My Younger Husband [Part – 1]

Title: My Younger Husband [Part – 1]

Author: Wenz_Li (follow me @Wenz_Li)

Genre: Romance

Rating: PG – 13

Length: Series

Cast:

  • Han Seungyeon
  • Choi Minho
  • Other

Summary:

Menikah adalah impian semua orang, termasuk Han Seungyeon yang sudah memasuki umur 25 tahun, tapi bagaimana jika orang yang dinikahi olehnya adalah seorang lelaki yang membawa sial dikehidupannya? Terlebih ternyata lelaki itu lebih muda dari dirinya. Omona…

–=-=-=–

“Lee Jinki-ssi, apa kau bersedia menerima Han Seungyeon sebagai istrimu, mencintainya dikala suka maupun duka, tetap saling berbagi dikala senang maupun susah?” suara pastur bertanya pada seorang lelaki berambut pirang berbalut kemeja dan tuxedo hitam yang ada dihadapannya.

Lelaki berambut pirang itu melirik kearah kanannya memandang gadis berambut hitam ikal yang berbalut gaun pengantin putih sederhana tapi begitu cantik dan terlihat anggun. Lelaki itu tersenyum dan kemudian, “Ya, aku bersedia.” Jawabnya lantang membuat gadis disampingnya tersenyum manis.

“Han Seungyeon-ssi, apa kau bersedia menerima Lee Jinki sebagai suamimu, mencintainya dikala suka maupun duka, tetap saling berbagi dikala senang maupun susah?” kali ini sang pastur bertanya pada gadis berbalut gaun pengantin dihadapannya.

Gadis itu tersenyum senang dan dengan perasaan sangat bahagia dia menjawab, “Ya, aku bersedia.”

Sang pastur tersenyum, “Sekarang kalian sah menjadi suami istri.” Seiring dengan suara pastur tersebut, riuh tepuk tangan dari para hadirin terdengar menggemuruh mengisi seisi gedung tempat pernikahan itu dilangsungkan.

Jinki -nama lelaki itu- kini memposisikan tubuhnya menghadap gadis disebelah kanannya yang kini sudah sah menjadi istrinya. Gadis itu -Han Seungyeon- tersenyum memandang lelaki yang kini menjadi suaminya itu dan hatinya mulai berdetak kencang serta pipinya terasa memerah ketika tubuh Jinki semakin mendekat kearahnya.

Wajah Jinki kini hanya berkisar 5cm dari wajah Seungyeon dan lelaki itu tersenyum serta berbisik tepat ditelinga gadis itu, “Saranghae Mrs. Lee Seungyeon.”

Pipi Seungyeon semakin memerah mendengar apa yang dibisikan oleh Jinki padanya, “Nado, saranghaeyo Mr. Lee.” Ucapnya malu.

Kini tangan kiri Jinki melingkar dipinggang Seungyeon dan merapatkan tubuh gadis itu ditubuhnya, sedangkan tangan kanannya mengelus pipi Seungyeon lembut. Wajah Jinki semakin mendekati wajah Seungyeon dan gadis itu mulai menutup matanya perlahan dengan senyum manis dibibir mungilnya.

“Akhirnya hal yang selama ini aku impikan akan terwujud. Lee Jinki dan aku menjadi sepasang suami istri dan kini dia akan menciumku.”

Pipi Seungyeon semakin merona merah dan jantungnya berdetak tidak kauran dan…

Dapat dirasakannya sesuatu menyentuh bibirnya lembut dan manis. Rasa strawberry? Inikah rasa bibir Jinki? Begitu manis seperti strawberry kesukaannya.

Semakin lama Seungyeon menikmati bibir Jinki yang begitu manis semakin ia merasakan ada hal yang aneh dan tidak beres. Bibirnya dan tubuhnya terasa begitu basah. Hah, apa yang terjadi? Banjir?

Seungyeon membuka matanya perlahan dan sebuah wajah yang tak asing tepat berada didepan wajahnya sedang tersenyum dengan menarik salah satu sudut bibirnya.

“EO-EOMMA!!!”

Seungyeon bangun dengan tergesa-gesa dan, “Auucchh…” tubuh gadis itu kehilangan keseimbangan sehingga terjatuh kesisi kiri kasurnya.

Seungyeon mengelus-elus kepalanya yang terasa begitu sakit karena terhantam oleh lantai tempatnya mendarat.

“Apa kau bermimpi menikah dengan Jinki lagi huh?” wanita paruh baya yang Seungyeon panggil sebagai Eommanya itu berjalan kearah Seungyeon terjatuh dari kasurnya dan kemudian ia menyilangkan kedua tangannya didada.

“Eomma…” ucap Seungyeon lirih sambil memposisikan tubuhnya untuk berdiri kemudian ia duduk disisi kasurnya dengan kepala menunduk tidak berani menatap wanita yang ada dihadapannya kini.

“Jangan hanya bermimpi Seungyeon-ah, cepat temui Jinki dan ajak dia menikah.” Wanita paruh baya itu mengelus lembut rambut ikal Seungyeon.

“Tapi eomma, bagaimana aku akan mengajaknya menikah? Jinki kerja diluar negeri dan aku bahkan tidak tau kapan ia akan pulang.” Seungyeon mengerucutkan bibirnya.

“Ya! Kau sudah berpacaran dengannya selama 2 tahun dan kau tidak tau kapan dia pulang huh?” omelan wanita itu kembali terdengar.

“Eomma, untuk menghubunginya saja susah, apalagi bertanya kapan dia akan pulang!” Seungyeon tak dapat menahan emosinya. “Kalau aku tau kapan ia pulang aku pasti akan langsung menemuinya begitu ia sampai disini dan mengajaknya menikah.” Gerutu Seungyeon pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Eomma-nya itu.

“Hari ini dia pulang, kenapa kau tidak menanyakan saja sekarang?” Celetuk Eomma Seungyeon.

Seungyeon mendongakkan kepalanya, “Mwoya Eomma?”

“Lee Jinki, tetangga sebelah rumah kita dan juga pacarmu itu, baru saja dia pulang. Cepat temui dia kalau ingin menikah dengannya.”

“Be-benarkah itu eomma?” tanya Seungyeon dengan wajah tak percaya.

“Untuk apa eomma-mu ini berbohong huh?”

Seungyeon tersenyum lebar, ia tak percaya akhirnya hari yang ditunggu-tunggu olehnya, hari kepulangan Jinki akhirnya tiba. Seungyeon tak dapat membendung rasa senangnya juga rasa rindunya pada lelaki yang sangat dicintainya itu hingga tak terasa air mata Seungyeon menetes membasahi pipinya.

“Temui dia sayang.” Eomma mengelus lembut pipi Seungyeon seraya menghapus butiran air mata haru gadis itu.

“Nde eomma.” Seungyeon bangkit dari duduknya dan berlari kekamar mandi. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat tingkah laku anak gadis satu-satunya itu.

“Eomma kau membanjur tubuhku dengan jus strawberry!!!” teriak Seungyeon dari dalam kamar mandi ketika ia menyadari bajunya basah dengan cairan merah muda berasa strawberry itu.

“Salah siapa tidak bangun-bangun dan malah bermimpi ciuman huh? Ckck.” Jawab eomma Seungyeon santai seraya berjalan keluar kamar anak gadisnya itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

“Khyaaa eomma!” teriak Seungyeon merasa malu karena ternyata eomma-nya itu bukan hanya tau kalau dia bermimpi menikah dengan Jinki, tapi juga bermimpi berciuman dengannya. “Ugh, pantas saja bibir Jinki rasanya seperti strawberry.” Seungyeon memegangi bibirnya dan merutuki dirinya sendiri.

“Jeongmal babo Han Seungyeon…”

–=-=-=–

Seungyeon kini berdiri tepat didepan rumah Lee Jinki. Meski beberapa menit yang lalu ia begitu semangat untuk menemui lelaki itu, tapi kini ia merasa ragu untuk masuk kesana dan menyapa lelaki itu.

Setelah hampir 1 tahun Jinki pergi keluar negeri dan mereka tidak saling menghubungi lagi, apa yang harus Seungyeon lakukan? Haruskah ia benar-benar meminta Jinki menikah dengannya? Sekarang? Bukankah akan terasa begitu canggung?

“Aaarrgghh…” Seungyeon mengacak-acak rambutnya bingung dengan apa yang harus ia lakukan sekarang. Ditengah kebingungannya itu-

“Oh, Seungyeonnie, annyeong.”

Seungyeon menghentikan aktifitasnya begitu ia mendengar seseorang menyapa dirinya dan kemudian gadis itu memandang lurus kedepan dan mendapati wajah yang sangat dirindukannya tengah berdiri tepat dihadapannya sambil melambaikan tangan padanya.

“A-annyeong, Ji-Jinki-ah…” balas Seungyeon canggung sambil melambaikan tangan juga.

“Lama tidak berjumpa, apa kabarmu Seungyeonie?” tanya Jinki begitu ia berdiri tepat dihadapan Seungyeon.

“Baik. Kalau kau?”

“Baik juga. Kau semakin cantik Seungyeonie.”

“A-ah, gomawo Jinki-ah.” Seungyeon terlihat semakin canggung didepan Jinki, apalagi hanya dengan mendengar pujian Jinki beberapa detik lalu. “Kapan kau sampai?” tanya Seungyeon mencoba mencairkan suasana.

