Like Butterfly Like Edelweiss

Author : mumuturtle (a.k.a Intan Putri Purnamawati)

Title     : Like Butterfly Like Edelweiss

Genre  : Romance, Sad, Fiksi, Angst (?)

Rating : General

Length : Oneshoot

Cast     :

  • Eidel Lee
  • Lee Jin Ki as Onew
  • Lee Donghae as Eidel’s Brother

Other casts      : temukan sendiri…!

p.s                    : ceritanya agak gak jelas, alurnya berubah-ubah dan bingungin jadi….Jika ada yang tak mengerti langsung saja tanyakan ya! semoga saja saya bisa menjelaskan nantinya. Tapi semoga gak ada yang bingung deh…

So, let’s check this story out….

NO SILENT READERS!!!
SILENT READERS…. GET OUT FROM HERE!! SYUH… SYUH…

 

 “Like Butterfly Like Edelweiss”

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Apa yang akan kau lakukan jika kau seekor kupu-kupu?

Terbang tinggi?

Pergi kemanapun sesuka hatimu?

Terus mengikuti arus angin yang mengalun lembut?

 

Tapi apa yang akan kau lakukan jika ada badai?

Apa kau akan minta tolong pada sang burung yang dapat terbang lebih cepat?

Apa kau akan meminta tolong pada seekor bunglon untuk menyelamatkan mu dengan lidahnya yang lengket?

Tapi itu justru akan lebih membahayakanmu…

 

Apa yang kau lakukan jika sayap putih bersihmu ternodai?

Apa kau akan berenang di air untuk membersihkannya kembali?

Atau kau akan membiarkannya usang begitu saja?

 

Tapi sebelum menjadi kupu-kupu tentu kau harus melewati masa ulat bukan?

Bagaimana jika seandainya kau hanya bisa bertahan sampai fase itu saja?

Tak pernah bisa menjadi seekor kupu-kupu indah yang akan membantu setiap penyerbukan setangkai bunga.

Atau bagaimana jika kau menjadi kepompong tapi kau justru mati karena tak bisa bernafas?

 

Apa kehidupanmu seperti itu?

Hingga kini kau meninggalkanku sendiri?

Apa kau terbawa angin?

Atau kau termakan oleh bunglon?

Apa kau terlalu malu untuk menunjukkan sayap usangmu padaku?

Atau kau memang mati dimasa ulatmu?

 

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Satu tahun kemudian…

 

”Onew!!  hh… hh…” terdengar suara desahan seorang wanita yang kini sedang terbaring di ranjangnya dengan selimut yang menutupi tigaperempat tubuhnya. Bukan karena kelelahan atau bahkan nafsu birahi yang membuatnya mengeluarkan desahannya. Tapi ia tampak seperti bermimpi buruk.

 

Perlahan ia membuka matanya. Keringat dengan deras mengucur dari dahinya dan membasahi sebagian poninya. Ia memandang langit-langit kamarnya yang kusam dengan pandangan sayu.

 

Disibakkannya selimut yang tadi membalut tubuhnya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang mulus. Diusapnya wajahnya yang penuh peluh. Lalu ia menghela nafas berat.

 

Diambilnya sebuah foto yang berada di nakas. Ia mengamati foto itu dengan saksama hingga sebuah senyum manis tersungging dibibirnya.

 

”my butterfly…” gumam gadis itu.

 

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Seorang gadis kecil berumur 10 tahun sedang bermain di sebuah taman kota. ia terus saja berlari-lari kecil mengitari sekumpulan bunga yang tertanam indah disana. Sesekali ia berhenti dan mengamati setiap tangkai bunga itu dari dekat dan mencium aroma sedapnya.

”kenapa tak ada?” gumam gadis itu.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya mengetahui sesuatu yang dicarinya tak juga ditemuinya. Ia kembali menyapu pandangannya di sekitar taman berusaha keras mencari ’sesuatu’ itu.

Ia kembali melangkahkan kaki mungilnya menyusuri taman itu. dilihatnya dengan teliti setiap tangkai bunga yang ia lewati. Ia kembali menundukkan tubuhnya berusaha mengamati bunga yang menurutnya sangat menarik perhatian ’sesuatu’ itu.

Namun tanpa disadari sosok anak laki-laki juga sedang melakukan hal yang sama. Wajah mereka kini berpapasan. Mereka saling bertatapan. sang lelaki hanya tersenyum manis menatap yeoja yang ada dihadapannya sementara sang gadis tersentak dan menegakkan tubuhnya dengan seketika.

”Hai!” sapa sang namja dengan ramah. Gadis di hadapannya malah hanya diam dan memandang namja itu dari bawah sampai atas. Menelusuri setiap inchi tubuh pria itu.

”kenapa kau memandang ku seperti itu?”tanya sang lelaki.

”Tidak. Apa yang kau lakukan disini?” sang gadis balas bertanya dengan nada yang lebih ketus. Seperti ia tak suka jika taman favoritnya terdapat penghuni baru, meskipun ini taman umum.

”aku ingin menikmati indahnya taman kota ini. kau?” anak lelaki itu memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Ia melangkah perlahan mendekati gadis yang ada dihadapannya itu.

”mencari temanku, kupu-kupu!” ujar sang gadis singkat dan beranjak pergi kembali menelusuri setiap jengkal taman itu.

Ia terus saja mengedarkan pandangannya pada setiap bunga yang sekiranya akan ada kupu-kupu yang bertengger di atasnya. Sementara sang lelaki terus berjalan di samping gadis itu dengan tangan yang masih mendekam di saku celananya. Sejenak sang lelaki itu menatap gadis disebelahnya dengan ekor matanya.

”siapa namamu?” tanya sang gadis.

”onew.” jawab anak lelaki yang ternyata bernama onew itu. gadis kecil itu kini memutar badannya dan menatap lekat lelaki dihadapannya. Sejenak kemudian, sebuah senyuman ramah nan manis terlukis di wajahnya.

”aku Eidel.” eidel mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan yang sedetik kemudian langsung dibalas oleh onew.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Ia mengedarkan pandangannya pada ruangan berukuran 4×4 meter itu. matanya seolah sedang mencari-cari sesuatu. Ia mulai menapakkan kakinya pada lantai yang berkeramik putih. Dingin langsung menjalar di setiap telapak kakinya yang putih mulus itu. ia melangkahkan kakinya menuju lemari besar di sudut kanan ruangan itu.

 

Klek.. klekk…

 

Diputarnya kuci lemari itu dua kali. Lalu dengan perlahan ia membuka daun pintunya. Tangannya mulai menjamah setiap baju-baju yang tertumpuk rapi di dalamnya. Ia menggeledah setiap isi lemari itu dari atas sampai bawah.

 

Tatapannya sangat sendu. Seperti sedang mencari barang yang sangat berharga dan sangat dirindukannya.

 

Dukk…

 

Tangannya yang sedari tadi sibuk menjelajah setiap isi lemari itu, kini membentur benda keras. Matanya seakan langsung bersinar cerah. Ia mengeluarkan sebuah kotak kayu berukuran sedang  yang ditemukannya itu.

 

”aku merindukanmu!” gumam gadis itu.

 

Dibukanya kotak itu perlahan. Sebuah kaset terletak di dalamnya. Gadis itu tersenyum sembari mengambil piringan kecil itu. ia menyalakan DVD playernya dan memasukkan kaset tadi. ia duduk di ranjangnya sambil menatap penuh harap pada kaset yang kini sedang berputar.

