sahyun pun tersenyum ramah ke arah Ariel dan berpamitan pulang. Ia tidak ingin terjebak pada kondisi canggung seperti kemarin.

Ariel membalas senyum Sahyun saat wanita itu melewatinya, membiarkannya menutup pintu dan menyisakan Luhan dan Ariel yang justru diselimuti suasana canggung. Yeah…harusnya hari ini menyenangkan, pikir Ariel. Tapi ia terlalu moody untuk bersikap biasa-biasa saja.

“Kenapa diam? Masuklah,” ucap Luhan yang sbenarnya merasa tidak enak. Ia tidak menyelingkuhi Ariel, tapi melihat warna matanya saat melihat Luhan bersama Sahyun, membuat Luhan merasa ia telah menyelingkuhi gadis kesangannya.

Ariel pun mengangguk pelan tanpa berkata apapun. Kemudian ia meletakkan hadiah kecil yang tak lagi membuatnya bersemangat, “Apa dia memeriksakan kandungannya setiap hari?” Ariel tidak tahu kenapa lidahnya lancing sekali menanyakan hal itu –tentang Sahyun. Tapi ia benar-benar merasa terganggu melihatnya berada dimana-mana.

“Katanya…dia hanya ingin mengunjungiku saat melewati rumah sakit,” arah pandang Luhan langsung mengikuti gerakan retina mata Ariel. Sisa makanan yang dibawakan oleh Sahyun beberapa saat lalu.

“Aku akan makan…”

“Tidak usah. Bawa pulang saja,” Ariel pun berusaha tersenyum. Tiba-tiba, ia terpikirkan bahwa besok-besok ia tidak perlu mengunjungi Luhan lagi jika Sahyun masih di Korea.

“Kau tidak suka pada Sahyun?” Luhan pun menggeser duduknya dan menyentuh tangan Ariel. Wajah gadis itu benar-benar terlihat gelisah.

Ariel ingin berkata –ya aku sangat tidak menyukainya! Jika dia bukan wanita hamil, mungkin aku sudah menjambak rambutnya dan melabraknya agar menjauh dari kekasihku!—tapi Ariel hanya mengedikkan bahu. Ia tidak bisa seegois itu.

“Aku melihatnya dimana-mana saat bersamamu.” Itu mungkin cukup menjelaskan bahwa Ariel tidak suka melihat Sahyun sesering itu, apalagi ketika Ariel sedang bersama dengan Luhan.

“Aku menyesal. Maaf…sungguh, aku ingin menegurnya, tapi…”

“Dia temanmu dan dia wanita hamil yang butuh perhatian. Dia sendirian di Korea dan hanya kau yang bisa diandalkannya,” Ariel pun menyandarkan kepalanya di pundak Luhan, “Jadi, bisakah kau berhenti mengatakan alasanmu dan membahasnya? Aku melihatnya dimana-mana, akujuga tidak mau mendengar namanya sesering itu.”

Luhan pun memeluk pinggang Ariel dan mengecup puncak kepalanya, “Maaf. Aku janji, aku akan sering-sering menemuimu mulai sekarang.”

“Aku benci janji seorang pria.”

Ariel masih marah. Tapi Luhan tidak mengatakan apa-apa, mengembalikan mood Ariel yang terpenting saat ini. Walaupun ia sakit hati dengan ucapan Ariel yang terdengar begitu sarkatik di telinganya.

“Ariel…kau masih suka berobat pada dokter San, kan?”

Luhan dapat merasakan tubuh Ariel yang menegang, sepertinya Ariel tahu kemana arah pembicaraan mereka, “Dia…mengatakan sesuatu padaku. Soal pengobatanmu…”

“Psikiaterku dokter Park di daerah dongdaemun. Dia punya klinik pribadi, tapi aku tidak berobat kontinyu padanya, aku hanya akan berkonsultasi jika kondisiku memburuk.” Ariel menjelaskan seadanya. Ia mendadak merasa tidak nyaman berada di dekat Luhan, “Dan aku memang tidak pernah meminum obat yang mereka berikan selama tiga tahun ini. Aku hanya berkonsultasi dan melakukan beberapa saran mereka, kecuali obat.”

