EXO Daddy Series [8/12] : Adorable Daddy

Adorable Daddy

Adorable Daddy

Author : Fai

Cast :

  • Do Kyungsoo | EXO’s D.O
  • Do Jinhyeon (as his child)

Genre : family

Rating : G

Length : oneshot

Previous :

Disclaimer : this is officially mine, but the casts are not mine EXCEPT FOR DO KYUNGSOO

N.B. : HOLA! AAAAAAAA maafin Fai ya kalo D.O’s versionnya kelamaan dan ini emang telat update banget huhu bener deh kemaren2 ini lagi gaada ide u.u dan gatau kenapa akhirnya Fai malah bikin yang versinya D.O duluan padahal kemaren pengen bikin versinya Xiumin XD <—labil!

Okeh, happy reading ^^

.

“…the most lovable daddy…”

.

Kyungsoo baru saja keluar dari kamar mandi dengan t-shirt putihnya. Ia berdiri di depan cermin untuk merapikan rambutnya yang masih basah dan membenarkan bagian celananya yang sedikit berantakan.

Do Kyungsoo adalah seorang ayah dan ia mempunyai satu anak perempuan berumur 5 tahun bernama Do Jinhyeon. Kyungsoo bekerja di salah satu perusahaan yang ada di kotanya.

Istrinya? Ah, lupakan. Istrinya sudah meninggal beberapa bulan yang lalu karena terkena penyakit yang menyerang paru-parunya. Dan Kyungsoo juga sepertinya tidak berniat untuk menikah lagi.

Kyungsoo mengambil catatan belanjaan bulanannya lalu memasukkannya ke dalam dompet kulitnya. Ia memasukkan dompet itu ke dalam kantung celananya dan keluar dari dalam kamarnya.

Di luar, anaknya kini tengah menaruh gelas plastik bergambar beruang berisi susu vanilla ke atas meja. Kyungsoo berjalan menghampiri Jinhyeon dan menggendong tubuh si mungil.

“Oh, ayolah. Jangan minum susu terus menerus, uang ayah semakin menipis karena harus membeli susu untukmu setiap bulannya. Terlebih harga susu semakin mahal!” gerutu Kyungsoo. Hei! Tidak seharusnya seorang ayah berkata seperti itu pada malaikat kecilnya sendiri. Lagipula Jinhyeon pasti tidak mengerti dengan hal seperti itu.

Kyungsoo membawa Jinhyeon masuk ke dalam mobil dan menaruhnya di jok bagian depan lalu memakaikan sabuk pengaman di badan si kecil. Kyungsoo duduk di kursi pengemudi kemudian memasang sabuk pengaman di tubuhnya. Ia menyalakan mesin mobilnya lalu meninggalkan rumahnya—menuju supermarket.

Yeah, walaupun sangat memalukan, tapi inilah kenyataannya; Kyungsoo masih tidak bisa menyetir mobil dengan baik. Beberapa kali ia hampir menabrak pot bunga di sekitarnya. Oh, bahkan ia menabrak tong sampah secara tidak sengaja.

“Apakah ayah bisa menyetir dengan baik?” tanya Jinhyeon tegang seraya menutup kedua matanya—tidak berani melihat ke depan karena ayahnya itu menyetir dengan ‘kacau’.

“Seharusnya aku menyewa supir bis untuk menyetir mobil ini,” gumam Kyungsoo pada dirinya sambil menginjak pedal gas secara hati-hati—beruntung Kyungsoo tidak berani mengebut.

Singkat cerita, Kyungsoo mengendarai mobilnya dengan penuh hati-hati (walaupun terkadang ia hampir menabrak para pedagang kaki lima). Bahkan Kyungsoo hampir lupa di mana letak pedal rem mobilnya sendiri! Oh, mungkin hal itu wajar bagi Kyungsoo (karena setiap hari dia selalu begitu).

Jarak dari rumahnya ke supermarket tidak begitu jauh, sehingga Kyungsoo dan Jinhyeon bisa sampai di sana dalam waktu sekitar 15-20 menit.

Setelah memarkirkan mobilnya (walaupun ia hampir menabrak pembatas jalan), Kyungsoo dan Jinhyeon masuk ke dalam supermarket.