 

Ia menunggu…

 

Hingga sebuah suara terdengar…

 

”saengil chuka hamnida… saengil chuka hamnida… saranghaneun Eidel~ah.. saengil chuka hamnida…(selamat ulang tahun… selamat ulang tahun… selamat ulang tahun Eidel… selamat ulang tahun…)”

”Eidel, selamat ulang tahun… kau mau apa di hari ulang tahunmu yang ke 16? Khusus hari ini aku akan menuruti semua permintaanmu. Kau mau apa? eidel, aku menunggumu di taman biasa ya! berdandanlah yang cantik. Love You!”

 

”Eidel!” panggil seseorang bersamaan dengan selesainya suara itu berbicara. Gadis yang dipanggil eidel itu tak menjawab dan hanya menatap pintu kamarnya yang kini mulai terbuka.

 

Seorang lelaki kini berdiri di ambang pintu. Ia menatap eidel dan berganti menatap sebuah kotak kayu yang digenggam erat oleh eidel. Pandangannya berubah menjadi pandangan prihatin. Ia menutup pintu kamar dan mendekat ke arah eidel.

 

”oppa, aku senang bisa mendengar suara itu lagi.” lirih eidel. Ia menundukkan kepalanya.

 

”ya! kau masih saja tak bisa melepasnya?” seru lelaki yang dipanggil oppa sembari memeluk erat eidel di dadanya yang bidang.

 

”hiks… hiks…” isak tangis eidel menderu di tengah ruangan yang hening ini.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Eidel POV

”kau sangat menyukai kupu-kupu, ya?” tanya onew yang duduk disampingku. ya, kini kami sedang berada di taman kota. taman favoritku.

Onew. seminggu lalu kami berkenalan. Rumahnya memang tak berada dekat dengan rumahku. Namun kami selalu bertemu di taman ini. karena inilah tempat kesukaan kami berdua.

”Ya, sangat suka!” ucapku mantab sambil tersenyum padanya. Ia menatapku lekat.

Deg…

Deg….

Deg…

Seperti ada dentuman keras di dadaku. Jantungku kini berdetak lebih cepat dan membuatku salah tingkah. Perasaan apa ini? kenapa aku jadi seperti ini? mana mungkin aku merasakan cinta?

Ya, kata oppaku, jantung kita akan berdetak lebih keras jika kita sedang jatuh cinta. Tapi aku masih berumur 10 tahun. Apa tak terlalu cepat?

Aku meraba bagian dada sebelah kiriku. Merasakan setiap denyutan jantung yang berlomba-lomba seperti ingin merobek dadaku.

”kenapa? Dadamu sakit?” tanya onew. wajahnya tampak khawatir. Aku menggeleng menandakan aku tak apa.

Hening.

Kami sama-sama tak tahu apa yang harus dilakukan. Aku masih dapat merasakan detak jantungku yang semakin memburu. Apa onew juga merasakan hal yang sama?

Tiba-tiba onew menyodorkan sesuatu di hadapanku. Setangkai…… aku tak tahu apa itu. seperti bunga, tapi bentuknya sedikit aneh. Bentuknya seperti permen kapas kecil berwarna putih. Aku mengerutkan dahiku menatapya.

”ini bunga Edelweis. Appaku membawakannya setelah pulang dari Indonesia.” ujarnya.

Aku menggamit bunga itu. menatapnya saksama. Sekilas tak ada yang menarik dari bunga ini. bahkan bisa dibilang jelek. Warnanya pun tak sebersih sayap-sayap putih kupu-kupu yang kusukai. Warnanya lebih cenderung putih kusam. Batangnya juga sedikit mengering. Mungkin bungan ini sudah diawetkan.

”itu bunga kesukaanku.” lanjutnya.

”bunga ini? apa menariknya bunga ini? biasa saja. bahkan mungkin tak cukup menarik untuk mendapat perhatian seekor kupu-kupu.” ucapku asal.

”kau jangan menilai dari bentuknya dulu. meski tak menarik tapi bunga itu abadi. Tak akan pernah bisa layu.” jelasnya. Aku sedikit mendelik mendengarnya. benarkah? Aku tak pernah mendengar ada bunga yang sanggup bertahan hidup selamanya tanpa diawetkan.

”tanpa diawetkan?” tanyaku tak percaya. Ia mengangguk mantab. Aku membulatkan bibirku dan ber-wah ria.

”namamu selalu mengingatkanku pada bunga itu. kau, kenapa sangat suka sekali kupu-kupu?” tanyanya kemudian.

Aku mengalihkan pandanganku dari bunga Edelweis yang kugenggam. Aku menatap ke langit biru diatas. Seperti menerawang hal apa yang aku sukai dari kupu-kupu.

Cantik?

 

Bisa terbang kemanapun sesukamu?

 

Sayap yang indah?

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Eidel POV

 

Kulangkahkan kakiku keluar dari kamarku. Tempat yang selama beberapa bulan ini kusinggahi tanpa menjejakkan kakiku dilain tempat.

 

Semenjak itu. yah, kau yang membuatku seperti ini. apa kau tau aku sangat terpuruk saat ini? bahkan untuk sekedar bangkit dari tidurku saja aku enggan. Aku seperti selalu ingin terlelap tidur. Aku tak ingin bangun, karena jika aku bangun aku akan menyadari bahwa kau tak ada di depan mataku saat ini.

 

Aku seperti terlalut dalam mimpiku.

 

Aku mulai memasuki pekarangan belakang rumah. kulihat sebuah pintu bercatkan coklat kayu yang sudah mulai lapuk disana-sini. Aku terus melangkah mendekati daun pintu itu. kuulurkan tanganku menggapai knop pintu yang sudah berkarat.

 

Krieeettt…..

 

Suara decitan terdengar saat pintu terbuka. Kurasa engsel pintu ini sudah benar-benar lapuk. Mungkin tak pernah ada yang memasuki ruangan ini lagi.

 

Aku menyipitkan mataku. Ruangan ini lumayan gelap. Hanya sedikit sinar yang masuk menerangi ruangan in dari celah-celah kecil di atap. Kutatap ruangan yang sangat pengap dan berdebu ini. sangat berantakan.

 

Aku semakin memasuki ruangan itu. Setiap langkahku selalu di sambut oleh benang-benang halus hasil pintalan laba-laba yang menerpa wajahku. Aku mengibas-ibaskan tanganku di depan wajahku sembari berusaha menghilangkan benang-benang halus itu.

 

Kemana benda itu? apa seseorang telah membuangnya?

 

Ku lihat ke seluruh penjuru ruangan ini. tapi ruangan ini tak mendapat cukup cahaya sehingga mempersulitku untuk mencari benda itu.

 

Benda yang sudah lama ini kusimpan dengan baik. Benda yang kini ku biarkan begitu saja di ruangan pengap ini sejak kau membuatku terpuruk. Tak kuhiraukan lagi benda itu akan mati atau tetap hidup.

 

Namun sekarang aku ingin melihatnya. Karena aku rindu sosok dirimu. Dan aku berharap aku bisa melihatmu dalam sosok yang kucari itu.

 

”kemana ya?”

 

Ku buang kardus-kardus yang menutupi sebagian lemari kecil yang ada di ujung gudang ini.

 

”akhirnya ketemu!” ujarku riang.

 

Aku mengambil sebuah kotak kaca yang sudah sangat berdebu dari dalam lemari.

 

Fuuuu….

 

Aku meniup permukaan kaca itu berusaha menghilang setiap debunya. Dan alhasil malah membuat nafasku sesak dan membuatku terbatuk.

 

Ada sebuat amplop berwarna putih di atas kotak itu. ya, setidaknya dulunya berwarna putih. Aku segera berjalan keluar dari ruangan yang sangat pengap ini sembari membawa kotak kaca dan sebuah amplop.

 

Aku duduk di pelataran belakang rumah. kotak itu kubiarkan berada dipangkuanku sementara aku membuka amplop itu.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

3 tahun kemudian….