“Ah, aku baru sampai kemarin malam.”

“Oh, kau pasti lelah bukan? Kenapa tidak beristirahat saja?” tanya Seungyeon basa-basi.

“Hmm, aku-”

“Hyung, eomma memanggilmu, cepat masuk hyung!” seseorang berteriak pada Jinki.

Jinki membalikan tubuhnya dan menatap namdongsaengnya Lee Taemin dari balik pintu yang berteriak padanya.

“Nde Taeminie.” Jawab Jinki pada namdongsaengnya itu. “Seungyeonie, ayo kerumahku dulu?” tawar Jinki ramah.

Seungyeon menganggukan kepalanya dan menjawab dengan malu-malu, “Nde, Jinki-ah.”

Jinki berjalan menuju rumahnya diikuti dengan Seungyeon dibelakangnya.

“Oh, Seungyeon noona, kau kemari?” sapa Taemin seraya tertawa kecil melihat tingkah Seungyeon yang begitu malu-malu. Padahal biasanya Seungyeon melakukan apapun sesukanya dirumah itu tanpa bersikap malu-malu sedikitpun, karena rumah itu sudah seperti rumahnya sendiri. Tapi begitu Jinki pulang, rasanya Seungyeon menjadi begitu pemalu.

“Noona, kau pasti sangat bersemangat kemari begitu kau mendengar Jinki hyung pulang kan?” goda Taemin yang semakin membuat Seungyeon malu.

“Haha, jangan bercanda Taemin-ah.” Tawa Seungyeon garing sambil mencubit tangan Taemin.

“Aww, sakit tau.” Gerutu Taemin sambil mengelus tangannya yang terasa sedikit perih.

“Hahaha, sudah 1 tahun tidak berjumpa tapi kau tetap saja Han Seungyeon yang aku suka. Neomu neomu kyeopta.” Jinki mencubit gemas pipi Seungyeon.

“A-ah.” Seungyeon memegangi pipinya yang baru saja Jinki cubit dan wajah gadis itu mulai memerah karena malu. “Tetap Han Seungyeon yang dia suka katanya? Aigooo…”

“Hyung seharusnya kau jangan memujinya, lihatlah sifat anehnya mulai muncul.” Ceplos Taemin sekenanya.

“Ya! Sifat aneh apanya huh?” Seungyeon langsung menatap tajam kearah Taemin.

“Hahaha, sudahlah, kalian ini dari dulu selalu saja bertengkar. Ayo masuk Seungie-ah.” Tawa Jinki renyah melihat pemandangan yang sudah tak pernah dilihatnya semenjak setahun yang lalu.

Jinki, Seungyeon dan diikut Taemin dipaling belakang masuk kedalam rumah. Lee Ahjumma, orang tua dari Jinki dan Taemin langsung ikut bergabung keruang tamu tempat mereka bertiga duduk begitu melihat ada Seungyeon disana.

“Wah, kebetulan sekali Seungie ada disini juga. Ada yang eomma ingin bicarakan padamu dan juga Jinki.” Ucap Lee Ahjumma terdengar begitu serius berbeda dari biasanya.

“Waeyo eomma?” tanya Jinki penasaran.

“Kalian berdua bukankah masih berpacaran?” tanya Lee Ahjumma pada Jinki dan Seungyeon untuk memastikan.

Seungyeon ragu untuk menjawab pertanyaan itu. Jauh dalam lubuk hatinya ia masih menganggap Jinki sebagai pacarnya karena terakhir kali ketika Jinki pergi keluar negeri tak ada kata putus diantara mereka berdua. Tapi, dengan lost contact selama 1 tahun apa mereka masih bisa disebut berpacaran? Apa yang Jinki pikirkan? Apa dia masih berpikir mereka berpacaran?

“Geurae, kami memang masih berpacaran, iya kan Seungie-ah?” ucap Jinki seraya memastikan jawaban yang akan Seungyeon ucapkan itu sama dengannya.

Seungyeon begitu gembira mendengar apa yang Jinki ucapkan beberapa detik yang lalu. Ia tersenyum manis dan mengangguk mantap menjawab ucapan Jinki yang ditujukan padanya itu.

“Aigo, bagus sekali. Kalau begitu cepatlah kalian menikah.” Ucap Lee Ahjumma begitu to the point membuat semua yang ada disana terkejut dan tak percaya dengan apa yang Lee Ahjumma ucapkan.

“M-mworagoyo eomma???” Taemin yang pertama kali terkejut dan bertanya pada eomma-nya itu.

Lee Ahjumma hanya tertawa dan menjawab, “Aku sudah membincangkannya dengan Nyonya Han –Seungyeon Eomma- bahwa kami setuju kalian menikah begitu Jinki pulang dari luar negeri. Aku dengar Seungie juga sangat menginginkan pernikahan ini kan?” Seungyeon tersenyum canggung dan juga malu mendengar apa yang Lee Ahjumma ucapkan itu. “Jadi bagaimana pendapatmu Jinki-ah, kau juga ingin menikah dengan Seungyeon kan?” tanya Lee Ahjumma pada anak lelaki sulungnya itu.

Jinki menggaruk-garuk kepalanya ragu, “Tentu saja. Aku juga berencana akan melamar Seungyeon dan menikah dengannya eomma, tapi—”

“Aigo bagus sekali. Eomma benar-benar senang Jinki-ah.” Sorak Lee Ahjumma dan langsung memeluk anak lelakinya itu.

Seungyeon-pun tersenyum bahagia. Seandainya ia boleh mengekspressikan rasa bahagianya, rasanya ia ingin sekali bersorak, menari dan berlari mengelilingi kompleks perumahannya untuk memberitahu semua orang bahwa ia akan menikah dengan Jinki orang yang sangat dicintainya. Tapi tentu saja, itu hanya ada dalam pikirannya, ia tak mungkin melakukan semua hal itu untuk menunjukan rasa bahagianya kini. Itu sangat memalukan.

“Kau dengar Seungie-ah, Jinki akan melamarmu dan menikahimu sayang.” Lee Ahjumma melanjutkan ucapannya yang kali ini ditujukan untuk Seungyeon dan gadis itu membalasnya dengan anggukan.

“Tapi eomma—” Jinki mencoba melanjutkan ucapannya yang sebelumnya sempat terpotong oleh sorakan bahagia eomma-nya itu.

“Tapi apalagi Jinki-ah? Tidak ada tapi-tapi-an, kita akan melaksanakan pernikahan ini secepatnya. Biar eomma dan Nyonya Han yang mengaturnya, kalian tidak perlu repot untuk mengaturnya, kalian hanya perlu mengurusi urusan percintaan kalian saja. Arasseo?” ucap Lee Ahjumma begitu antusias mendengar anak lelaki sulungnya itu akan menikah dengan Seungyeon yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

“Eomma dengarkan aku dulu eomma, aku—”

“Apalagi sayang?” Lee Ahjumma mengelus rambut Jinki lembut. “Apa kau yang ingin mengatur acara pernikahanmu sendiri huh? Eomma tidak akan keberatan, tapi alangkah baiknya kalau—”

“Eomma! Aku bilang dengarkan aku dulu!” bentak Jinki sedikit kasar pada orang tuanya itu, hingga wanita paruh baya itu menghentikan ucapannya. “Dengarkan aku eomma. Aku akan menikah dengan Seungyeon, tapi tidak sekarang eomma.”

“Aigo, tentu saja tidak sekarang, kita akan mengaturnya besok dan—”

“Eomma, aku belum selesai!”

“O-oh, geurae? Lanjutkan ucapanmu sayang.”

“Besok aku akan kembali keluar negeri dan aku tidak yakin kapan aku akan kembali. Tapi aku pastikan, kali ini setelah aku kembali dari luar negeri kelak, aku berjanji akan melamar Seungyeon dan menikah dengannya, tapi tidak sekarang eomma.”

“M-mworago? Kau akan kembali pergi?” tanya Seungyeon tidak percaya mendengar ucapan Jinki barusan.

“Seungie-ah, dengarkan aku baik-baik. Aku tau, kau mungkin kecewa karena tidak bisa menikah denganku sekarang, tapi aku janji, setelah aku pulang kita akan menikah. Aku—”

“Berapa lama?”

“Hah?”

“Berapa lama kau akan pergi? Apa setelah kau pergi kita tidak akan berhubungan lagi? Apa kau tidak akan memberi kabar lagi?” hati Seungyeon yang sebelumnya begitu bahagia bagaikan terbang kelangit ketujuh kini serasa begitu hancur dan rasanya seperti jatuh dari langit ketujuh itu.

“Seungie-ah…” ucapan Jinki terdengar begitu lirih, sejujurnya ia tidak tega meninggalkan orang yang begitu disayanginya itu lagi, tapi apa daya perusahaan ditempatnya bekerja masih memintanya untuk kembali bekerja disana. Kali ini Jinki pulang hanya untuk mengemasi barang-barangnya dan dokumen-dokumen penting yang sebelumnya tertinggal dirumahnya.

“Berapa lama aku harus menunggu?” tanya Seungyeon terdengar agak parau karena dapat dirasakannya bulir air mata sudah mencapai pelupuk matanya, tapi gadis itu tetap mencoba untuk tersenyum.

“Mungkin… paling cepat 5 tahun.” Jawab Jinki ragu.

“Apa setelah 5 tahun aku menunggu kita akan menikah?” tanya Seungyeon lagi.

