Whether I Hate You or Not (Chapter 13)

cover ff whether I Hate you or not chapter 13 (2)

Title                       : Whether I hate you or not

Author                  : Kim Sae na a.k.a Devi

Rating                   : PG13/NC17/Straight/Series/On Writing

Genre                   : Romance/Angst/Tragedy/Family/Life

Cast                       :

Main Cast            :

Super junior – Lee Donghae

Kim Yoonmi

Choi Saena (OC)

Support cast           :

SHINee – Choi Minho, Kim Jonghyun

Kim Yoonhee(OC)

Other Cast : FIND BY YOURSELF!

Disclaimer          : Super junior,SHINee, and SNSD  are belong to God,SM Entertaiment,and their parents. The Original Character is mine. This fanfic is just for fun. Please No Bash! and please don’t sue me. If you don’t like this fanfic. Please don’t read. This story is mine. Don’t take this fanfic without permission from me. If you want to take this fanfic. Please take with full credit.          

Warning               : Lolicon, a little bit violence and NC 

Prev chap :  Prolog   │ Chapter 1   │  Chapter 2  │  Chapter 3   │  Chapter 4  │  Chapter 5  │Chapter 6  │Chapter 7a  │ Chapter 7b   │ Chapter 8a   │ Chapter 8b   │ Chapter 8C  │Chapter 9    │   Chapter 10A     │ Chapter 10b  │Chapter 11A  │ Chapter 11B  │ Chapter 12 

Chapter 13- Fragile

#NP

DBSK- Love in The Ice

K.Will- Love is Punishment

Mungkin kau bisa menjatuhkan diriku sejauh mungkin darimu, namun jika takdir sudah turut bermain dalam kisah kita, apakah kau mampu menolak permainannya?

***

Like the stars which don’t leave the darkened sky,
Being together forever by the faith of love,
If I could be that person,
I’ll embrace your solid heart with eternal warmth

Author Pov

Chagi…”

Nde?” jawab Yoonmi dengan nada ketus saat terdengar suara Donghae memanggilnya.

“ Aku membawakan susu pesananmu. Apa kau sudah makan malam?”

Donghae melangkahkan kakinya menuju meja makan dan meletakkan bungkusan yang dibawanya di sana. Ia terhenyak saat melihat beberapa piring makanan utuh, tanpa sedikit pun disentuh, mulai mendingin di atas meja, seolah makanan itu disediakan beberapa jam yang lalu.

“ Tadinya aku menunggumu pulang, tetapi sepertinya kau sudah makan, aku kehilangan selera makanku.”

Mwo? Kau harus tetap makan, Yoonmi-ah, kau lupa sekarang kau harus memberi makan dua orang?”

Yoonmi melangkah mendekati Donghae namun ia tidak memperdulikan tatapan bingung pria itu, bahkan Yoonmi membiarkan Donghae yang menekan-nekan jari telunjuk pada lengan atasnya. Ia berjalan santai, mengambil bungkusan berisi susu pesanannya dan membawanya ke dapur.

YAA! YAA! Yoonmi-ah, aku berbicara denganmu, kenapa kau bisa secuek ini?”

“ Aku menunggumu selama beberapa jam di kantor namun kau tidak kunjung kembali setelah menemui client.”

Donghae menyadari kesalahannya dan ia lantas mendekati istrinya yang sedang berada dalam masa sensitive, Donghae paham akan hal itu. Hamil memberikan efek pada amarah gadis itu yang berubah menjadi bekali-kali lipat lebih menyeramkan dari biasanya.

Chagi, aku tadi bertemu dengan seseorang, bukankah aku sudah menyuruhmu untuk pulang duluan, hmm?”

Donghae menyusul Yoonmi yang sedang memasukkan beberapa sedok susu bubuk ke dalam gelas kemudian meletakkan air panas ke dalamnya. Pria itu menarik tubuh Yoonmi dan memberikan sentuhan lembut pada perut gadis itu yang sudah mulai terlihat sedikit membesar di usia kandungannya yang hampir menginjak usia 4 bulan.

“ Bertemu siapa?”

Yoonmi bertanya dengan nada santai namun Donghae menemukan kecurigaan di sana. Pria itu melepas pelukannya dan membalik tubuh Yoonmi menjadi berhadapan dengannya. Donghae menarik wajah Yoonmi dan meletakkan tangannya di kedua pipi gadis itu.

“ Bukan seseorang yang penting. Lebih baik aku yang meneruskan membuat susu untukmu. Sekarang kau tunggu saja di ruang makan dan aku akan memastikan kau menghabiskan makan malammu.”

Yoonmi tersenyum dan mengangguk patuh. Ia segera menuruti keinginan Donghae, gadis itu berjalan perlahan menuju meja makan sambil mengelus perutnya dan mengumamkan beberapa kata, berusaha mengajak bayinya berbicara.

Chagi, apa dia sudah bisa bergerak?”

“ Ehmmm, Jang uisanim mengatakan kalau pergerakannya baru akan bisa dirasakan setelah usia kandunganku 4 bulan dan itu hanya tinggal beberapa minggu lagi. Kau harus bersabar, appa.”

Everything for you, eomma…”

Whether I Hate You or Not │©2011-2012-2013 by Ksaena

Chapter 13- Fragile

ALL RIGHT RESERVED

Tok Tok Tok               

Hampir sepuluh menit ketika pelayan itu mengetuk pintu kamar Saena, berniat memanggil gadis itu untuk sarapan. Namun masih tidak ada jawaban dari sana, mengidentifikasikan gadis itu masih berpetualang di alam mimpinya.

“ Apakah tidak ada jawaban sedikit pun dari Saena noona?”

“ Ahh Tuan muda… Nona Saena sama sekali tidak menjawab, tuan, mungkin ia masih tidur.”

Minho melirik jam tangannya dan menyadari kalau mereka tidak segera berangkat ke sekolah, mereka berdua akan sama-sama terlambat.

“ Biar aku saja yang membangunkannya.”

“ Baik, tuan.”

Pelayan itu membungkukkan badanya pada Minho dan segera berlalu dari sana meninggalkan pria itu dengan tatapan bingungnya mengarah pada pintu kamar Saena yang tertutup rapat.

Noona… Apa kau sedang mandi atau masih tidur? Setengah jam lagi bel masuk akan berbunyi kalau kita tidak jalan sekarang, kita akan terlambat. Noona…”

Minho sengaja mengeraskan suaranya, berharap Saena akan segera membuka pintu dan keluar dengan penampilan rapinya seperti biasa. Namun diluar dugaannya, Saena membuka pintu dengan perlahan dan Minho bisa melihat sosoknya yang berantakan. Rambut gadis itu yang biasanya digerai bebas sekarang tampak acak-acakkan dan kusut kentara belum disisir sama sekali.

Bahkan gadis itu belum mengganti piama yang digunakannya dengan seragam sekolah mereka. Matanya masih sentengah terpejam menandakan ia baru saja bangun beberapa menit yang lalu. Gadis itu menguap dan memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit, efek kurang tidur dan menangis terlalu lama.

Noona, gwechanayo?”

“ Minho, kepalaku rasanya berat sekali. Semalam aku tidak bisa tidur, sepertinya aku tidak masuk sekolah hari ini.”

Saena memegang keningnya yang terasa hangat. Gadis itu limbung dan hampir menabrak lantai kalau saja Minho tidak segera menahan tubuhnya.

Aigooo, noonaah, kau pasti terlalu banyak belajar semalam. Kajja, aku antar kau sampai ke tempat tidur.”

Minho menuntun Saena dan membaringkan gadis itu di tempat tidurnya. Lalu ia mengambil tempat di sebelah gadis itu.

“ Mau kuambilkan sesuatu, noona? Atau mungkin kau mau ke dokter?”

Aniyaaa… aku tidak mau membuat khawatir eomma dan appa, nanti katakan saja pada mereka aku akan segera membaik.”

Saena berusaha tersenyum walaupun senyum itu terlihat sangat dipaksakan. Gadis itu meringis dan memijat pelan kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.

Noona… aku ambilkan obat untukmu, ne?”

“ Tidak usah, kau pergi ke sekolah saja, Minho-ah, nanti kau bisa terlambat.” ucap Saena di sela-sela rasa sakit yang mendera tubuhnya.

Geurae, noona, aku pergi dulu.”

Minho melangkah meninggalkan Saena yang berusaha memejamkan matanya. Ia baru bisa tidur setelah jam 2 pagi, bahkan ia tidak sempat megerjakan tugasnya. Ia merasa hidupnya hanucr seketika mendengar kabar itu, ia sangat membenci keputusannya untuk larut dalam permainan Donghae. Ia menyesal mengikuti keinginan nafsu yang menjeratnya ke dalam sebuah lubang kekelaman yang akan menjadi bumerang untuknya sendiri.

Minho membuka pintu kamar Saena dan sebelum benar-benar keluar dari sana, ia menoleh ke arah Saena yang telah memejamkan matanya, wajah gadis itu tampak kesakitan entah kenapa turut membuat hatinya pedih.

***

          “ Minho, di mana Saena? Apa dia masih bersiap-siap?”

Minho mengambil tasnya dari atas kursi dan menyampirkannya di bahu kiri. Ia mengambil gelas susunya yang masih penuh dan baru diminumnya beberapa teguk. Pria itu segera menghabiskan minumannya dan meletakkan gelas yang sudah kosong itu ke atas meja.

“ Saena noona sedang sakit, appa. Dia tidak masuk hari ini, ia sekarang sedang tidur.”

“ Ah? Benarkah? Eomma, bagaimana kalau kau tidak usah ke kantor hari ini? Saena sedang sakit.”

Nyonya Choi menatap suaminya dengan pandangan bertanya, kemudian menggelengkan kepalanya.

Shireo… hari ini ada rapat penting dengan para pemegang saham. Aku harus hadir di sana.”

“ Berhentilah bersikap egois, minggu depan Saena ada ujian, ini pasti berat untuknya. Tolonglah untuk kali ini saja, kau merawatnya. Sejak kecil Saena adalah anak yang kuat, ia jarang sekali sakit. Sekarang saatnya kau menunjukkan padanya kalau kau perhatian padanya. Soal rapat itu, aku akan menangani semuanya, kau tidak usah khawatir.”

Nyonya Choi membulatkan matanya, ia tidak tahu kenapa suaminya bisa dengan santai berkata seperti itu. Ia tidak mungkin membantah perkataan suaminya dengan kata-kata ‘Saena bukanlah anak kandungku, jadi apa peduliku’ di depan Minho. Pria itu masih berdiri di sana dengan setia, mendengarkan pembicaraan orang tuanya.

“ Hhhh… baiklah aku hari ini tidak akan pergi ke kantor.”

Wanita itu menyerah, menuruti keinginan suaminya. Ia tidak mau Minho melihat kedua orang tuanya bertengkar, itu akan menjadi contoh yang tidak baik bagi pria itu.

“ Minho-ah, kau pergi bersama appa saja, biar Jung ahjussi tidak usah mengantarmu, siapa tahu eomma dan noonamu membutuhkannya.”

Ne, appa.”

Kajja, kita pergi sekarang.”

***

          “ Huekk… huekkk.”