”hey! Lihat, disini ada kupu-kupu yang sangat indah!” teriakku pada onew yang berdiri 10 meter dari tempatku kini.

Aku menatap takjub kupu-kupu yang sedang bertengger di sebuah bunga berwarna merah yang cantik. Aku tersenyum senang melihat kupu-kupu berwarna hijau muda itu sedang menghisap nektar yang ada pada bunga itu.

Onew kini sudah ada disampingku dan menatap kupu-kupu yang sedang syik dengan santapannya itu bersamaku.

”sayang aku tak menemukan yang berwarna putih.” ujarku kecewa.

Memang selama aku disini, yang selali kutunggu-tunggu hanya seekor kupu-kupu. Aku tak peduli sampai kapan aku harus menunggu. Bahkan mungkin aku rela menunggu selamanya untuk melihatnya. Dan dari sekian banyak kupu-kupu hanya satu yang paling kusuka. Satu yang berwarna putih.

Selama tiga tahun ini. selama aku mengenal onew, dan semenjak pertanyaannya tiga tahun lalu itu aku sering melayang dengan pikiranku sendiri.

Aku terus mencari-cari alasan yang tepat mengapa aku sangat menyukai kupu-kupu. Aku rasa aku suka tanpa beralasan. Tapi tak mungkinkan? Setiap orang pasti punya alasan tersendiri saat menyukai sesuatu.

Seperti onew yang menyukai bunga Edelweis karena keabadiannya.

Tapi aku?

Aku hanya merasa aku memang ditakdirkan untuk menyukai kupu-kupu. Tak ada alasan lain. Aku seperti hanya mengikuti kata hatiku untuk menyukai kupu-kupu meski aku tak tahu untuk apa aku menyukainya.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Hai, Eidel…..

 

Kau sudah pasti ada di rumah kan saat membaca surat ini? Love You, aku sangat sangat mencintaimu.

 

Apa itu kata itu cukup membukatikan bahwa aku mencintaimu? Kurasa tidak ya.

 

Apa sempat terpikir  olehmu jika aku akan pergi mendahuluimu? Atau kau bahkan berpikir bahwa aku akan selalu medapingimu? Ya! aku bukanlah bunga Edelweis yang akan selalu indah setiap saat meski sudah dipetik. Aku ini Onew.

 

Aku dulu sempat berharap aku ada;ah edelweiss yang abadi. Agar aku bisa selalu bersamamu. Tapi ternyata aku tak bisa. Dan kini aku berharap aku adalah seekor kupu-kupu. Supaya sekarang juga aku bisa terbang kepadamu. Apa pikiranku terlalu kekanak-kanakan? Kurasa iya.

 

Hey! Kau harus ingat! Kau jangan terus-terusan berada di taman hanya sekedar untuk menunggu kupu-kupu. Kau bisa sakit jika kau terus-terusan terkena angin. Kau tak ingin berakhir sepertiku kan?

 

Sudahlah jangan menangis! Aku baik-baik disini.

 

Apa kau mengirimiku pasukan kupu-kupu? Lihat! Banyak sekali kupu-kupu disekitarku. Aku tak bercanda. Aku serius. Apa kau mau lihat? Boleh saja, tapi jangan sekarang ya. aku tak ingin kau menyusulku. Biarkan saja aku disini sendiri, jangan khawatirkan aku. Kau mengerti?

 

Ya! kau tahu? Kurasa cintaku padamu akan tetap abadi seperti bungan Edelweis. Aku sedang tidak menggombal. Apa kau mau janji padaku? Setiap kau mendengar namamu disebut, kau harus mengingatku. Karena namamu sangat mirip dengan bunga kesukaanku. Kau bisa?

 

Sepertinya aku ingin berbicara lebih banyak padamu. Tapi aku sudah lelah. Hehe…

 

Hiduplah dengan baik. Tanpa menunggupun, kurasa kupu-kupu itu akan datang dengan sendirinya padamu. Dan jangan lupa, kau harus mencari alasan mengapa kau menyukai kupu-kupu. Jika kau sudah menemukannya, temui aku ditempat aku ’tertidur’. Aku ingin mendengarnya. ah.. dan juga, kupu-kupu pemberianku, anggap saja itu sebagai penggantiku. Ya?

 

Eidel… aku mencintaimu..

 

Love,

 

Onew.

 

Tak kurasa setitik air mata telah jatuh membasahi pipiku. Aku tertawa kecil membaca setiap larik kalimat kocak yang dituliskannya. Tapi aku juga tak bisa menghindari air mata yang sudah berlomba-lomba ingin keluar dari pelupuk mataku.

 

Aku mengusap pipiku perlahan. Kusingkirkan sejenak surat yang menyesakkan tapi sangat berarti untukku. Kini aku beralih pada sebuah kotak kaca dengan ukuran yang tak cukup besar dan terdapat dua buah lubang di samping kanan kirinya. Aku mengambil sapu tangan dari saku jaketku. Kuusap setiap inchi permukaan kaca itu hingga noda-noda yang menempel hilang tak tersisa.

 

Aku menatap isi dari kotak kaca itu.

 

Mataku berkaca-kaca lagi melihatnya. Sepele mungkin. Hanya sepasang kupu-kupu yang bahkan sekarang sudah usang sayapnya. Tak kusangka ia masih hidup samapi saat ini. aku pikir sudah mati.

 

Seikat bunga Edelweis juga ada di dalam kotak kaca itu. menambah haru suasana yang ada dihatiku saat ini.

 

’neoyege giweojun banjiga

Nae sonae chagabgae dorawa

Nae maeum do gatchi dolryeo badeun

Majimak seonmul..’

 

Handphoneku berdering.

 

”hallo? Kakak? Ya? Tidak… Baiklah, aku akan menunggumu di rumah. ne.”

 

Klik…

 

Kuputuskan hubungan telfon itu.

 

Tatapanku kembali tertuju pada kotak kaca di pangkuanku. Jantungku mulai berdegup tak karuan. bukan karena perasaan cinta. Melainkan rasa takut. Takut akan kenyataan tentang kepergianmu.

 

Aku menatap sepasang kupu-kupu yang beterbangan hilir mudik di sekitar kotak kaca tersebut. Kurasa mereka jenuh terus berada di dalam kotak sempit itu dan takbisa bebas terbang. Ingin sekali rasanya aku melepasmu, tapi tak bisa. Aku terlalu takut kehilanganmu. Aku terlalu takut akan melupakan setiap memori kita.

 

Tahukah kau?

Kau itu bagai kupu-kupu bagiku. Kupu-kupu bersayap putih yang selalu menerangi hatiku. Selalu membuatku tersenyum meski leluconmu itu sama sekali tak lucu bagiku. Tapi kau selalu berusaha, berusaha membuatku nyaman didekatmu.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

”apa yang kau lakukan?” tanyaku saat melihat onew sibuk dengan bunga-bunga kecil ditangannya. Entah apa yang akan ia buat. Ia menggabung-gabungkan setiap tangkai bunga itu menjadi rangkaian yang lumayan indah.

”kau tak lihat aku sedang merangkai bunga?” jawabnya singkat.

”aku tau, tapi untuk apa?”

”untukmu!”

Deg deg deg

Jantungku lagi-lagi berdetak dengan cepat. entah perasaan apa sebenarnya yang kurasakan. Aku seperti hendak meledak. Wajahku memanas, kurasa pipiku sudah merona merah. Selama aku bersama onew, ini lah yang kurasa. Dan aku sama sekali tak tahu apa artinya ini.

Sepertinya aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal berbau dewasa seperti ini. tapi aku selalu merasa nyaman didekatnya. Selalu merasa senang dan merasa hatiku sangat damai saat bersama dirimu.