“Itu…”

“Mungkin. Ya kan?” sela Seungyeon sebelum Jinki menjawabnya. “Geurae, arraseoyo. Mau itu 5 tahun 10 tahun atau 50 tahun, aku akan menunggumu. Aku percaya padamu Jinki-ah. Tenanglah.” Air mata Seungyeon tak bisa terbendung dan mengalir begitu saja membasahi pipinya.

“Seungie-ah, jeongmal mianhaeyo.” Jinki mengelus pipi Seungyeon lembut dan menghapus air mata gadisnya itu. “Jangan menangis Seungie-ah…”

“Haha, tenanglah Jinki-ah. Aku lebih kuat daripada yang kau pikirkan. Aku menangis karena aku terharu, ternyata kau tetap berfikir untuk menikah denganku meskipun kau harus kembali pergi. Aku terharu Jinki-ah…” Tawa Seungyeon canggung dan mencoba menghapus air matanya sendiri tanpa bantuan Jinki.

Jinki-pun ikut tersenyum canggung. “Aku janji, kita pasti menikah Seungyeon-ah.” Lelaki itu memegang bahu Seungyeon untuk meyakinkan gadisnya.

Seungyeon mengangguk dan tersenyum, kali ini senyum tulus dari bibir mungil gadis itu. “Arraseo, aku percaya Jinki-ah.”

Jinki tersenyum lega melihat senyuman dibibir Seungyeon.

“Kapan kau akan kembali?” tanya Seungyeon setelah bisa menguasai perasaannya agar tak terlalu larut dalam perasaan sedih.

“Hmm, besok aku kembali.” Jawab Jinki singkat.

“O-oh, cepat sekali kau sudah akan kembali.”

Jinki hanya bisa tersenyum kecil mendengar ucapan Seungyeon. Ia tak tau apa yang harus ia perbuat.

“A-ah, karena besok Jinki akan pergi, bagaimana kalau sekarang kita sarapan bersama saja? Seungie-ah, kau pasti belum sarapan kan karena begitu semangat datang kemari?” Lee Ahjumma mencoba mencairkan suasana antara Seungyeon dan Jinki.

“Wah, sarapan. Aku juga belum sarapan eomma. Aku mau makan enak hari ini eomma.” Ucap Taemin antusias mendengar ucapan eomma-nya itu. Sesungguhnya anak kedua keluarga Lee itu berusaha untuk mencairkan suasana yang ada disana juga.

“Geurae, Minnie-ah, ayo kita masak enak hari ini untuk sarapan.” Balas Lee Ahjumma tak kalah antusias dari Taemin.

“Ahjumma, biar aku bantu.” Seungyeon berdiri dari tempat duduknya ketika Lee Ahjumma dan Taemin berdiri hendak menuju dapur untuk memasak.

Lee Ahjumma memandang Seungyeon dan tersenyum, “Geurae Seungie-ah, ayo masak bersama. Masakanmu pasti enak.”

Seungyeon tersenyum mendengar pujian Lee Ahjumma padanya. Kemudian mereka bertigapun bergegas menuju dapur untuk memasak sarapan pagi mereka.

Jinki yang masih terduduk sendirian diruang tamu mengusap wajahnya. Perasaan kesal, sedih dan juga kecewa menyelimuti hatinya. Dia benar-benar mencintai Seungyeon, tapi dia membuat Seungyeon menangis setelah 1 tahun mereka tidak berjumpa dan membuat impian gadis itu untuk menikah dengannya tertunda.

“Jeongmal mianhaeyo Seungyeon-ah. Mianhaeyo…” gumam Jinki pelan.

Dari balik pintu sebenarnya Seungyeon mengawasi Jinki yang duduk sendirian memunggungi dirinya.

“Ini juga bukan kemauan Jinki. 5 tahun? 10 tahun? Geurae, Han Seungyeon, kau pasti bisa menunggu Jinki kembali dan menikah denganmu! Aza aza fighting!”

“Ya! Seungyeon noona, kau bilang akan membantu kami, tapi kau hanya memandangi hyung saja! Cepat kemari!”

Suara Taemin mengagetkan Seungyeon. Ia langsung bergegas menuju dapur untuk membantu anak lelaki itu dan Lee Ahjumma memasak sarapan pagi mereka.

–=-=-=–

“Eotteh Seungyeon-ah? Kau akan menikah dengan Jinki kan?” Han eomma –ibu Seungyeon- terus saja bertanya pada anak gadis tercintanya itu begitu ia pulang dari rumah keluarga Lee setelah selesai sarapan bersama.

Seungyeon tak menghiraukan pertanyaan eommanya dan berjalan lurus menuju kamarnya. Sesampainya dikamar ia menutup pintu dan menguncinya tanpa membiarkan Han eomma masuk kedalam kamarnya.

“Ya! Han Seungyeon! Anak macam apa kau! Aku bertanya padamu, kenapa tidak menjawab huh? Kau akan menikah dengan Jinki kan?” kali ini teriakan Han eomma terdengar begitu keras dan juga emosi karena tak dijawab oleh anak gadisnya itu.

“Geurae eomma, aku akan menikah dengan Jinki!” balas Seungyeon tak kalah berteriak dari dalam kamarnya.

“Ah, ini terlalu membahagiakan.” Baru saja Han eomma akan bersorak bahagia dan—

“5 tahun lagi! Aku akan menikah dengannya 5 tahun lagi eomma!” lanjut teriakan Seungyeon yang membuat mata eommanya itu membulat tak mengerti.

“Mwoya? 5 tahun lagi? Apa maksudnya Seungyeon-ah?” tanya Han eomma tidak mengerti.

“Aku pusing, aku ingin tidur!” seru Seungyeon.

“Ck, baru saja jam 10 pagi dan dia ingin tidur lagi? Dasar anak pemalas!” gerutu Han eomma. “Ya! Han Seungyeon!”

“Apalagi eomma!!!” Seungyeon berteriak, kali ini bergitu sinis karena ia merasa capek mendengar ucapan eommanya itu.

“Aisshh, jinjja!” Han eomma mengepal tangannya menahan emosi, ia menarik nafas panjang dan kemudian melanjutkan ucapannya, “Lihatlah meja belajarmu Seungyeon-ah. Tadi Gyuri datang dan memberimu undangan pernikahannya. Dia bilang kalau kau ada waktu telepon dia.”

Seungyeon mengela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia berjalan menuju meja belajarnya yang berada diujung ruangan dekat dengan jendela yang menghadap kearah halaman depan rumahnya.

“Gyuri Park, Siwon Choi’s Wedding.” Ucap Seungyeon seraya mengambil undangan itu dan mengeja tulisan yang tertera diatas kartu undangan.

“Akhirnya anak itu menikah juga dengan pria idamannya. Huh, benar-benar beruntung.” Seungyeon meletakkan kembali kartu undangan itu, kemudian ia merebahkan tubuhnya diatas ranjang merah muda kesayangannya.

Ia mengambil handphone-nya dan menelepon sahabat baiknya sejak SMP.

“Yoboseyo Seungyeon-ah. Akhirnya kau meneleponku juga!” Suara teriakan cempreng dari sebrang telepon dimana sahabat baiknya itu berada terdengar begitu memekakan telinganya.

“Wae Gyuri-ah?  Apa kau ingin sombong padaku karena akhirnya menikah dengan pangeran kuda putihmu itu?” tanya Seungyeon ketus, bukan ketus arti sebenarnya, tapi sebuah candaan yang sering mereka lakukan sebagai sepasang sahabat yang begitu klop.

“Haha, geura Seungyeon-ah, sekarang aku sudah mendapatkan pangeran kuda putihku, lalu bagaimana denganmu? Kapan kau akan menikah dengan Jinki? Aku dengar dia pulang hari ini?”

Seungyeon menghela nafas panjang. Entah mengapa ia tidak suka mendengar pertanyaan seputar kapan ia akan menikah dengan Jinki. Meskipun ia sudah pasrah dan akan menunggu Jinki selama 5 tahun kedepan, tapi tetap saja, ia malas meladeni pertanyaan membosankan itu.

“Seungyeon-ah? Han Seungyeon? Kau masih disana?” tanya Gyuri dari sebrang telepon karena tak ada balasan dari Seungyeon.

“Jadi kapan kau akan menikah? Bagaimana kau bisa membuatnya menikah denganmu? Kau mau menceritakan kabar bahagiaanmu itu padaku kan?” tanya Seungyeon mengalihkan pembicaraan.

“Geurae geurae Seungyeon-ah. Aku akan menikah…”

Seungyeon mendengarkan setiap kata yang merangkai cerita kebahagiaan seorang Park Gyuri. Cerita sederhana yang mengharukan dan berakhir dengan sebuah pernikahan. Alangkah baiknya jika kisah cinta Seungyen sama sederhananya dengan kisah cinta Gyuri. Bertemu-jatuh cinta-dan menikah. Tak perlu menunggu 5 tahun kedepan. Lagi-lagi Seungyeon menghela nafas panjang.

“Setelah 5 tahun akan ada akhir bahagia dari kisah cintaku, sabarlah Han Seungyeon…” gumam Seungyeon pada dirinya sendiri.

“Jadi Seungyeon-ah, kau benar-benar harus datang ke pernikahanku, arraseoyo?” ucap Gyuri mengakhiri kisah perjalanan cintanya dengan Siwon.