Yoonmi menutup pintu kamar mandi yang dibukanya dengan tergesa-gesa dan menguncinya dari dalam. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, ia dan Donghae harusnya sudah pergi kalau tidak ingin terlambat ke kantor. Tapi seperti yang umumnya terjadi pada wanita hamil, Yoonmi mengalami morning sickness sehingga membuatnya harus bolak-balik ke kamar mandi.

Chagi, kau masih merasa mual? Bagaimana kalau kita ke dokter sekarang?”

“ Tidak usah, hae… aku sudah merasa jauh lebih baik. Hmmpphh… huek…”

Donghae mengetuk pintu kamar mandi dengan tempo cepat diiringi perasaan gelisah yang merambat di hatinya. Usia kandungan Yoonmi hampir mencapai trimester kedua harusnya gadis itu tidak lagi merasa mual, tetapi melihat keadaan Yoonmi sekarang, semua pernyataan itu seperti terbantahkan.

“ Yoonmi, buka pintunya…”

“ Aku tidak apa-apa, hae, kau tunggu di luar saja.”

“ Bagaimana aku bisa menunggu dengan tenang di luar kalau keadaanmu saja tidak kuketahui?!”

“ Aku sudah bilang padamu, aku baik-baik saja!”

Yoonmi berkata dengan nada ketus, memberikan tekanan penuh emosi pada setiap kata-katanya.

Ne, baiklah… aku akan menunggu di luar.”

Donghae menjauh dari pintu kamar mandi dan duduk di atas tempat tidur, tatapannya mengarah pada kakinya. Ia bisa mengerti kenapa Yoonmi bisa seemosi ini, ia memang terlalu over protective pada gadis itu semenjak kehamilannya, sedangkan Yoonmi adalah tipe gadis pecinta kebebasan walaupun larangan Donghae adalah bermaksud baik.

“Hahaha… kau tidak akan bisa menangkapku.”

          Deg!

Donghae seakan-akan bisa melihat layar besar di bawah kakinya, wajah Jessica yang sedang tertawa lebar terpantul di sana. Aura kecantikan gadis itu terpancar jelas, bagian lain dari hatinya seolah terpental jauh karena terlalu merindukan gadis itu.

Aishhh! Kenapa semakin aku tidak bertemu dengannya semakin aku memikirkannya?”

Memang sudah beberapa bulan ini Jessica maupun ibunya tidak pernah mengganggu. Seolah-olah mereka menghilang tanpa jejak. Donghae dan Yoonmi bisa bernafas lega karenanya, terutama Donghae, ia takut kalau ibunya masih memaksa Yoonmi bercerai dengannya dan Jessica masih mengganggu kehidupannya, hal itu akan mengganggu kandungan Yoonmi.

“ Hhh…”

Yoonmi melangkah keluar dari kamar mandi. Gadis itu segera mengambil tempat di sebelah Donghae.

“ Kita pergi sekarang kan, hae? Kajja…”

Yoonmi mengambil tas tangannya dari atas meja rias setelah beberapa menit bercermin dan merapikan penampilannya.

Ting Tong

“ Siapa yang bertamu sepagi ini?”

Molla, aku akan melihatnya ke depan, kau tunggu saja di sini.”

Donghae segera melangkah ke arah pintu depan dan cerobohnya pria itu, tidak melihat dari intercom terlebih dahulu siapa yang datang, sehingga wajah terkejut tidak bisa disembunyikannya saat melihat wajah gadis yang tadis sempat mampir ke dalam memorinya berada di sana.

Annyeong, Lee Donghae, beberapa bulan kita tidak bertemu, apa kau merindukan aku?”

***

          “ Saena, minum ini… kalau kau masih belum merasa lebih baik, nanti sore setelah appamu pulang kita akan pergi ke dokter bersama-sama.”

Nyonya Choi menyerahkan sebutir pil dan gelas berisi air putih pada Saena yang sedang duduk bersandar dan berusaha konsentrasi penuh pada buku pelajaran yang dibukanya. Ujian tinggal beberapa hari lagi, walaupun kondisi fisiknya sedang tidak baik, ia tidak boleh memanjakan dirinya.

“ Ah, ne, eomma, aku akan meminumnya.”

Saena meletakkan buku yang dibacanya ke samping kirinya dan mengambil obat sertas gelas yang dijulurkan Nyonya Choi kepadanya.

Saena merasa jauh lebih baik setelah beristirahat selama beberapa jam terlebih sekarang ibunya ada di rumah, khusus untuk menemaninya. Menurut gadis itu, tidak ada yang lebih baik daripada mendapatkan perhatian dari ibu sendiri, walaupun dalam kasus ini Nyonya Choi bukanlah ibu kandungnya, tetapi itu masih lebih baik daripada wanita itu bersikap dingin padanya.

“ Sebaiknya kau jangan belajar terlalu keras, Saena, itu akan menyakiti dirimu sendiri. Kalau kau sakit seperti ini, kau juga yang akan rugi karena kau tidak bisa masuk sekolah.”

Saena tercenung mendengar penuturan dari Nyonya Choi. Perkataan wanita itu memang terdengar ketus dan dingin namun ada segelintir perhatian yang disisakan wanita itu untuknya. Semua hal itu sudah cukup membuat Saena melupakan kesedihan dan masalah yang sedang menderanya saat ini.

Ne, eomma…”

Nyonya Choi segera melangkah keluar dari kamar gadis itu. Sebelum benar-benar sampai di depan kamar Saena, wanita itu berhenti saat Saena memanggilnya.

Eomma…Terima Kasih.”

Nyonya Choi kembali melangkah tanpa menjawab tanda terima kasih Saena. Wanita itu menutup pintu kamar Saena dan bersandar di sana, pikirannya terpaku pada kejadian belasan tahun silam.

Flashback

“ Bayi ini cantik sekali, yeobo…”

          Wanita yang sedang menggendong seorang bayi berusia satu bulan itu tampak sangat ceria. Ekspresi yang sama juga ditunjukkan oleh sang suami. Mereka berdua melihat dengan antusias seorang bayi perempuan yang baru beberapa jam lalu sampai di rumah mereka. Bayi itu tampak tertidur tenang setelah beberapa jam lalu menangis dan membuat pasangan suami istri itu panik.

          Wajar saja karena bayi itu adalah anak pertama mereka, setelah hampir tujuh tahun menikah tetapi Tuhan belum mempercayakan pada mereka seorang bayi mungil untuk dirawat. Mereka dengan cepat mengambil keputusan untuk mengangkat seorang anak, menemani hari-hari sepi mereka tanpa tangisan bayi ataupun celotehan anak-anak.

          “ Akhirnya kita memiliki seorang anak… Bolehkah aku menggendongnya?”

          Sang suami mengambil bayi kecil itu dari gendongan istrinya. Wanita itu dengan hati-hati memindahkan bayi itu ke dalam gendongan suaminya.

          “ Hati-hati… bagaimana kalau dia merasa sakit? Dia kan baru berumur satu bulan.”

          Pria itu hanya tersenyum melihat istrinya yang amat protective terhadap anak yang baru resmi menjadi anak mereka setelah menunggu beberapa minggu untuk mengurus izin adposi resmi terhadap anak itu.

          “ Yeobo, kira-kira nama yang cocok untuk anak ini siapa?”

          Sang wanita mengelus pipi bayi itu, membuat sang bayi gergerak gelisah karena mendapatkan sentuhan asing di pipinya.

          “ Yeobo, mungkin tanganmu dingin. Lihatlah dia bergerak gelisah saat kau menyentuhnya.”

          “ Ahh… Maafkan eomma, ne?”

         Wanita itu menggerakkan tangannya mengelus tubuh bayi itu yang terbungkus rapi dengan baju hangat, sehingga suhu tangannya yang dingin tidak akan menembus permukaan tubuh anak itu.

          “ Tadi kau bertanya siapa nama anak ini, yeobo… Hmm, bagaimana kalau Saemin?”

          “ YAA!”

          “ Uwaaaaa… uwaaaa…”

          Bayi perempuan itu menangis karena mendengar ada suara berisik yang tiba-tiba timbul dari dekatnya, membuatnya tersadar dari tidur lelapnya.

          “ Yeobo, kenapa kau berteriak? Lihatlah Saemin menangis.”

          “ Hentikan memanggil dia dengan nama itu… dia bayi permpuan, yeobo… Saemin itu nama laki-laki.”

          Sang istri mengambil bayi itu dari tangan suaminya dan berusaha menenangkannya.

          “ Cup… cup sayang, anak eomma tidak boleh menangis. Maafkan eomma, tadi eomma berisik ya?”

          Wanita itu mendaratkan kecupannya pada pipi anak itu. Ajaibnya tangisan anak itu langsung reda dan berganti dengan isakan-isakan kecil khas seseorang yang habis menangis.

          “ Anak pintar…”

          “ Lalu kau mau menamai dia siapa?”

          “ Bagaimana kalau Choi Saena?”

Flashback End

Tubuh wanita itu bergetar perlahan saat melihat memori tentang bagaimana pertama kali mereka mengasuh Saena terlintas di pikirannya. Dulu untuknya dan suaminya memiliki Saena adalah anugrah terindah yang pernah Tuhan titipkan untuk mereka. Tetapi entah sejak kapan pendiriannya berubah dan tumbuh menjadi ibu yang dingin untuk Saena.

Dulu semuanya begitu indah, lantas kenapa sekarang sulit baginya untuk membuka hati bagi gadis itu?

***

          “ Oppa… Kenapa kau yang menjemputku di sini?”

“ Ah, itu… hari ini kan abeonim pulang, kau lupa, Yoonhee-ah?”

Donghae mencubit hidung gadis itu, membuat Yoonhee refleks menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Donghae sambil menggerutu pelan.

Appo… Kenapa kau mencubit hidungku, oppa. Ihh…”

“ Hahahahahaha, ne, mian, aku kan tadi hanya iseng habisnya lihatlah hidungmu yang kurang mancung itu, siapa tahu setelah aku tarik hidungmu akan menjadi lebih panjang.”

“ Kau pikir aku Pinnochio? Hih… nanti di rumah akan aku adukan pada eonni, biar oppa dimarahi.”

MWO? ANDWAE! Kau kan tahu, Yoonhee , eonnimu itu kalau sudah marah terlihat seram sekali.”

“ Makanya oppa jangan macam-macam padaku.”

Minho melihat keakraban Yoonhee dan Donghae dari jarak yang cukup dekat, tadinya ia berniat mengantarkan Yoonhee sampai ke mobilnya seperti yang biasa ia lakukan, tetapi ternyata yang ia dapatkan adalah pemandangan dua kakak beradik yang terlihat akrab.

Serasa ada yang mengiris bagian kecil hatinya saat melihat pemandangan itu. Bukan… tentu saja bukan rasa cemburu yang berkobar di sana. Melainkan rasa aneh karena melihat pria yang dicintai oleh kakaknya itu bisa sedemikian bahagia sedangkan Saena berada dalam keadaan menyedihkan.

Minho yakin penyebab kakaknya jatuh sakit adalah salah satunya pria ini, bukan hanya stress menghadapi ujian akhir melainkan kakaknya itu terlalu bingung bagaimana cara mengendalikan hatinya yang terpatri dengan nama pria itu, pria yang sudah memiliki istri, sehingga membuat Minho merasa aneh setiap berhadapan dengan seseorang yang kelak akan menjadi calon kakak iparnya, jika suatu saat nanti ia menikah dengan Yoonhee.