Aish.. apa yang kau pikirkan eidel? Kau masih terlalu kecil untuk memikirkan itu. syuh syuh… nanti kau dimarahi oppa jika kau terus memikirkan itu.

”sudah jadi!” ujarnya sembari menyodorkanku hasil karyanya. Seperti sebuah mahkota. Tapi menariknya mahkota buatannya ini dibuat dari bunga-bunga yang dipetiknya ditaman ini.

Cantik. Satu kata itu yang mampu melukiskan karya itu.

Ia mendekat ke arahku dan mengenakannya di kepalaku. ia menatapku sejenak lalu tersenyum sangat lebar.

”Kau cantik!” ujarnya.

”Lihat! Kupu-kupu putih!” tunjuknya seketika pada bagian atas kepalaku. aku mendongak mencaoba melihat apa yang ada di atas kepalaku. dan benar saja, seekor…. tidak sepasang kupu-kupu putih sedang terbang di atas kepalaku.

Mungkin mereka tertarik dengan mahkota bunga buatan onew.

Aku tersenyum senang. Entah mengapa aku sangat senang melihat kupu-kupu itu. seperti ada gejolak tersendiri dalam diriku. Akupun tak tahu apa itu.

Ini adalah kali kedua aku melihat kupu-kupu berwarna putih cemerlang ini. pertama, saat aku masih berumur 5 tahun. Saat itu aku sedang bersama ibuku. Dan sekarang berkat onew, aku bisa melihatnya lagi.

Kurasa aku mulai menemukan alasan mengapa aku menyukai kupu-kupu ini.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Aku menundukkan kepalaku berusaha melihat lebih dekat kupu-kupu didalam kotak ini, warnanya sangat kusam. Padahal awalnya berwarna putih bersih.

 

Apa aku harus membersihkannya? Kurasa tidak, karena itu justru akan menyakitimu. Jadi aku biarkan saja? tapi aku tak mau kau mati dengan tampilan jelek seperti itu nantinya. Menyusahkan juga.

 

”onew, kau lihat. Kurasa mereka bertahan hidup untuk menemaniku disini.” ujarku entah pada siapa.

 

Semilir angin berhembus dan menerbangkan setiap helaian rambutku yang tergerai. Angin dengan lembut membelai kulitku dan seperti membisikkan sesuatu ditelingaku.

 

Kau mendengarnya, onew?

 

Kau tahu? Mungkin kupu-kupu ini akan tetap menjadi kupu-kupu indah dengan sayap putih bersih jika saja kau tak pergi. Aku sebenarnya kasian, kau yang memulai. Kupu-kupu ini yang kena batunya.

 

Haha… tidak juga, aku juga salah karena terlalu takut melepasnya.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

”ya! kemarinkan aku sudah berhasil membuatmu bertemu dengan kupu-kupu putih itu. sekarang kau jawab pertanyaanku ya!” ujar onew dengan ceria padaku.

Seperti biasa, kami duduk di sebuah bangku panjang di taman kota ini. kami selalu bertemu disini untuk sekedar menghabiskan waktu. Atau bahkan kai sering lupa waktu.

Aku menatapnya dan menaikkan salah satu alisku.

”mengapa kau suka dengan kupu-kupu? Kau tak pernah menjawabnya, sekarang kau harus menjawabnya sebagai rasa terima kasihmu!” ujarnya sembari melipat kedua tangannya di depan dadanya.

”apa aku harus menjawabnya?” tanyaku balik.

”tentu saja.” singkatnya.

”mm… karena aku merasa aku sudah ditakdirkan untuk menyukainya!” jawabku asal. Aku tersenyum melihat perubahan wajahnya yang jadi kecut seperti itu.

Kurasa jawabanku sangat diluar harapannya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Seketika itu juga aku merasa wajahku memanas. Lalu dengan segera tangannya terulur dan menyentil keningku.

”auw…” aku meringis kesakitan dan memegang keningku degan kedua tanganku.

”ya! alasan macam apa itu, huh?” ujarnya setengah berteriak padaku.

Aku hanya mengerucutkan bibirku menatapnya dan kemudian memeletkan lidahku. Dan terjadilah kejar-kejaran diantara kami.

Ia terus saja mengejarku. Seakan ia tak mau kalah sebagai seorang pria. Dan saat itu juga, aku melihat senyum manis tersungging dibibirnya. Tak sama seperti senyum yang ai tunjukkan beberapa waktu lalu, kali ini berbeda. dan jantungku seperti berdegup kencang saat melihatnya.

”ya! onew, hidungmu!” teriakku kaget setengah mati melihat wajahnya. aku segera berlari ke arah onew.

Kulihat darah segar yang mengalir dari hidungnya perlahan. Wajah onew seketika berubat pucat. Ia mengusap noda di hidungnya itu dengan tangannya namun kucegah.

”jangan gunakan tanganmu!”

Aku merogoh-rogoh saku celanaku dan mengambil sebuah sapu tangan kesukaanku. Sapu tangan dengan motif kupu-kupu di sudutnya.

Segera saja kuusapkan sapu tangan itu ke hidungnya dengan perlahan. Ia hanya diam dan menatapku lekat. Ia bahkan menatapku seakan-akan aku ini makhluk purba yang tiba-tiba saja ada di duni modern ini.

”aku bisa sendiri!” ujarnya datar dan mengambil alih sapu tangan itu.

Kulihat sosok onew dihadapanku yang masih sibuk membersihkan setiap darah yang melekat. Wajahnya pucat. Aku tak pernah melihat keadaan onew yang seperti ini. membuatku khawatir dan gusar.

”kau baik-baik saja? kau kenapa? Apa kau sakit?” pertanyaan-pertanyaa itu terus saja terlontar tanpa permisi. Mungkin aku memang khwatir pada keadaannya. Terlalu khawatir malah.

” tidak, aku tak apa.” ujarnya singkat.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Tapi… kupu-kupu yang semulanya putih bersih, bisa menjadi kusam dan terabaikan bukan?

 

Onew… kau tahu bukan bahwa kau adalah kupu-kupu bagiku. Aku tak peduli aku tak akan pernah lagi menemukan kupu-kupu putih itu lagi, karena kau disisiku. Tapi sekarang?

 

Apa aku harus mengulanginya lagi? Menunggu ditaman kota untuk menunggu kedatangan barang seekor kupu-kupu berwarna putih. Terus menunggu hingga akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang ternyata akan menjadi berharga untukku. Yaitu kau?

 

Tapi jika aku me-replay semua kejadian itu, apakah mungkin aku masih bisa menemuimu? Bahkan mungkin sampai matipun kau tak akan datang.

 

Tes.. tes..

 

Sebercak darah menetes dan mengotori permukaan kotak kaca yang ada dipangkuanku. Aku menatapnya datar. Kuusap hidungku, dan benar saja. darah sudah melekat di jemariku, menandakan aku mimisan.

 

Aku mengusap hidungku dengan asal menggunakan jaketku. Kubersihkan noda darah yang ada dipermukaan kotak kaca itu dengan segera.

 

Apa yang ada dipikiranmu jika kau melihat keadaanku sekarang? apa aku boleh menyusulmu saat ini?

 

”eidel!” panggil seseorang saat aku masih sibuk mengusap kotak kaca ini. aku mendongakkan kepalaku dan menatap sosok yang berjalan mendekat ke arahku.

 

”oppa? Kau sudah pulang?” aku berusaha ceria dihadapannya. Oppaku, yang selalu berusaha membangkitkanku dari semua keterpurukanku ini. orang yang kini selalu ada untukku meski aku kadang tak menganggapnya, meski aku kadang selalu menyebut  nama onew padahal yang ada dihadapanku adalah dirinya.