“Nde arraseo Gyuri-ah. Cukkhaeyo.”

“Nde gomawo nae-chingu.”

Klik..

Pembicaraan antara kedua sahabat ini pun berakhir.

Seungyeon meletakkan handphone-nya disamping kasurnya. Ia menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya dan pikirannya mulai menerawang.

“Besok Jinki sudah akan pergi lagi. Kalau begitu bukankah aku harus membuat kenangan indah dengannya hari ini? 5 tahun bukan waktu yang singkat, setidaknya harus membuat kenangan indah dulu. Harus menikmati hari ini bersama-sama dengannya agar aku bertahan menunggunya selama 5 tahun.”

“Geurae Seungyeon-ah, jangan buang-buang waktu dengan hanya bersedih disini. Setidaknya harus bersenang-senang dengan Jinki hari ini.”

Seungyeon bangkit dari posisi berbaringnya, kamudian dengan penuh semangat ia keluar dari kamarnya dan—

“O-oh, Jinki-ah, kau kemari?” tanya Seungyeon begitu terkejut saat melihat Jinki dan eomma-nya sedang berbincang di ruang tamu.

“Kukira kau benar-benar tidur Seungyeon-ah?” tanya Jinki balik tanpa menghiraukan pertanyaan Seungyeon sebelumnya.

“Ah, sebenarnya aku ingin tidur, tapi ini baru jam 10 pagi, jadi aku—”

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke taman? Sudah lama aku tidak berjalan-jalan mengelilingi komplek ini. Ah, atau kau mau jalan-jalan kemana, aku akan menemanimu. Kemanapun yang kau—”

“Baiklah. Ayo kita jalan-jalan ke taman.” Potong Seungyeon tanpa mendengarkan ucapan Jinki sampai akhir.

Jinki tersenyum dan kemudian ia mengulurkan tangannya. Seungyeon menyambut uluran tangan Jinki dengan senang hati.

“Eomma, aku keluar dulu.”

“Geurae, hati-hati Seungyeon-ah.”

–=-=-=–

“Ini, kesukaanmu.” Jinki memberikan segelas jus pada Seungyeon yang tengah duduk dibangku taman memandangi pemandangan didepannya. Sebuah lapangan basket dimana mereka sering bermain bersama menikmati indahnya cinta kasih.

“Gomawo.” Seungyeon menerima gelas berisi jus itu dan mulai menyeruputnya. “Strawberry? Kau masih ingat kesukaanku?”

“Tentu saja. Mana mungkin aku lupa segala hal kesukaanmu.”

Seungyeon tersenyum manis mendengar ucapan Jinki. Mendadak terbesit sebuah pertanyaan yang tak pernah terlintas dalam pikirannya sebelumnya, “Jadi, apa gadis di luar negeri sana cantik-cantik?” celetuk Seungyeon santai.

“Mwo?” Jinki terkejut dengan pertanyaan Seungyeon yang tiba-tiba. “Seungie-ah, kau tau aku akan pergi kemana?”

“Mwoya? Pergi kemana? Tentu saja aku tau, luar negeri, ya kan?”

“Anni, tempatnya. Kau tau dimana kan?”

“Amerika?”

“Ahahahaha… ingatanmu selalu saja buruk Seungie-ah.” Jinki mencubit pipi Seungyeon gemas.

“Kau menghinaku.” Seungyeon mengerucutkan bibirnya pura-pura kesal dengan ucapan Jinki.

“Bukan begitu. Aku akan pergi ke Afrika Seungyeon-ah. Afrika, dan bukan Amerika. Jadi mana mungkin ada gadis cantik disana. Kalau kau ikut kesana kau pasti akan menjadi yang tercantik disana.” Jinki tertawa kecil.

“Jadi yang tercantik disana? Jadi maksudmu aku jelek kalau disini? Kau sedang mengejekku kan?” Seungyeon semakin mengerucutkan bibirnya.

“Anniyo. Bukan begitu maksudku Seungyeon-ah.” Jinki memegang tangan Seungyeon dan matanya menatap teduh kedalam mata gadisnya itu. “Dengarkan aku baik-baik, kemanapun aku pergi kau tetap menjadi gadisku yang tercantik. Takkan ada gadis manapun yang bisa menandingi kecantikanmu Seungyeon-ah.”

Seungyeon tersenyum, pipinya merah merona. Ini pertama kalinya ia mendengar ucapan begitu indah langsung dari mulut seorang Lee Jinki.

“Kau semakin cantik jika seperti ini Seungyeon-ah.” Jinki mengelus pipi Seungyeon yang terlihat semakin merah merona. Perlahan Jinki mulai mendekatkan wajahnya pada Seungyeon membuat gadis itu salah tingkat dan jantungnya berdetak tak karuan. Semakin dekat dan dekat hingga jarak diantara mereka hanya berkisar 5 cm, membuat Seungyeon dapat merasakan hembusan berat nafas Jinki diwajahnya. Seungyeon tak dapat mengatur degup jantungnya yang tak karuan dan membuat seluruh aliran darah di tubuhnya terpompa begitu kencang. Jinki mulai menutup kedua matanya dan Seungyeon, gadis itu benar-benar tau apa yang akan kekasihnya itu lakukan, tapi—

“Hey lihat, ada icecream.” Entah mengapa tiba-tiba Seungyeon mengalihkan pandangannya dan berusaha menjauhkan wajahnya dari Jinki, kemudian ia menutupi pipinya yang benar-benar sudah merah padam karena malu serta gerogi.

“Bodoh, apa yang sedang kau lakukan Han Seungyeon?”

Seungyeon mencoba melirik Jinki yang ada disebelahnya kirinya dari balik celah jari-jari mungilnya. Terlihat Jinki sedang terkekeh kecil melihat tingkah Seungyeon.

“Kau ingin icecream Seungyeon-ah?” tawar Jinki masih dengan kekehannya.

Seungyeon hanya bisa mengangguk malu masih dengan posisi menutupi wajahnya yang merah padam.

“Baiklah, aku belikan untukmu.” Jinki segera bangkit dan berjalan menuju sebuah kedai icecream yang berjarak tak begitu jauh dari tempat mereka duduk.

Setelah memastikan Jinki berjalan menjauhinya, Seungyeon menepuk-nepuk pipinya sendiri.

“Aigo, apa yang kau lakukan Han Seungyeon? Kalau kau tidak menghindar tadi, mungkin saja sekarang kau sudah— Aigooo…” Seungyeon semakin menepuk-nepuk pipinya. “Benar-benar memalukan. Jeongmal babo Han Seungyeon…” gadis itu terus mengutuk kebodohan dirinya sendiri.

“Tarik nafas Seungyeon-ah, kau harus mengatur denyut jantungmu yang tak karuan ini. Jangan sampai kau melakukan tingkah bodoh didepan Jinki lagi.” Seungyeon terus berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Setelah dirasa dirinya sudah agak tenang, Seungyeon kembali menyeruput jus strawberry pemberian Jinki yang belum habis ia minum.

“Seandainya saja tadi—”

“AGASSHI, AWAS!!!”

Duagghh…

Sebuah bola basket tepat mendarat pada pundak kanan Seungyeon, membuat tangannya yang sedang memegang segelas jus tumpah mengenai seluruh dress putih yang dikenakannya.

“Khyaaaa…” Seungyeon berteriak histeris melihat dress yang sengaja ia kenakan untuk berkencan dengan Jinki kini telah berubah warna dari putih menjadi merah.

“Agasshi, gwenchannayo? Jeongmal mianhaeyo agasshi?” Seorang lelaki bertubuh jangkung bermata belo dengan kaus basket bernomer sembilan, berlari penuh khawatir dari lapangan basket yang berada didepan Seungyeon untuk mendekati dirinya yang berlumuran jus strawberry.

“Ya! Lihatlah tubuhku jadi seperti ini gara-gara kau!” omel Seungyeon begitu lelaki jangkung itu berdiri dihadapannya.

“Mian agasshi, tapi aku tidak sengaja, aku—”

“Apa itu penting sekarang huh? Lihat ini!” Seungyeon menunjukan dress yang dikenakannya. “Semuanya jadi merah gara-gara kau!”

“Aiisshh…” lelaki itu mengacak rambutnya bingung. “Lalu apa yang harus aku lakukan Agasshi?”

“Cuci pakaianku sampai kembali seperti sebelumnya! SEKARANG!!!”

“Mwoya? Sekarang???”

“Semua ini gara-gara kau, jadi kau yang harus bertanggung jawab! Sekarang aku sedang berkencan dengan pacarku tapi kau membuatku menjadi seperti ini. Tentu saja kau harus bertanggung jawab. SEKARANG!!!”

Lelaki itu berdecak melihat tingkah Seungyeon yang tidak rasional dan –sedikit- kekanak-kanakan.

“Geurae agasshi, sekarang aku akan mengembalikan pakaianmu seperti sebelumnya.”

“Bagus, kalau begitu lakukan.” Ucap Seungyeon acuh dan memalingkan muka seraya melipat kedua tangannya didada.

Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Seungyeon. Seungyeon mengernyitkan dahinya, “Wae? Kau meminta uangnya padaku huh?” tanya Seungyeon ketus.

“Jeongmal baboya. Bagaimana aku mau membersihkan pakaianmu kalau kau masih mengenakan pakaiannya agasshi?” Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lalu?”