“ Ah, Minho, kenapa kau malah berdiri di sana? Kau sudah mengenal Donghae oppa kan?”

Pria itu berjalan mendekati Yoonhee dan berdiri di samping gadis itu. Mengisyaratkan tatapan tidak suka yang terlihat jelas dari matanya ke mata Donghae. Membuat pria itu segera melepaskan rangkulannya dari Yoonhee. Ia merasa gugup saat melihat Minho, ia tahu Minho adalah adik dari Saena.

Annyeong, hyung.”

“ Ah, annyeong Minho-ah. Di mana noonamu?”

“ Dia tidak masuk, dia sedang sakit di rumah.”

“ Hmmm begitu… sampaikan saja salamku untuknya, ne.”

Yoonhee merasa heran dengan sikap Donghae, pria itu tiba-tiba terlihat aneh setelah bertemu Minho dan lagi kenapa pria itu sepertinya sudah lama mengenal Saena padahal pria itu hanya bertemu satu kali dengan Saena. Pasti ada sesuatu di antara mereka, tapi apa? Pikiran Yoonhee buntu untuk memikirkan semua itu, ia berusaha berpikir positif.

Ne, hyung.”

“ Minho-ah, aku duluan ya… Annyeong.”

Ne.”

Donghae bisa merasakan adanya sinar kebencian yang dilemparkan Minho padanya dan kabar mengenai Saena yang sedang sakit seakan memberikan rasa perih di lubuk hatinya. Rasa bersalah kembali muncul di sana, Donghae tidak tahu apakah Minho mengetahui sesuatu tentang kejadian malam itu, tapi yang jelas Minho tidak mengatakan apa-apa padanya. Kemungkinan besar pria itu tidak tahu atau tidak ingin menyakiti Yoonhee kalau saja Yoonhee tahu tentang kejadian itu.

“ Donghae oppa?”

Nde?”

“ Sebenarnya seberapa lama kau sudah mengenal Saena, oppa?”

***

          Bagaimana bisa Minho tidak menaruh curiga pada perubahan Saena yang terlalu drastis? Memang alasan gadis itu jelas, karena ujian yang tinggal di depan mata, siapa yang tidak akan merasa tertekan? Ujian itu akan menentukan hasil belajarmu selama tiga tahun di sekolah, apakah berhasil atau malah sia-sia?

Minho sangat mengerti karena nanti ia akan merasakan hal itu juga saat menjadi siswa tingkat tiga setahun lebih beberapa bulan lagi. Namun yang pasti ia tidak semudah itu percaya pada Saena, ia mengena gadis itu seumur hidupnya, mereka terbiasa bermain bersama dan saling mengenal pribadi masing-masing.

Pasti ada hal lain yang disembunyikan Saena darinya dan itu pasti berhubungan dengan Donghae, pria yang entah kenapa membuat Saena mati-matian mencintainya. Hanya Saena dan Tuhan yang tahu kenapa gadis itu begitu mencintai Donghae, padahal pria itu jelas-jelas sudah menolaknya beberapa kali.

Minho menggertakkan giginya menahan hawa dingin yang menembus mantel yang dikenakannya di luar seragam sekolahnya. Ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju halaman rumahnya dengan tubuh bergetar. Deru nafasnya terdengar berat seiring dengan uap putih yang keluar dari mulutnya setiap pria itu menghembuskan nafasnya.

Annyeong, Tuan muda…”

Minho tersenyum dan masuk ke dalam setelah sang pelayan membuka pintu untuknya. Sensasi kehangatan dari penghangat ruangan yang dipasang di hampir seluruh penjuru rumahnya segera menyambut kedatangannya. Minho berjalan pelan menuju rak sepatu yang terdapat di dekat tangga lantai dua dan meninggalkan sepatu boot berlapis saljunya di sana.

“ Apa noona baik-baik saja? Apa eomma membawanya ke dokter?”

“ Tidak, Tuan Muda, Nona Saena sedang beristirahat di kamarnya. Ia tidak keluar kamar sejak pagi tadi dan Nyonya besar sempat menemaninya beberapa saat sebelum beliau masuk ke kamarnya dan belum keluar sampai saat ini.”

“ Ah begitu, ghamsahamnida… aku akan menemui noona sekarang.”

Minho berjalan sambil melepas mantel yang dikenakannya. Mengenakan benda itu di dalam rumah yang dilengkapi penghangat ruangan terlihat konyol lagipula sekarang benda itu mulai membuat tubuhnya yang hampir membeku menjadi basah berkeringat.

Pria itu segera masuk ke kamarnya dan meletakkan tas dan mantel yang digunakannya di atas kursi belajar. Kemudian sambil bersenandung kecil, pria itu mengambil beberapa helai pakaiannya dari dalam lemari dan segera masuk ke kamar mandi untuk mengganti baju seragamnya.

“ Saena noona, kau tidak tahu betapa khawatirnya aku padamu.”

Minho melihat bayangan dirinya di cermin washtafel yang terdapat di kamar mandi di dalam kamarnya. Pikirannya kembali tertuju pada senyuman lepas Donghae yang dilihatnya kurang dari satu jam yang lalu. Mengapa dengan mudahnya pria itu tersenyum?

Jawabannya sudah jelas pria itu tidak mencintai Saena… tidak pernah… bukan perkara sulit untuknya agar dapat tertawa selepas itu, tersenyum tanpa beban, menjalani hidupnya dengan ringan. Berbanding terbalik dengan Saena yang berusaha menjalani hidup dengan rasa sakit yang menghantui. Minho tidak bodoh untuk tidak tahu kalau kakaknya itu masih mencintai Donghae dan sejauh ini gadis itu sudah menepati janjinya untuk tidak lagi menemui Donghae.

Tok Tok Tok

Minho menunggu beberapa saat di depan pintu kamar Saena sampai gadis itu menjawab bahwa ia boleh masuk.

Noona, bagaimana keadaanmu? Apa kau sudah baikkan?”

Saena menggangguk dan tersenyum lemah, obat tidak membuatnya merasa lebih baik, secara fisik memang ya tapi tidak dengan mental dan hatinya yang masih terpaut dengan hasil yang diterimanya dari benda kecil bernama test pack itu.

“ Ya kuakui sakit membawa sedikit keuntungan bagiku, walaupun ketinggalan pelajaran tapi setidaknya aku bisa beristirahat dari ceramah guru-guru mengenai tema ‘ujian sebentar lagi’, ‘kalian akan melanjutkan kuliah kemana?’, ‘usaha mencapai nilai tinggi saat ujian’, dan segudang ceramah lainnya yang membuatku mual setiap mendengar judulnya saja.”

“ Kau ini… bisa saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, noona.”

Ne, kau bisa berkata seperti itu sekarang tapi nanti kalau kau sudah menjadi siswa tingkat tiga, kau akan berpikiran sama sepertiku.”

Minho tersenyum mendengarnya, suatu kebetulan Saena dan dirinya sedang memikirkan hal yang sama.

“ Satu hal lagi… sakit membuatku…”

Saena menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan kata-katanya.

“… lebih dekat dengan eomma.”

Jinjja! Wah daebak! Kalau begitu kau tidak usah sembuh saja, noona, sampai eomma berhenti bersikap dingin padamu.”

Pletak!

Yaa! Appo!”

Minho mengusap kepalanya yang terkena jitakan Saena. Walaupun gadis itu sedang sakit tenaganya masih cukup besar untuk membuat Minho merasa kesakitan.

Ishhh! Bisa-bisa aku tidak lulus kalau tidak masuk-masuk dan akhirnya tidak ikut ujian! Mau ditaruh di mana mukaku di hadapan eomma dan appa yang menyekolahkanku selama tiga tahun tapi hasilnya nol.”

Ne, noona, aku kan hanya bercanda.”

“ Hih… aku tidak suka dibercandai olehmu. Aku sedang malas tertawa, mulutku bisa kram tahu.”

“ Ehmm, noona, aku boleh bertanya sesuatu?”

“ Silahkan saja, Mr.Choi.”

“ Apa… apa kau sakit karena kebanyakkan memikirkan Donghae hyung?”

Saena terdiam mendengar penuturan Minho. Memang penyebab rasa sakitnya masih ada hubungannya dengan Donghae namun ia tidak mau Minho tahu yang sebenarnya, Saena tidak sanggup membuat Minho kecewa. Ia takut sekali mengecewakan adik kesayangannya itu dan juga orang tuanya, bahkan melebihi rasa takutnya ketika kehilangan orang yang dicintainya.

Aniya…”

Saena merasa perih, ia ingin menumpahkan segalanya. Namun ia tahu, ini bukan waktu yang tepat.

***

          “ Baiklah, cukup sekian pelajaran saya hari ini, kalian boleh istirahat sekarang. Tapi ingat tugas ini harus dikumpulkan paling lambat lusa, sebagai tambahan nilai raport kalian dan jangan lupa belajar, ujian tinggal 4 hari lagi.”

Nde, saem.”

Begitu Han Seongsaenim menginjakkan kakinya di luar kelas. Tatapan muram siswa dan siswi selama pelajaran tersebut berlangsung segera berganti menjadi tatapan ceria, beberapa diantara mereka segera mengambil buku tulis dari dalam tas mereka dan menyalin pekerjaan rumah untuk pelajaran berikutnya setelah beristirahat. Beberapa lagi sudah berhamburan keluar kelas sehingga kelas yang tadinya ramai berisi tiga puluh anak itu tinggal tersisa sepertiganya saja termasuk Saena dan Minra yang belum keluar dari sana.

“ Saena, kau benar baik-baik saja? Sejak pagi wajahmu pucat tahu… Apa tidak sebaiknya aku mengantarmu ke ruang kesehatan?”

“ Ah, aniya… aku tidak mau ketinggalan pelajaran lagi. Ujian tinggal beberapa hari, huffttt rasanya aku ingin semua ini cepat berakhir.”

“ Aku juga, eh iya kau sudah memutuskan akan melanjutkan kemana setelah ini?”

Kenapa harus pertanyaan ini lagi?

          Saena menggerutu di dalam hati, ia bahkan tidak tahu harus menjawab apa ketika mendapat pertanyaan seperti ini. Hampir setiap guru mewarnai pelajaran mereka dengan jenis pertanyaan yang sama dan lagi-lagi Saena harus mendengarnya dari mulut sahabatnya sendiri.

Molla, aku masih memikirkan ujian di depan mata saja, soal kuliah dan segala macamnya itu akan aku pikirkan nanti. Kau sendiri?”

Eomma menyuruhku untuk tinggal bersama Halmoni di Gwangju, tapi sepertinya aku akan menolak kuliah di sana. Aku kan tidak mau berpisah denganmu.”

“ Uhhh… aku terharu.”

Saena segera menarik Minra ke dalam pelukannya. Ekspresi wajahnya sedikit berubah menjadi ceria, ia memang belum tahu akan melanjutkan kuliah di mana, dengan keadaannya yang sekarang, apa mungkin ia masih bisa kuliah? Bisa memang, tapi apa yang akan dikatakan orang nanti kalau mereka tahu dirinya bahkan belum menikah tapi sudah mengandung.

