Seasons of The Lucifer [LAST CHAPTER A]

Seasons of The Lucifer

Title: Seasons of The Lucifer

Author: LucifeRain / Ayya

Genre: FAMILY – FRIENDSHIP – ROMANCE – HURT

Leght: Chaptered

Ratting: G

Main Cast:

Cho Minhye a.k.a Cho Minhyun

Kim Kibum a.k.a Key

Choi Minho a.k.a Minho

Lee Taemin a.k.a Taemin

Kim Jonghyun a.k.a Jonghyun

Lee Jinki a.k.a Onew

Season of The Lucifer [TRAILER] : Click Here

Previous Chapter: Click Here

WARNING:

Aku akan mengutuk  siapa saja yang memplagiat FANFICTION INI, bahkan mencuri idenya sekecil apapun itu. Aku tidak sudi, dan akan meneror siapa saja orangnya dengan cara saya sendiri. Tolong hargai setiap jerihpayah penulis untuk menciptakan ide sebuah FF sejelek apapun itu, insprirasi boleh tapi kalau bedanya hanya sedikit, tentu itu adalah pelaku tindak plagiat. #backsound Bang Napi – Waspadalah Waspadalah! –LUCIFER-

Hayati dan resapi

 

Lucifer

Seseorang berwajah malaikat namun seperti iblis

Hati yang egois

Cinta yang tulus

Kesucian yang keliru

Mengancam

Berulang kali salah seperti malaikat dan iblis

Mempunyai perasaan yang tidak jelas

Lucifer adalah keberanian

~*~*~*~

Memenuhi paru-paru dengan udara segar pagi hari di Breath of Heaven pasti membuat setiap orang kecanduan dan ingin menhirup udara itu lebih dalam lagi. Gesekan dedaunan dan deburan ombak selalu menjadi melodi pembuka pagi hari.

Key berjalan sambil sesekali menguap lebar. Tidurnya sangat buruk semalam, dia terus terjaga sepanjang waktu. Semua karena ia kehabisan pil tidur atau karena… Cho Minhye.

Entahlah, cerita Jinhya masih berputar-putar dalam benaknya.

Dia tidak berminat datang ke SShall pagi atau siang ini. Key yakin semua murid pasti sibuk mempersiapkan diri untuk OxyGEn nanti malam, apalagi murid tahun ketiga yang pastinya harus membereskan barang-barang mereka karena besok seluruhnya akan meninggalkan SShall.

Key melangkah di atas jembatan gantung, kakinya terhenti tepat di tengah-tengah dan memilih duduk di pinggir jembatan dengan kaki yang mengantung di udara. Ia sangat suka segala hal yang natural, terutama menikmati kilauan air laut yang diterpa sinar mentari pagi.

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba ia merasa Hanging Bridge sedikit bergoyang dan itu bukan karena angin seperti biasa. Refleks Key menoleh ke arah kanan dan terkejut mendapati seseorang berjalan kearahnya.

Key mengerjapkan matanya. Dia tidak bermimpi, gadis yang mengenakan jubah biru muda sambil tersenyum padanya itu adalah… Krystal.

Key langsung berdiri dan berteriak, “Berhenti disana! Jangan dekati aku!.”

Lari….

Jangan pernah!

Lari…

Pengecut!

Lari…

Kau kalah!

 

Persaingan tajam antara spekulasi jiwa dan raga terjadi, berujung pada pias cambuk yang memaksa memilih tanpa menilik keakanan.  Raganya memilih pergi namun intuisi menghempas angan dan memaku dirinya berdiri membeku.

Gadis berjubah yang mengenakan tudung itu membuang hardikan Key begitu saja, ia terus melangkah dan berhenti pada jarak yang hanya terpaut selangkah. Rasa sesak mencekik kalbu, pemuda itu enggan menatapnya dan langsung membuang pandang ke tempat awal fajar menyingsing.

Tanpa Krystal tahu, bahkan ia takkan pernah tahu bahwa tangan Key terkepal keras hingga buku-buku jarinya memutih. Jantungnya seolah akan terbakar karena berbacu begitu liar.

Krystal mengangkat tangan, menelungkupkan telapak di pipi sampai ke telinga Key. Menuntun perlahan agar wajah mereka berhadapan. Key seakan ditikam sengatan listrik ketika tangan dingin itu menyentuh kulitnya, tak satupun mahluk ‘terkutuk’ yang bisa menyentuhnya kecuali… Minhyun.

Saatnya tiba. Dimana ia menempa kerak-kerak keberanian menjadi perisai untuk beradu pada ketakutanya sendiri.

“Kumohon, maafkan aku.” suara itu menyayat pilu.

Tatapan tajam Key berubah nanar dan membidik keras tepat di manik mata Krystal. Namun bola mata hitam pekat itu teramat bening, teramat mudah untuk menelusuri kepiluan yang bersemayam dibaliknya. Seperti rapuhnya musim gugur yang dilapisi kerasnya musim dingin dan hanya berujung pada cabikan di ulu hati, karena kelabu takkan bisa diobati dengan kelu.

“Aku benar-benar minta maaf. Aku selalu dihantui rasa bersalah, sungguh aku tidak bermaksud. Maafkan aku.”

Sejak Krystal diberitahu kenakalan remajanya dulu mendinggalkan bekas mendalam pada seseorang, perasaan bersalah selalu membayanginya. Dulu dia memang bermuka dua, hingga sebuah peristiwa menyadarkanya dimana ia mendapat panggilan nurani untuk menjadi pelayan Tuhan.

Putus asa karena Key hanya bergeming seja tadi, Krystal menurunkan tanganya. Tetapi sebelum tangan itu benar-benar jatuh, Key menangkapnya. Menggenggamnya. Hingga mereka dapat merasakan dinginya tangan masing-masing yang menyelip arti bagaimana efek melawan kegugupan sendiri.

Ibarat angin musim semi yang berhembus dibekuan musim dingin, meski sekilas dan tak berjejak namun menyisakan harapan. Key terus menggenggam tangan itu, aku tidak akan kalah.

“Panggil namaku.” lirih Key, hampir seperti bisikan yang lenyap setelahnya.

“Kim Kibum…”

Namaku. Nama yang kubenci…

Keystal tersenyum menyadari padamnya kilat nanar di mata Key. “Kau masih phobia terhadap wanita?”

Getar suara itu bergaung di telinga Key, merambat kilat ke otaknya dan memerintahkan memori untuk mengkilas balik masa lalu. Dalam benaknya muncul kepingan slide dimana phobianya sama sekali tak bereaksi dengan Suster yang merawat anak-anak Yayasan Theresia, ia juga bisa mengenang wajah ibunya, berbicara dan menatap Jinhya secara tidak langsung,  bahkan tadi ia bisa leluasa berbicara dengan ibu Minho.

Tiba-tiba terbersit percakapan antara dirinya dan Minho sewaktu di Gazebo belakang Glasses House.

“Tadi aku bertemu Suster kepala di panti. Dia bilang tadi kau ke Gereja, benarkah?” Tanya Minho. mengingat tubuh yang terasa lemas, Key hanya mampu mengangguk pelan.

“Ck… YA! Kim Kibum, kenapa kau seperti ini hah? kau yang menciptakan Phobia-mu sendiri! Padahal kau bertemu…”

Minho benar. Selama ini Key yang menciptakan rasa takut berlebihan terhadap perempuan, ia tidak mau kenangan suram yang susah payah dikuburnya mengelupas begitu saja, terjamah dan hanya mendalami luka batin yang mengaga.