“Cepat lepaskan pakaianmu agasshi, sekarang.”

“Mwoya? Sekarang??? KAU GILA!!!”

“Ya agasshi! Bukankah kau bilang aku harus mengembalikan pakaianmu seperti sebelumnya sekarang? Kalau begitu kau lepaskan pakaianmu juga sekarang! Aku akan mencucinya untukmu.”

“Ya! Kau benar-benar gila!” seru Seungyeon kesal mendengar ucapan lelaki itu padanya.

“Seungyeon-ah, waeyo?” terdengar suarah Jinki yang sedang berlari sambil membawa icecream pesanan Seungyeon menghampiri gadis itu.

Aigo, Jinki kemari. Dia tidak boleh melihat tubuhku yang penuh tumpahan jus seperti ini. Ini akan menjadi kenangan yang memalukan.”

Seungyeon mengacak rambutnya bingung. “Ikut aku sekarang!” tanpa pikir panjang Seungyeon menarik lelaki jangkung yang ada dihadapannya sebelum Jinki benar-benar mendekatinya.

“Seungyeon-ah, kau mau kemana? Kau kenapa? Ini icecream-mu.” Jinki buru-buru mengejar Seungyeon yang berjalan cepat menjauhinya.

“Mianhaeyo Jinki-ah, aku pergi dulu, kau pulanglah duluan.” Teriak Seungyeon terus berjalan menjauh tanpa sedikitpun berpaling memandang Jinki dibelakangnya.

Jinki menghentikan langkahnya dan memandangi icecream ditangannya. “Waeyo Seungie-ah?” gumam Jinki bingung dan tak mengerti apa yang terjadi.

“Ya! Agasshi, kenapa kau menarikku?” tanya lelaki jangkung itu begitu mereka berdua berhasil menjauh dari Jinki. “Bukankah dia kekasihmu? Kenapa meninggalkannya huh?”

Seungyeon mengacuhkan pertanyaan lelaki jangkung itu padanya. Ia sibuk mengatur nafasnya yang tersenggal-segal karena kelelahan berjalan dan juga karena harus mengerahkan tenaga untuk menarik paksa lelaki yang kini ada disampingnya.

Lelaki itu memandangi Seungyeon yang sibuk dengan pengaturan nafasnya dan kemudia ia menyadari kalau tangan kanannya digenggam begitu erat oleh gadis yang kini sedang diperhatikannya itu. Dengan cepat lelaki itu melepaskan genggaman Seungyeon padanya dan mengernyitkan dahinya curiga.

“K-kau, jangan-jangan kau menarikku kemari menjauhi kekasihmu karena kau ingin berduaan denganku ya?”

Bletak…

“Aucchh… Ya! Kenapa memukul kepalaku? Apa salahku?”

“Apa salahmu kau bilang?” Seungyeon mendelik sinis. Setelah berhasil mengatur nafasnya seperti semula ia mulai berbicara. “Pertama kau tidak bisa bermain basket—”

“Apa hubungannya dengan—”

“Kedua, kau salah melemparkan bola basket padaku dan itu membuat jus yang sedang ku pegang terjatuh mengenai pakaianku ini—”

“Itu salahmu sendiri, bukan—”

“Lalu, karena aku sedang berkencan dengan kekasihku, kau sudah merusaknya—”

“Bukan urusanku, aku hanya—”

“Terakhir yang paling salah adalah—MENUDUHKU INGIN BERDUAAN DENGANMU!!!”

“Ya tapi—”

“Tapi apa lagi huh?” Seungyeon tak ingin kalah dari lelaki jangkung itu. Matanya menyipit dan dahinya berkerut dengan kedua tangan disimpan dipinggangnya tanda kalau ia benar-benar marah.

“Hahaha, neomu kyeopta.” Bukannya takut tapi lelaki jangkung itu malah tertawa renyah. “Kupikir kau begitu manis dan lembut, tapi ternyata aku keliru.”

“Keliru? Apa maksudmu huh?” Mata Seungyeon semakin menyipit.

“Baiklah agasshi, aku akan bertanggung jawab atas pakaianmu, jadi ikut aku sekarang.”

“Tu-tunggu dulu.”

Kali ini giliran lelaki jangkung itu yang menggenggam tangan Seungyeon erat dan menariknya menuju parkiran yang ada ditaman itu. Setelah sampai lelaki itu berdiri didepan sebuah motor ninja berwarna hitam mengkilat. Sedetik kemudian ia melepaskan genggaman tangannya pada Seungyeon dan menaiki motor kesayangannya itu.

“Naiklah.” Titah lelaki bertubuh jangkung itu setelah mengenakan helmnya.

Seungyeon hanya diam dan berpura-pura mengalihkan pandangannya kekiri dan kanan mengiraukan perintah lelaki dihadapannya.

“Kau ingin aku bertanggung jawab dengan pakaianmu atau tidak?”

Mendengar suara berat lelaki itu yang terdengar mulai serius, Seungyeon akhirnya memutuskan untuk menaiki motornya.

“Pegangan yang erat, aku tidak bertanggung jawab kalau kau terjatuh.”

Seungyeon kembali mengernyitkan dahinya pada lelaki yang duduk di depannya itu, ia hendak protes tapi ia urungkan untuk menjaga sikapnya dan dengan sedikit terpaksa dan merendahkan harga dirinya, ia memegang sedikit kaos basket bernomer sembilan didepannya. Lelaki itu hanya tersenyum geli melihat wajah dan tingkah Seungyeon dari kaca spion kirinya. Dilihatnya tangan mungil Seungyeon yang begitu ragu-ragu memegang kaos basket yang dikenakannya.

Brruumm…

“Kyaaaa…”

Dibarengi dengan melajunya motor yang tiba-tiba dan begitu kencang, Seungyeon tak dapat menahan tubuhnya melawan angin yang berhembus dengan seketika hingga memaksa kedua tangannya untuk merangkul pinggang sang pengemudi dengan erat.

Sang pengemudi hanya tersenyum dari balik helm yang dikenakannya melihat sepasang tangan yang begitu erat melingkat diperutnya. Sedang Seungyeon hanya dapat menyembunyikan wajahnya dibalik punggung sang pengemudi menyembunyikan rasa malunya dan harga dirinya.

Entah apa yang sedang gadis itu lakukan sekarang. Seungyeon bukan tipe orang yang akan mau dan menurut dengan perintah orang yang baru pertama kali ia temui, apalagi itu adalah seorang lelaki dan bukan lelaki yang cukup baik –menurutnya- hingga membuat dress putih kesayangannya terkotori. Seungyeon yang berkepribadian layaknya gadis biasa pada umumnya hanya menghela nafas atas apa yang sedang ia lakukan sekarang.

Motorpun akhirnya berhenti disebuah gedung bertingkat tiga yang sangat sederhana atau malah terbilang cukup tua yang dapat terlihat dari cat gedung yang mulai mengelupas termakan oleh waktu.

“Turunlah.” Suara berat sang pengemudi terdengar dan dengan reflek Seungyeon melepaskan tangannya yang melingkar erat di pinggang lelaki itu kemudian ia turun dari motornya dengan tatapan bingung memandangi sekelilingnya. Banyak bangunan-bangunan yang terlihat cukup tua, meski penampilan bangunan-bangunan itu terlihat sangat terawat tapi tetap saja tak menutupi kenyataan kalau bangunan itu adalah bangunan tua yang sepertinya sudah terbangun selama berpuluh-puluh taun lamanya.

“Dimana ini?” tanya Seungyeon bingung sambil tak berhenti memandang sekitar.

“Tempat tinggalku.” Jawab lelaki itu santai sambil memarkirkan motornya disisi gedung bertingkat 3 dan kemudian ia turun dari motornya, melepas helmnya dan mengacak rambutnya pelan untuk membenahi tatanan rambutnya.

“Ikut aku.”

“Ke-kemana?” tanya Seungyeon ragu karena sekarang gadis itu mulai takut pada sang lelaki jangkung yang berjalan santai meninggalkan Seungyeon dibelakang dan menaiki tangga gedung bertingkat tiga dihadapannya.

“Sudah kubilang, tempat tinggalku.” Jawab lelaki jangkung itu santai tanpa memalingkan wajahnya kebelakang menatap Seungyeon.

“Ta-tapi mau apa?” dengan takut-takut akhirnya Seungyeon mengikuti juga langkah lelaki didepannya.

“Tentu saja mengembalikan pakaianmu seperti semula.”

“Hhm?”

“Aku akan mencucinya. Aku tidak punya banyak uang untuk melaundry pakaianmu agasshi.”

Seungyeon kembali menyipitkan matanya. “Tidak punya cukup uang? Tapi kenapa motor miliknya begitu bagus? Aneh.” pikir Seungyeon dalam hati sambil memiringkan kepalanya bingung.

“Tempat tinggalmu mana?” tanya Seungyeon karena ia dari tadi hanya terus naik tangga tanpa berhenti mengikuti lelaki didepannya.

“Lantai paling atas.”

“Oh, di lantai 3 ya?”

“Hmm, bisa dibilang begitu.”

“Ck, bisa dibilang begitu? Apa maksudnya?” decak Seungyeon pelan.

Setelah cukup lama menaiki tangga dan membuat pergelangan kaki Seungyeon terasa begitu capek, akhirnya mereka sampai.