Hufffttt…”

Waeyo? Sepertinya kau sedang ada masalah?”

Minra menyadari ada yang berubah dari Saena, gadis itu memang dingin tapi ekspresi wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang terjadi padanya. Sesuatu yang besar…

“ Ah itu…”

Saena ingin mencurahkan isi hatinya pada seseorang tapi ia tidak tahu siapa, ia bahkan tidak berniat memberitahu Donghae tentang hal ini, walaupun pria itu harus tahu. Bagaimanapun keadaan pria itu sekarang, anak yang berada di rahimnya adalah hasil dari benih pria itu.

“ Ada apa?”

Minra dengan sabar menunggu jawaban Saena namun gadis itu tetap menunduk, memainkan ballpoint yang berada di tangannya.

“ Choi Saena, akhirnya aku bisa melihatmu lagi di sini…”

Minra dan Saena sama-sama menoleh, beberapa detik kemudian Minra menyenggol tangan Saena dan memberikan isyarat jahil tentang kedatangan pria itu di kelas mereka. Bukan untuk mencari Yoonhee melainkan Saena. Suatu hal yang baru diketahui Minra, gadis itu segera menghujam Saena dengan tatapan bertanya.

“ Nanti aku beritahu, sekarang aku pergi dulu.”

Saena berbisik pelan di telinga Minra dan gadis itu mengangkat jempolnya, memberikan isyarat ya pada Saena sebelum gadis itu menarik Jonghyun dari pintu kelasnya dan mereka berjalan menjauh.

Yoonhee yang sedang menulis pekerjaan rumahnya yang belum selesai karena ada beberapa bagian yang tidak dimengertinya, menoleh saat mendengar suara Jonghyun. Namun tidak dipungkiri sensasi kecewa langsung menderanya saat Jonghyun menyebut nama Saena.

“ Dulu setiap kali dia ke sini, ia selalu mencariku, sekarang tidak lagi ya.”

Yoonhee tersenyum perih.

***

          “ Kenapa kau menarikku dari kelasmu?”

“ Kau ingin bertemu denganku kan? Sebaiknya itu tidak dilakukan di kelas, aku malas dilihati begitu banyak pasang mata.”

Saena terus berjalan sementara Jonghyun mengikuti gadis itu di belakang.

“ Kau akan membawaku ke mana?”

“ Aku juga tidak tahu, aku hanya ingin ke tempat yang sepi. Ah ya, kenapa kau tidak menemui Yoonhee? Tadi ia ada di kelas…”

Saena dan Jonghyun menaiki tangga yang akan menghubungkan mereka dengan lantai teratas gedung sekolah mereka. Jonghyun  tidak tahu apa yang akan dilakukan Saena di atap sekolah, jujur saja ia pernah beberapa kali berada di tempat ini untuk menenangkan pikiran namun tidak pernah bertemu dengan Saena. Pasti ada alasan lain kenapa gadis itu tiba-tiba ingin pergi ke atap sekolah yang memberikan rasa dingin lebih sempurna, karena terpaan hujan salju langsung mengenai lantainya.

“ Aku… aku tidak ingin mengganggunya lagi, aku merasa aku masih menyimpan perasaan padanya, daripada aku tiba-tiba berniat jahat merebutnya dari Minho, lebih baik aku menjauh dari sekarang.”

“ Tapi kalian berdua masih bisa berteman, bukan begitu?”

“ Benar… Tapi aku merasa ada yang salah dari hubungan kami, aku sudah memutuskan akan menjauh darinya sebisa mungkin sampai perasaanku bisa kukendalikan setelah itu baru aku akan mendekatinya lagi… sebagai teman. ”

Kreekk!

Bunyi berdecit timbul saat Saena menarik besi yang mengunci pintu menuju atap sekolah mereka dan disambut hamparan salju yang memenuhi hampir setiap sisinya.

“ Indah sekali…”

Saena bergumam sambil meneruskan langkahnya menjejakkan sepatunya di gunungan salju yang mulai mengeras.

“ Kenapa tiba-tiba kau ingin ke sini? Apa kau sering ke sini sebelumnya, tapi kenapa aku tidak pernah melihatmu?”

“ Ini memang pertama kalinya aku ke sini. Minho menyukai tempat ini dan ia pernah bercerita padaku. Kalau ada masalah dan kau ingin menyediri. Ini adalah tempat yang cocok.”

“ Kau ada masalah?”

Saena berjalan mendekati balkon dan berdiri menyandarkan tubuhnya di sana. Tatapannya terfokus pada pemandangan kota yang terhampar dari atas sana.

“ Kau pernah berpikir bagaimana rasanya jika kita melompat dari atas sini sampai di bawah sana?”

Jonghyun mengikuti arah pandang Saena dan mulai menyadari adanya gelagat tidak wajar dari gadis itu. Jangan katakan Saena akan mengakhiri hidupnya di sini.

YAA! YAA! Jangan berpikir kau akan bunuh diri.”

AWWW!”

Jonghyun berteriak saat tiba-tiba Saena menginjak kakinya. Membuat pria itu meringis dan berjalan mundur ke belakang namun karena tidak hati-hati Jonghyun tergelincir dan tubuhnya terhempas ke tumpukan salju.

“ HAHAHAHAHA!”

Yaa! Yaa! Yaa! Kenapa kau tertawa?”

Jonghyun menghapus bekas-bekas salju yang terdapat di sekujur tubuhnya. Raut wajah kesal terlihat sangat jelas memenuhi lembar ekspresinya. Pria itu mendekati Saena yang masih berusaha menahan tawanya.

“ Lihatlah dirimu, Kim Jonghyun! Kau seperti boneka salju yang tidak jadi. Hmmmpphhh…”

Saena menahan tawanya melihat rambut pria itu masih dipenuhi tumpukan salju, membuatnya tampak seperti badut salju.

“ Sebenarnya aku ingin marah tapi melihatmu tertawa… aku sudah senang, Saena-ah.”

Saena menghentikan tawanya dan menatap kedua mata Jonghyun. Ia tidak tahu mengapa, hatinya mengatakan pria itu akan menjaga Yoonhee lebih baik dari adiknya, Minho. Saena baru mengenal pria itu beberapa bulan, tetapi ia seperti sudah mengenal pria itu dalam jangka lama.

“ Aku boleh bertanya sesuatu padamu.”

Nde?”

True love? what is that? One kind of obsession, right?”

Jonghyun menghela nafasnya, membentuk kepulan kecil uap dingin yang keluar dari mulutnya.

No, you’re wrong, girl… Cinta sejati bukan sejenis obsesi, melainkan suatu perasaan cinta yang bisa merelakan kebahagiaan untuk orang yang kita cintai.”

Serasa ada satu belati yang menusuk hatinya saat mendengar perkataan Jonghyun. Kenapa pria itu bisa dengan mudahnya melepaskan wanita yang dicintainya? Kenapa Saena tidak?

Saena mengakui kejadian malam itu bukan sepenuhnya salah Donghae, pria itu memang mabuk tapi kalau ia mati-matian melepaskan diri dan bukannya malah terlena, ia dan Donghae tidak akan melakukannya dan bayi itu tidak akan ada di rahimnya saat ini. Itu semua karena alasan sederhana bernama cinta… cinta atau keegoisan semata? Saena tidak tahu.

“ Saena, ada apa?”

“ A… aku…”

Tes!

Satu tetes air lolos dari matanya, tidak sampai satu menit kemudian menyusul tetesan-tetesan lain yang membentuk sungai kecil di wajahnya.

“ Saena, waeyo? Uljima.”

Jonghyun menyapukan jari tangannya di pipi gadis itu. Saena langsung menghambur ke pelukan Jonghyun dan menangis sejadi-jadinya di sana.

“ Tenanglah, aku di sini…”

Di sudut tempat itu, di arah pintu masuk, bersandar seseorang lain yang melihat kejadian itu dengan kedua mata hitamnya yang besar. Ada tatapan tidak rela di sana, namun ia tidak mengatakan apapun untuk menyadarkan kedua orang itu kalau ia ada di sana. Pria itu pernah berada dalam posisi yang sama, yang berbeda adalah gadis yang dipeluk oleh pria lain itu adalah kakaknya bukan lagi seseorang yang dicintainya.

***

         “ Eommonim, kau mau aku temani lagi untuk menemui Donghae?”

Jessica melangkah di sebelah wanita anggun itu, ia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkah panjang dan cepat wanita itu.

“ Tidak usah, jess… aku tahu kau sibuk. Aku bisa pergi sendiri ke sana, aku hanya ingin melihat sejauh mana perkembangan kandungan Yoonmi.”

Jessica menunduk sedih, berita kehamilan Yoonmi adalah petaka untuknya. Memang tidak secara langsung Nyonya Lee mengatakan padanya kalau berita itu sedikit meluluhkan hatinya, namun gadis itu tahu, dari sikap dan perangai wanita itu yang sepertinya kelihatan cukup senang dengan berita itu walaupun wanita itu sudah membenci Yoonmi. Tetap saja anak yang dikandung Yoonmi adalah keturunan keluarga Lee.

“ Lagipula kau sedang sibuk kan? Bukankah selama 1 bulan kemarin kau menetap di Sydney untuk urusan bisnis. Kau baru saja pulang minggu ini, lebih baik kau fokuskan saja dirimu pada pekerjaan, aku bisa pergi sendiri, jangan khawatir.”

Wanita itu melangkah masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Jessica yang masih melamun di tempatnya. Tangan wanita cantik itu terkepal kuat, sehingga buku-buku jarinya memutih. Senyuman menyakitkan terukir di wajah cantiknya.

“ Tidak… jangan sampai anak itu mempengaruhi eommonim untuk dapat menerima Yoonmi sebagai menantunya.”

Gadis itu bergerak cepat menyusul Nyonya Lee yang sudah masuk ke dalam rumahnya. Pikirannya bercabang, ia tidak tahu kalau Yoonmi akan hamil, semua rencananya sekarang berantakan. Ia berpikir ketika ia membantu Hyehwa merebut Yoonhee, Yoonmi akan kehilangan satu-satunya anak yang dimilikinya. Namun sekarang ada atau tidak adanya Yoonhee dalam keluarga mereka tidak akan mempengaruhi kebahagiaan Yoonmi.

Gadis itu bahkan mendapat keberuntungan yang jauh lebih besar, seolah dewi fortuna selalu bersama dengannya. Ia sekarang mengandung anak Donghae dan kebahagiaan jelas tertera di wajahnya membuat Jessica terlalu muak untuk sekedar melihat senyumannya.

Flashback

          “ Annyeong, Lee Donghae, beberapa bulan kita tidak bertemu, apa kau merindukan aku?”

          “ Siapa, hae?”

         Yoonmi terpaku melihat gadis itu, gadis yang sudah tidak diihatnya lagi sejak beberapa bulan yang lalu. Ia bisa bernafas lega karena setidaknya dengan kepergian gadis itu, Yoonmi bisa menjaga emosinya sehingga hal itu tidak akan berpengaruh pada kandungannya.

          “ Boleh aku masuk, nyonya rumah?”