Luhan pun melepas pelukannya dan memutar tubuh Ariel untuk menghadap ke arahnya, “Tapi kau tahu resikonya, kan? Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku? Aku bisa membantumu…”

Ariel melepas tangan Luhan dan menatap Luhan serius, “Biarkan Tuhan yang menolongku.” Tegasnya.

Luhan mendesah panjang, “Dengar. Aku tidak memaksamu untuk meminum obat atau melakukan apa yang tidak kau suka, tapi ini demi kesehatanmu. Lagipula dokter San hanya memintamu untuk melakukan diskusi, dia hanya khawatir dimana ketika kau membutuhkan obat jantung tapi kau merasa ada pantangan karena obat anti depresanmu. Mereka hanya ingin memberimu solusi jika ada hal-hal yang tidak terprediksi terjadi…”

Ariel tidak harus marah. Luhan memang pria cerewet yang akan merecoki kesehatannya dengan dalih khawatir. Ariel mengerti, Luhan adalah dokter dan pasti ia akan merasa memiliki tanggung jawab untuk ‘menjaga’ Ariel lebih, seperti ia merawat pasien-pasiennya yang lain.

Tapi Luhan tidaktahu lubang ketakutannya yang ia simpan bertahun-tahun. Luhan tidak akan pernah paham bagaimana perasaan Ariel, ketakutan Ariel, dan apa yang Ariel pikirkan. Ia sudah melewati masa-masa ini, up&down. Dan…lihat! Ariel baik-baik saja! Ia masih bisa beraktivitas dengan normal. Ia tidak membutuhkan obat apapun, terutama antidepresan. Ia memiliki Tuhan dan Tuhan adalah obatnya.

“Aku tidak akan gila hanya karena tidak minum anti-depresan, kan?” suara Ariel berubah dingin. Ia pun menggeser duduknya dari Luhan. Benar, mungkin besok-besok ia tidak perlu mendatangi Luhan ke rumah sakit saja.

Luhan memejamkan matanya, “Ini bukan tentang gila atau bukan. Tidak ada yang berkata begitu, kan?“

Ariel pun mengambil air mineralnya dari dalam tas, kemudian meneguknya dengan cepat, “Aku datang kemari bukan untuk membahas itu.” Ariel pun memasukkannya dengan cepat ke dalam tas.

Luhan mengangguk pelan, “Aku tahu. Aku hanya ingin kau memikirkannya, kau bisa melakukannya jika kau siap.”

Ariel menyeringai kecil, “Tapi aku tidak pernah berpikir untuk memikirkannya.”

“Kau harus mencobanya, ini untuk kebaikanmu.”

Ariel pun bangun dari tempat duduknya, “Aku bukan pasienmu, jadi aku tidak butuh mendengar nada bicaramu yang seperti itu,” Ariel pun mengecek arlojinya, “Aku perlu ke kampus sekarang.”

“Tapi kau kekasihku. Bahkan kita mungkin akan menikah. Kau tanggung jawabku juga.” Luhan pun ikut beridiri, mencoba menahan Ariel.

“Untuk pertamakalinya aku tidak nyaman bicara denganmu.kau seperti…tidak mau menerima kekuranganku.” Ariel menepis tangan Luhan yang mencoba menyentuhnya, “Aku menyesal menemuimu kemari,” Ariel menggeleng pelan, “Tidak…aku menyesal karena berpikir pindah ke Korea karena dirimu.”

“Ariel!”

“Aku tidak mau bicara denganmu. Jangan hubungi aku.”

 

***

 

=to be continued=

20160811 AM0207

With song, Somewhere Only We Know by Kris Wu

2 responses to “#2 All I Ask

  1. entah kenapa baca part ini nyesek banget sama2 lagi gak enak part ini sama yang fanfic wtr16 nya.hiks
    mungkin di chap selanjutnya akan lebih parah keadaannya dengan luhan yang selalu kalah atas sikap sahyun dan sahyun yang euhh.subhanallah

Leave a comment