“Aku memaafkanmu.” Key menatap Krystal lurus-lurus. Gadis itu telah berubah, menjadi tipikal orang yang tidak ditakutinya.

Detik itu juga Krystal bernafas lega “Terima kasih.” ucapnya lalu tersenyum.

Key tersenyum simpul, setelahnya ia berbalik dan mulai berjalan menuju Breath of Heaven. Berharap langkahnya dapat meninggalkan jejak ketakutan yang lenyap ditelan angin, berharap dapat menghapus percikan tinta kelam dalam lembar jati diri. Hope to find The Radiant Eternity beside Lucifer soul.

“Kim Kibum! Ada satu hal yang harus kau ingat!” seruan Krystal menghentikan langkah Key. Namun ia tak berbalik, hanya menunggu lanjutan kalimat itu.

“Hanya ada satu phobia yaitu ‘melawan phobia sendiri’ dan akan terus menjadi phobia.”

Kalimat itu seakan membuka mata Key lebar-lebar –atau mata hatinya, ia berbalik kemudian menatap Krystal “Paradoks” gumanya lalu kembali melangkah menuju Breath of Heaven dengan seulas senyum tipis namun seringan helaian kapas.

Hanya ada satu phobia yaitu ‘melawan phobia sendiri’.

Kalimat itu paradoks baginya. Karena paradoks adalah pernyataan yang menuju sebuah kontradiksi atau situasi yang berlawanan dengan intuisi tapi kenyataanya mengandung kebenaran.

Pernyataan itu benar. Selama ini Key terlalu takut melawan phobia sendiri dan menciptakan phobia terhadap melawan phobia.  Namun tanpa disadari phobia itu menguap melalui suatu kebiasaan, dimana Cho Minhye memberi efek secara tidak langsung pada pendengaran, peraba dan penglihatanya.

Ketika pertemuan pertama mereka dua tahun lalu, gerak hati yang mengambil alih karena syarat phobia tak terpenuhi. Sesak nafas, keringat dingin, gemetar dan seakan mengulang mimpi buruk yang sama, tidak lagi ia rasakan akhir-akhir ini termasuk pertemuan dengan Krystal tadi.

Ketenangan seperti sulur anggur yang merambat di hati dan menutupi bekas luka dan menjadi indah.

We need not destroy the past. It is gone. ~John Cage

~

Key menyapukan tanganya di atas sampul album foto yang diambil ketika ia memasuki kamar ibunya dulu. Sejak kematian ibunya ia tak pernah melihat isi album itu bahkan menyentuhnya sekalipun, namun kini ia sudah bertekad tidak akan melahirkan phobia sendiri.

Di bukanya album itu lembar demi lembar, seluruh halaman dihiasi foto masa kecil dirinya entah itu sendirian ataupun bersama ibunya. Di halaman depan terisi sebuah foto yang bergambarkan seorang bayi yang terbaring di Box Incubator dengan alat medis yang tertempel di tubuhnya.

Prematur dan sangat lemah… aku tidak mau kehilanganya.

Jika ia pergi, seharusnya aku tidak melahirkanya.

Tapi… sekaligus mati bersamanya.

Diusapnya tulisan tangan itu, kertasnya tampak usang namun masih menyimpan arti yang tidak pernah berubah. Sejenak nafasnya terasa berat, selajur dinaungi sorot mata sendu.

Diamatinya lembar-lembar berikutnya dengan sesekali menyetuh tulisan tangan ibunya di bagian bawah setiap foto yang menceritakan bagaimana foto itu di ambil, entah itu saat ia pertama kali masuk sekolah, liburan ke Lotte World, foto ulang tahun… semua dihiasi senyuman ceria.

Sudah berapa lama ia tidak secerita itu? tanpa beban dan lepas.

Mendekati lembar terakhir, mendadak tanganya terasa kaku untuk membalik lembar berikutnya. Ia terus terpaku pada selembar foto ketika dirinya memenangkan olimpiade dan mendapatkan piala yang besar, disebelahnya terlihat jelas sorot bangga yang terpancar dari mata ataupun senyuman ibunya.

Di bawahnya bertuliskan,

Seiring berjalanya waktu, Kibum yang lemah menjadi kuat dan sangat pintar… I’m very proud of him.

Tiba di halaman terakhir tertempel satu foto yang memenuhi permukaan halaman, foto ia dan ibunya yang sedang tersenyum. Ibunya begitu cantik, tidak, tetapi sangat cantik. Dengan kelembutan yang memoles senyumnya dan suaranya yang selalu terdengar merdu.

Tidak ada manusia yang sempurna dan ketidak sempurnaan itu membuat Kibum membenci ibunya. Kenapa ketidak sempurnaan seperti itu yang dimiliki ibunya? Tapi kini ia sadar kelebihan tidak akan ada tanpa kekurangan.

Tap… tap… tap…

Derap langkah kaki terdengar menuruni tangga spiral Glasses house, Key menoleh dan mendapati ayahnya tengah membawa sebuket bunga lili. Akhir-akhir ini Mr. Kim memang sering datang ke Glasses House, salah satu alasanya karena ia ingin lebih dekat dengan Key. Bagaimanapun mereka akan tinggal bersama setelah Key lulus dari SShall, tentu saja bukan di Breath of Heaven.

Key menatap Mr. Kim seolah mengajukan pertanyaan tersirat. “Aku ingin kemakam ibumu.” ucap Mr Kim setelah ia berpijak pada undakan anak tangga terakhir.

Mr. Kim berjalan melewati Key menuju pintu utama Glasses House. bunyi pintu yang terbuka menandakan ia telah berada pada jarak semeter dari pintu. Key memejamkan mata, terpekur, kemudian mengerjap.

“Abeoji, aku ikut.” langkah kaki Mr. Kim terhenti di ambang pintu, ia berbalik kemudian menatap Key haru sekaligus takjub. Mr. Kim tersenyum dengan kelegaan yang luar biasa melingkupi hatinya.

Jika ia bisa menciptakan ketakutan sendiri, kenapa ia tidak bisa menciptakan keberanian sekaligus?

 

What you need to know about the past is that no matter what has happened, it has all worked together to bring you to this very moment. And this is the moment you can choose to make everything new. Right now ~unknown

 

~*~*~*~

Sekilas tak ada yang berubah dari Dorm SHINee, segala perabotan masih berada di posisi yang sama dan masih terlihat pula penghuninya yang berlalu lalang entah itu ke ruang televisi ataupun ke minibar melepas dahaga.

Namun, jika mengintip ke arah kamar maka perbedaan terlihat sangat kontras. Meja tak lagi dipenuhi perabotan, tak satupun kain yang tersampir di gantungan maupun towel rack, bahkan segala benda yang mendekam di lemari sekian lama seakan telah habis masa berlakunya disana. Semua telah dikemas karena besok ucapan ‘selamat tinggal’ akan diserukan.

Seseorang merebahkan punggungnya di atas kasur dengan tangan yang menjadi bantalan kepala, pandanganya menerawang ke langit-langit kamar seolah itu adalah kanvas besar yang melukiskan lekuk wajah seorang gadis yang kelewat ia cintai.

Naomi… Naomi… Naomi…

Nama itu berbisik di telinganya tanpa henti, memenuhi relung pikiranya tanpa bisa dienyahkan seincipun. Semua terasa hampa, hambar, hancur yang berjalan dalam satu lajur, digiring oleh penyesalan sekaligus rasa bersalah yang memberatkan setiap helaan nafas.

