EXO Daddy Series [1/12] : Hunny Bunny Daddy

Hunny Bunny Daddy

Author : Fai

Cast :

  • Xi Luhan | EXO’s Luhan
  • Zhang Lifang (OC/YOU/readers)
  • Yui (OC)

Genre : fluff, family(???)

Rating : G

Length : ficlet (1766 words)

Disclaimer : this is officially mine, but the casts is not mine

N.B. : sequel dari ff Sweetie Little Dad atas permintaan dari para readers 😀 dan.. di sini lulu udah nikah + punya anak ._. dan yah.. lagi-lagi saya males ngedit poster-_- garagara lepi masih belom bener T.T

Anyway, happy reading^^

“…he is my sweetie dad…”

 

Luhan masuk ke dalam kamar seorang anak perempuan sambil membawa makaroni panggang di tangannya. Aroma makaroni itu membuat Luhan ingin melahap makaroni itu sekarang juga, namun sayangnya makaroni panggang itu bukan miliknya.

“Yeay! Makaroni panggang!” pekik anak perempuan itu girang dan merebut makaroni panggang itu dari tangan Luhan lalu duduk di kasurnya. “Terima kasih, papa!”

Luhan tersenyum dan duduk di sebelah anak perempuan berusia empat tahun itu. “Sama-sama, sayang.”

Luhan membelai lembut kepala anak perempuannya itu. Sedangkan anak perempuan itu sibuk menghabiskan makaroni panggangnya yang masih hangat. Dan, ya, makanan favoritnya adalah makaroni panggang buatan papanya itu.

“Papa.”

“Ya?”

“Mama belum pulang juga?”

Luhan melirik jam dinding yang ada di kamar anaknya itu yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ia bingung kenapa istrinya itu belum pulang. Kemana wanita itu? Biasanya dia pulang jam delapan.

“Mungkin mama sedang sibuk di kantornya, atau ia sedang ke supermarket.”

“Apa mama akan membelikan boneka untuk Yui?”

“Sepertinya begitu.”

“Yeay!” anak perempuan itu melompat kecil dengan girang. Setelah makaroni panggangnya habis, ia menaruh piring makannya dan mengelap sisa makanan di sudut bibirnya. “Yui masih lapar.”

Luhan menggeleng-geleng kecil.

“Astaga, perutmu itu seperti karung, ya,” candanya dan tertawa. Anak perempuan itu merengut dan memukul-mukul kecil pundak papanya itu. “Papa tidak lucu!”

Walaupun anak perempuannya memukul-mukul pundaknya, Luhan masih tertawa geli. Hatinya terasa hangat mengingat ia punya dua buah permata yang sangat berharga dan disayanginya, yaitu istrinya dan buah hatinya. Lifang dan Yui.

“Papa, Yui mengantuk,” ujar anak perempuan itu dan menguap lebar. “Tapi Yui mau pup.”

Luhan menepuk pelan jidatnya sendiri. Astaga! Apa harus aku yang membersihkan kotorannya nanti?!

“Yui mau pup?” tanya Luhan. Anak perempuan itu mengangguk dengan tampang polosnya. “Yui sudah tidak tahan, pa.”

Luhan langsung menggendong anak perempuannya itu dan membawanya ke kamar mandi. Luhan membuka celana anak perempuannya itu dan anak perempuannya itu langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi lalu menutup pintunya. “Papa jangan mengintip!”

Mendengarnya, Luhan tertawa kecil. Ia berdiri di samping pintu kamar mandi—menunggu permata hati kecilnya.

Sekitar tiga menit kemudian, Yui membuka pintu kamar mandi dengan baju yang sedikit basah. “Tadi Yui cebok sendiri, dong!”

“Yakin sudah bersih?” tanya Luhan. Anak perempuan itu mengangguk seraya mengeringkan kakinya di keset. “Sudah cuci tangan?”

“Sudah! Tangan Yui harum sekali,” jawab anak perempuan itu sambil mencium kedua tangannya. “Papa mau menciumnya?”

Luhan menggeleng cepat. Bagaimana kalau baunya masih bisa tercium olehku?