“Rooftop? Ini tempat tinggalmu?” Seungyeon agak terkejut sambil memandang sekeliling, kini ia berada di atas atap bangunan gedung tingkat tiga yang dinaikinya dan sebagaimana khas rakyat jelata korea, ada sebuah rumah kecil diatas atap itu. Rooftop.

Lelaki jangkung itu mengacuhkan keterkejutan Seungyeon dan berjalan menuju pintu rumah dan membukanya dengan kunci yang ada di saku celana kanannya.

“Masuklah.” Ucap lelaki jangkung itu pada Seungyeon yang hanya berdiri diluar menatap berkeliling.

“Oh, aku disini saja.” tolak Seungyeon sambil menunjukan sebuah bangku yang cukup panjang dan kemudian duduk disana.

Lelaki jangkung hanya menganggukan kepalanya dan kemudian masuk kedalam rumah dan mengganti kaos basket bernomor punggung sembilan dengan kaos casual yang ada dilemari. Sejenak sebelum mengambil kaos gantinya yang tergantung dalam lemari ia teringat pada gadis yang sedang duduk didepan rumahnya, Han Seungyeon. Pakaian Seungyeon kotor oleh tumpahan jus strawberry yang hendak diminumnya karena ulah lelaki itu dan sebelum mencuci pakaian Seungyeon, tentu saja harus memberikan pakaian ganti untuk dikenakan oleh gadis itu. Lelaki itu memilah-milah pakaiannya yang tergantung dan tiba-tiba tangannya berhenti pada short dress berwarna hitam yang tergantung diujung pinggir lemari, satu-satunya pakaian wanita yang ada didalam lemari lelaki itu. Sejenak lelaki itu terlarut dalam pikirannya sendiri, dan akhirnya diambilah sebuah kaos biru yang tergantung disebelah short dress hitam yang sedari tadi di dilihatnya. Sebagai pasangan dari kaos biru yang dipilihnya ia mengambilkan celana pendek hitam dari lemari sebelahnya untuk diberikan pada Seungyeon. Setelah ia mengganti pakaiannya, ia keluar dan memberikan sepasang kaos dan celana pendeknya pada Seungyeon yang duduk diluar rumah.

“Ganti dulu pakaianmu supaya aku bisa mencuci pakaian kotormu itu.”

Seungyeon meraih kaos yang diberikan lelaki itu padanya dengan sedikit ragu. “Dimana aku bisa berganti pakaian?” tanyanya malu-malu.

“Masuk saja kedalam rumahku.”

Seungyeon terlihat berfikir sambil memandangi rooftop milik lelaki itu.

“Tidak ada siapa-siapa disana, kalau kau takut padaku maka kunci saja pintunya.” Ucap lelaki itu menjawab apa yang mungkin ada di pikiran gadis didepannya.

Tanpa menjawab Seungyeon berjalan memasuki rooftop dan mengganti pakaiannya. Lagi-lagi, entah apa yang sedang Seungyeon lakukan sekarang, ia hanya menurut pada lelaki yang baru saja dikenalnya beberapa jam yang lalu di taman. Bahkan tak pernah terbesit pikiran untuk menjauh dan menolak perintah dari lelaki itu meskipun pikiran Seungyeon selalu menduga bahwa lelaki itu bukanlah lelaki yang baik.

“Ini.” Seungyeon memberikan dress putihnya pada lelaki itu setelah ia selesai mengganti pakaiannya.

“Akan aku cuci dulu. Kau mau menunggu disini atau mau pulang?”

“Ne?”

“Bukankah kau sedang berkencan dengan kekasihmu? Kau meninggalkannya begitu saja dan kemari, kau pikir dia tidak akan cemas huh?”

“Ah, geurae, Lee Jinki. Kenapa aku bisa melupakannya?” gerutu Seungyeon pelan sambil menepuk-nepuk kepalanya. Hampir saja Seungyeon benar-benar melupakan Jinki yang ditinggalkannya di taman kompleks kalau saja lelaki jangkung dihadapannya tidak mengingatkannya.

“Mau aku antar pulang?” tawar lelaki itu.

“Tentu saja kau harus mengantarkanku pulang. Aku bahkan tidak tau daerah ini.” jawab Seungyeon cepat tanpa sungkan mendengar tawaran lelaki itu.

“Baiklah.”

Akhirnya Seungyeon sampai didepan rumahnya dengan diantar naik motor oleh lelaki itu. Seungyeon turun dan kemudian hendak berjalan masuk kedalam rumahnya tapi langkahnya kemudian terhenti karena teringat sesuatu. Ia membalikan tubuhnya menatap lelaki yang sedang duduk di atas motor ninja hitamnya.

“Bagaimana dengan nasib pakaianku?”

“Aku akan mengantarkannya kemari.”

“Bagaimana aku bisa percaya padamu?”

“Kalau tidak percaya datang saja kerumahku.”

“Aku tidak ingat dimana tempatnya.” Gumam Seungyeon dalam hati. “Berikan saja kartu namamu?” titahnya sambil mengulurkan tangan.

“Aku tidak punya kartu nama.”

“Mwoya tidak punya kartu nama? Kalau begitu berikan nomer handphone-mu saja.”

“Aku tidak membawa handphone-ku dan aku tidak mengingat nomernya.”

“Ck, kau terus saja mengelak. Jangan-jangan kau tidak berniat bertanggung jawab pada pakaianku ya?”

“Kalau aku tidak mau bertanggung jawab, untuk apa aku mencuci pakaianmu agasshi?”

“Ya mungkin saja kau berniat untuk menjual pakaianku.”

“Huh, untuk apa menjual sesuatu yang belum tentu ada peminatnya.”

“Ya! Kau—”

“Berikan saja kartu namamu agasshi. Aku akan menghubungimu.”

Seungyeon menatap curiga lelaki dihadapannya. Ia ragu lelaki itu akan benar-benar menghubungi Seungyeon.

“Aku berjanji.” Ucap lelaki itu segera untuk menyakinkan keraguan yang dapat terlihat jelas diwajah Seungyeon.

Akhirnya Seungyeon mengelurkan sebuah kartu nama dari dalam dompetnya dan memberikan pada lelaki itu.

“Han Seungyeon, Math Teacher of Junsang High School. Kau seorang guru matematika?” tanya lelaki itu setelah menerima kartu nama dari Seungyeon dan membacanya.

“Ne. Waeyo?”

“Anniyo.”

“Ah, siapa namamu?”

“Aku, Choi Minho.”

“Choi Minho? Nama yang bagus.” Gumam Seungyeon pelan.

“Baiklah aku pulang. Annyeong, Han Seungyeon Saengnim.”

Bruuumm…

Dengan cepat Choi Minho –nama lelaki jangkung- itu menstater motornya dan bergegas pergi tanpa menunggu balasan ucapan dari Seungyeon. Seungyeon hanya menghela nafas panjang dan menghembuskannya sekaligus kemudian ia masuk kedalam rumah.

“Eomma, aku pulang!” serunya begitu memasuki pintu utama rumahnya.

Tak ada jawaban dari siapapun. Beberapa kali Seungyeon menyerukan nama eomma-nya itu dan berjalan mengelilingi seluruh ruangan yang ada dirumahnya, tapi tak ada balasan dari sudut ruangan manapun. Sepertinya eommanya tidak ada dirumah. Seungyeon pun bergegas masuk kedalam kamarnya, mengganti pakaian dan pergi kerumah sebelah, tepatnya rumah Lee Jinki, siapa tau eomma-nya ada disana dan sekalian ia juga ingin meminta maaf pada Jinki karena meninggalkannya di taman sendirian tanpa penjelasan apapun.

Tingtong…

Suara bel terdengar menggema di seluruh ruangan di dalam rumah Jinki begitu Seungyeon menekannya.

Cukup lama Seungyeon menunggu hingga akhirnya pintu terbuka dan kepala seorang wanita paruh baya yang sudah sangat Seungyeon kenal terlihat dari balik pintu.

“Oh Seungie-ah, kau pasti mencari Jinki ya?” tanya Lee Ahjumma menerka maksud dan tujuan Seungyeon datang kerumahnya.

Dengan cepat Seungyeon mengangguk dan mengiyakannya, “Apa Jinki ada? Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padanya, ahjumma.”

“Ah, sayang sekali Seungie-ah, baru saja Jinki tertidur dikamarnya. Sepertinya ia begitu kelelahan setelah pulang tadi.”

“Hm, begitu ya? Apa dia baru saja pulang?” tanya Seungyeon dengan wajah begitu kecewa.

“Iya, tadi dia bilang akan berjalan-jalan ke taman, tapi begitu pulang tubuhnya begitu berkeringat dan dia terlihat sangat lelah, tidak terlihat seperti baru berjalan-jalan di taman tapi seperti berlari-lari di taman tepatnya. Ah, dasar anak itu.” Celoteh Lee Ahjumma mengingat apa yang terjadi pada anaknya beberapa menit yang lalu.

“Oh, Jinki pasti benar-benar kelelahan. Kalau begitu aku pulang dulu Lee ahjumma. Ah iya, kalau nanti Jinki sudah bangun tolong sampaikan padanya untuk menemuiku, ada yang ingin aku katakan padanya.”

“Baiklah, akan aku sampaikan.”

“Kalau begitu aku pamit dulu Lee ahjumma.” Seungyeon membungkuk sopan dan dibalas oleh anggukan dari Lee ahjumma.