Lagu Utada Hikaru – Prisoner of Love mengalun dari ponsel yang tergeletak di sebelah Jonghyun. Mungkin segelintir orang merasa aneh kenapa tipikal orang keras seperti dirinya yang lebih suka musik R&B kontemporer atau hip hop memasang lagu seperti itu.

Sebenarnya hal itu juga tak terlintas dalam benaknya. Naomi. Dialah yang men-download lagu itu dan memasangnya sebagai ringtone di ponsel jonghyun. Gadis itu bersikukuh supaya ringtone ponsel mereka sama, lagipula ia menyukai tempo lagu itu.

 

I’m a prisoner of love

Prisoner of love

I’m just a prisoner of love

 

Seakan sama dengan iramanya, lirik yang menjadi refrein menghentak keras dalam benaknya. Sesaat ia merasa menjadi orang paling bodoh sekaligus tidak peka, lirik itu bukankah melambangkan Naomi? Sejak dulu gadis itu telah mengedarkan sinyal bagaimana dirinya tidak nyaman dengan sifat posesif Jonghyun.

Tapi Jonghyun tidak mau tahu, atau pura-pura tidak tahu. Dia selalu menggenggam tangan naomi erat-erat, begitu kuat hingga membuat orang dalam genggamanya tidak bisa bernafas dan akhirnya melarikan diri. Semua kebahagiaan adalah semu sebab penyesalanlah yang dituainya.

Sebelum panggilan itu mati, Jonghyun pun langsung menyambar ponselnya dan mengecek Calling ID.

“Yeo…”

“Jonghyun! Kau pilih paha ayam? Sayap? Dada? Ceker?….”

Jonghyun berdecak kesal, what the– bagaimana bisa Onew langsung menyerocos bagian-bagian ayam sampai ke anatomi tubuhnya?!!!!! Dan untuk apa pula itu?!!!

“Aku sudah makan tadi.” balas Jonghyun galak.

Mwo? Percaya diri sekali kau ini. kau pikir aku mau mentraktir mu hah?” balas Onew dengan cengiran aneh khasnya.

“Lalu untuk apa bertanya seperti itu, HAH?!”

“Aku menemukan restoran ayam yang baru buka, dan sepertinya semua enak-enak. karena tidak tau harus memakan yang mana, jadi aku bertanya padamu hahaha”

Pernyataan Onew membuat kepala Jonghyun beruap, gemas karena teman sekamarnya itu lebih mementingkan ayam padahal nanti malam ia menjadi ketua pelaksana event terbesar di Shineshall maupun Shinesedna.

“Jadi Hyung menghubungiku karena galau memilih ayam hah? pilih saja kukunya!” sembur Jonghyun dan langsung memutuskan panggilan itu.

Jonghyun menghempaskan ponsel ke sebelahnya, ia kembali dalam renungan yang dibuatnya tadi. Seakan tak membiarkan dirinya larut pada keterpurukan, ringtone ponselnya kembali berulah.

“Jonghyun! Sebaiknya kuku ayam digoreng di panggang atau….”

Aish! Namja ini! apa dia benar-benar memesan kuku? -_-

“Mentahnya saja!” balas Jonghyun dan langsung mematikan panggilan.

Ringtone ponsel kembali mengusik telinga jonghyun, ia mengacak rambutnya lalu menjawab panggilan dengan enggan.

“Hyung! Ku bunuh kau kalau berani bertanya ayam lagi!” ancam Jonghyun sadis.

“Hahaha… Jonghyun, nani shite iru no? (what are you doing?)”

Suara itu… Jonghyun langsung mengecek Caller ID yang terpampang di layar ponselnya, dan benar saja…

“Naomi…” Jonghyun nyaris tak percaya. “Kimi ni aitakute. (I miss you)” lirihnya, mendadak seluruh kata yang selama ini berkecamuk dalam benaknya lenyap begitu saja. “Bagaimana keadaanmu?”

Genki desu (fine)”

“sou ka… (I see/ really)”

Tak ada yang berbicara setelahnya. Canggung. Seakan mereka adalah teman lama yang sekedar basa-basi di telepon, seakan pertikaian itu tidak pernah terjadi.

“Boleh aku bertanya kau berada dimana sekarang?”

Hening.

“Bertanggung jawabkah kau setelah ku beritahu nanti?”

Jonghyun tak menyahut.

“Kau seperti musim panas, sarat kehangatan dan keceriaan. Tapi terkadang kau juga yang menyeretku ke samping matahari, terlalu panas dan mencekam. Aku tidak sanggup, Kim Jonghyun.” analoginya.

“Maaf… aku tidak akan mengulanginya lagi.”

Terdengar helaan nafas berat Naomi. “Kau sudah terlalu sering mengucapkanya dan ingkar.”

Naomi benar, aku tidak lebih dari seorang bajingan brengsek yang pengecut.

“Kali ini aku benar-benar akan berubah.”

“Jangan ingkari aku lagi, hubungi aku hanya jika kau telah menepati janjimu. Kim Jonghyun, aishiteru.”

Setelahnya sambungan pun terputus, meninggalkan Jonghyun dalam lingkupan belenggu. Di tatapnya nomor yang terpampang dilayar, dan ingin menghubungi kembali. Tapi bukankah itu sama saja dengan ingkar?

Jonghyun menghempaskan ponselnya ke samping, kembali menatap langit-langit dengan pandangan menerawang. Mulai saat ini ia berkomitmen, mencoret kata ingkar dari kamus hidupnya dan menempatkan perubahan dalam daftar tertinggi hal yang ingin diraihnya.

Membuat hidupmu, hidupku, menjadi hidup kita.

~*~*~*~

Minho tampak sibuk mengaduk-aduk isi tas besar dan mengeluarkan beberapa barangnya yang sudah ia susun sejak beberapa hari yang lalu. Dengan hati-hati karena tak mau membuat tumpukan itu kacau, ia mencari sebuah dasi yang sepertinya ikut terselip.

Karena tak kunjung mendapati, Minho beralih ke tas yang tak kalah besar di sampingnya. Jika yang tas tadi lebih condong berisikan baju, maka tas ini berisikan barang-barang yang mengisi kamarnya selama tiga tahun. Memang kecil kemungkinan untuk mendapatkanya disini, tapi tak ada salahnya dicoba kan?

Diantara tumpukan barang itu, Minho menemukan dompet berwarna coklat yang beberapa bulan lalu ia pensiunkan. Di dorong rasa penasarang, ia pun membuka dompet itu dan selembar foto langsung menyapa penglihatanya.

Sekelebat kenangan menyusup dalam benaknya, teringat akan tulisan pada secarik kertas yang diterimanya saat Valentine.

seperti tahun semalam, saat valentine aku memberimu cincin ini dan bila white day nanti cincin masih ada padamu itu tandanya kau masih milikku Choi Minho!”

Shin Maeri, kenapa aku melupakanmu?

Dulu ia membiarkan gadis itu pergi, membuatnya hanya bisa berdiam diri disudut ruangan ketika semua orang memilih pasangan di OxyGEn. Selama dua kali berturut-turut dan selalu seperti itu.

Minho membuka tempat di dalam dompetnya dan mengeluarkan sebuah cincin perak, setiap Maeri datang ia selalu menagih cincin itu dan selama ini selalu berhasil. Selalu seperti itu, tanpa mengucapkan kata perpisahan, tanpa adanya anggapan bahwa mereka dipisahkan beribu-ribu mil jarak.