          Jessica bersandar pada pintu apartement mereka yang terbuka, tatapannya menghakimi. Bukan pada Donghae melainkan Yoonmi.

          “ Tidak, pergi kau!”

          Donghae menarik tubuh Jessica, berusaha melakukannya perlahan agar gadis itu tidak kesakitan.

          “ Aniya… aku ini tamu, apa seperti ini perlakuan kalian terhadap tamu? Omo… kasar sekali.”

          Yoonmi mengusap pelan perutnya. Ia berusaha tidak menghiraukan kehadiran Jessica, ia begitu takut jika emosi menguasai dirinya, itu akan berpengaruh pada perkembangan janinnya.

Nak, kuatkan eomma menghadapinya…

“ Biarkan dia masuk, hae… aku tidak mau ada orang yang mendengar dan melihat keributan ini.”

          Jessica melangkah masuk dan Donghae mengunci pintu apartementnya.

          “ Apa yang akan kau katakan pada kami? Aku tahu, jess, kau ada di balik ini semua, kau yang membuat eommaku di panggil ke pengadilan, kau yang memberitahu eommonim soal Yoonhee, iya kan? Tebakanku tidak salah kan?!”

          Yoonmi maju dan berhadapan langsung dengan gadis itu. Tidak disangka gadis itu tersenyum dan mengangguk.

          “ Kalau kau sudah tahu semua itu, kau sudah tahu juga siapa aku dan seberapa hebat diriku. Jadi sebelum hal yang lebih buruk terjadi padamu, ada baiknya kau menyerah, Yoonmi. Ah, akan jauh lebih baik kalau aku memintanya dengan cara lebih halus. Jadi nona Yoonmi, bisakah kau menjauh dari kehidupan Donghae? Aku mencintai Donghae dan aku akan menjaganya untukku dan untukmu.”

          “ Jess, apa yang kau katakan? Kau akan lebih berbahagia dengan pria lain daripada denganku.”

          “ Maaf, nona jung, aku tidak bisa menyerahkan Donghae karena aku tidak ingin anakku lahir tanpa ayah. Kau bisa kan merelakan dia demi anak kami?”

          Yoonmi mengelus perutnya dan Jessica mengarahkan padangannya pada bagian perut gadis itu yang belum begitu terlihat besar, namun mata jeli Jessica bisa menangkap perubahan tubuh gadis itu. Dia… gadis itu tengah mengandung.

          “ Ka… kau hamil?”

          “ Ne, usianya sudah 14 minggu.”

          Mata Jessica langsung berkaca-kaca, ia memandang Donghae yang langsung melangkah memeluk pinggang Yoonmi. Tatatapan mata keduanya bahagia, seolah tidak peduli dengan tatapan terluka Jessica.

          Jessica menutup mulutnya, berusaha memendam teriakan tangisannya, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Yoonmi dan Donghae, ia memutuskan untuk pergi.

Flashback End

“ Mempunyai satu anak tanpa ayah bisa membuatmu tetap hidup kan, Yoonmi? Sekarang bagaimana jika kau mempunyai dua anak tanpa ayah? Itu tidak akan merubah hidupmu terlalu jauh kan?”

“ Jessica, kenapa kau melamun?”

“ Ah, eommonim… tidak ada apa-apa, kau mau aku antarkan ke kantor Donghae? Kebetulan kantorku melewati jalan yang sama menuju kantornya.”

***

          “ Noona, tadi aku melihatmu bersama Jonghyun. Sejak kapan kalian menjadi begitu dekat? Kenapa juga kau tidak menceritakannya padaku?”

Saena meletakkan tas ranselnya di atas sofa dan meluruskan kakinya yang sedikit pegal, karena hari itu mereka ada pelajaran olahraga. Sebenarnya Saena ingin izin untuk tidak mengikuti pelajaran itu, bagaimanapun juga ia sedang mengandung. Pelajaran olahraga yang terlalu banyak menuntut untuk menggerakan tubuh, akan cukup berbahaya bagi calon bayinya. Namun mengingat guru sedang gencar-gencarnya mengadakan pengambilan nilai sebelum ujian, bukan ide bagus untuk izin pada pelajaran itu.

“ Ahh…”

Saena mengusap perut bagian bawah, di mana bayinya berada. Saena merasa sedikit perih pada bagian itu, mungkin ini efek dari olahraga beratnya tadi.

Noona, kau kenapa?”

“ Ahhh, aku tidak apa-apa, hanya saja tadi aku mengikuti pelajaran olahraga yang sedikit berat karena hari ini tes, semua jenis olahraga yang diujikan tidak ada yang ringan. Kau dan aku kan bagai langit dan bumi dalam pelajaran itu. Kau sangat jago dalam bidang olahraga sedangkan aku? Nol besar.”

“ Makanya banyak-banyaklah berlatih, noona. Ehm, kau belum menjawab pertanyaanku tadi.”

“ Jonghyun? Aku dan dia hanya berteman, Minho-ah.”

“ Lalu kenapa kau menangis di pelukannya?”

“ Kau melihatnya?”

Saena mengubah posisi duduknya menjadi tegak, tangannya terus memegang perutnya yang sudah terasa lebih baik namun tetap memberikan efek perih.

Ne, aku tidak sengaja berada di sana.”

“ Itu… aku hanya… haya terbawa emosi saat mengobrol dengannya.”

“ Ada yang kau sembunyikan, noona.”

“ Tidak ada…”

Saena mengelak saat Minho menatapnya tajam.

“ Kenapa belakangan ini kau selalu menyembunyikan sesuatu dariku? Bahkan Jonghyun yang baru saja kau kenal bisa menghiburmu! Lalu kenapa aku yang adikmu sendiri tidak, noona? Katakan padaku apa penyebab perubahan perilakumu belakangan ini? Pasti ada hubungannya dengan Donghae hyung, kan? Jujur saja, noona.”

Saena menunduk dan berusaha menyembunyikan tangisannya. Mungkin sudah saatnya ia jujur pada Minho, ia terlalu lelah untuk menyimpan semua ini sendirian, tanpa Donghae, tanpa siapapun untuk siap menjadi ‘A shoulder to cry on’ baginya.

Noona, apa aku terlalu kasar? Mianhae, noonamianhae…”

Ne, Minho kau benar. Tapi ini bukan salah pria itu, ini salahku, masalah ini karena aku yang tidak bisa mengendalikan diri.”

“ Maksudmu apa, noona?”

“ A… aku hamil, Minho-ah.”

MWO? BAGAIMANA BISA, NOONA? Si… siapa ayahnya?”

“ Argghhh… arghhh…”

Saena menggigit bibir bawahnya, mendapat kejutan rasa sakit tiba-tiba pada bagian perutnya. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena rasa sakit itu menghilang. Saena bisa bernafas lega karenanya. Namun tidak dengan Minho yang masih shock dengan berita yang dibawa Saena.

Noona… kau kenapa?”

“ Sedikit sakit, tapi tidak apa-apa, aku bisa menahannya. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Ini semua tidak sengaja, sebenarnya aku bisa mencegah pria itu melakukannya padaku, tapi aku menerima perlakukannya karena… aku mencintainya.”

“ Jangan katakan Donghae hyung orangnya.”

Ne, dia orangnya… jadi pada malam itu, malam di mana kau, eomma, dan appa tidak ada di rumah. Aku pergi menemui temanku di café, lalu saat aku akan pulang, aku bertemu dengan Donghae oppa dalam keadaan mabuk. Pelayan café meminta tolong padaku membawanya pulang karena ia tidak mungkin menyetir dalam keadaan setengah sadar seperti itu. Lalu dengan bodohnya aku menerima permintaan tolong itu padahal aku tidak tahu di mana rumahnya. Aku membawanya ke hotel dan … dan… semua itu terjadi begitu saja.”

Noona… aku tidak salah, dalam hal ini kau dan dia sama-sama tidak sadar.”

“ Aku sadar, Minho! Aku sadar! Tapi aku membiarkan Donghae oppa melakukannya.”

“ Kau sudah memeriksakan diri ke dokter apa kau benar-benar hamil?”

Saena menggeleng dan mengelus perutnya pelan. Tempat di mana bayinya berada. Tatapannya kosong mengarah ke lantai.

Kajja! Bersiap-siaplah, noona, mumpung eomma dan appa belum pulang, aku akan menemanimu ke dokter sekarang. Kita akan memastikannya, noona.

Ne, aku akan ganti baju sekarang.”

***

          “ Minho, aku ingin pulang… Aku… aku terlalu takut untuk menghadapi semua ini.”

Saena memandang sekelilingnya yang dipenuhi dengan berpasang-pasang wanita dan pria yang terlihat bahagia. Berbeda sekali dengan ekspresinya yang tersenyum sedih. Mungkin bahagia ketika yang menemaninya ke dokter seperti ini adalah Donghae. Namun ia tahu bahwa hal itu hanya akan ada dalam angan-angan tak tercapai.

Mwo? Tidak bisa, noona… Kita harus tahu semuanya, kau tidak bisa hidup dalam keraguan selamanya.”

“ Ta…”

“ Sssst… noona, aku akan menemanimu ke dalam.”

“ Aku tidak mau Minho, aku…”

“ Nyonya Choi Saena…”

Suara perawat yang memanggil namanya membuat Minho segera menarik Saena masuk ke dalam ruang pemeriksaan, mengabaikan keinginan Saena untuk segera pulang.

“ Selamat sore, tuan dan nyonya Choi.”

Saena dan Minho segera mengambil tempat, meletakkan tubuh mereka di atas kursi yang berada di depan dokter yang kelihatan masih berada di usia muda itu.

“ Selamat sore, uisa-nim…”

“ Jadi ada keluhan selama masa kehamilanmu, nyonya? Menurut catatan, anda baru pertama kali memeriksakan diri ke rumah sakit.”

Ne, hanya sedikit pusing berlebihan saja, uisa-nim. Sa… saya hanya ingin tahu apakah saya benar-benar hamil atau tidak.”

Saena berusaha tersenyum padahal hatinya miris. Tatapan dokter itu mengintimidasinya, ia benar-benar takut sekarang. Ia berharap test pack yang dibelinya kemarin menunjukkan hasil yang salah. Minho yang melihatnya berada dalam keadaan gelisah, segera mearih tangan gadis itu dan menggengamnya erat.

“ Baiklah, nyonya Choi, silahkan berbaring di sana. Tuan, silahkan anda menunggu di sini sebentar.”

Salah seorang perawat membantu Saena untuk berbaring kemudian mengoleskan sejenis krim pada permukaan perut gadis itu yang terlihat normal. Saena memandang langit-langit ruangan itu dengan perasaan tidak menentu. Haruskah ia berharap kalau dokter tidak menemukan apa-apa dalam rahimnya?

“ Tuan, silahkan ke sini…”

Saena melihat adanya raut wajah kebahagiaan dari dokter yang sedang menanganinya saat ini. Saena begitu takut mendengar penuturan yang akan diberikan dokter padanya.

“ Ini calon bayi kalian…”

Saena menatap tidak percaya ke arah layar yang menunjukkan bagian dalam tubuhnya itu. Ia memperhatikan lekat-lekat sesuatu yang melekat pada dinding rahimnya. Belum terbentuk, tetapi suatu saat tubuhnya akan berbentuk sempurna.