Kyungsoo mengambil sebuah trolly dan mendudukkan Jinhyeon di tempat khusus yang ada di trolly. Tangan Jinhyeon seperti berusaha untuk meraih-raih beberapa barang yang tersusun rapi di rak.

“Kau suka belanja, Hyeon?”

Jinhyeon hanya mengangguk dengan polosnya (oh, ayolah. Ia terlihat manis dengan pakaian berwarna kremnya itu!).

Kyungsoo mengambil catatan belanjaan bulanannya seraya membelokkan trolly ke arah lorong khusus perlengkapan bayi dan mengambil beberapa bungkus popok (uh-huh, terkadang Jinhyeon masih sering mengompol).

“Ayah sudah pernah bilang padamu untuk buang air di kamar mandi, lihat! Karena ulahmu yang selalu buang air di popok, sekarang uang ayah semakin menipis,” keluh Kyungsoo lalu mendorong trolly-nya lagi.

Mungkin karena tidak mengerti dengan perkataan ayahnya itu, Jinhyeon hanya melongo sambil menggigit jari telunjuknya. Kenapa ayah tidak bisa diam?

Kyungsoo mengambil baby powder, cologne, cotton bud, baby lotion, dan beberapa perlengkapan mandi untuk anak-anak lalu memasukkannya ke dalam trolly-nya. Dan kedua mata Kyungsoo melebar begitu melihat harganya yang semakin mahal.

“Apa-apaan ini, hah?! Harganya naik lagi?!” Kyungsoo menatap price tag dengan horror. Kedua matanya beralih menatap Jinhyeon yang kini tengah menatap Kyungsoo dengan polosnya. “Kau harus cepat-cepat bertumbuh dewasa, oke? Perlengkapan untuk dirimu saja sudah sebanyak ini, belum ditambah dengan perlengkapan untuk ayah.”

Dan keinginan Kyungsoo barusan seolah mengharapkan domba bertelur stroberi.

Ia juga mengambil tiga kotak bubur bayi rasa madu dan dua kotak bubur bayi rasa beras merah untuk dirinya sendiri (yeah, Kyungsoo sangat menyukai bubur bayi rasa beras merah).

Kyungsoo beralih ke lorong makanan khusus untuk anaknya. Ia mengambil tiga kotak biskuit bayi rasa pisang, dua kaleng susu rasa vanilla untuk Jinhyeon dan satu kaleng susu rasa stroberi untuk dirinya sendiri (hei! Kyungsoo sudah tidak pantas untuk mengkonsumsi susu itu).

Dan lagi, kedua mata Kyungsoo membulat ketika melihat harga sekaleng susu yang semakin mahal.

“Sungguh! Sebulan yang lalu harganya bahkan masih lebih murah 5 ribu won! Apa yang membuat harga susu ini semakin mahal?!” pekik Kyungsoo kemudian menaruh kembali sekaleng susu rasa vanilla milik Jinhyeon (hei! Kau sangat kejam, Kyungsoo!).

“Ayah, apa sekaleng susu ini cukup untuk sebulan?” protes Jinhyeon. Alisnya meliuk-liuk seperti ulat bulu dan menatap ayahnya itu dengan polos.

“Ayah akan mengurangi porsi susumu dalam sebulan. Ayah harus berhemat, kau tidak mau kita hidup menjadi gelandangan karena kehabisan uang untuk membeli susu, kan?”

Dan itu terlalu berlebihan, Kyungsoo.

Kyungsoo kembali mendorong trolly-nya menuju lorong lainnya. Ia mengambil tiga bungkus spaghetti yang masih mentah beserta saus spaghetti rasa bolognese. Kyungsoo juga mengambil mie instan, sampo, sabun, pasta gigi, parfum untuk dirinya, dan lima bungkus bumbu nasi goreng.

Setelah merasa semuanya sudah lengkap, Kyungsoo mendorong trolly-nya ke arah kasir. Antrian di kasir cukup panjang dan hal itu membuat Kyungsoo merasa.. muak.

“Astaga, kenapa supermarket selalu banyak pengunjung di akhir bulan?” keluh Kyungsoo. Ia menepuk-nepuk kepalanya sendiri. Jinhyeon menatap ayahnya itu dengan bingung.

“Bukankah memang selalu seperti ini, yah?”

“Ya, dan ayah tidak pernah menyukai hal ini.”

Kyungsoo mendesah panjang.