Kemarin ia sempat yakin cincin itu tak kembali pada Maeri karena akan menyematkan di jari Minhyun, tapi impian itu sudah dibuangnya jauh-jauh karena terlalu mustahil terwujud. Tapi, rasanya terlalu munafik jika beranggapan ia masih memiliki gadis itu, setelah apa yang ia lakukan –mencoba melupakan dan mencintai gadis lain.

“Ah! Bukankah itu mantan pacarmu?”

Minho tersentak saat mendapati Minhye sudah berada disampingnya. “Kau, sejak kapan disini?”

“Kau tidak menyadari kedatanganku?” Minhye memicingkan matanya. “padahal aku menggedor pintumu seperti orang gila.”

“Benarkah?”

“Tentu tidak. Ya! Kenapa kau serius sekali hah?” tanya Minhye gemas.

Jika diperthatikan, kedua orang itu masih enggan untuk menatap satu sama lain dalam waktu yang lama. Sebenarnya mereka masih merasa canggung satu sama lain karena status mereka baru berubah. Tapi, sebisa mungkin Minho dan Minhye mencoba meminimalisir hal tersebut walau tak ada kesepakatan sebelumnya.

Status mereka telah berubah, dan kecanggungan bukanlah hal yang pantas dalam hubungan mereka saat ini.

“Apa dia akan datang malam ini?”

Minho menggeleng. “Itu tidak mungkin, dia bukan murid sekolah ini lagi.” ucapnya lalu menutup dompet itu dan memasukan kembali ke dalam tas. “apa kau memerlukan sesuatu?”

Minhye menjentikan jarinya, baru ingat tujuanya datang kemari. “Boleh aku minta gel rambutmu? Sepertinya punyaku tidak akan cukup untuk nanti malam.”

Minho menatap Minhye lekat. “Kau yakin?”

“Tentu. Tadi kulihat tinggal sedikit…”

“Bukan…” potong Minho. “maksudku, apa kau tidak mau mengenakan gaun seperti gadis pada umumnya? Aku akin tidak akan ketahuan karena setiap orang mengenakan topeng.”

I think so, tapi itu sudah terlambat. Aku tidak punya persiapan apapun untuk itu, lagi pula sebenarnya… dulu aku pernah menyamar menjadi murid SShal di OxyGEn karena kebetulan perusahan keluarga ‘kita’ menjadi salah satu sponsor.” kata ‘kita’ terdengar sangat aneh ketika Minhye mengucapkanya namun ia langsung mengalihkan pandang agar Minho tak menyadari perubahan air mukanya.

“Menjadi seorang gadis?” ulang Minho dan Minhye hanya mengangguk. “Itu berarti kau bukan menyamar, tapi menjadi dirimu sendiri.”

Skak mat.

 

~*~*~*~

Oxyferic Grand Event. Acara terbesar yang diselenggarakan Shineshall dan Shinesedna, disiarkan langsung di salah satu stasiun televisi lokal dan mendapat ratting yang sangat bagus karena para penonton yang kebanyakan remaja pasti tahu bagaimana istimewanya kedua sekolah itu serta para muridnya yang populer di kalangan anak sekolah di Seoul.

Sejak jam tujuh, gedung di kawasan SShall sudah dipenuhi para murid. Karena ini adalah acara formal, maka setiap murid wajib mengenakan jas atau gaun, dan yang menjadi ciri khas event  ini adalah berbagai macam topeng yang melekat di setiap wajah.

Peraturan di OxyGEn yaitu tidak diperbolehkan memberitahu identias pada orang lain kecuali teman dekat.

Hall besar tempat diselenggarakanya OxyGEnt di dekorasi dengan mewah karena didukung sponsor yang cukup banyak, namun perayaan kali ini terkesan lebih unik karena aula yang digunakan adalah lapangan basket indoor. Ring basket telah disingkirkan dan lantainya sudah beralaskan karpet bercorak vector dengan warna coklat maupun keemasan.

Biasanya panggung terletak di tengah-tengah, posisi para yeoja dan namja terpisah di antara panggung itu dan lantai dansa terletetak di sebrang panggung. Tapi kali ini panggung tak terlihat karena lantai memiliki dua fungsi sebagai panggung dan area dansa, sedangkan posisi pria dan wanita berada di tribun yang bersebrangan.

Tribun sebelah kiri area namja dan tribun sebelah kanan area yeoja, tempat duduk disana sudah disarungi kain pelapis berwarna coklat muda keemasan. Posisi yang terpisah memang menjadi ciri khas oxygen karena melambangkan dua sekolah itu sendiri.

“Ahh… aku tidak pernah suka memakai topeng.” gerutu Jonghyun yang duduk diantara Minho dan Minhye. Sesekali ia tersenyum pada gadis-gadis di seberang yang melambai pada mereka, meski sudah ditutupi topeng tapi tetap saja kepopuleran mereka tidak dapat tersemsebunyi.

“Tapi ini menarik.” tukas Minhye dengan senyum berseri-seri, antusiasme-nya sangat tinggi untuk event ini.

Mereka pun lanjut menyaksikan Lee Hyukjae dan Choi Sooyoung yang sedang menyampaikan kata sambutan.

Onew dan Taemin ikut berpartisipasi dalam pertunjukan, yang kemungkinan besar berada dalam ruang di bawah tribun karena disitulah Backstage-nya. Tribun yang bersebrangan dengan pintu masuk itu memang sengaja dikosongkan supaya tidak ada Blocking ketika orang tampil.

Sedangkan Key… dia tidak pulang sejak kemarin.

Pertunjukan di OxyGEn bukanlah kompetisi, melainkan sebuah persembahan untuk tahun ketiga yang akan meninggalkan sekolah. Totalnya ada tujuh yang akan dipertujukan.

Pertama, seni rupa yang ditampilkan tanpa pertunjukan. Terlihat bingkai-bingkai yang menghiasi dinding meliputi desain grafis, photography, dan lukisan. Merupakan kebanggan jika karyanya dipamerkan karena hanya 18 yang terpilih dari sekian banyak kandidat.

Tiba-tiba seluruh lampu padam, atap aula yang transparan karena terbuat dari kaca mendorong masuknya cahaya bulan dan bintang yang berpendar samar di dalam Hall namun tak cukup menerangi show floor.

Para penonton yang tadinya riuh mendadak hening ketika lampu sorot menyala dan mengarah pada seorang pria dan wanita. Penari wanita mengenakan gaun panjang dengan punggung terbuka berwarna plum, sedangkan penari pria mengenakan semacam tuxedo hitam.

Lantunan piano bergema dan kedua penari itu mulai ‘bermain’ dalam dunianya, membawakan tarian Waltz yang dikenal sejak abad 17. Tubuh yang begitu lentur serta gerakan berputar yang terlihat seperti melayang, membuat penonton terkesima dan larut dalam tarian yang dibawakan.

Seusai dentingan terakhir piano, kedua penari itu membungkuk memberikan salam. Penonton pun mengangkat tanganya –bahkan beberapa ada yang mengangkat tangan, namun tiba-tiba terdengar musik yang menandakan pertunjukan belum selesai.

Lagu James Brown – I feel good, terdengar begitu keras. Tiba-tiba muncul lima orang laki-laki dengan kalung rantai norak yang menggantung dilehernya. Tarian mereka yang konyol dan gaya berpakaian yang norak sontak mengundang gelak tawa penonton.

Kali ini penonton tak dibiarkan salah mengira –bertepuk tangan- lagi, setelah kelima penari cutbray itu keluar melalui pintu di bawah tribun, seorang gadis mengenakan mini dress berwarna perak yang mencilang-cilang masuk ke area pertunjukan sambil membawa gitar listik berwarna merah.