“ Kondisinya sehat, tetapi… Nyonya Choi, apakah anda beraktivits berat belakangan ini?”

“ Memangnya ada apa, uisa-nim?”

“ Kandungan anda melemah, nyonya… Tolong usahakan jangan melakukan kegiatan berat selama masa kehamilan, itu akan membahayakan kandungan anda, nyonya. Usianya baru menginjak empat minggu, masih sangat rentan untuknya.”

Ne, uisa-nim.”

Saena berusaha tersenyum, sementara Minho melihatnya dengan tatapan dingin. Pria itu tidak sanggup berkata-kata, serasa ada yang menancapkan duri dalam hatinya ketika mendengar berita tersebut. Tadinya ia berharap Saena berbohong, tetapi kemudian disadarinya kalau kakak tunggalnya itu tidak pernah berbohong. Pernah satu kali, sewaktu gadis itu diam-diam menemui Donghae. Benar dugaannya, kegelisahan kakaknya ini berasal dari Donghae.

***

          “ Annyeong haseyo, Nyonya Lee…”

Wanita anggun itu tidak memperdulikan sapaan yang ditujukan Jaehwa padanya, ia terus melangkah melewati meja gadis itu dan masuk ke dalam ruangan Donghae tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“ Astagaa, tidak biasanya Nyonya Lee seperti ini, walaupun terkesan anggun dan berwibawa, bisanya beliau sangat ramah terhadap kami semua.”

Gadis itu kembali menjatuhkan dirinya ke atas kursi dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena kedatangan istri komisaris perusahaan tempatnya bekerja. Sosok seorang wanita anggun dan terkenal dengan perangainya yang baik sejak sang suami masih menjadi Presdir di perusahaan itu.

Eomma? Ka… kapan kau datang?”

Donghae yang sedang larut dalam lamunannya mendadak bangkit dari kursinya, tubuh pria itu menegang saat sang ibu tiba-tiba muncul di ruangannya. Apa kedatangan Jessica beberapa hari lalu ke rumahnya memang adalah suatu pertanda?

“ Aku baru tiba di Seoul pagi ini. Eomma lihat kau sedang melamun tadi, apa pekerjaanmu terlalu banyak, hae?”

“ Ah aniya, nan gwenchana, eomma… silahkan duduk. Kau mau minum apa?”

Eomma tidak akan lama, Donghae.”

“ Apa perlu aku panggilkan Yoonmi ke sini, eomma?”

“ Tidak usah, eomma hanya akan berbicara denganmu. Bagaimana keadaan Yoonmi dan bayinya?”

Secercah harapan kembali timbul di hati Donghae, ibunya mulai menanyakan kabar mengenai Yoonmi dan juga tentang anak yang dikandungnya. Itu pertanda kalau ibunya secara bertahap akan mulai menerima Yoonmi sebagai menantu sahnya, bukan begitu?

“ Mereka berdua dalam keadaan baik, eomma.” Donghae tidak bisa menyembunyikan rasa senang yang membuncah dalam dadanya.

“ Syukurlah kalau begitu.”

Eomma, sebentar lagi aku dan Yoonmi akan mempunyai bayi, bisakah… bisakah kau sedikit melunak padanya? Aku tahu kau belum sepenuhnya menerima Yoonmi, eomma, tapi bisakah setidaknya kau tidak terlalu mengintimidasi keberadaannya? Yoonmi sedang mengandung, eomma, ia tidak boleh terlalu banyak pikiran.”

“ Tentu saja…”

Wanita itu mengangguk, mengiyakan permintaan anaknya, Donghae mulai menampakkan senyumnya, tetapi perkataan Nyonya Lee tidak berhenti sampai di situ saja.

“ Tapi hanya sampai bayi itu lahir, eomma tidak akan menganggu kalian. Lusa eomma akan kembali lagi ke London, eomma hanya ingin melihat keadaanmu di sini. Syukurlah kalau kalian bertiga baik-baik saja.”

“ Apa maksud eomma dengan sampai bayi itu lahir?”

“ Kau tahu Donghae, eomma adalah wanita yang memiliki perasaan dan hati nurani. Eomma tidak akan tega membuatmu menceriakan wanita yang sedang mengandung, eomma akan membuatmu bertanggung jawab, lalu setelah anak itu lahir, kau bisa meninggalkan wanita itu.”

Donghae terkejut dan kehilangan kata-katanya. Jadi ini maksud ibunya datang? Hanya untuk mengingatkan batas waktu ia bisa berada bersama dengan Yoonmi, hanya tinggal lima sampai enam bulan lagi.

Eomma, aku tidak… akan pernah meninggalkannya.”

“ Kalau begitu eomma akan memaksamu. Kalau kau memilihnya, eomma akan membuatmu menyesal dengan pilihanmu sendiri.”

Donghae mengacak rambutnya gusar, wanita anggun yang berstatus sebagai ibunya itu sudah pergi dari ruangannya beberapa menit yang lalu. Pria itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. Ia pikir masalah tentang ibunya, bisa diselesaikan dengan perlahan-lahan dengan membuat ibunya memiliki cucu.

Donghae tidak tahu apakah ayahnya mengetahui tentang hal ini atau tidak, tetapi mengingat ayahnya adalah orang sibuk walaupun pria itu tidak lagi memegang perusahaan, pria itu tetap jarang berada di rumah, sepertinya mustahil ayahnya mau mengurusi hal-hal seperti itu. Sejak kecil Donghae sudah tahu kalau ayahnya bukan tipe orang yang cukup sulit seperti perangai ibunya, ayahnya bijaksana dan patuh. Ayahnya pernah mengatakan ‘lakukan hal yang menurutmu baik dan membuatmu bahagia, asal hal itu tidak melanggar norma dan batas. Appa akan merestuimu.’

Apakah dengan menikahi seorang wanita yang sudah memiliki anak adalah hal yang melanggar norma dan etika?

Sh*t.”

Donghae kembali mengumpat saat diingatnya beberapa bulan yang lalu ia melakukan suatu hal yang melanggar norma dan etika dan ia mungkin akan mendapatkan hukuman yang sangat berat dari sang ayah selain dosa sebagai hukumannya.

***

          “ Minho-ah, aku mau itu…”

Saena menarik baju Minho dan menunjukk sebuah kedai yang berada di pinggir jalan yang cukup dipadati beberapa orang, ketika mereka berdua baru keluar dari gedung rumah sakit dan hendak menuju tempat parkir, di mana Minho memarkirkan motornya.

Kajja, kita ke sana.”

Minho dan Saena sama-sama membaurkan diri bersama beberapa orang yang berada di sana. Minho memperhatikan ekspresi wajah Saena dan mulai menyadari polanya. Gadis itu ketika sedang hamil, menjadi pribadi seorang Saena yang berbeda dari kesehariannya yang dingin. Mungkin ini semua merupakan pengaruh dari bayi yang dikandungnya.

“ Minho, kau mau? Ini kan kau yang membelikannya…”

Saena menyodorkan tteokbokki yang baru saja dihidangkan sang pemilik kedai padanya. Gadis itu tampak sangat menikmati makanannya sambil sesekali memperhatikan keadaan jalanan pada sore hari yang terlihat cukup ramai.

Minho tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ini salah satu kejadian yang pernah dibayangkannya dulu, saat ia menikah nanti. Saat istrinya sedang hamil, ia akan menjadi sangat manja dan dengan begitu Minho bisa turun tangan untuk terus memberikan perhatiannya hanya kepada istri dan anaknya. Ia tidak akan menyangka ia melakukan hal ini pada kakaknya terlebih dahulu, anggap saja latihan sebelum ia memiliki anak sendiri.

Noona, bagaimana perasaanmu?”

“ Aku sudah siap Minho jika jawaban dokter sama seperti yang tertera di test pack itu. Aku memang belum tahu apa yang akan aku lakukan. Aku ingin fokus ke ujianku lebih dulu, hal-hal lain akan aku urus belakangan. Minho-ah…”

Nde?”

“ Tolong rahasiakan hal ini dari appa dan eomma, ne?”

Geurae, tapi kau tidak berniat menyembunyikan hal ini selamanya, kan? Maksudku kau akan memberitahu appa dan eomma tentang hal ini, kan?”

Ne, aku akan memberitahu mereka.”

Saena mengaduk tteokbokki yang dipegangnya tanpa selera. Mendadak ia kehiangan selera makannya ketika membayangkan wajah kedua orang tuanya yang akan sangat kecewa padanya.

“ Lalu bagaimana dengan Donghae hyung? Aku memang pernah berbicara padamu untuk tidak mengganggunya lagi, tapi kasus ini berbeda, kau harus berbicara dengannya, hal ini bukan main-main, noona… Bagaimana pun keadaannya anak itu adalah anaknya.”

Saena menolak untuk menjawab, ia juga tidak tahu jawaban seperti apa yang akan diberikannya pada Minho.

***

One Week Later…

Ujian akhir yang membuat semua siswa tingkat tiga uring-uringan beberap bulan ke belakang, telah berakhir beberapa menit yang lalu bertepatan dengan berbunyinya bel tanda waktu ujian telah habis. Beberapa siswa yang memang sudah selesai mengerjakan ujiannya segera melangkah mengumpulkan lembar jawaban dan soal yang diberikan pada pengawas yang berdiri di dekat pintu keluar, lalu segera melangkah keluar.

“ Waktu habis, ayo segera kumpulkan. Selesai tidak selesai, kumpulkan saja apa adanya.”

Saena memeriksa kembali lembar jawabannya, memastikan ia tidak salah menuliskan nama dan nomor ujiannya karena itu akan merugikan dirinya sendiri. Setelah yakin dengan jawabannya, gadis itu segera melangkah menuju pintu, menyusul Minra yang sudah lebih dulu keluar dari sana.

Sementara beberapa siswa siswi lainnya yang belum sepenuhnya bisa menyelesaikan mata ujian matematika, ujian terakhir yang diadakan di hari itu, sekaligus penutup rentetan ujian akhir yang menghantui mereka selama satu minggu, berusaha menuliskan jawaban mereka seadanya, yang penting kertas mereka tidak terlalu kosong saat dikumpulkan.

Di sudut ruangan, tampak Yoonhee dengan tenangnya merapikan alat-alat tulisnya, ia memang sudah menyelesaikan ujainnya 10 menit sebelum bel akhir berbunyi namun ia sengaja tidak segera mengumpulkan lembar jawabannya karena tidak mau cepat-cepat keluar dari kelas. Ia ingin menunggu beberapa saat sampai cukup banyak orang yang sudah mengumpulkan lembar jawabannya.

“ Ahhh, saem, sebentar lagi.”

Yoonhee tersenyum geli melihat seorang pria yang duduk tidak jauh darinya merengek kepada sang pengawas yang menarik paksa lembar jawabannya.

“ Tidak bisa, waktu sudah habis.”

“ Lima menit saja, saem…”

Guru itu menggeleng dan membuat sang murid tertunduk lesu menyadari kalau usahanya untuk menghadapi ujian hari itu belum maksimal padahal nilai yang tertera di lembar jawabannya akan menentukan kelulusannya nanti.