Seungyeon berjalan gontai menuju rumahnya. Perasaan kecewa dan bersalah menyelimuti hatinya pada Jinki. Mana ada seorang kekasih yang meninggalkan kekasihnya sendiri ditaman tanpa penjelasan apapun. Apa yang dipikirkan Jinki? Kenapa dia begitu kelelahan? Apa ini salah Seungyeon? Aigo… berbagai pertanyaan mulai bergentayangan di pikiran Seungyeon. Ia berharap Jinki tidak marah padanya dan akan segera menemuinya.

–=-=-=–

Hari berganti dan Jinki tak kunjung menemui Seungyeon, meskipun Seungyeon sudah berkali-kali mencoba menemui Jinki dengan datang langsung kerumahnya tapi Lee ahjumma selalu saja mengatakan kalau Jinki sedang tertidur atau dia sedang sibuk. Entah ini hanya sekedar alasan atau bukan untuk menghindari Seungyeon, yang jelas Seungyeon benar-benar merasa kecewa. Hari ini adalah hari dimana Jinki akan kembali pergi keluar negeri dan dia malah membuat keadaan menjadi seperti ini. Kalau saja kemarin pakaian Seungyeon tidak kotor dan ia tidak pergi bersama Minho, akankah kondisinya menjadi seperti ini? Pasti tidak. Ia benar-benar menyesali kejadian yang menimpanya hari lalu.

Seungyeon memandangi layar ponselnya. Tak ada pesan dan tak ada panggilan masuk satupun untuknya. Tentu saja, Jinki tak tau nomer handphone barunya dan dia juga belum sempat meminta nomer handphone Jinki. Seungyeon menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi dan pesawat yang akan membawa Jinki ke Afrika akan berangkat pukul 10. Tak ada waktu lagi untuknya dan Jinki menghabiskan waktu bersama-sama. Ia harus menunggu setidaknya 5 tahun untuk menikmati kebersamaanya yang sempurna bersama Jinki.

Seungyeon mengambil tas cangkingnya dan kemudian ia berjalan keluar rumah untuk menemui tetangga sebelahnya yang juga adalah kekasihnya –Lee Jinki-. Terlihat mobil sedan merah sudah terparkir manis dihalaman depan rumahnya dan ia dapat melihat sosok yang ditunggunya sejak kemari sedang memasukkan kopernya kedalam bagasi. Dengan sedikit ragu Seungyeon menghampiri Jinki yang saat itu sedang sendiri.

“Annyeong Jinki-ah. Mianhae kemarin aku—”

“Sudahlah Han Seungyeon, aku sudah tidak memikirkan hal yang terjadi kemarin.” Potong Jinki tanpa mendengar penjelasan yang akan Seungyeon ucapkan. Dipandangnya gadis itu dengan tatapan datar. “Aku tau kok, kemarin kau pasti punya kepentingan yang sangat mendadak kan, hingga kau harus meninggalkanku. Aku tidak apa-apa. Sungguh.”

Kenapa? Jinki bilang tidak apa-apa tapi dari nada bicaranya terdengar begitu datar dan tidak peduli. Dia tidak manis dan hangat seperti biasanya. Dia bukan Lee Jinki yang dikenal Seungyeon. Lelaki itu sedang marah padanya? Benarkah? Tapi Jinki tak pernah sekalipun marah padanya hingga menunjukan tatapan yang begitu dingin seperti sekarang ini.

“Jinki-ah mianhaeyo, biar aku jelaskan—” Seungyeon mencoba memegang kedua tangan Jinki tapi lelaki itu tepis begitu saja dan kembali sibuk merapihkan bagasi mobilnya dengan koper bawaannya.

“Kau marah padaku Jinki-ah…”

“Mianhae, aku harus segera ke bandara.” Ucapan Seungyeon benar-benar tak dihiraukan oleh Jinki. “Lee Taemin, Eomma, ayo berangkat, aku bisa terlambat!” teriaknya mengalihkan pembicaraannya pada Seungyeon.

“Geurae Jinki-ah.” Terdengar balasan dari Lee Ahjumma dan beberapa detik kemudian Taemin dan Lee ahjumma terlihat keluar dari dalam rumah dengan tatanan rapih untuk melepas kepergian anak lelaki keluarga Lee.

“Oh Seungie-ah, kau datang.” Sapa Lee ahjumma begitu melihat Seungyeon berdiri disisi Jinki. Seungyeon membalasnya dengan anggukan sopan.

Lee ahjumma, Taemin dan Jinki masuk kedalam mobil, sedang Seungyeon hanya dapat berdiri mematung didepan mobil merah itu tanpa mengatakan apapun.

“Seungie-ah, apa yang kau lakukan? Ayo masuk kedalam?” titah Lee ahjumma sambil menepuk kursi kosong disebelahnya.

Sekilas Seungyeon melihat Jinki yang duduk didepan bersebelahan dengan Taemin sang pengemudi. Dia tampak begitu dingin, dia bahkan tak membalikan badannya kebelakang untuk sekedar menatap Seungyeon yang hanya terdiam.

“Ya! Noona, kau mau ikut atau tidak?” suara Taemin terdengar.

Seungyeon tersenyum kecut, dan dengan berat hati ia mengatakan, “Tidak, aku disini saja. Eomma dari kemarin pergi dan belum pulang, jadi tak ada yang menjaga rumah,” ucapnya menolak ajakan dari Lee ahjumma.

“Aigo, kenapa tidak ikut? Ini kan terakhir kali kau melihat Jinki sebelum ia pergi, kau  yakin tidak ingin mengantarnya ke bandara?” tanya Lee ahjumma sekali lagi.

Seungyeon menggelengkan kepalanya pelan, “Mungkin Jinki tidak ingin aku ikut. Aku takut aku akan menangis kalau aku ikut mengantarnya ke bandara. Itu akan merepotkan.”

“Aigo…”

“Sudahlah eomma, kalau dia tidak ingin ikut ya sudah, aku bisa terlambat kalau kita tidak cepat berangkat.” Suara dingin Jinki terdengar.

Degh. Jantung Seungyeon rasanya tersengat aliran listrik yang begitu kencang. Sakit rasanya mendengar kata-kata seperti itu diucapkan langsung oleh seorang Lee Jinki yang setaunya selalu bersikap manis dan begitu hangat padanya. Seketika itu air mata Seungyeon tak dapat terbendung dan mengalir begitu saja membasahi pipinya.

“Omona, lihatlah kau membuat Seungyeonie menangis!” Lee ahjumma memukul kepala Jinki dari belakang, tapi tak ada teriakan mengaduh dari Jinki dan tak ada pula ucapan maaf dari bibirnya. Lelaki itu diam.

“Mianhae ahjumma, disini saja aku menangis begini, apalagi kalau aku ikut ke bandara. Haha.” Seungyeon berusaha menutupi sakit hatinya dan dengan asal ia menghapus air matanya yang semakin lama malah semakin deras mengaliri pipinya.

“Aduuh, suasana macam apa ini…” keluh Taemin dari balik kemudi mobil.

“A-aku pulang duluan ahjumma-ah. Ji-jinki-ah, hati-hati dijalan. Sampai bertemu lagi.” Seungyeon membungkuk dalam dan kemudian ia berlari pulang kerumah. Ia tak sanggup berlama-lama disana dan menatap Jinki yang benar-benar berubah menjadi begitu dingin padanya.

Apa yang dia lakukan kemarin benarkah begitu membuat hati Jinki kesal dan marah hingga dia seperti ini padanya sekarang? Kenapa? Bukankah sebelumnya meski Seungyeon melakukan kesalahan sebesar apapun Jinki tidak akan marah? Jinki hanya akan diam dan tak menghiraukannya selama beberapa jam saja dan kemudian ia akan kembali menjadi Jinki yang begitu ia sayangi, tapi sekarang berbeda, kenapa Jinki begini? Mianhae Jinki-ah, mianhae… Seungyeon terus menangis hingga sesampainya didalam rumah. Bahkan isak tangisnya semakin terdengar keras, begitu keras sesakit rasa yang ada dihatinya.

Jinki hanya bisa menengadahkan kepalanya menahan air mata yang sedari tadi sudah ia tahan dipelupuk matanya. Sejujurnya ia benar-benar tak tega melihat Seungyeon yang menangis begitu deras. Apa dia benar tega meninggalkan Seungyeon pergi dengan keadaan yang seperti ini?

“Ya! Anak bodoh! Kau membuatnya menangis dan membuat dirimu sendiri menangis! Kenapa kau harus menyiksa hatimu sendiri huh?!” Lee ahjumma spontan memukul kepala Jinki dengan begitu keras.

“Aucch. Eomma, kalau aku tidak melakukan ini, hatinya akan lebih terpukul eomma!” kali ini suara teriakan Jinki terdengar.

“Ck, alasan macam apa itu! Seungyeon, dia gadis yang dapat menunggu meskipun itu 5 tahun kemudian Jinki-ah! Baginya 5 tahun itu mudah jika ia tau kau mencintainya! Kalau kau melakukan ini padanya dia akan benar-benar terluka dan tak akan menunggumu bodoh!”

“Itu yang aku harapkan eomma. Akan lebih baik dia tidak menungguku.”