 

Ia tersenyum hangat padaku. Senyuman khasnya.

 

Ia menatap lengan jaketku yang kugunakan untuk membersihkan darah tadi. aku berusaha menyembunyikannya namun ia sudah terlanjur melihatnya.

 

Ia menarik tanganku pelan.

 

”kau kambuh lagi?” serunya. Mimik khawatirnya sudah mulia tampak.

 

”tidak, aku tak apa.” ujarku singkat sambil kembali memandang sepasang kupu-kupu dipangkuanku.

 

”kau harus ke rumah sakit.”

 

”tak usah. Aku tak apa. oppa, apa aku seperti dia? Dia dulu juga seperti ini, selalu mengatakan tak apa jika sedang kambuh atau saat aku menanyakan perihal penyakitnya.” aku menatapnya dan tersenyum padanya.

 

Oppa, kakakku kini menatapku miris. Aku tau kau pasti tak ingin melihat adikmu terpuruk seperti ini kan? Aku tahu oppa, kau selalu ingin membuatku bahagia dan sembuh. Tapi aku justru tak ingin oppa. Aku ingin seperti ini. apa adanya, dengan begitu aku bisa segera menyusulnya.

 

Aku kembali memandang kupu-kupu dihadapanku. mereka beterbangan tak tentu arah dan sesekali menabrakkan dirinya di dinding kaca itu.

 

Apa kalian merasakan kesedihanku? Apa kau merasakannya onew? atau kau justru tak suka?

 

Onew, kau pasti tahu seberapa cantik kupu-kupu ini dulu. tapi apa kau lihat sekarang? bahkan kupu-kupu ini sudah usang. Sayap-sayapnya ada yang sobek. Mungkin itu yang terjadi pada hatiku saat ini. dan apa kau lihat bungan edeweis ini? kau selalu membanggakannya karena kecantikan dan keabadiannya. Tapi apa kau lihat? Sekarang bahkan bungan ini sudah sangat mengering dan berdebu.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Onew POV

3 tahun kemudian…

Edeilweiss…

Apa kau sering dengar filosofi tentang bunga itu?

Bunga yang abadi katanya.

Bunga yang bahkan jika dipetik tak pernah akan layu.

 

Apa kau tahu, butuh perjuangan untuk mendapatkan keabadian itu?

Kita harus mendaki berpuluh-puluh atau bahkan berratus-ratus meter.

Belum lagi angin dingin yang senantiasa siap menerpa kulit rentan kita.

 

Tapi semua itu setara dengan kecantikan abadi yang kita dapatkan bukan?

Seperti cinta bukan?

Cinta itu abadi, kan?

 

”ARGGHHHH ” rintihku saat kurasakan sebuah jarum berukuran lebih besar dari jarum biasa menusuk bagian panggul belakangku.

”ARGGHH” rintihku lagi. Tanganku mencengram kuat sprai kasur ini dan kugigit bibir bawahku berusaha menahan rasa nyeri di tulangku saat sesuatu tersedot keluar dari dalamnya. Proses pengambilan sumsum tulang belakang itu serasa berlangsung sangat lama. sakit terus menjalar di tubuhku bahkan ketika kini jarum itu sudah tak lagi menancap di tubuhku.

”sekarang tuan bisa istirahat.” ujar seorang suster sambil menyelimutiku. Aku menghela nafas berat. keringat mengucur dari dahiku, mungkin efek rasa sakit mendalam yang kurasakan tadi. aku bahkan masih takut untuk menggerakkan tubuhku, takut jika rasa sakit itu kembali menjalar.

Leukemia…

Ya, penyakit mematikan itu kini bersarang ditubuhku. Ah tidak, tapi sudah sejak aku berumur 11 tahun. Awalnya aku merasa biasa dengan penyakit ini. tak ada rasa takut sama sekali mengingat leukemia adalah penyakit yang mayoritas membawa pada ambang kematian. Dulu aku masih bisa bermain dengan riang tanpa perlu terlalu terbebani oleh pengobatan-pengobatan yang kujalani.

Tapi sekarang, rasa takut itu justru menyelubungiku. Seperti awan hitam pekat yang membungkus pikiranku akan kesembuhan. Aku bahkan selalu pesimis aku bisa menjalani hidup barang satu hari lagi. Dan terlebih lagi, rasa sakit yang terus menjalari setiap inchi tubuhku ini semakin menyiksaku. Aku benar-benar tak bisa menahannya lagi.

Tapi kau…

Eidel, apa kau tau kau adalah alasan untukku masih bertahan sampai saat ini? mungkin jika aku tak bertemu denganmu, aku sudah mati bertahun-tahun lalu. Kau seperti pelita dalam kepekatan akan kematian.

Tapi apa kau juga merasakan seperti ku? saat jantungku berdebar-debar dengan hanya menatap wajahmu atau melihat senyummu. Apa kau merasakannya? Apa kau sama halnya mencintaiku?

Edelweiss, bunga abadi…

Apa sama seperti cinta?

Cinta adalah keabadian bukan? Cinta adalah jantung dari kehidupan manusia.

Cinta adalah alasan untuk manusia hidup.

Agar kita bisa tetap melihat orang yang kita cintai bahagia.

Cinta adalah ketika kita mencoba bertahan, tersenyum dan tertawa dihadapannya demi membuatnya bahagia.

Edelweiss juga begitu kan?

Ia berusaha untuk tetap abadi agar bisa mencoba membahagiakan setiap pecintanya.

Apa kau berharap kau adalah edelweiss yang akan selalu abadi?

Tak pernah mati, begitu?

Kuharap ya..

Dan aku berharap kau adalah my Edelweiss…

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Eidel POV

 

Kata orang cinta adalah sumber kekuatan bagi kita.

 

Tapi apa itu juga berlaku bagiku? Saat aku mengingatmu sebagai cintaku, aku justru patah harapan. Karena visualmu pun kini tak bisa lagi kujangkau. Dan bahkan saat aku mengingatmu, aku selalu ingin pergi menuju bayangan hitam yang membuntutiku. Bayangan akan maut.

 

Apa kau lihat kupu-kupu ini sekarang?

 

Apa benar katamu beberapa waktu lalu? bahwa kupu-kupu ini adalah pengganti dirimu? Apa kau benar-benar bertransformasi menjadi kupu-kupu ini? atau kau sekarang seekor kupu-kupu?

 

Kenapa saat itu kau tak berharap saja menjadi edelweiss yang abadi? Dengan begitu kau akan bisa selalu bersamaku kan? Apa kau tak menginginkan itu?

 

Apa kau lihat isi kotak kaca ini? kupu-kupu dan edelweiss. Mereka bersama dalam kotak kaca ini. apa kau sepemikiran denganku onew? mereka bersatu kan dalam satu wadah? Tapi kenapa tidak dengan kita?

 

”ya! apa yang kau pikirkan?” tanya oppa yang kini duduk disampingku. ia menatapku heran. Mungkin ia penasaran apa yang sedari tadi kulakukan. Hanya menatap penuh arti pada sebuah kotak kaca berisi sepasang kupu-kupu.

 

”aku sedang memikirkan kupu-kupu dan…. ini!” aku menunjuk seikat bunga edelweiss yang ada didalam kotak kaca itu bersama kupu-kupu itu.

 

Oppa menatap dengan saksama bunga itu.

 

”bunga edelweiss. Bunga abadi. Apa kau pernah mendengarnya?” terangku. Ia hanya mengangguk.

 

”aku pernah dengar. Untuk apa kau memikirkan kupu-kupu dan bunga itu?” kali ini oppa beralih menatapku dengan sepasang alisnya yang bertaut.