Ia membantu anaknya itu memakai kembali celananya. Lalu ia mengingat ‘ritual’ sebelum tidur yang biasa mereka lakukan.

“Tadi sudah pipis, kan? Jangan sampai kau mengompol lagi gara-gara lupa buang air kecil. Uh, papa dan mama sangat lelah mencuci sprei dan selimut yang terkena ompolmu itu,” keluh Luhan dengan menambahkan unsur candaan di kalimatnya tadi. “Ih, papa! Tenang, aku sudah pipis, kok!”

“Sudah cuci kaki?” tanya Luhan lagi. Yui mengangguk cepat. “Cuci muka?”

“Sudah, pa! Wajah Yui terasa segar~” jawab anak itu polos. Luhan tertawa kecil.

“Sudah sikat gigi?” tanya Luhan. Yui mengangguk lagi. “Sudah, pa! Mulut Yui sudah wangi!”

Luhan terkekeh mendengarnya. Dia menundukkan badannya untuk menyamakan tingginya dengan tinggi anaknya itu. “Coba cium pipi papa.”

Anak perempuan itu sedikit berjinjit untuk mencium pipi papanya itu. “Wangi, kan?”

Luhan tersenyum. Ia mengajak Yui untuk masuk ke dalam kamarnya lagi.

“Papa, temani aku sebentar, ya?” pinta anak perempuan itu. Luhan berpikir sebentar, kemudian mengangguk. “Boleh.”

Yui membanting tubuhnya di kasur dan disusul oleh Luhan yang merebahkan tubuhnya di sebelah Yui. Mereka berdua menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berbeda-beda.

“Papa mau tanya sama Yui,” ujar Luhan. Yui mengerjapkan kedua matanya. “Apa, pa?”

“Menurut Yui, mama seperti apa?” tanya Luhan sambil menatap anak perempuannya itu. Yui balik menatap Luhan dan menjawab, “Mama seperti perempuan.”

“PUAHAHAHAHAHAHAHA!” Luhan tertawa kencang mendengarnya. “HAHAHA! Memangnya selama ini kau pikir mamamu itu laki-laki? Huahaha!”

Yui merengut. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Aku, kan, tidak salah. Siapa suruh papa bertanya seperti itu!”

“Maksud papa, menurut Yui mama itu orangnya bagaimana?” ulang Luhan—menyeka air mata di sudut matanya akibat terlalu banyak tertawa.

“Mama Yui cantik. Mama juga baik walaupun mama terkadang suka memarahi Yui. Yui sayang sama mama,” jawab Yui. Luhan tersenyum mendengarnya. “Kalau papa?”

“Hmm..,” Yui menggumam seraya berpikir. “Papa Yui galak! Papa juga bawel.”

“Yui..,” Luhan memanyunkan bibirnya sambil mencubit kedua pipi gembul milik anak perempuannya itu. “Papa tidak seperti itu..”

Anak perempuan itu mengaduh kesakitan karena Luhan mencubit pipinya terlalu kencang. Sedetik kemudian, dia tertawa karena papanya itu merengek di hadapannya.

“Menurut Yui, papa Yui tampan. Papa juga terlihat keren kalau menggunakan jas hitam. Apalagi kalau papa sedang mengenakan dasi. Papa adalah orang yang paling hebat di dunia! Pokoknya Yui sayang sama papa!” jawab Yui sambil memeluk tangan Luhan dengan erat. Luhan tersenyum lebar mendengarnya.

“Yui benar. Papa memang tampan,” jawab Luhan dengan nada sombongnya sambil mengelus puncak kepala anak perempuannya itu.

“Mama kenapa belum pulang juga, pa? Yui kangen sama mama,” keluh anak perempuan itu dan menguap kecil. Luhan melirik jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Kenapa dia belum pulang juga?

“Papa telfon mama dulu, ya,” ujar Luhan kemudian duduk di kasur. Ia mengambil telfon genggamnya dan berusaha menghubungi istrinya. Tak lama kemudian, telfon diangkat.

Halo?”

“Lifang, kenapa kau belum pulang juga?”

Hari ini aku lembur, Luhan sayang.. Tapi, tenang saja. Sekarang aku sudah di dalam kereta.