Hampir setengah jam menunggu, akhirnya Kyungsoo berada di antrian paling depan. Setelah petugas kasir selesai mentotal belanjaan miliknya, Kyungsoo hampir jantungan dan nyaris berteriak (dan ia hanya berteriak dalam hati).

“Apa tidak ada diskon, eh?” harap Kyungsoo. Petugas kasir menggeleng pelan dan tersenyum kikuk. Bagaimana bisa Kyungsoo menanyakan hal semacam itu?

Dengan berat hati Kyungsoo membayar semua belanjaannya. Ia menenteng barang-barang belanjaannya dan menggendong Jinhyeon menuju mobilnya.

Mereka berdua pulang ke rumah mereka yang sederhana. Sesampainya di rumah, Kyungsoo menyusun barang-barang belanjaannya dan membuat sup jagung untuk si kecil. Setelah itu, ia membuat mie instan untuk dirinya sendiri dan makan bersama Jinhyeon di ruang tamu—lebih tepatnya di depan TV.

“Kenapa ayah sangat menyukai makanan seperti itu? Apakah rasanya enak?” tanya Jinhyeon seraya menunjuk semangkuk mie instan milik Kyungsoo.

“Ini sangat enak, Hyeon! Kau harus mencobanya, ayah hampir gila karenanya!”

Err.. mungkin Kyungsoo terlalu berlebihan. Dan Kyungsoo benar-benar menyuapi sesendok mie instan untuk anaknya sendiri! Hei, anak kecil belum boleh mengkonsumsi makanan seperti itu, Kyungsoo! Tsk, tsk.

“Bagaimana? Rasanya enak, kan?” ujar Kyungsoo seraya mendengus kecil. Jinhyeon tidak menanggapi kalimat Kyungsoo barusan dan kembali memakan sup jagungnya.

Hyeon tidak mau memakan ‘benda’ itu lagi.

 

+++

Malam harinya, Kyungsoo mengunci pagar rumahnya. Ia juga mengunci semua pintu dan jendela, menutup tirai, dan mematikan lampu rumahnya juga mematikan TV sebelum tidur. Oh, hampir saja ia lupa mematikan air keran di kamar mandinya.

Setelah itu, Kyungsoo merebahkan dirinya di atas kasur—tepat di sebelah si kecil yang masih setengah tertidur. Samar-samar Kyungsoo masih bisa melihat kedua mata anaknya yang setengah terbuka itu. Dan Kyungsoo tahu bahwa anaknya mungkin terkena virus.. insomnia?

“Kenapa masih belum tidur?”

“Hyeon mau ayah membacakan sebuah dongeng untuk Hyeon..”

Dan hal ini merupakan yang pertama kalinya bagi Kyungsoo. Sebelumnya ia tidak pernah membacakan dongeng untuk Jinhyeon. Umm, dongeng sebelum tidur? Ya, Kyungsoo tidak pernah melakukannya.

“Hei, hei. Bukannya selama ini kau selalu tidur tanpa dongeng konyol itu, Hyeon?” Kyungsoo merubah posisi tidur menjadi duduk. “Lagipula ayah tidak bisa mendongeng!”

Jinhyeon menatap ayahnya itu dengan tatapan memohonnya. Uhh.. senjata puppy eyes anaknya itu selalu membuat Kyungsoo tidak tahan melihatnya.

“Jinhyeon mau ayah mendongeng.. Sekali ini saja,” pinta Jinhyeon seraya mengepalkan kedua tangan mungil itu di depan wajahnya—memohon pada ayahnya itu. Akhirnya Kyungsoo mengalah. Ia menghembuskan nafasnya dengan berat.

Kyungsoo mengambil buku dongeng yang biasa dibacakan oleh istrinya untuk Jinhyeon dan mulai membuka lembar pertamanya. Sejauh ini, Kyungsoo bisa melakukannya dengan baik. Tapi, ada satu bagian yang membuat Kyungsoo kewalahan.

Saat dongeng itu menceritakan tentang sang beruang, Jinhyeon meminta Kyungsoo untuk menirukan suara beruang itu. Dengan terpaksa Kyungsoo meniru suara beruang itu. Tapi, sepertinya Jinhyeon tidak puas dengan suara beruang yang dibuat oleh Kyungsoo.