“Tapi Jinki-ah, kau—”

“Bukan 5 tahun eomma. 15 tahun eomma. Kontrak kerjaku yang sebenarnya adalah 15 tahun. Itu waktu yang sangat lama. Dari pada dia menghabiskan waktunya untuk menungguku, akan lebih baik ia mendapatkan lelaki yang dapat selalu menemaninya, tidak sepeti aku.”

“Mwoya? 15 tahun? Kau bilang padaku 5 tahun bukan?”

“Aku berbohong. Aku tidak tega mengatakan kalau itu adalah 15 tahun. 5 tahun pun Seungyeon terlihat begitu tersiksa apalagi kalau aku mengatakan itu 15 tahun.”

“Aigo, jeongmalyo!”

Untuk yang terakhir kali, Jinki memandangi pekarangan rumah Seungyeon, dapat dipastikannya gadis yang disayanginya itu sedang menangis dibalik pintu seorang diri.

“Menangislah sepuasmu Seungyeonie, tapi setelah itu kau harus tersenyum. Jangan tunggu aku kembali Nae Seungie-ah.” Tak terasa air mata Jinki pun akhirnya mengalir membasahi pipinya.

“Jinki-ah mianhaeyo, jeongmal mianhaeyo Lee Jinki. Mianhaeyo… Mianhaeyo…” berkali-kali hanya kata penyesalan dan permintaan maaf yang keluar dari bibir Seungyeon. Ia terus menangis dan terisak seorang diri.

–=-=-=–

“Beri aku 10 botol soju ahjusshi!” seru Seungyeon pada seorang ahjusshi tua pemilik kedai babi panggang.

Sang ahjusshi mendekat ke meja Seungyeon kemudian ia melihat mata Seungyeon yang begitu sembab dan wajahnya yang pucat pasi akibat terlalu banyak menangis. “Mianhaeyo agasshi, kau tidak terlihat baik untuk minum soju.”

Seungyeon mendongakan kepalanya dan menatap ahjusshi dengan mata sembabnya. “Hya ahjusshi! Hatiku sedang terluka, aku punya uang, jadi berikan saja 10 botol soju padaku! Ah, kalau perlu 20 pun tidak masalah!” seru Seungyeon dengan nada membentak.

“A-ah, geurae agasshi, akan aku bawakan.” Tanpa ingin berdebat lebih panjang pada Seungyeon yang benar-benar dalam mood tidak baik, ahjussi pun membawakan 10 botol pesanan Seungyeon ke mejanya.

“Gomawo ahjusshi.” Seungyeon memeluk kesepuluh botol yang ada di atas mejanya. “Hari ini kalian yang harus menemani kesendirianku!” seru Seungyeon pada 10 botol soju yang ada dalam pelukannya. “Jinki pergi dan bahkan eommaku sendiri pun juga pergi entah kemana tak ada kabar. Kejam…”

Ahjusshi pemilik kedai hanya mengawasi Seungyeon dari kejauhan, dapat dilihatnya perasaan Seungyeon yang begitu buruk. Kalau saja ada orang yang mengenal Seungyeon di kedai itu, rasanya si ahjusshi ingin memintanya untuk membawa Seungyeon pulang saja. Kondisi Seungyeon benar-benar tidak pantas untuk minum soju, apalagi 10 botol.

Seungyeon menuangkan botol soju pertama kedalam gelasnya dan tanpa babibu ia langsung meminumnya.

“Errcchh…” rasa yang baru pertama kali melekat di indra pengecapnya terasa begitu kuat hingga menimbulkan sengatan listrik sampai ke saraf otaknya.

Seungyeon menuangkan lagi soju dan meminum gelas keduanya dan kembali sengatan listrik bersensasi itu terasa.

“Aigo, kepalaku.” Seungyeon meremas-remas kepalanya yang mulai terasa pusing dan beberapa detik kemudian matanya mulai berkunang-kunang. “Omo omo…”

Brugh… Prang…

Tubuh Seungyeon seketika ambruk dan tergeletak ke lantai dengan botol-botol soju yang masih terisi penuh ikut berjatuhan.

“Agasshi, agasshi, gwenchannayo…”

–=-=-=–

Perlahan Seungyeon membuka kedua matanya dan dirasakannya cahaya matahari yang menyelusup masuk melalui celah jendela kecil didepannya.

Berkali-kali gadis itu mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan cahaya diruangan itu. Begitu ia dapat menangkap semua pantulan cahaya yang ada, ia mengarahkan pandangannya kesekeliling ruangan dan dapat dilihatnya sesosok lelaki bertubuh jangkung berpakaian hitam yang sedang berdiri memunggungi dirinya.

“Dimana ini?” gumam Seungyeon bingung sambil berusaha mengingat-ingat kejadian yang terjadi sebelumnya. “Ah, kepalaku…” Seungyeon memijit-mijit kepalanya yang masih terasa pusing dan begitu berat.

“Oh, kau sudah sadar.”

Lelaki yang sebelumnya berdiri memunggungi Seungyeon kini berbalik dan memandang kearahnya.

“Siapa kau?” tanya Seungyeon masih dalam posisi tertidur dan memijit-mijit kepalanya yang terasa pusing. Wajah lelaki itu terlihat samar-samar karena memunggungi cahaya yang masuk kedalam ruangan berukuran 5x5m itu.

Seungyeon mencoba memposisikan dirinya untuk duduk dan—“O-oh…” dia menyadari satu hal.

“Ke-kenapa aku hanya mengenakan ini?” Seungyeon terkejut melihat keadaannya saat ini yang hanya mengenakan pakaian dalamnya saja dan spontan ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. “Ka-kau siapa!? Kenapa aku ada disini!!!” teriak Seungyeon pada lelaki yang yang berdiri dihadapannya.

Lelaki itu berjalan mendekati Seungyeon, dan gadis itu pun semakin mengeratkan pegangannya pada ujung selimut yang menutupi tubuhnya.

“Kau tidak mengenalku, agasshi?”

Wajah lelaki yang sebelumnya samar-samar kini terlihat semakin jelas seiring dengan pergerakan langkah kakinya mendekat pada Seungyeon.

“K-kau, Choi Minho! Kenapa bisa kau?!?! A-apa yang terjadi padaku!!!” Seungyeon begitu terkejut ketika ia dapat mengenali sosok lelaki yang sedang berdiri didepannya kini.

Minho menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan kembali bertanya, “Kau tidak ingat apa yang terjadi pada kita tadi malam?”

“A-apa yang terjadi pada kita?”

“Kau benar-benar tidak mengingatnya agasshi?”

Seungyeon menggelengkan kepalanya cepat. Entah mengapa ia mulai takut sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi padanya malam tadi, apalagi dengan Choi Minho. Ia benar-benar tak dapat mengingatnya, satu pun, tak ada yang dapat diingatnya. Tapi melihat kondisinya saat ini, pikiran-pikiran liar yang tak seharusnya ia pikirkan mulai terbesit dalam otaknya dan membuat dirinya sendiri ketakutan.

“Biar ku beri tahu. Tadi malam, kita—”

“ANDWAEEEEE!!!”

–=-=-=–

TO BE CONTINUE

–=-=-=–

Cuap-cuap author:

Annyeonghaseyo reader, author, admin FFIndo tercinta *bungkukin badan* sebelumnya adakah yang mengenal diriku ini? Sepertinya tidak ada ya? Yasudahlah…

Pertama-tama barang siapa mengenal diriku ini, mianhaeyo karena FF-ku yang sebelumnya sering terbengkalai dan malah asyik dengan dunia sendiri dan kurang kerjaan selalu iseng membuat FF baru. Jeongmal mianhaeyo…

Ini adalah FF series baruku setelah menghilang entah berapa hari – bulan – taun lamanya. Meski tau tidak ada yang mengharapkan kembalinya si author Wenz_Li ini, tidak apa-apa karena aku berharap FF baruku ini bisa memulai kehidupan baruku di FFIndo yang mulai ramai atau bahkan penuh dengan reader, author dan admin baru yang aku sendiri ga kenal semuanya. Hehe.

Aduhduh, malah jadi ngelantur gini ya. Ok deh, yang udah baca FF ini sampe akhir monggo di komen, mau komen saran atau kritikan apapun boleh, author welcome banget sama reader yg berkenan meninggalkan komen dimari dan moga-moga bisa sekalian berkawan dan menjalin silaturahmi.

Ah iya, ada yang ga suka sama pair MinYeon (Minho – Seungyeon) ini? Atau merasa aneh dengan pairnya? Pasti banyak ya? Hehe, mianhaeyo kalau kecewa dengan pair ini, soalnya mendadak author terkena syndrom Salamander Guru dimana Minho di pasangin ama neng Seungyeon. So… jadi tergiur buat bikin FF macam ini deh.

Yasudah, karena sudah kebanyakan tulisan dimari, silahkan dikomen dan jeongmal mianhaeyo buat misstypo yang bertebaran disana-sini, gak author baca ulang *bow bow bow* alangkah baiknya jika kita saling mengingatkan satu sama lainnya, so… kalau ada typo yang buat reader greget banget ingin di edit atau ganti silahkan komen saja. Ok, the last, i’ll always wait for your comment readers 😉

97 responses to “My Younger Husband [Part – 1]

  1. Hahaha, aigoo.. Sumpah Jinki jhat bngt.. Knpa Seungyeon nya gk dnikahin aj trus dbwa ke afrika… Tpi crta’y nanti langsung end -.-” hahaha

Leave a comment