 

”aku memikirkan edelweiss dan kupu-kupu. Aku dan dia.”

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

”eidel, aku menyukaimu! Tidak, bukan. Tapi aku mencintaimu.” ujar onew dan seketika itu juga membuat mataku membelalak lebar.

Apa telingaku tak salah dengar? Tapi aku rasa pendengaranku masih normal.

Kurasakan wajhaku memanas. Pasti sekarang pipiku sudah merona. Apa benar ia mencintaiku? Selama 6 tahun aku mengenalnya dan akhirnya cintaku tak bertepuk sebelah tangan?

Aku masih diam ditempat sementara onew memandangku penuh harap. Kurasa ia benar-benar berharap aku akan mengatakan bahwa aku juga mencintainya. Ia mulai mengylurkan tangannya dan menggamit tanganku. digenggamnya dengan erat tanganku dengan kedua tangan hangatnya.

Deg… deg… deg…

Jantungku berpacu cepat saat ini. detakan-detakannya seperti bom waktu yang hampir meledak. Dan bahkan tulang-tulangku terasa nyeri saat ini. apa ini juga efek dari kegugupanku?

”aku mencintainya! Apa kau mau menjadi edelweiss-ku?” ujarnya dengan lembut.

”ya! kenapa harus edelweiss? Kenapa tidak kupu-kupu-ku?” selaku. Aku memang sedikit tidak terima karena ia memanggilku dengan sebutan edelweiss. Aku kan tak terlalu menyukai bunga itu. dan kenapa tak memanggilku kupu-kupu yang jelas-jelas lebih kusukai?

”ya! kau merusak suasana saja. kau kan cintaku, cintaku itu abadi. Dengan begitu kau edelweiss-ku. bagaimana? Kau mau tidak?” ujarnya tak mau kalah.

Aku tersipu malu mendengarkan penjelasannya itu. kugenggam tangannya semakin erat menandakan aku menerimanya dan juga untuk menyembunyikan kegugupanku yang semakin menjadi.

”tentu.” ujarku dan menundukkan kepalaku. saat itu juga, kurasakan sebuah kehangatan menjalari tubuhku. Ya, onew memelukku. hangat sekali rasanya. Sama seerti saat omma, appa atau oppa memelukku. tidak. tapi ada yang berbeda. seperti ada gejolak tersendiri saat aku memeluknya. seperti jantungku yang masih terus berdegup kencang.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~


”arghh… ” aku merintih kesakitan. Tiba-tiba saja tulangku merasakan sakit. Nafasku terasa sedikit sesak, tenggorokanku tercekat dan jantungku seperti ingin meremukkan paru-paruku. Sakit sekali.

 

Aku meremas tanganku sendiri berusaha menahan perih pedih yang kurasa saat ini. ya, sepertinya memang kekebalan tubuhku benar-benar sudah hancur.

 

”kenapa?” tanya oppa yang mulai panik melihat tingkah polahku.

”Tidak. Aku tak apa.” ujarku dan memaksakan senyumku padanya.

 

Aku menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan mencoba menenangkan diriku. Aku mencoba untuk tak menghiraukan pikiranku akan rasa sakit yang masih menjalar ini.

 

”Love You.” gumamku.

 

”apa?” tanya oppa yang bingung dengan ucapanku.

 

”Love you,  onew.”

 

Kapan kau akan mengatakan kata cinta itu lagi padaku? Kapan kau akan memanggilku dengan sebutan ’my edelweiss’ lagi?

 

Dan kapan kupu-kupu ini bisa menjadi seputih dan seindah dulu?

Apa justru kupu-kupu ini akan semakin kelam menghitam?

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Aku sangat senang sekarang. jelas saja, hari ini adalah hari ulangtahunku.

Kejutan apa yang akan kudapatkan hari ini? kutatap keluar jendela, angin berhembus perlahan. Kurasa cuaca diluar sangat dingin.

Huft… sudah pukul 9, dan sampai saat ini onew masih belum mengucapkan selamat padaku. Jahat sekali. apa ia lupa dengan hari ulangtahunku?

Fuuu…

Kuhembuskan nafasku.

”argh…” pekikku. Kurasa seperti ada benda tajam yang menusuk-nusuk kepalaku. sakit sekali rasanya, bahkan rasanya kepalaku ingin meledakkan diri. Jantungku juga tiba-tiba terasa sesak. Seperti ada tali tambang yang mengikat kuat jantungku, menghentikan setiap aktifitasnya memompa darah.

Tok.. tok.. tok…

Terdengar seuara ketukan pintu dari luar kamarku. Aku menatap pintu yang masih tertutup dan masih terdengar bunyi ketukan. Aku segera berjalan mendekati pintu itu dan membukanya. Kudapati 3 sosok yang kusayang kini berada di hadapanku.

”oppa? Omma? Appa?” panggilku pada semua yang ada dihadapanku kini.

”selamat ulang tahun!” teriak oppa dan langsung menghambur ke pelukanku. Aku membalas pelukannya. Dan kubisikkan terima kasih padanya.

Lalu kulihat dibalik tubuh oppa yang masih memelukku, omma yang sedang membawa sebuah kue tart berbentuk kupu-kupu. aku tersenyum melihatnya.

”kau mau meniup lilinnya dan make a wish?” Tanya appa padaku. Aku mengangguk.

Aku mengatupkan kedua tanganku di depan dadaku seraya memohon permintaan. Permintaan apa yang sebaiknya kuajukan?

’aku ingin bahagia. Aku ingin seluruh keluargaku bahagia. Aku ingin kupu-kupu-ku senantiasa disisiku. Aku ingin menjadi edelweiss seperti yang diharapkannya. Aku ingin menjadi cinta terakhir untuk onew.’

Fffiuuuhh….

Kutiup lilin itu dengan satu hembusan nafasku. Kutatap lilin yang sudah mati itu dengan sebuah senyuman.

”eidel kau kenapa?” teriak oppa tiba-tiba. Aku menatapnya tak mengerti.

”kau mimisan!” dengan sigap oppa mengambil tissu yang ada di dekatnya dan mengusap hidungku.

Arghh… rintihku dalam hati.

Kepalaku terasa pusing lagi.

”tak apa, mungkin aku hanya kelelahan.” ujarku mencoba menenangkan semua yang kini tampak khawatir. Aku tak suka melihat orang-orang yang kusayangi khawatir padaku. Aku tak ingin kehadiranku justru membuat mereka gusar. Yang aku ingin kehadiranku membawa ketenangan bagi mereka.

Tingg tooonngg…

Bel rumah berbunyi. Appa dengan segera berjalan menuju pintu utama rumah ini.

”ini ada kiriman untukmu.” ujar appa yang berjalan mengampiriku. Aku menerima sebuah bungkusan kotak kecil dari tangan appa itu. aku menatapnya.

’your butterfly’

Senyum langsung terkembang di wajahku. Seakan mengerti alasan aku langsung sumringah, mereka bertiga lantas meninggalkanku. Aku segera menutup pintu kamarku dengan rapat.

Aku duduk di tepi ranjangku sembari menatap bingkisan itu. kubuka dengan perlahan bukisan itu. sebuah kaset entah apa isinya.

”apa maksudmu memberikanku sebuah kaset?” gumamku pada diriku sendiri.

Aku lantas menyetel kaset itu. kutunggu beberapa saat hingga kaset itu mulai memutarkan sebuah suara.

Suara yang selalu kutunggu. Suara yang selalu menenagkanku. Suara yang bagaikan angin lembut yang berdesir di hatiku.