“Jinhyeon mau ayah meniru suara beruang milik ibuuuu…,” rengek Jinhyeon. Kyungsoo merasa kepalanya berputar-putar.

Rawwrrr,” Kyungsoo mengaum tidak jelas. Jinhyeon masih merengek dan memaksa Kyungsoo untuk meniru suara beruang milik mendiang ibunya.

“Jinhyeon mau suara beruang milik ibuuuu!” rengek anak itu lagi. Kyungsoo berkali-kali menggaruk leher bagian belakangnya.

“Ayah tidak tahu, Hyeon!”

“Hyeon mau suara beruang milik ibuuuu!”

Kyungsoo kembali nekat dan mencoba-coba suara beruang yang lainnya.

GrrrrRawwrrr…”

“Hyeon mau suara beruang milik ibu, yah!”

Oh, dan sekarang anak itu hampir menangis. Kyungsoo mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. Ia tidak tahu seperti apa mendiang istrinya itu membuat suara beruang.

“Demi Tuhan, Do Jinhyeon!” pekik Kyungsoo. “Ayah tidak tahu seperti apa keinginanmu!”

“Tapi Hyeon mau suara beruang milik ibuuu!”

Kyungsoo melongo saking bingungnya. Ia menepuk-nepuk kepalanya sendiri dan berusaha untuk membuat anaknya itu berhenti menangis.

“Sudah, sudah..,” bujuk Kyungsoo. “Ayah tidak bisa menirukan suara beruang milik ibu, Hyeon mau dinina bobokan oleh ayah?”

Tawaran yang bagus. Perlahan tangisan Jinhyeon mereda dan ia mengangguk. Kyungsoo menghapus air mata di wajah anaknya itu dan mulai menina bobokan anaknya itu.

Setelah mengulang lagu itu sebanyak berkali-kali, akhirnya Jinhyeon mulai terlelap dan tidur dalam keadaan damai.

“…kalau tidak bobo digigit ayah.”

+++

Esok paginya, Kyungsoo bangun pada jam lima pagi.

Kyungsoo langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya sendiri di bawah pancuran air. Ia membilas rambut hitamnya dan membersihkan tubuhnya. Kemudian ia menyikat giginya dan membasuh wajahnya dengan sabun.

Setelah itu, ia mengeringkan rambut beserta tubuhnya dengan handuk dan memakai kemeja hitamnya untuk bekerja.

Kyungsoo selalu melakukan hal ini pada pagi harinya. Ia memasak nasi, membuat sarapan, memanaskan air untuk air mandi anaknya, menyiapkan seragam sekolah Jinhyeon dan membuat sup asparagus untuk ia bawa ke kantor. Oh, dia juga membuat telur goreng mata sapi (yang sedikit hangus) untuk bekal anaknya itu.

Saat semuanya sudah rapi, Kyungsoo membangunkan Jinhyeon dan mengawasi anaknya itu di dalam kamar mandi.

Setelah semua tugasnya selesai, Kyungsoo memanaskan mesin mobilnya. Beberapa menit kemudian, Kyungsoo dan Jinhyeon masuk ke dalam mobil. Dan lagi, Kyungsoo hampir menabrak pagar rumahnya sendiri. Kyungsoo mengantar Jinhyeon ke sekolahnya dan menemani Jinhyeon sampai depan kelasnya.

“Jangan nakal, jangan bertengkar dengan temanmu, patuhlah pada guru-gurumu dan tunggu ayah menjemputmu nanti siang.”

Pesan yang selalu disampaikan oleh Kyungsoo.

“Iya, ayah! Hyeon akan menuruti semua perkataan ayah. Dadah, ayah. Semoga hari ayah menyenangkan,” ujar Jinhyeon.

Setelah mencium pipi gembul anaknya itu, Kyungsoo kembali ke mobilnya dan memacu mobilnya menuju kantor.

Jalanan masih cukup sepi sehingga Kyungsoo bisa menyetir seenaknya di jalan raya (setidaknya ia tidak melanggar rambu lalu lintas, hanya saja ia agak payah dalam menyetir).

Kyungsoo memarkirkan mobilnya di halaman kantornya dan turun dari mobilnya seraya merapikan kemejanya. Ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol untuk naik ke lantai lima. Lift tidak begitu sesak, hanya ada dua rekan kerjanya.