Dentingan senar gitar terdengar dan gadis itu berjalan dengan anggunnya ke tengah sambil memainkan gitarnya –yang tentu saja hanya bohongan.

Gadis itu mengangkat tanganya ke dengan wajah sembari tersenyum “Koi mil gaya” pengucapan lipsinc itu sontak membuat penonton tergelak.

Lalu datanglah Rahul jadi-jadian dari pintu masuk aula, seperti di Video Kuch Kuch Hota Hai waktu menyanyikan lagu Koi mili gay. Rahul gadungan itu mengenakan baju biru lengkap dengan tas pinggang seperti tukang kreditan panci penggorengan.

Wajah Rahul gadungan itu ditutupi balon kuning bertuliskan namanya, karena itulah wajahnya tak terlihat.

“Koi Mil Gaya” begitu bait itu dinyanyikan, balon pun disingkirkan dari wajahnya dan ternyata Rahul jadi-jadian itu…

“TAEMIN!!!!! ITU TAEMIN!!!!! MUAHAHAHAHA” teriak Jonghyun histeris, kontan Jonghyun, Minhye dan Minho tertawa. Apalagi Minhye yang tidak menyangka, ternyata si maknae yang sangat cool saat dance di diskotik bisa joget india.

Di balik Rahul jadi-jadian a.k.a Taemin itu muncul seorang gadis rambut pendek, mengenakan headband dan memakai baju kodok berwarna merah. Wajahnya tertutupi balon bertuliskan “Anjeli”

“Koi Mil Gaya”

Duaaaaarrrrrrrrrrrrr….. balon itu pecah.

Musik pun dimainkan. Rahul dan Anjeli menghampiri Tina yang berdiri di tengah-tengah. Setelahnya segerombolan orang berpakaian ala india era 90-an menyerbu masuk dan ikut joget-joget di belakang Tina-Rahul-Anjeli wanna be itu.

Mujhko kya hua hai, kyu maen kyo gaya hoon

Pagal tha maein pehle, ya ab ho gaya hoon.

Taemin mengambil bagian itu dengan pura-pura bernyanyi ala Rahul diikuti dengan penari latar yang meriah. Meliuk-liukan tangan bahkan ada juga bagian ngesot di lantai sodara-sodara!

Tina dan Anjeli juga komat-kamit menirukan lirik yang mengalun dari si penyanyi yang suaranya unik –seperti orang tekapit (?), di dukung oleh ekspresi yang konyol ketika Tina beradu dengan Rahul gadungan.

Tarian yang seperti menyertakan orang sekampung itu berlangsung sangat heboh dengan gerakan khas meliukan badan dan kepala. setelah adegan tunjul-tunjulan hidung antara Rahul dan Anjeli dan beralihnya Tina ke dalam gendongan Rahul yang berputar-putar, akhirnya tarian ala india itu pun selesai disertai gelak tawa penonton.

Gerombolan penari india itu pun masuk ke backstage, tapi tidak demikian dengan Taemin. Ia berdiri di tengah-tengah, seketika lampu meredup dan sebuah lampu sorot mengarah padanya. Taemin membuang tas pinggang ala tukang kreditnya dan datanglah dua orang yang langsung memakaikan jaket hitam yang tampak modis padanya.

Taemin mengacak-acak rambutnya dan sejurus kemudian mengalun beat-beat musik bertempo cepat. Ketika lampu menyala sempurna, tampak 5 orang berjejer di samping Taemin dan back dancer sekitar 10 orang.

Lagu DBSK – Rising Sun menjadi lagu pengiring dance mereka kali ini, gerakan yang sama seperti aslinya dan tak kalah apik meskipun banyak gerakan yang cukup sulit. Lagu yang dirilis sekitar tahun 2005 itu memang sangat booming dimasanya. Sejak tahun segitulah Halyu Wave mulai mencuat dan membuat banyak orang mengubah persepsi mereka, dimana ketika nama Asia -atau lebih tepatnya asia timur- mencuat, bukan hanya Jepang dan China dalam pikiran mereka tetapi juga korea yang kini merupakan salah satu Macan Asia menurut berbagai aspek.

Dance yang enerjik diiringi dentuman lagu bertempo cepat itu membuat penonton terpukau, bahkan mungkin mereka sudah melupakan kekonyolah Taemin di tarian sebelumnya. Menjelang penghabisan lagu, seluruh penari –india, cutbray dan waltz- memasuki lantai pertunjukan dan ikut menari bagian terakhir. Berakhirnya lagu mereka membentuk barisan tiga berbanjar lalu membungkuk pertanda usainya pertunjukan. Riuh tepuk tangan pun terdengar meriah, tampak sekali mereka sangat terhibur karena pertunjukan ini berbeda dari tema pertunjukan dance di OxyGEn tahun-tahun sebelumnya yang cenderung serius.

“Pertunjukan tadi di persembahkan dari klup dance dengan judul ‘Wave dance evolution’ semoga kalian menyukainya.” Ujar seseorang dengan mic ditanganya. Mereka pun memasuki backstage satu persatu.

Lagi-lagi lampu dipadamkan dan keremangan cahaya bulan mengambil alih. Ditengah kegelapan mengalun lagu ‘A time for us’ milik Henry Machini, setiap orang yang menggilai film romance pasti tahu ini adalah theme song kisah klasik sepanjang masa Romeo & Juliet.

Benar saja, sejurus kemudian lampu sorot mengarah pada dua titik bersebrangan. Seorang pria mengenakan tuxedo berekor dengan rambut rapi disisir kebelakang dan seorang wanita bergaun putih dengan rambut panjang keemasan.

“Eh? Bukankah itu Jinhya.” celetuk Minhye spontan.

Jonghyun tampak memicingkan matanya. “Kau benar! Wah… dia jadi mirip Sandara Park di CF Ettude, yang dandani seperti boneka itu” komentar Jonghyun dan membuat Minhye tertawa bersamanya.

“Key baru saja tiba di Dorm.” Mendengar itu sontak Jonghyun dan Minhye mengerjapkan mata menatap Minho yang sedang memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

“HEEEHHH?!!!”

Diantara Romeo dan Juliet itu tampak pemeran pendukung yang berdiri tegak dengan kostum pohon, agak merapat kedinding terdapat sebuah castle –yang sepertinya dibawa masuk menggunakan roda kecil tapi cukup banyak.

Romeo dan Juliette tampak saling tatap dan melemparkan dialog bagaimana mereka saling mencintai –sebelumnya microphone sudah terpasang di baju mereka. Lagu yang tadinya mengalun dengan sangat lembut itu berubah menjadi nada-nada menyayat hati yang disenandungkan dalam lagu sacrifice – t.A.t.u.

Bertepatan dengan itu masuklah segerombolan orang berpakaian bak panglima yang berperang dari dua arah, memisahkan Romeo dan Juliet karena keluarga mereka adalah musuh bebuyutan abadi.

Romeo diseret paksa oleh pengawal-pengawal keluarganya, sedangkan ia ditinggal sendirian. Juliet yang memasang ekspresi sedih dan diiringi dengan lagu bernada pilu, membuat penonton tak kuasa larut dalam emosinya.

Juliet pun mendatangi penyihir yang bersembunyi di dalam pohon dan meminta racun padanya karena bermaksud untuk mengancam keluarganya. Ia diberi dua racun yang hanya berefek mati abadi dan sementara, Juliet pun langsung menegak racun mati suri yang membuatnya langsung terkulai di rantai.