Yaa! Kajja, kita keluar…”

Heejin menyiku Yoonhee yang masih asyik memperhatikan beberapa murid lainnya yang berperilaku sama seperti pria tadi. Ia dan Heejin segera melangkah mengumpulakan lembar jawaban dan lembar soal mereka sebelum sang pengawas sampai ke meja di mana mereka duduk.

Huffttt! Finally! It’s over! Wooooo… akhirnya aku bisa menyentuh DVD dramaku lagi setelah satu bulan aku museumkan.”

Ne, walaupun aku tidak tahu bagaimana hasilnya, aku yakin pasti aku sudah melakukan yang terbaik.”

Yoonhee dan Heejin saling berpelukan. Melepas rasa gelisah yang menghantui mereka, akhirnya perjuangan mereka selama di kelas tiga berakhir dengan berakhirnya ujian hari ini.

“ Kau sahabat terbaikku, Yoonhee! Walaupun aku harus kuliah ke Jepang, aku tidak akan melupakanmu.”

Yaa! Yaa! Jangan bicarakan hal yang membuatku sedih, kita kan baru selesai ujian. Lagipula memangnya kau akan selamanya berada di sana? Kau pasti akan pulang saat libur, bukan begitu?”

Ne, tapi tetap saja… eh itu Minho, waahhh dia baik sekali padahal anak kelas X dan XI kan sedang libur, pasti ia ingin memberikan selamat padamu. Sana temui dia!”

Heejin mendorong Yoonhee ke arah di mana Minho sedang melangkah, kemudian meninggalkan Yoonhee dengan senyuman di wajahnya, menghampiri anak-anak lain dan berteriak dengan euforia yang cukup berlebihan mengingat mereka baru saja menyelesaikan ujian dan bahkan belum tahu bagaimana hasil ujian mereka nanti.

“ Akhirnya ujianmu selesai… bagaimana tadi?”

“ Huh… cukup memuaskan tapi belum memuaskan.”

“ Sudahlah, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan ujian lagi! Kau sudah selesai ujian, Yoonhee-ah, sekarang ayo kita makan ice cream untuk merayakannya.”

Ice cream? Shi… re… o… aku tidak mau makan ice cream, aku mau kau mentraktirku makan bibimbap. Aku tidak bisa makan dengan benar selama seminggu terakhir. Aku sekarang ingin makan sesuatu yang kusukai.”

Ne, arraseo, tuan putri.”

***

          “ Saena noona, kau mau bergabung bersama kami?”

Minho melambaikan tangannya kepada Saena yang kebetulan lewat di depan mereka. Gadis itu kemudian berjalan menghampiri Minho dan Yoonhee yang berada di sana. Yoonhee hanya menunjukkan senyuman tipisnya, ia masih canggung ketika berada di dekat Saena, entah kenapa, padahal bendera perdaimaian sudah berkibar di antara mereka.

“ Minho, aku pulang duluan saja, aku mau pergi ke suatu tempat hari ini. Nanti baru aku akan pulang sendiri. Yoonhee aku duluan ya.”

“ Ah begitu, baiklah, hati-hati di jalan, noona.”

Keadaan sekolah masih ramai, padahal banyak juga siswa-siswi kelas tiga yang sudah menginjakkan kakinya di luar sekolah. Karena mata ujian sudah selesai, mereka diperbolehkan pulang namun masih banyak yang meluapkan kebahagiaan mereka dengan tertawa dan bercengkrama satu sama lainnya.

Jika anak kelas tiga sudah menyelesaikan tahap akhir sekolah mereka, tingga menunggu pengumuman ujian dan beberapa kegiatan sekolah lainnya seperti acara tahunan persiapan foto Year book, pentas seni, serta yang paling ditunggu seluruh siswa dan siswi adalah prom nite. Malam terakhir mereka menginjakkan kaki bersama seluruh teman yang sudah bersama dengan mereka selama tiga tahun, untuk berpesta sebelum benar-benar terakhir bertemu saat mereka mengambil ijazah. Setelah itu mereka semua akan terpisah ke jutaan universitas yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Saena melewati beberapa temannya yang masih berada dalam lautan kegembiraan itu. Ia akui, dengan berakhirnya ujian hari itu, ia bisa bernafas lega jadi ia tidak harus mati-matian belajar sampai otaknya terasa panas. Hari itu juga ia akan pergi ke kantor Donghae untuk memberitahu pria itu.

Saena sudah memikirkannya dan tekadnya sudah bulat, ia memang belum memutuskan apakah ia akan membiarkan anak yang dikandungnya tetap hidup atau menggugurkannya, tetapi ia ingin Donghae dan dirinya yang memutuskan semua itu, bukan hanya dirinya sendiri. Sejujurnya ia lebih memilih untuk membiarkan anak itu tetap hidup sampai waktunya lahir. Kemudian ia berharap bisa merawatnya, walaupun ia menjadi ibu di usia yang masih terbilang muda. 18 tahun…

***

          “ Kau lagi?”

Jaehwa tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat kemunculan Saena untuk yang kesekian kalinya di kantor Donghae. Saena dengan tenang melipat kedua tangannya di depan dada.

Ne, aku lagi, nona sekretaris, apa Tuan Lee ada di tempat? Aku memang tidak membuat janji, katakan saja aku ingin bertemu dengannya.”

“ Baiklah, tunggu di sana.”

Saena tidak melangkahkan kakinya menuju sofa yang ditunjuk Jaehwa. Ia meyandarkan tubuhnya pada meja Jaehwa. Pikirannya melayang menyusun kata-kata yang harus dikatakannya pada Donghae pertama kali ketika bertemu dengan pria itu. Sebenarnya ia bisa saja mengajak Donghae bertemu di luar kantor, tetapi ia tidak ingin ada seseorang pun yang mencuri dengar pembicaraannya yang sangat pribadi dan ruang kerja Donghae adalah tempat sempurna untuk membicarakan hal itu.

“ Saena, masuklah…”

“ Ah ye, Ghamsahamnida.”

Saena mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Jaehwa. Mungkin kalau Dongha menolak kehadiran bayi ini dan menyuruh gadis itu untuk membuangnya, ini adalah menjadi kali terakhir ia menginjakkan kakinya di kantor Donghae, jadi apa salahnya ia memberikan senyuman pada gadis yang baru ditemuinya beberapa kali namun sudah dibuat kesal olehnya.

“ Saena, ada apa? Kenapa kau harus sampai datang ke sini?”

“ Ada… ada hal yang harus aku bicarakan denganmu, oppa.”

“ Biaklah, kau duduk dulu di sana.”

Donghae mengikuti langkah Saena duduk di sofa yang berada di ruangan kerjanya. Saena memainkan jari-jarinya, mendadak ruangan yang dilengkapi dengan pemanas itu menjadi berkali-kali lebih dingin daripada di luar yang jelas-jelas sedang menampilkan hujan salju dalam skala kecil.

“ Saena, ada apa?”

Oppa, mianhae…”

Hanya dua kata itu yang berhasil digumamkan oleh Saena mendadak ia ingin lantai yang menjadi pijakan kakinya berlubang, sehingga ia bisa melemparkan dirinya ke dalam sana, menghindari tatapan menghujat dari Donghae yang membuatnya semakin merasa bersalah.

“ Kenapa kau meminta maaf, Saena? Kau tidak melakukan kesalahan apapun padaku.”

Senyuman hangat yang diberikan Donghae padanya, dalam waktu singkat sanggup membuat Saena percaya semuanya akan baik-baik saja. Keberanian terkumpul di hatinya.

Oppa, aku… aku… aku hamil.”

Waktu seolah berhenti di sekitar mereka, bahkan Yoonmi yang baru melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu, ikut mengentikan kegiatannya, wanita itu menatap lekat pada sesosok manusia yang berada di sana. Manusia yang baru mengatakan kata-kata bahagia namun adalah sebuah petaka untuknya. Manusia yang baru ditemuinya beberapa kali, namun masih sering menghantuinya. Manusia itu… manusia yang sekarang sedang berbicara dengan suaminya.

“ Apa… apa kau bilang?”

Rupanya Yoonmi adalah orang pertama yang menyadari berita itu. Yoonmi segera melangkah masuk dan menutup pintu ruang kerja Donghae rapat-rapat.

“ Yoonmi, sejak kapan kau berada di sana?”

Wajah Donghae memucat saat melihat aura kebencian yang jelas tercipta dari wajah Yoonmi. Tubuh gadis itu menegang, ia mendekati Saena dan berdiri tepat di hadapan gadis itu, membuat Saena ikut berdiri dan menghadapi tatapan wajah Yoonmi yang menghujamnya.

“ Kau… kau lagi, dulu kau mencari masalah dengan Yoonhee dan sekarang… Donghae, katakan, apa yang dimaksudnya dengan kata-kata kalau ia hamil? Jangan katakan padaku kalau anak yang dikandungnya adalah… anakmu.”

“ Saena, Yoonmi, duduk, kita bisa membicarakan semuanya.”

Yoonmi menurut, ia tidak ingin terpancing emosi dengan kabar yang dibawa Saena, ia segera mengambil tempat di sebelah Donghae dan mengelus perutnya lembut, berusaha menahan gejolak amarah yang serasa akan menenggelamkannya.

“ Saena, ka… kau sudah memastikannya? Maksudku apa kau sudah ke dokter? Siapa tahu ada kesalahan…”

Sret!

Hati gadis mana yang tidak akan sakit saat mendengar reaksi yang dingin dari pria yang sudah secara tidak sengaja menodainya dan sekarang melihatnya seperti ia adalah pembohong.

“ Aku sudah ke dokter…”

Saena mengambil tas selempangnya, membuka tas itu dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah buku bersampul depan Seoul Hospital. Saena membuka halaman pertama buku itu, karena ini pertama kalinya ia mendapat buku pemeriksaan rutin. Sebelum-sebelumnya, Saena jarang sekali ke dokter, daya tahan tubuhnya cukup kuat, gadis itu jarang jatuh sakit.

Donghae menerima buku yang disodorkan Saena, melihat dengan seksama sebuah foto yang direkatkan menggunakan paper clip pada halaman yang ditunjuk Saena. Foto hasil USG.

“ Baga… bagaimana bisa kau menghamilinya, hae? Kapan kau mengenalnya? Kenapa? Kenapa kau tega melakukan ini padaku?”

Air mata gadis itu segera mengalir menuruni pipinya. Yoonmi tidak ingin terlihat lemah, tetapi pengaruh emosinya yang meluap-luap saat masa kehamilan, ia tidak bisa menahan isak tangisnya yang terdengar pilu.

“ Aku akan menjelaskan semuanya… Saena adalah siswi yang mendapat tugas wawancara denganku hampir satu tahun yang lalu. Sejak itu hubungan kami cukup dekat tetapi hanya sebatas kakak adik. Lalu malam di mana aku tidak pulang ke rumah, aku bertemu dengan Eunhyuk, namun karena ia pulang lebih dulu, tidak ada yang mengantarkanku pulang ke rumah dan pada saat yang sama Saena sedang berada di sana dan ia mengantarku ke hotel karena tidak tahu di mana rumahku. Lalu karena aku berada dalam keadaan mabuk, aku… aku tidak bisa mencegah diriku untuk melakukan hal itu padanya.”

“ Donghae, kau keterlaluan!”