Ketika sampai di lantai lima, pintu lift terbuka dengan perlahan. Kyungsoo melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam lift dan berjalan menuju meja kerjanya.

Ia duduk di kursi dan menghela nafasnya. Matanya tidak sengaja melirik sebuah figura yang ada di atas mejanya itu. Isinya adalah foto dirinya, mendiang istrinya dan anaknya—Do Jinhyeon. Ketiganya tersenyum lepas.

Kyungsoo meraih foto itu dan menatapnya lama. Sebuah senyuman tersungging di bibirnya itu. Seorang Kyungsoo rindu dengan sang istri.

“Kenapa kau meninggalkan kami begitu saja, huh?”

+++

Sekitar jam 11, Kyungsoo keluar dari kantor untuk menjemput Jinhyeon di taman kanak-kanak—tempat anak itu belajar membaca dan menulis. Kali ini Kyungsoo membawa mobil dengan penuh hati-hati. Jalanan juga cukup padat, sehingga kali ini Kyungsoo agak telat untuk menjemput Jinhyeon.

Setelah memarkirkan mobilnya, Kyungsoo berjalan menuju kelas anaknya itu. Yeah, beberapa wanita yang ada di sekolah itu menatap Kyungsoo lama. Mungkin beberapa di antara mereka ada yang menyukai Kyungsoo. Mungkin.

Ah, tapi sepertinya Kyungsoo sudah terbiasa dengan hal itu.

Seperti biasanya, Jinhyeon sudah menunggu kedatangan ayahnya itu di depan pintu kelasnya. Kali ini Jinhyeon ditemani oleh gurunya.

“Do Jinhyeon,” panggil Kyungsoo. Dengan sekali panggilan, Jinhyeon berlari menghampiri ayahnya itu dan menggenggam erat telapak tangan Kyungsoo.

Kyungsoo membawa ransel pink bergambar Tinker Bell milik Jinhyeon dan menggendong tas itu di punggungnya. Oh, manis sekali.

“Ayah, besok Jinhyeon akan bernyanyi di depan kelas. Semua orang tua akan hadir untuk menonton, apa ayah akan datang juga?”

Kyungsoo berpikir sejenak. Ia menimbang-nimbang apakah besok ia akan sibuk di kantornya.

Laporan.. aku bisa mengerjakannya dua hari lagi. Rapat sudah dilaksanakan tadi pagi. Besok tidak akan ada tamu dari perusahaan lain. Hmm, presentasi? Ah, aku bisa menitipkannya pada salah satu temanku.

“Baiklah, besok ayah akan datang untuk melihatmu bernyanyi,” ujar Kyungsoo akhirnya. Jinhyeon melompat kecil di samping Kyungsoo dengan girang.

Besok Hyeon harus bernyanyi dengan baik!

“Jinhyeon mau ayah ajari bernyanyi?” tawar Kyungsoo seraya membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Jinhyeon sudah ada di dalam mobil terlebih dahulu. Dan sekarang kedua mata anak itu berbinar-binar.

“Tentu saja, yah!”

Kyungsoo tersenyum lebar dan menyalakan mesin mobilnya, kemudian ia meninggalkan taman kanak-kanak itu.

+++

Sesampainya di rumah, Kyungsoo langsung mengganti bajunya. Begitu juga dengan Jinhyeon.

Setelah makan siang bersama, Kyungsoo menepati janjinya. Ia bersedia mengajari anaknya itu untuk bernyanyi di depan banyak orang besok.

“Saat berada di depan kelas, Jinhyeon tidak boleh takut, tidak boleh malu dan tidak boleh gugup,” ujar Kyungsoo di hadapan anaknya itu. Jinhyeon mengangguk.

“Anggap saja di depan Jinhyeon nanti tidak ada orang sama sekali, Jinhyeon juga tidak boleh tegang,” lanjut Kyungsoo.

“Tapi, yah, bagaimana kalau nanti Jinhyeon tiba-tiba gugup saat ada di depan kelas?” tanya Jinhyeon. Ia menggigiti jari-jari mungilnya dan menatap Kyungsoo dengan polos.

“Tarik nafas dalam-dalam, lalu berdo’a dalam hati. Atau, Jinhyeon lihat ayah saja. Ayah akan berada di barisan paling depan untuk Hyeon,” ujar Kyungsoo. Oh, janji yang sangat manis, Kyungsoo. Semua anak-anak sangat menyukai janji yang manis dari orang tuanya.