“JULIEEEETTTTTTTTTT!!!!” teriak Romeo yang langsung datang menghampiri Juliet, ia memangkukan kepala juliet dan memeluknya seraya terisak frustasi. Namun beberapa saat Romeo terdiam melihat botol racun yang masih penuh di samping juliet.

Ia pun menegaknya.

Sebelum racun itu tertelan habis, tiba-tiba Juliet mengerjapkan mata. Romeo yang melihat itu kontan mendelik kaget, namun apa daya racun terlanjur beraksi dan mencekat kerongkonganya. Ia langsung limbung.

“ROMEO!” Juliet terisak keras, menjeritkan nama orang yang paling dicintainya. Lalu matanya menatap nanar pada pistol yang di bawa romeo pada sakunya, ia meraih pistol itu dan mendekatkan moncongnya pada kepala lalu…

DOORRRR!!!

Terdengar suara nafas tertahan dari penonton karena bunyi letusan yang besar.

Entah apa dan kenapa, mendadak datang 12 kurcaci berpakaian heboh warna-warni, membuat penonton mengernyit heran ‘sepertinya ada kurcaci nyasar dari jaman Snow White ke Romeo & Juliet’. Yang anehnya lagi, kurcaci itu membawa dua tandu dan langsung menggotong Romeo dan Juliete ke dalam castle.

Ke-12 kurcaci itu setia menunggu di depan castle, dan tak lama kemudian keluarlah Shrek dan Fiona ketika menjadi Orge –sebenarnya baju romeo dan juliet tadi sudah dilapisi kostum orge itu- juga topeng yang mereka gunakan benar-benar berwajah Shrek dan Orge. Jinhya melepas wig Juliet-nya dan mengganti dengan rambut coklat yang dikepang satu.

Penonton kontan tergelak karena Romeo dan Juliet bereinkarnasi menjadi Orge Shrek dan Fiona.

Lagu Phil Collins – You’ll be in my heart yang dikenal menjadi OST. Animasi TARZAN itu mengalun. Entah apalah hubunganya Tarzan dengan Orge, sodara bukan apalagi majikan sama pembantu juga bukan. Tapi agaknya lirik lagu itu terdengar cocok untuk cinta mereka berdua, tsaaaahhhh…

Shrek membawa Fiona ke tengah-tengah lalu berlutut di hadapanya, dan lagu Everything I do – Bryan adams terdengar sangat romantis. Mereka mengucapkan kata-kata seolah dunia hanya milik Orge, eh kamsudnya milik mereka berdua.

Tiba-tiba Bidadari –seolah- jatuh dari langit, dengan sayap besar dan terlihat mirip bidadari-iklan-deodoran-cap-kampak, menghancurkan sesi romantis kedua Orge itu.

“Mau ramuan? Mau ramuan?”

Shrek dan Fiona bergidik, ternyata bidadari itu jenis spesies bencong terbukti dari suaranya yang nge-bass seperti suami di iklan heksos yang menjemput bini’nya di diskonan “Suara rupawan pasti didengar.” Ujar bidadari-iklan-deodoran-cap-kampak sambil tertawa horor, membuat Shrek dan Fiona semakin cengo saja.

Shrek dan Fiona pun menerima ramuan itu, mereka kembali masuk ke dalam Kastil dan sepertinya para kucaci masih jadi penunggu setia diluar.

Tak lama kemudian terdengar decak kagum penonton karena Orge Shrek ketika keluar berenkarnasi menjadi Edward Cullen di Film Twilight – ia berganti kostum dan menganakan topeng berwajah Edwar Cullen yang sangat tampan plus rupawan dengan postur tubuh tegap tinggi tidak seperti Shrek yang membungkuk.

Eward Cullen pun setia menunggu Fiona di depan Castle, dan seketika keluarlah Fiona. Tapi… tapi… Fiona tidak berubah menajdi Bella Swan!!!! Tidak!!!!. Kontan penonton pun melayankan tawa.

Edward Cullen mencari bidadari-iklan-deodoran-cap-kampak dan tak menemukanya. Tapi apalah daya, dari wujud aslinya Romeo sudah sangat mencintai Juliet, dan Edward Cullen pun harus mencintai Orge Fiona layaknya Bella Swan.

Edward Cullen berlutut di depan Fiona dan mencium tanganya, mengalun lah lagu James Blunt – You’re Beautiful yang terkenal bagaimana liriknya si pria sangat memuju wanita.

You beautiful

You beautiful

It’s true

TAPI INI FIONA ORGE! BUKAN BELLA SWAN! Seharusnya diganti lagu Beauty and the beast, ah tidak seharusnya ada lagu Hansome and The Orge -_-

Tapi bukankah cinta sejajti itu tidak memandang bagaimana rupamu, berapa hartamu, dan seberapa populernya dirimu? Meskipun banyak orang yang memandang ‘ada apanya’ ketimbang ‘apa adanya’ tapi percayalah ketulusan cinta seorang pria tampan ketika berkata pada gadis yang buruk rupa sekalipun.

“Bukan karena kau cantik maka aku mencintaimu, tetapi karena aku mencintaimu kau terlihat cantik.”

Fiona pun memeluk erat Edward Cullen, pernyataan yang begitu menyentuh hati membuatnya tak kuasa memeluk erat orang yang sangat dicintainya. Dentingan piano terdengar, mereka membuka topeng masing-masing kemudian menyanyikan lagu If you love me for me secara duet yang tadinya dinyanyikan King Dominic and Erica di film Barbie The Princess and The pauper.

Liriknya sangat sederhana namun terasa begitu tulus tanpa banyak tuntutan, karena mencintai bukanlah semata-mata demi harta, kecantikan, gelar dan sebagainya tetapi cintailah ia untuk dirinya sendiri.

I’ll be yours

Together we shall always be as one

If you love me for me

Setelah lagu itu dibawakan oleh Fiona dan Edward Cullen dengan suara Freaking hot, semua tokoh dalam pementasan tadi berdiri di tengah tengah menghadap penonton.

“Pertunjukan tadi kami beri judul sederhana, yaitu Love Story. Kamsahamnida” usai pertunjukan Mereka bergandengan tangan lalu membungkuk sopan lalu berjalan menuju pintu keluar.

Lagi-lagi lampu dipadamkan, kali ini agak lama dan membuat orang menjadi tidak sabaran sehingga menimbulkan grasa-grusu kecil. Namun suara itu langsung lenyap ketika lampu sorot menyala dan dan mengarah ke sebuah Bösendorfer Grand Piano.

Derap langkah kaki terdengar menggema dalam ruang yang hening itu, sejurus kemudian tampaklah seorang pria menggunakan Shawl Collar Tuxedo dengan Vest berwana abu-abu, duduk di hadapan alat musik papan kunci tersebut.

Mwo? Bukanya itu Onew?” celetuk Jonghyun spontan.

Minhye menyipitkan matanya supaya lebih fokus, rasanya tidak mungkin orang yang bersetelan rapi dengan rambut disisir kebelakang itu Onew. Tapi ketika orang itu memberikan senyuman sebagai salam pembuka, Minhye pun percaya –sekaligus takjub.

“Jadi selama ini Onew Hyung berlatih piano untuk pertunjukan ini?” imbuh Minho, yang lain hanya mangut-mangut.

Ekspresi Onew tampak serius, sangat kontras dengan mimik wajah yang biasa ia tampilkan. He’s not Onew but Lee Jinki.