”saengil chuka hamnida… saengil chuka hamnida… saranghaneun Eidel~ah.. saengil chuka hamnida…(slamat ulang tahun.. selamat ulang tahu…selamat ulang tahun Eidel.. selamat ulang tahun..) ”

”Eidel, selamat ulang tahun… kau mau apa di hari ulang tahunmu yang ke 16? Khusus hari ini aku akan menuruti semua permintaanmu. Kau mau apa? eidel, aku menunggumu di taman biasa ya! berdandanlah yang cantik. Love You!”

Aku terus saja tersenyum mendengar setiap kata yang terucap itu.

Kau menungguku di taman? baiklah jika itu maumu. Aku akan berdandan cantik untukmu hari ini.

Segera kubuka lemari besar di sudut kamar. Aku menatap tumpukan-tumpukan baju disana. Sebaiknya baju apa yang kukenakan?

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

”oppa.. kau mau mengantarkanku ke tempat perisitirahatannya?” tanyaku pada oppa sambil menatapnya.

 

Oppa menaikkan alisnya. Mungkin ia bingung tempat apa yang kumaksud.

 

”tempatnya oppa. Ada yang harus  kukatakan padanya. Dan aku yakin ia pasti rindu dengan kupu-kupu ini dan edelweissnya.” jelasku.

 

Kulihat raut wajah oppa mulai berubah. Prihatin. Mungkin ia sekarang sedang membatin, sampai kapan adikku ini akan terpuruk dan tak ingin bangkit dari penyakitnya?

 

Tapi aku memang benar-benar ingin ke sana. Aku ingin mengatakan alasan mengapa aku suka kupu-kupu. aku sudah mendapatkannya. Aku harus segera mengatakannya. Dan aku rindu pada kupu-kupuku. Aku ingin melihatnya meski aku hanya bisa melihat ukiran namanya pada sebuah batu nisan.

 

”Ayo!” oppa berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.

 

Aku menyambut tangannya dengan senang hati.

 

Aku akan datang onew. kau tunggu ya. edelweiss kesukaanmu akan datang bersama kupu-kupu penggantimu ini.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

”onew!” ujarku sembari melambaikan tanganku padanya. Ia yang sedang duduk di sebuah bangku panjang menoleh ke arahku dan balas melambai padaku.

Aku memasukkan tanganku ke saku jaketku. Dingin sekali cuaca hari ini. mungkin itu juga yang onew rasakan melihat ia memakai jaket tebal dan syal yang menghangatkan tubuhnya.

Aku berjalan menghampiri onew. sesampainya aku langsung duduk di sampingnya. Kulihat ia hanya memandang lurus ke depan dengan senyum simpulnya. Aku menunggu apa yang akan ia katakan saat ini juga. Tapi ia hanya diam membisu.

”kenapa kau diam?” tanyaku.

”menahan rasa sakit.” ujarnya pelan.

”Apa?” aku terkejut mendengarnya.

Menahan sakit? Apa maksudnya? Apa ia kambuh lagi? Ah.. tapi ia tak pernah mengatakan padaku sakit apa yang bersarang ditubuhnya. Ia hanya mengatakan bahwa ia tak apa dan ia tak keberatan dengan kehadiran penyakit itu.

”ahh.. tidak. selamat ulang tahun, sayang!” ia mngucapkan selamat dengan ceria padaku. Kulihat tangannya menyodorkan sesuatu. Aku mengamati benda itu. sebuah kotak kaca yang berisi sepasang kupu-kupu berwarna putih.

Seulas senyum langsung terkembang lebar diwajahku. Aku mengambil kotak kaca itu. kuamati setiap kupu-kupu yang beterbangan kesana kemari dengan senangnya.

”thank you!” ujarku senang.

”untunglah kau senang.” serunya sambil menghela nafas panjang. Nafas yang menurutku sangat berat.

Aku menatapnya dan tersenyum. namun saat kulihat, baru kusadari wajha onew sangat pucat. Mata bagian bawahnya terlihat menghitam. Apa ia kelelahan?

Ia kembali menatap lurus kedepan sementara aku terus mengamati pergerakan kupu-kupu ini.

Tiba-tiba ada seikat bunga yang tersodor di depanku. Dari bentuknya aku masih sangat ingat itu ada bunga edelweiss. Aku menatap onew bingung.

”bunga edelweiss terakhirku.” ujarnya.

Tenggorokanku tercekat mendengarnya. apa maksudnya terakhir? Apa itu berarti ia akan meninggalkanku?

”aku tak mungkin terus memetik bunga ini. bunga ini sudah langka dan dilindungi.” ujarnya lagi.

Huft…

Aku menghembuskan nafas lega. Kau tak boleh berpikir yang tidak-tidak eidel.

Aku mengambil bunga itu. kumasukkan bunga itu ke dalam kotak kaca itu. setidaknya bisa menjadi tempat bernaung untuk para kupu-kupu itu. kurasa kupu-kupu itu senang karena mereka terlihat beterbangan dengan sangat kencang kesana-kemari.

Selama kurang lebih satu jam aku memandang kupu-kupu ini. meski tampaknya biasa namun aku tak bosan. Karena aku memang menyukai kupu-kupu. dan kurasa sedari tadi new hanya diam saja tak berkata apa-pun. Padahal biasanya ia selalu banyak bicara dan mengalihkan perhatianku dari kupu-kupu.

Ia pernah berkata padaku bahwa aku lebih menyukai kupu-kupu ketimbang dirinya. Padahal kan tidak. onew itu adalah satu-satunya yang paling kusukai. Kupu-kupu yang tak pernah kutemukan dimanapun.

Aku menatap dirinya yang duduk disampingku. ia menundukkan kepalanya. Tangannya ia masukkan ke dalam saku jaketnya. Sepertinya ia kedinginan. Angin yang berhembus sepoi-sepoi menampar helaian poninya.

Aku penasaran kenapa ia tahan sekali dengan suhu yang dingin ini? kudekatkan wajahku menatap wajahnya. matanya terpejam. Apa ia sangat kelelahan makanya ia tertidur? Apa ia tertidur karena berusaha menahan dinginnya cuaca kali ini?

Kubiarkan ia tetap tertidur. Aku tak ingin mengganggunya. Aku kembali bermain dengan kupu-kupu pemberian onew tadi.

’menahan rasa sakit.’

Aku kembali teringat perkataan onew tadi.

Deg… deg… deg….

Jantungku berpacu cepat bersamaan dengan rasa sakit yang kurasa saat jantung ini berdetak. Aku mengerang kecil. Menahan rasa sakit yang akhir-akhir ini kurasa.

”onew.” panggilku.

Ia tak bergeming. Ia masih diam dan memejamkan matanya.

”onew.” panggilku lagi dan kini tubuhnya oleng.

Hatiku mencelos melihatnya. Apa-apaan ini? ada apa dengannya? Kenapa ia hanya diam dan sekarang terjatuh? Apa ia terlalu lelap dalam tidurnya?

”ONEW!! ONEW!! BANGUN!!” teriakku dengan suara yang tercekat. Aku terus mengguncangkan tubuhnya dan sama seperti tadi, tak ada reaksi apapun.

Tangisku pun mulai pecah. Aku terus mengguncangkan tubuhnya berharap ia akan terbangun dan tersenyum padaku. Tapi percuma.

Kugenggam tangannya. Dingin. Itu yang kurasakan saat kulitnya menyentuh kulitku.

Apa kupu-kupu itu merasakan sakit yang dirasakannya?

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Jika memang kupu-kupu ini adalah pengganti dirimu…

Seharusnya mereka bisa merasakan apa yang kurasa sekarang…

Aku sudah memutuskan..

Tunggu aku, my butterfly..