“Jangan lupa untuk tersenyum. Meskipun nanti akan ada beberapa orang yang tidak Jinhyeon kenal, tersenyumlah pada mereka. Mereka pasti akan tersenyum juga untuk Jinhyeon,” lanjut Kyungsoo. Anak perempuan di depannya itu mengangguk cepat seraya tersenyum lebar. “Nah, seperti itu.”

“Oh, sebelum tampil, lebih baik minum air putih dulu supaya bisa menyanyi dengan lebih santai. Dan jangan lupa untuk berlatih sebelum tampil,” ujar Kyungsoo. Lagi-lagi Jinhyeon hanya mengangguk dengan seulas senyum di wajahnya.

“Nah, sekarang Jinhyeon ingin menyanyikan lagu apa?”

“Hyeon ingin bernyanyi untuk ibu,” jawab Jinhyeon. Kyungsoo terdiam. “Apakah di surga sana ibu akan mendengar nyanyian Hyeon?”

Kyungsoo masih terdiam. Kemudian, dia mengangguk dengan perlahan dan sebuah senyuman terlukis di wajah manisnya itu. “Tentu saja, sayang. Ibu pasti mendengarnya.”

Kau dengar itu? Bahkan ia bernyanyi untukmu.

Kemudian Jinhyeon mulai bernyanyi di depan Kyungsoo dengan suaranya yang lantang. Sesekali Kyungsoo mengajarkan gestur tubuh yang baik pada anak perempuannya itu. Oh, ia juga mengajarkan sikap yang baik saat sedang bernyanyi di depan banyak orang nanti.

Ya, Kyungsoo adalah ayah yang sangat manis.

+++

Setelah makan malam, Kyungsoo mengunci semua pintu dan mematikan semua lampu yang ada di rumahnya.

Ia masuk ke dalam kamarnya dan tidur di sebelah anak perempuannya yang masih terbangun seraya menatap langit-langit kamar. Bahkan guling kesayangannya tidak lepas dari pelukannya.

“Kenapa masih belum tidur, Hyeon? Ingin dibacakan dongeng lagi?” tanya Kyungsoo seraya menyelimuti tubuh si kecil.

Jinhyeon menggeleng.

“Tidak, yah.”

“Lalu? Biasanya Jinhyeon selalu tidur pada jam 8.”

Jinhyeon terdiam sejenak. Kyungsoo masih menunggu jawaban dari anak perempuannya itu.

“Hyeon rindu sama ibu.”

Suasana kembali hening. Kyungsoo menatap kosong kedua mata anaknya itu. Tentu saja ia merasakan hal yang sama dengan Jinhyeon. Ia sangat merindukan mendiang istrinya itu. Tapi, yang dirindukan tidak akan pernah kembali sampai kapanpun. Ia sudah bahagia di alamnya sekarang—itu pasti.

Raut wajah Jinhyeon terlihat sedih. Kyungsoo tidak kuat hati melihatnya. Ia mengusap puncak kepala anaknya itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Jangan sedih, Hyeonnie! Ibu sudah bahagia sekarang. Hyeon tidak mau ibu sedih karena melihat Hyeon menangis, kan? Jinhyeon jangan takut, ayah masih ada di samping Hyeon, kan? Ayah janji tidak akan pernah meninggalkan Hyeon, ayah juga akan selalu membuat Hyeon untuk tersenyum. Walaupun ibu tidak tinggal bersama kita lagi, tapi ibu selalu mengawasi kita. Ibu selalu ada di dekat kita.”

Kyungsoo meraih tangan mungil anaknya itu dan menaruhnya tepat di atas dadanya.

“Ibu akan selalu ada di sini. Di hati ayah, dan di hati Jinhyeon.”

Jinhyeon kecil tersenyum lebar. Kyungsoo membalas senyuman anaknya itu dan mengusap pelan rambut pendek anaknya itu.

“Sekarang Hyeon harus tidur, ya? Besok Jinhyeon akan bernyanyi untuk ibu, kan?” ujar Kyungsoo seraya mencubit gemas pipi gembul anaknya itu. “Nah, sekarang setiap sebelum tidur ayah akan selalu bernyanyi nina bobo untuk Jinhyeon.”

“Iya, ayah! Selamat tidur dan semoga mimpi indah, ayah.”