Jinki membuka penutup tuts piano lalu meletakan jari-jarinya di tuts hitam putih tersebut, ia menarik nafas sejenak kemudian memindahkan jemarinya dari satu tuts ke tuts lain. Jinki memainkan intro yang seolah menyambut pendengar ketika masuk dalam dunianya.

Saat seluruh lampu menyala, bunyi terompetdan trombone langsung menyela alunan piano tadi. Terlihat 2 orang pemain terompetdan 2 pemain trombone, berjalan memasuki lantai pertunjukan lalu duduk di kursi tanpa sandaran yang sudah disediakan sejajar dengan letak piano dan didepanya ada tempat berisi partitur.

Mereka membawakan instrumen “Spring”, salah satu konserto dalam rangkaian Four Season – Antonio Vivaldi. Ternyata perpaduan alat musik Brass dengan piano terdengar sangat indah.

Melodi awal terdengar seperti suasana hati seseorang yang berada dalam ladang bunga musim semi. Ceria, riang, dan lepas. Membuat yang mendengar tertarik untuk menggerak-gerakan kepala mengikuti irama penuh cuka cita tersebut.

Jinki bergerak mengikuti gerakan tanganya seperti ciri seorang pianis pada umumnya, diam-diam ia tersenyum membayangan seseorang.

“Taemin, ini untukmu” batinya.

Namun di pertengahan irama perlahan-lahan melambat, terdengar menyayat hati.

Lee Taemin, Keceriaan selalu menyimpan kepedihan disampingnya”

seperti jejak badai di musim semi dari musim sebelumnya. Setelah jeda kosong selama beberapa detik, akhirnya melodi-melodi ceria kembali meletup meskipun tak cepat awal, karena sesungguhnya musim semi adalah pembawa kegembiraan.

terompetdan trombone berhenti ketika “Spring” selesai, tetapi jemari Jinki masih bergerak lincah di atas tuts. Dia memainkan peralihan dari “Spring”, seperti intro nada peralihan ini pun diciptakanya sendiri. Irama dengan tempo mengejutkan di dalamnya.

tepat disaat itu 5 orang memasuki lantai pertunjukan dengan membawa 1 bell tree, 2 timpani dan 2 biola, mereka mengambil posisi di sebelah pemain Brass.

1…2…3…

Kelanjutan “Spring” mulai dimainkan dengan alat musik jenis Percussion, biola dan piano. Instrument itu berjudul Summer” dan masih dalam rangkaian Four Season.

“next, Summer is you, Kim Jonghyun!” Guman Jinki.

Kolaborasi antara alat musik itu terdengar sangat selaras, nada-nada yang terlantun cepat dan terkadang menhentak dan mengejutkan. Sakan membawa pendengar mengecap indahnya kehangatan matahari, sekaligus terbakar karena musim semi selalu terasa ingin menjadi yang terkuat diantara seluruh musim.

Lalu irama melambat, meski sesekali menyelip hentakan biola yang menandakan kejatuhan karena keegoisan tetapi menentangnya.

“Kim Jonghyun, kadar kehangatan yang tinggi selalu membuat orang terbakar dan pergi menjauh.”

Di penghujung, irama kembali cepat menandakan kebangkitan “Summer” dari kejatuhanya meskipun tak bertahan lama karena padam setelahnya.

Timpani, Bell Tree dan Biola berhenti bermain, Kini Jinki memainkan peralihan dari “Summer” temponya tidak secepat peralihan Spring ke Summer, tetapi tidak lambat.

6 pemain Biola, 3 pemain Cello dan 2 pemain Contra Bass yang merupakan alat musik jenis Strings memasuki lantai pertunjukan. Mereka pun melanjutkan rangakaian dari Four Season yang berjudul “Autumn”.

Irama awal berirama cepat, seperti guguran dedaunan ketika musim gugur yang terlihat indah bila tersapu angin.

“Autumn like me”

Rupanya irama cepat itu tak berlangsung lama karena Biola, Cello dan Contra Bass langsung berhenti meninggalkan dentingan piano yang menciptaan melodi pilu langsung mendominasi instrument itu.

“Sejatinya, Autumn hanya benar-benar indah jika dilihat bersama banyak orang”

Karena bila sendiri memandang langit kelabu diantara dedaunan pohon terasa menyesakan hati.

Uniknya, penutup “Autumn” adalah irama ceria bertempo cepat yang serupa seperti awal karena Biola, Cello dan Contra Bass kembali dimainkan. Melodi-melodi cepat itu ibarat menutupi bagaimana kepedihan dari musim gugur sendiri, karena kebanyak orang pasti hanya mau mengingat nada ceria tersebut.

Setelahnya, Jinki kembali memaminkan nada-nada yang menjadi peralihan dari “Autumn” yang terdengar pelan namun indah, dengan sedikit letupan kecil.

Pemain Flute, Oboe, Horn dan Clarinet bergabung dalam pertunjukan. Mereka memainkan konserto terakhir dalam rangkaian Four Season. “Winter”

“Last, Winter is you, Choi Minho”

Harmonisasi dari alat musik jenis Woodwind dengan piano terdengar begitu magis. Instrumen ini menciptakan dunia hayal sewaktu menikmati empuknya salju yang baru turun. Intrumen ini indah, namun ketika dihayati terdengar selipan melodi getir yang terasa pahit dan menyimpan banyak rahasia dalam kejanggalan tersebut.

Konserto terakhir ini berlangsung paling singkat. Jinki tersenyum lebar membayangkan ketika dirinya berkumpul dengan SHINee, “Seperti porsi berbicara Minho yang selalu sedikit”.

Key is Almighty Season and Transition period.”

Nada-nada peralihan yang di sebutnya sebagai Pancaroba melambangkan sifat Key yang selalu berganti-ganti meski bertolak belakang dengan keinginan-keinginanya. Key selalu bisa seperti semua musim yang memiliki emosi khas masing-masing; ceria, hangat, rapuh, dan dingin… berganti dengan cepat.

Rangakaian Four Season pun selesai dan sukses dibawakan dengan daya harmonisasi yang magis dalam aduan alat musik satu dengan yang lain sehingga membuat penonton terdiam seolah tertarik dalam dunia klasik yang mempesona.

Jinki beranjak dari duduknya dan berdiri ke depan jajaran pemain musik dengan posisi menghadap penonton, sepintas terlihat bahwa permainan itu selesai tetapi seorang gadis berjalan memasuki lantai pertunjukan dengan membawa Electric Violin.

Gadis itu tampak mencolok, karena semua pemain alat musik tadi adalah laki-laki yang memakai tuxedo hitam sedangkan gadis itu mengenakan gaun bermodel Strapless berwana merah terang dengan rambut diikat keatas sehingga memperlihatkan seluruh bahunya.

Dia mengambil posisi di barisan paling depan dan berdiri.

Jinki berbalik menghadap pemain musik lalu mengangkat tanganya kedepan dada. Begitu tanganya bergerak, nada-nada mengalun dari setiap alat musik dan mengikuti tempo yang arahkan dari dengan gerakan tanganya.

Mwo? Seorang Onew menjadi Pianis dan Conductor sekaligus?” Jonghyun menggeleng gelengkan kepala melihat temannya beraksi. Harus diakui, Onew sangat memukau seolah semua aura yang dimilikinya terpancar habis-habisan.

“Tidakkah kalian berfikir kalau Four Season tadi, Onew Hyung seakan berbicara tentang kita?” Minho menatap Onew lurus-lurus sembari tersenyum, begitupula Jonghyun dan Minhye yang langsung mengangguk mantap.

Minhye ikut tersenyum“Orang dihadapan kita ini adalah Lee Jinki yang sebenarnya.”