 

”onew, Selamat siang! I miss you so much!” ujarku saat aku sampai di tempat peristirahatan onew. oppa membiarkan ku sendiri disini. ia tak ingin menganggu waktuku dengan onew katanya.

 

Aku mengusap nisan tempat namamu terukir. Sebuah senyum terulas diwajhaku bersamaan dengan air mata yang mengalir di pipiku.

 

Aku membuka kotak kaca itu. seketika itu juga sepasang kupu-kupu terbang bebas di udara. Kurasa kalian lebih senang kan sekarang? kalian tak lagi terkekang di tempat sempit itu lagi.

 

Aku mengeluarkan bunga edeweiss dari dalam kotak itu. kuletakkan bunga itu depan nisanmu. Semoga kau senang.

 

”aku ingin menepati janjiku padamu. Apa kau mau dengar alasan mengapa aku menyukai kupu-kupu?”

 

Hening.

 

Aku menghela nafas panjang. Memejamkan mataku menahan rasa sakit yang kembali menusuk jantungku.

 

Tes..

 

Tiba-tiba sebercak darah kembali mengalir dihidungku. Aku segera mengusapnya.

 

”maaf onew. aku malah kambuh didepanmu.” aku terkekeh kecil.

 

”aku menyukai kupu-kupu karena……….”

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

5 bulan kemudian….

Aku menatap surat pemberianmu saat ulang tahunku yang ke 16. kau menyuruhku untuk membacanya saat aku sampai dirumah. Tapi apa kau tak tahu betapa sakitnya aku saat aku sampai dirumah aku justru dihadapkan pada kenyataan bahwa kau sudah pergi meninggalkanku?

Sakit…

Itu yang kurasa.

Aku membuka surat itu. kubaca setiap kalimat, setiap kata yang kau tulis dengan tinta hitam. Aku menangis.

Apa ini yang kau harapkan saat aku membaca suratmu? Kau berharap aku menangis?

Bukankan kau menyukai edelweiss? Kenapa kau tak mencoba tetap bertahan? Apa kau sudah lelah dengan ku? kenapa kau juga tak pernah mengatakan padaku jika kau mengidap leukemia? Apa kau takut aku akan pergi darimu? Tak akan.

Kau tahu.. saat ini aku sangat terpuruk. Bukan hanya karena kau meninggalkanku dengan tiba-tiba. Bukan karena aku mendapatkan kado yaitu kepergianmu. Tapi karena tubuhku ini juga.

Apa kau tau? Aku sakit saat ini. bukan hanya hatiku. Tapi seluruh tubuhku. Aku sangat hancur saat mengetahui aku didiagnosis mengidap penyakit AIDS. Seluruh kekebalan tubuhku akan hancur onew.

Dulu kau mungkin masih bisa mencoba bertahan, karena aku masih disisimu. Aku masih menemanimu. Tapi bagaimana denganku? Kini kau tak ada disampingku. siapa yang akan menghiburku sekarang? kau pun melarangku untuk menyusulmu. Jika aku disuruh memilih aku ingin cepat-cepat mati saja.

Kau tau?

Bunga tak akan bisa hidup dengan tenang juga jika tak ada kupu-kupu bukan?

Siapa yang akan menyerbukinya?

Siapa yang akan menghisap nektarnya?

 

Dan kupu-kupu juga tak bisa hidup tanpa bunga…

Aku tahu itu…

Karena tanpa bunga dari mana mereka mendapatkan makanan?

Tapi apa jika kupu-kupu itu sudah kenyang mereka akan mengabaikan bunga itu?

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Author POV

 

Seorang gadis yang duduk bersimpuh di sebuah makam kini merintih kesakitan. Badannya mulai menggigil. Ia menggigit bibir bawahnya menahan setiap rasa sakit yang menjalar ditubuhnya. Tangannya meremas rerumputan di sampingnya, hingga rumput-rumput itu tercabut sampai ke akarnya.

 

”hah.. hah.. hah..” nafasnya mulai tersengal-sengal. Kini ia jatuh. Ia meringkuk memeluk lutunya dengan erat sambil terus menggigiti bibir bawahnya.

 

Sementara itu sepasang kupu-kupu usang beterbangan diatasnya. Mereka berputar-putar tak tentu arah. Seperti merasakan apa yang dirasakan gadis itu.

 

”onew… aku … bolehkan aku menyusulmu sekarang?” ujar gadis itu. gadis itu tersenyum sembari mengusap nisan disampingnya.

 

Ia menghela nafasnya. Lalu menghembuskannya perlahan dalam hitungan beberapa detik. Matanya terpejam, senyum tetap tersungging, dan tubuhnya masih meringkuk.

 

Brus…

 

Hujan deras kini mengguyur pemakanam umum itu. air mulai membasahi tanah di bawah langit berawan. Gadis yang tergeletak di samping itu terguyur oleh derasnya hujan. Bajunya seketika itu juga basah.

 

Sementara kupu-kupu yang semula beterbangan diatasnya kini sudah tak sempat lari untuk berteduh. Sayap-sayapnya yang sobek kini bertambah parah akibat derasnya hujan yang bagaikan jatuhnya bebatuan bagi sayapnya. Kupu-kupu itu mulai terbang merendah. Mereka hinggap di seikat bunga edelweiss yang terletak di depan nisan.

 

Bunga edelweiss yang mengering.

 

”eidel!” teriak seseorang yang datang dengan payung ditangannya. Ia berjongkok di depan tubuh gadis yang sudah tak berdaya itu. ia mengguncangkan tubuhnya. Memeluk tubuh mungil itu sembari menangis.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

Aku menyukai kupu-kupu karena kecantikannya…

Karena ia bisa terbang bebas diangkasa tanpa perlu menghiraukan apa yang ada di bawahnya…

Karena kupu-kupu telah mempertemukan kita…

Karena kupu-kupu telah mengenalkanku pada bunga edelweiss yang kau suka…

Karena kupu-kupu telah mempersatukan cinta kita…

Dan karena kupu-kupu aku bisa mencintai mu..

Karena kupu-kupu aku melihatmu berakhir…

Karena kupu-kupu aku bisa terus mengingatmu yang kini sudah tak ada disisiku…

Ya,,, semua karena kupu-kupu…

Karena itu aku menyukainya..

Apa kau menerima alasanku sekarang?

 

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

 

Kupu-kupu yang semula putih bersih, bisa juga menjadi kusam bukan?

Sayap yang sudah sobek tentu saja tak bisa dijahit kan?

Edelweiss yang sudah mengering,

Tak akan pernah bisa segar kembali meski terkena hujan..

 

Kupu-kupu…

Secantik apapun mereka..

Mereka akan tetap menghadapi sebuah kenyataan yang bernamakan kematian..

Entah saat mereka masih berbentuk ulat, kepompong, atau saat mereka sedang asyik beterbangan..

 

Edelweiss…

Bunga abadi…

Tapi jika tak dijaga dengan baik…

Jika terus saja dipetik..

Edelweiss juga bisa punah bukan?

 

Pada akhirnya, semua keindahan…

Semua kecantikan…

Semua keabadian itu…

Hanya akan berakhir pada sebuah kenangan…

Kenangan yang tak akan terhapus meski hujan terus mengguyur..

 

Seperti halnya cinta..

Hidup itu cinta…

 

Cinta adalah kenangan.

Meskipun sudah tak ada, cinta masih tetap ada dalam ingatan.

~æ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~ æ ~

THE END

”Like Butterfly Like Edelweiss”

 

 

 

P.s: Cerita hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan atau kesalahan dalam cerita ini, author mohon maaf sebesar-besarnya. Deep bow… bagi yang sudah membaca, harap tinggalkan komen dan kritik kalian. Thank you.

31 responses to “Like Butterfly Like Edelweiss

Leave a comment