Jinhyeon memejamkan kedua matanya. Kyungsoo mulai menyanyikan lagu nina bobo dengan lembutnya dan tersenyum di sela-sela nyanyiannya.

“…kalau tidak bobo digigit nyamuk.”

+++

Akhirnya, tiba juga waktu yang ditunggu-tunggu oleh Kyungsoo.

Sesuai janji, Kyungsoo datang ke sekolahnya Jinhyeon untuk menonton anaknya itu bernyanyi. Tubuh pendek Kyungsoo bergumul di antara para orang tua murid lainnya. Tapi akhirnya ia berhasil berada di barisan paling depan.

“Do Jinhyeon!” Kyungsoo mulai meneriakkan nama anaknya itu dengan kencang. Kyungsoo tidak peduli jika orang-orang menganggapnya gila. Ia hanya ingin menyemangati anak perempuannya—itu saja.

Sekarang Jinhyeon sudah berdiri di depan kelasnya dengan rambut hitam yang dikuncir dua. Pita berwarna putih-krem polkadot itu juga menghiasi rambutnya. Pipi gembulnya berwarna merah muda karena terkena sinar matahari.

Anak perempuan itu menarik nafasnya, kemudian ia mulai bernyanyi dengan suara pelannya. Semua umat yang ada di hadapan Jinhyeon saat ini terdiam dan terlarut dalam pikirannya masing-masing.

Sedangkan Kyungsoo, ia tidak henti-hentinya berbangga di dalam hatinya karena merasa berhasil mendidik anaknya sampai sebesar ini. Dan semoga saja ia akan terus menjadi ayah yang baik ke depannya nanti.

Karena Kyungsoo adalah ayah termanis yang pernah ada.

Selesai menyanyi, Jinhyeon tidak langsung kembali ke tempatnya. Ia meminta izin untuk melakukan suatu hal yang tidak pernah disangka-sangka oleh Kyungsoo sebelumnya.

“Hari ini adalah hari ulang tahun ayahnya Hyeon. Hyeon ingin bernyanyi selamat ulang tahun untuk ayah. Walaupun ayahnya Hyeon tidak bisa menyetir mobil dengan baik, walaupun terkadang telur goreng mata sapi buatan ayah agak gosong karena terlalu lama digoreng, tapi ayahnya Hyeon adalah ayah termanis yang pernah ada. Hyeon sayang sama ayah.”

Kyungsoo melongo saking terkejutnya. Beberapa orang di sekitarnya melirik ke arah laki-laki bertubuh pendek itu.

Saengil chukkahamnida, saengil chukkahamnida, saengil chukkahamnida appa, saengil chukkahamnida.”

Singkat, namun hampir membuat Kyungsoo meneteskan air mata harunya. Di saat orang-orang tidak mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ untuknya, Jinhyeon-lah satu-satunya orang yang mengatakan hal itu padanya. Dan ini sangat spesial bagi Kyungsoo.

“Walaupun ibu sudah tidak ada bersama kita lagi, tapi ayah selalu ada untuk Jinhyeon. Jinhyeon sayang sama ibu, Jinhyeon juga sayang sama ayah.”

Setetes air mata haru nyaris berhasil keluar dari pelupuk mata Kyungsoo. Ia menatap Jinhyeon dengan senyum lebar di wajahnya.

“Do Jinhyeon! Ayah sangat sayang dengan Hyeon! Tidak peduli apapun, ayah akan selalu menyayangi Hyeon dan ibu! Jangan pernah sedih, Hyeon!”

Dan Kyungsoo adalah satu-satunya orang yang berteriak untuk anaknya itu. Ia satu-satunya orang yang membuat kegaduhan di dalam kelas itu. Tapi, Kyungsoo tidak peduli. Kyungsoo tidak peduli apabila harga dirinya jatuh di hadapan orang lain hanya karena dirinya yang berteriak seperti orang gila. Kyungsoo TIDAK PEDULI!

Singkat cerita, Jinhyeon menghampiri ayahnya itu dan memeluk pahanya. Beberapa orang tua murid dan guru di dalam kelas itu ikut tersenyum ketika melihat adegan tersebut. Yeah, hal itu sangat manis.

Kyungsoo menggendong tubuh mungil Jinhyeon yang sekarang memeluk lehernya dengan erat.