Luhan menghela nafas lega.

“Fiuh.. Syukurlah. Sudah dalam perjalanan menuju rumah, kan?”

Tentu saja,” jawab istrinya. “Yui sudah tidur?

“Belum, daritadi dia menanyakan dirimu.”

Bilang padanya sebentar lagi aku sampai di rumah. Oke?

“Baiklah.”

Luhan memutus sambungan telfon dan menyimpan kembali telfon genggamnya. Kemudian, dia tidur di sebelah anak perempuannya lagi.

“Mama dimana?” tanya anak itu seraya menguap lebar.

“Mama sudah di jalan. Sebentar lagi dia sampai di rumah, sayang,” jawab Luhan sambil memeluk guling kecil milik Yui.

“Papa! Itu guling Yui!” rengek anak perempuan itu. Luhan menjulurkan lidahnya di depan Yui. “Papa yang membelinya.”

Yui merengek kecil dan memasang ekspresi kesal di wajah mungilnya itu. Luhan cekikikkan dan menaruh kembali guling itu. Dia menarik anak perempuannya itu dan memeluknya.

“Tubuhmu kecil sekali, bahkan lebih kecil dari gulingmu,” canda Luhan.

“Papa!” pekik Yui. “Papa menyebalkan.”

Luhan tertawa lagi. Dia mengacak pelan rambut anak perempuannya itu. Hatinya kembali terasa hangat.

“Papa.”

“Ya, sayang?”

“Papa kenapa memilih mama sebagai istri papa? Kan, ada banyak wanita yang lebih cantik dari mama,” ujar anak itu polos. Luhan kebingungan mendengarnya. Kenapa dia menanyakan hal ini?

“Mamamu itu orang hebat, Yui. Dia baik dan pintar. Papa suka mama yang cantik. Dari dulu, papa sangat mengagumi mama. Papa juga sangat mencintai mamamu, Yui,” jawab Luhan kemudian tersenyum. Rasa hangat itu menjalar-jalar di hatinya. Rasa hangat itu juga menyeruak di dadanya.

“Cinta itu apa, sih, pa?” tanya Yui lagi seraya menguap kecil. Luhan menjitak pelan kepala anaknya itu. “Aww!”

“Kamu masih kecil! Nanti kalau sudah besar juga tahu,” jawab Luhan. Yui memanyunkan bibirnya. “Lagipula, jika papa menikah dengan wanita lain, Yui tidak akan ada di dunia ini.”

“Memangnya kenapa, pa?” tanya Yui polos. Luhan mencubit pipi anak itu lagi. “Mau tahu saja!”

Yui membalas cubitan papanya itu. Dia mencubit pipi Luhan lebih kencang sampai ia mengaduh kesakitan.

“Aww! Sakit, Yui!”

Yui tertawa melihat Luhan mengaduh kesakitan seperti itu. Dia sangat senang mempunyai papa yang baik seperti Luhan.

“Pa, Yui tidak mau bertemu dengan kakek Yixing lagi,” ujar Yui. Luhan terkejut mendengarnya. “Lho? Kenapa, sayang?”

“Kakek Yixing menyebalkan. Dia selalu mencubiti pipi Yui, dia juga selalu meminta gulali Yui. Kakek Yixing juga pelit, dia tidak pernah mau membelikan es krim untuk Yui,” jawab Yui dengan nada kesal. Luhan terkekeh pelan. “Kakek Yixing juga sering melarang Yui untuk menonton drama orang dewasa.”

“Yui.. Yui..”

Mereka kembali bercanda dan tertawa. Terkadang Luhan mengaduh kesakitan saat anak perempuannya itu mencubitnya. Di sela pembicaraan mereka, tiba-tiba pintu kamar dibuka secara perlahan.

“Selamat malam, sayang..”

“Mama pulang!” teriak Yui senang. Dia melompat gembira dari kasurnya dan langsung memeluk mamanya. Wanita itu tersenyum, lalu menggendong anak perempuannya itu dan mencium lembut pipinya. Ia membawa anak perempuannya itu untuk tidur kembali di kasurnya. “Mama sangat rindu pada kalian berdua.”

“Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu pulang juga..,” ujar Luhan dan berdiri di samping Lifang. Wanita itu tersenyum. Matanya terlihat sangat lelah dan mengantuk.

“Yui ngantuk. Yui mau tidur,” kata anak perempuan itu kemudian tidur di atas kasurnya. Dia menguap lebar untuk yang kesekian kalinya. Lifang tersenyum kecil.

“Sudah sikat gigi, cuci kaki dan cuci tangan?” tanya Lifang. Yui mengangguk cepat. “Tadi papa yang menemani Yui!”

Luhan mengacak-acak rambut Yui dengan lembut. Yui kembali duduk di kasurnya dan ia menarik baju Luhan agar papanya itu sedikit menunduk.

Anak perempuan itu mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan dan berbisik, “Papa, Yui mau adik laki-laki.”

Luhan terkaget mendengarnya, sedetik kemudian dia tersenyum nakal dan membuat Lifang kebingungan melihatnya.

“Tunggu saja, ya,” bisik Luhan pada anak perempuannya itu sambil mengancungkan kedua ibu jarinya. Yui mengangguk senang dan tertawa kecil.

“Sekarang, tidurlah,” perintah Luhan. Anak perempuan itu tidur di kasurnya dan memeluk erat guling kesukannya itu. Lifang menyelimuti anak perempuannya itu dan mencium keningnya.

“Selamat tidur, sayang. Mimpi indah, ya,” ujar Lifang. Yui mengangguk.

“Selamat malam, Yui,” ujar Luhan. “Tenang saja, papa akan mengabulkan permintaanmu nanti.”

Luhan mengerling pada Yui dan tersenyum menyeringai pada Lifang. Anak itu mengacungkan kedua ibu jarinya. “Siap, pa!”

“Apa, sih?” tanya Lifang penasaran. Yui terkekeh kecil sedangkan Luhan merangkul bahu istrinya itu. “Nanti kau juga tahu.”

Setelah mematikan lampu kamar Yui, mereka berdua keluar dari kamar Yui dan menutup pintunya.

“Lifang.”

“Ya?”

“Yui minta adik.”

Lifang membelalakkan kedua matanya. “APA?”

Luhan tersenyum nakal. Ia segera menggendong Lifang dengan bridal-style dan berlari secepat mungkin meninggalkan kamar Yui–menuju kamar mereka berdua.

“XI LUHAN! TURUNKAN AKU!”

-FIN-

Eh.. ini kok jadi panjang banget -_-“

Cius loh padahal tadi niatannya cuma mau dibikin drabble, eh ternyata keterusan jadi panjang gini._. hmm, gimana cerita mereka pas versi gedenya? XD

Aku juga ngerencanain, setelah ff ini, aku mau buat cerita tentang semua member exo punya anak.. lucu aja ngebayangin mereka kewalahan ngurusin anaknya 😀 ada yang mau? Kalo komennya banyak, nanti ffnya aku buat^^ dan semua member kebagian untuk jadi appa kok~ itu kalo ada idenya yah dan gajanji bakal cepet selesainya :3 hehe

Makasihhhh buat yang baca~ buat yang udah ninggalin komen juga makasihhhh :3 silent readers juga makasih ya, udah nyempetin diri buat baca ff ini :’3 /terhura

Komennya ditunggu ya ^^

196 responses to “EXO Daddy Series [1/12] : Hunny Bunny Daddy

  1. ahahahaha endingnya mengocok perut wkwkw xD
    luhan setia banget ya sama lifang, dari kecil sampai dewasa tetap cintanya hanya untuk lifang, ahahaha di sini luhan agar err mesum 😀

    yehet! good ff ❤

  2. keluarga bahagia ya ini ni..ayo luhan lanjutkan. dua anak lebih baik #apasih #plak XD kece FFnya chingu ^^

  3. uh, akhirnya cita-citanya luhan kesampaian juga 😉 (jadi suaminya lifang)
    tapi yui-nya yaampun >< mintanya yang iya-iya aja lagi, haha
    endingnya beda rating tuh harusnya xD

Leave a comment