Orkestra kecil terbentuk di dalam Hall itu dan mempunyai daya magis luar biasa. Mereka membawakan Beethoven Virus
Piano Sonata NO.8 in C minor, Op 13 yang memiliki irama cepat dengan tempo menggebu-gebu.

Gadis Violin tadi bermain sangat ekspresif, meski hanya sendiri tapi nada dari electric violin itu terdengar sangat mendominasi dibandingkan alat musik lainya yang seperti pendukung saja. Karena posisi gadis itu memang sebagai Concert Master dalam sebuah Orchestra.

And this instrument represents the story of our friendship”

Irama yang sangat cepat tanpa ada tempo lambat sedikitpun, mendebarkan layaknya petualangan yang mereka jalani bersama selama setahun ini. Begitu banyak rahasia terbongkar tetapi membuat persahabatan mereka semakin erat karena memiliki garis takdir yang sama dan berliku-liku.

Saling membantu dan berkorban satu sama lain meskipun dibumbui percekcokan, berada dalam satu genggaman tanggan melewati jembatan penuh tipu daya dan kini mereka berhadapan dalam pintu penemuan jati diri yang tinggal selangkah lagi.

Jinki terlihat sangat menikmati perannya sebagai Conductor, meskipun posisi itu sangat krusial. Karena Conductor merupakan pemimpin jalanya sebuah orchestra dan harus memiliki kepiawaian, ketenangan serta kepemimpinan, dan Jinki tampaknya memiliki itu semua jika dilihat dari body language-nya.

Jinki menyatukan tanganya kemudian menjauhkanya, pertanda bahwa suguhan musik klasik yang begitu magis itu telah selesai.

Seluruh pemain dalam orchestra tersenyum lebar. Tetapi tak ada satupun penonton yang memberikan tepuk tangan…

Keadaan tetap hening hingga…

“BRAVOO!!!” teriakan disusul Standing Applause yang begitu meriah. Tersirat jelas bagaimana pendengar sangat tersihir oleh pesona musik klasik yang biasanya dianggap membosankan, namun pertunjukan kali ini membuktikan bahwa musik abadi itu sangat memukau.

Jinki berbalik menghadap penonton, ia tersenyum lalu memejamkan mata sejenak.

“Lee Eunki, Oppa telah menepati janji”

 

~*~*~*~

Onew dan Taemin berjalan di area tribun, sesekali pujian terlontar dari teman-teman mereka ketika lewat. Disana Minho, Minhye dan Jonghyun telah menunggu dan menyambut mereka dengan senyum lebar sarat akan kebanggaan.

“Kalian berdua hebat!” ucap Jonghyun sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Setelah ber-high five ria, Taemin dan Jonghyun pun duduk di sebelah mereka. “Aigoo. Taemin… aku sangat cocok menjadi titisan Sahrukhan!” gurau Minhye dan langsung mengundang tawa.

“Tapi aku keren kan pas nge-dance DBSK?!” ujar Taemin seraya mengibaskan poninya, percaya diri.

“Kau sama cantiknya seperti Jaejoong!” celetuk Jonghyun yang langsung dibalas manyum oleh Taemin. Jonghyun menoleh ke arah Onew, “Hyung! Kau keren sekali! Aku yakin kau pasti menjadi The Lord tahun ini!”

Onew tersenyum tapi menggeleng kecil. “Ahaha, itu tidak mungkin. Masih banyak yang lebih bagus dariku.”

“Hyung, jangan merendah seperti itu. Tadi kau memang hebat.” Minho menimpali.

“Kalau Onew Hyung menjadi The Lord, kita ditraktir akan ditraktir di restoran ayam!”

“YEEEEEEAY!!!!!”

~

Tiga pertunjukan setelahnya sama mengagumkanya sehingga membuat waktu seolah cepat berlalu. Seseorang masuk untuk meletakan dua buah Mic stand dan tak lama kemudian Lee Hyukjae masuk bersama Choi Sooyoung.

Hyukjae membenarkan posisi mic tepat di depan mulutnya lalu tersenyum kepada penonton.

Ladies and Gentleman, tadi kita telah menyaksikan pertunjukan yang sangat spektakuler dari siswa-siswi Shineshall dan Shinesedna. Kita patut berterima kasih karena mereka telah berlatih keras untuk mempersembahkan pertunjukan yang pastinya sangat berkesan terutama untuk murid tahun ketiga yang akan meninggalkan sekolah ini.”

Sooyoung mengangkat sedikit mic agar pas dengan posisinya, ia menatap penonton yang terlihat antusias seakan tahu apa yang akan dibahasnya setelah ini.

“Baiklah, tiba saatnya kita mengumumkan siapa yang menjadi The Lord dan Juliette tahun ini.”

Orang yang terpilih untuk menyandang gelar itu bukan dilihat dari penampilanya di OxyGEn, tetapi melalui survey kepada murid secara kasat mata juga dengan penilaian guru yang mencakup kepopuleran, bakat, potensi dan aspek lainya. Pemberian gelar sendiri dimaksudkan sebagai penghargaan sekaligus motivasi kepada setiap murid.

Hyukjae dan Sooyoung saling tatap kemudian melemparkan senyum ke seluruh murid.

“Yang menjadi The Lord dan Juliette tahun ini adalah…”

__TBC__

Hallo… masih adakah yang menunggu ff ini? *hening -__-

Maaf banget ya nge-postnya lama, abis chap ini bener-bener bikin aku muter otak. Pas scene Key-kry aja aku sampe ngulang berkali kali.

Apalagi pas OxyGEn, aku bingung banget pertunjukanya gimana. Mau dibikin biasa aja tapi sejak awal OxyGEn kan udah digembor-gemborin (?), jadilah selama berhari hari saya berkutat dengan Google dan Youtube buat nyari2 bahan. Apalagi tentang musik klasik terutama alat musiknya, nyari beethoven virus eh yang brojol malah beethoven virus pelem korea -___- tapi asik sih haha.

Mana pas nyari tentang dance, eh ujung ujungnya nonton pelem india muahahaha 😀 Banyak bgt referensinya lah, sampe dengerin 4 four seasonya vivaldi berulang kali

nggak maksimal sih nuanginya (?) tp semoga gk mengecewakan 🙂 tengs mbah gugel, mba yutub.. sesuatu aku padamu :*

Weleh… welehh…

Eh SoLers (?), ada kuis nih…

  1. Siapa yang akan mendapat gelar The Lord and Juliette?
  2. Kalau Key ketemu Minhye dia bakal ngapain? Jawabanya Cuma 1 kata, kalo lebih nggak diterima :p

Yang bisa nebak bakal aku pairingin sama salah satu member SHINee disini, yang jelas bukan Minho kerena dia milikku *ngakat2 kerah baju*. Jadi pairing loh ya bukan peran pembantu #eh? Siapa yaaaa

Sebenernya aku nggak niat ngebagi dua part ini, tapi ini aja udah 30 page lebih padahal biasanya 1 chap aku nulis Cuma belasan page. Jadi ya last chapter ini mungkin 70 page lebih klo digabungin, dan itu idenya udah satu kesatuan (?) jadi nggak bisa dibikin chap 22 dan chap 23. Pokoknya last  chap Cuma sampe 22 *maksa :p

jangan ditagih ya lanjutanya :p

Wahh.. panjang banget ya chuap2 kali ini. Terima kasih semuanya :*

119 responses to “Seasons of The Lucifer [LAST CHAPTER A]

Leave a reply to kangyuuri Cancel reply