“Selamat ulang tahun, ayah. Hyeon sayang sama ayah.”

+++

Setelah acara di taman kanak-kanak itu selesai, Kyungsoo dan Jinhyeon langsung berjalan menuju mobilnya.

Dan, pandangan aneh para wanita pada Kyungsoo itu tidak kunjung hilang dari hadapannya. Selalu begini di setiap harinya.

Dan kali ini, hal itu lebih aneh. Bahkan lebih gila. Beberapa wanita itu mendekat, dan berteriak layaknya komplotan para fangirl.

“DO KYUNGSOO! JADIKAN AKU ISTRIMU!”

“DO KYUNGSOO! MENIKAHLAH DENGANKU!”

“JADILAH SUAMIKU, DO KYUNGSOO!”

Oke, dunia semakin gila dan Kyungsoo tidak bisa menghindarinya.

.

.

-FIN-

Give me Kyungsoo, give me Kyungsoo, GIVE ME KYUNGSOO NOWWWWWWWW! Aaaakkkk, Fai mau Kyungsoo, Fai mau Kyungsoo, Fai mau Kyungsoo! ;;;;;;;

Nah, Fai telat banget kan ngupdate Exo Daddy Series ini .__.

Maaf banget yaaaa kalo ini terlalu telat, udah berkali-kali Fai ngerombak ceritanya karena selalu gadapet konflik yang pas, dan kayaknya ini juga agak gimana gitu .__.

Kenapa single parent—lagi? Karena Fai gabisa ngebayangin Kyungsoo punya istri dan Fai gatega kalo orang lain jadi istrinya Kyungsoo XD /digantungdijemurantetangga/

Karena seri kali ini diketik dengan agak berantakan(?), makanya Fai minta maaf juga kalo ada beberapa typo atau cerita yang rada rada(?) Fai ngga enak sama readers yang udah pada nungguin fanfic ini setelah sekian lamanya ngga muncul(?) /halah/ makasih juga yaaaa buat yang udah sering ngingetin Fai buat ngelanjutin fanfic ini ❤ makasih juga buat yang selalu nyemangatin Fai untuk tetep ngelanjutin fanfic ini ({{{}}}) /pelukeratsatusatu/

Nah, untuk daddy berikutnya udah pasti member Exo-M karena member Exo-K nya udah abis wakakak /apamaksudnya-_-/ tapi masih belom tau siapa yang bakal jadi korban berikutnya(?) EH SALAH, maksudnya jadi the next daddy .___. Karena, ya itu tadi, Fai labil dalam nentuin the next daddynya dan suka susah nentuin konflik yang pas m(_ _)m dan buat yang nungguin updateannya Fai, /kepedeanluwakwak/ Fai selalu update di hari rabu, sabtu, sama minggu. Fai jarang update di hari senin, selasa sama kamis karena sibuk les. Kalo ini karena lagi sempet aja haha. Dan Fai gapernah update pas hari jumat karena gaada waktunya.

Oiya, untuk tanggapan beberapa readers yang nyaranin Fai biar fanfic Exo Daddy Series ini dinovelin.. emangnya ada ya penerbit yang mau nerbitin novel yang ceritanya udah dipublish di jejaring sosial gini? Menurut kalian gimana? .__.

Okelah, komen kalian sangat ditunggu.. kalo gamau komen? Ntar digigit sama Kris wakakak /digigitduluan/ dan makasih buat yang udah bacaaaa! 😀 /tebarbiasmasing2/

See you in next fanfic! /lambaibarengkyungsoo/

ad-1TUH LIAT KYUNGSOO ADORABLE BANGET YA KAN SEGALA GENDONG-GENDONG BOCAH GITU AAAAAAAAA ;;;;;;;;

P.S. : I apologize for typos, feel free to correct me and sorry if there’s too many typos ;;;;;

126 responses to “EXO Daddy Series [8/12] : Adorable Daddy

  1. aaaaa kyungsoo yaa !! manis sekalii.. ngebayangin kyungsoo disini bikin nge fly, jadi kepingin jadi anaknya ahhhaha, sifat berhematnya kyungsoo itu lohh bikin ngakak xD

  2. huaa aku sampe terharu
    keluar air mata dikit
    kyungsoo kalo ngomel kayak emak emak
    thor boleh req lay gak heheh

Leave a comment