Donghae baru saja akan menarik Yoonmi ke dalam pelukannya, saat tiba-tiba Saena menjatuhkan dirinya, berlutut di hadapan Yoonmi.

Mianhaeyo, Yoonmi-ssi, aku yang bersalah atas semua ini, sudah lama aku memendam perasaan pada Donghae oppa, namun saat perasaan itu muncul aku mendapat kabar kalau ia sudah menikah denganmu. Aku berusaha keras melupakannya, namun pada malam itu, pesonanya terlalu sulit untuk kutolak, aku… aku bisa saja melepaskan diri waktu itu tapi aku menerima perlakuannya, semata-mata karena aku yang terlalu bodoh. Jangan… jangan salahkan Donghae oppa, ia dalam keadaan mabuk saat itu, ia tidak tahu apa-apa.”

Yoonmi terdiam, Donghae langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Kristal bening sudah memenuhi pelupuk matanya, namun ia menghapus Kristal itu sebelum benar-benar menetes di pipinya.

“ Aku… aku pergi.”

Saena bangkit dari posisinya, mengambil buku catatan medisnya dan juga tas selempangnya lalu segera berlari menjauh dari Yoonmi dan Donghae. Hatinya terlalu sakit untuk melihat pemandangan itu dan yang lebih menyakitkan lagi adalah saat Donghae tidak mencegahnya pergi dari sana.

“ Awww…”

Pandangan mata Saena sedikit tertutup oleh air mata, ia tidak tahu siapa yang tidak sengaja ditabraknya. Gadis itu membungkuk sebentar sebelum berlari keluar.

Mereka bertiga tidak tahu, gadis berambut gelombang itu sudah ada di sana sejak beberapa menit yang lalu. Ia mendengar jelas semuanya dari balik pintu yang sedikit dibukanya. Gadis itu tersenyum sinis.

Seems like a drama, Donghae… Tanpa harus susah-susah, sudah ada orang lain yang menyakiti Yoonmi, hhh… ada lagi benalu yang harus kusingkirkan, tapi itu bukan masalah karena gadis itu bukan tandinganku.”

Gadis itu melangkah pergi dari sana, tidak berniat mengganggu pasangan suami istri yang sedang diliputi suasana duka itu. Ia tidak sejahat itu untuk menambahkan penderitaan Yoonmi, karena dengan sendirinya Yoonmi sudah menderita.

Jessica menghentikan langkahnya saat kakinya menginjak sesuatu, kertas berukuran kecil, gadis itu membungkukkan badannya, memungut kertas itu.

“ Choi Saena…”

Jessica membaca nama yang tertera di kertas itu kemudian membaliknya dan menemukan sesuatu di sana. Senyum yang berkembang di bibirnya menghilang saat menyadari isi kertas itu tadinya ia berpikir itu bukanlah masalah besar, Donghae tidak akan memperdulikan gadis itu.

Tetapi kemudian ia berpikir ini akan menjadi masalah juga untuknya. Perasaan iri menguasai hatinya. Kenapa takdir sangat sulit berpihak padanya dan Donghae? Kenapa takdir memilih orang lain sebagai pendamping Donghae dan bukan dirinya?

“ Ini akan menjadi dilema…”

Jessica mempererat genggaman tangannya pada kertas itu sebelum benar-benar pergi dari sana.

***

          “ Saena, kenapa wajahmu?”

Saena segera menghapus jejak air mata di pipinya dan berusaha tersenyum saat pria berusia di atas lima puluh tahun itu menyapanya. Suatu kejadian langka, sang ayah sudah berada di rumah pukul empat sore, padahal biasanya di atas jam enam sore pun sang ayah belum sampai di rumah.

“ Ah appa, mianhamnida aku pulang terlambat, tadi aku dari rumah teman.”

“ Hahahahaha… gwenchana, Saena-ah, appa tahu hari ini adalah hari terakhir kau menjalani ujian. Kau pasti butuh refreshing, kan?  Kajja, duduklah dulu di sini dan kita mengobrol. Sudah berapa lama sejak terakhir kali kau berbincang dengan appa?”

Saena mendekati ayahnya dan duduk di sebelah pria itu kemudian mengingat-ingat kapan terakhir kali mereka berbincang-bincang begitu akrab. Sudah lama sekali mungkin saat ia masih duduk di bangku Junior High School.

“ Ah, mungkin saat aku hendak lulus dari bangku SMP, appa kau ingat? Saat-saat menunggu hasil ujian dan aku menangis di pelukanmu?”

Ne, appa ingat.”

“ Lalu kenapa bertanya?”

Appa hanya ingin mengujimu apa kau ingat moment penting seperti itu. Saat ini kau mendekati suasana yang sama, apa kau mau menangis di pelukan appa?”

Saena terdiam, ia memang ingin menangis tapi bukan karena takut dengan hasil ujiannya, ia memang takut tapi ia sudah berusaha dan ia yakin hasil yang diterimanya adalah hasil yang terbaik. Ia ingin menangis karena masalah yang sedang dideranya saat ini. Masalah kehamilannya dan yang paling membuatnya ingin menumpahkan air itu sekarang adalah perlakuan ayahnya yang begitu perhatian padanya. Ia sudah mengecewakan pria itu dan juga ibunya, juga Minho. Semua orang yang dicintainya, hanya karena hawa nafsu dan rasa cinta yang salah pada Donghae.

“ Hiks… APPA! Hikss…”

Saena menghambur ke dalam pelukan pria itu, menangis sejadi-jadinya di sana. Ia menikmati harum tubuh pria yang sudah dilihatnya sejak bayi itu. Walapun Saena tahu ia bukan anak kandung keluarga Choi, ia tahu dirinya diangkat ke dalam keluarga ini sejak bayi.

“ Ssstt… menangislah sepuasmu, Saena, kau adalah anak kebanggaan appa, kau sudah melakukan yang terbaik. Appa pasti bangga padamu.”

Saena semakin membenamkan wajahnya mendengar kalimat ‘appa bangga padamu’. Setelah tahu kondisinya sekarang, sang ayah pasti mencabut kalimat itu darinya, menyakitkan.

“ Tenanglah, Saena. Appa akan selalu mendukung langkahmu.”

***

          Donghae mengusap kepala Yoonmi dan mengecupnya pelan, sementara gadis itu bersadar di dadanya. Kejadian beberapa jam lalu masih membekas di pikirannya. Ia ingin menampar Saena, memaki gadis itu dengan kata-kata kasar, namun entah mengapa ia tidak melakukannya sensasi rasa sakit menggerogoti hatinya.

“ Yoonmi-ah, kau belum tidur?”

“ Aku tidak bisa tidur, hae…”

“ Kau masih memikirkan Saena? Sudahlah, itu akan kuurus nanti, sekarang kau tidur saja.”

Donghae merasa semakin bersalah saat ia tidak mencegah Saena pergi, namun dalam keadaannya yang sedang menenangkan Yoonmi, rasanya tidak mungkin ia meninggalkan Yoonmi dan berlari mengejar Saena. Akibatnya sekarang ia juga tidak bisa tidur dan memutuskan menenggak beberapa pil tidur setelah Yoonmi tidur nanti. Bagaimana bisa ia tidur kalau ia tidak tahu keadaan Saena sekarang seperti apa? Bagaimana kalau gadis itu malah bunuh diri karena putus asa?

“ Hae, aku mau kau menjauhi gadis itu, dia sudah menyakiti Yoonheeku. Sekarang ia mau merebutmu, ia sungguh gadis yang jahat.”

Ne, tidurlah…”

Donghae mengusap kepala Yoonmi dan gadis itu mulai memejamkan matanya. Rasa lelah yang menderanya hari ini dengan cepat mengantarkan gadis itu ke gerbang alam mimpi. Donghae meneruskan kegiatannya mengusap tubuh gadis itu, namun pikirannya melayang ke arah Saena.

Sepuluh menit kemudian, Donghae meletakkan tubuh Yoonmi dengan hati-hati di bagian lain tempat tidur mereka, merapikan selimut yang menutupi gadis itu dan melangkah perlahan menuju balkon kamar dengan membawa ponselnya.

Donghae berusaha menghubungi ponsel gadis itu, namun Saena tidak kunjung menjawab panggilannya, membuat Donghae harus mengulangi beberapa kali sambil menatap cemas layar ponselnya yang menunjukkan panggilannya sudah tersambung namun belum mendapatkan respon dari gadis itu.

“ Saena, oppa mohon, angkatlah…”

Tanpa rasa lelah, Donghae terus mencoba untuk menghubungi gadis itu, hingga kesekian kalinya panggilannya mendapatkan respon. Donghae bernafas lega karena hal itu setidaknya Saena sudah mau mengangkat panggilannya.

“ Saena, mianhae karena kejadian tadi, aku merasa bersalah.”

Gadis itu diam, Donghae meneruskan kata-katanya.

“ Aku tidak bisa meninggalkan Yoonmi yang sedang histeris, kau mengerti kan, Saena? Aku benar-benar minta maaf Saena, kita akan segera membicarakannya nanti, tapi beberapa waktu ini kita tidak bisa bertemu… Aku akan melihat sampai keadaan Yoonmi membaik dan emosinya mereda, setelah itu baru aku akan membicarakan perihal… kandunganmu.”

Donghae menghela nafasnya setelah mengucapkan kata-kata itu. Ia merasa cukup tertekan hanya dengan mengucapkan kata-kata yang terdengar cukup egois dan sadis bagi pihak Saena.

“ Saena, kau dengar aku?”

Donghae berusaha mempertajam pendengarannya dan menemukan kalau gadis itu belum menjawab panggilannya.

“ Saena?”

“ Mianhae, ini bukan Saena tapi aku adalah dongsaeng-nya, Minho.”

Donghae terbelalak dan hampir saja menjatuhkan ponselnya ke bawah, dari ketinggian delapan lantai, mungkin cukup membuat ponsel itu hancur seperti debu.

“ Mi… Minho-ah?”

***

To Be Continued

Please see my other Story in FFINDO : ^__^

Diary From Heaven  : Teaser   │

Cast : All Member SHINee

Rating : PG13/NC17(For ACTION SCENE not SMUT)/Straight/Mini Drama (3-7 chapter)

Genre: Genre   : Fantasy,Adventure,Mystery

Summary : Minho secara mendadak dipaksa sang ayah untuk menempati sebuah rumah di kawasan pinggir kota Seoul. Dilihat dari penampilan luarnya rumah itu sudah bertahun-tahun tidak ditempati dan tidak terurus,entah apa maksud sang ayah memaksanya untuk tinggal di sana. Sejak awal kepindahan Minho ke rumah itu,ia merasa ada hal-hal janggal yang mengelilingi atmosfer rumah itu. Oleh karena itu ia meminta beberapa temannya untuk menginap di rumah itu,sampai satu saat ada seseorang dari mereka yang menemukan sebuah buku harian. Dari situlah muncul hal-hal aneh yang terus berkelanjutan…

Poin cerita : Diary dan misteri yang berada di dalamnya…

***

You only Love : Chapter 1  │

Cast : All member SHINee

  Yoon Sagwa (OC)

  Kang Heerin(OC)

    Han Sung hyo(OC)

 Shin Min rin(OC)

Rating : PG13/Straight/Mini Drama

Genre   : Romance/Angst/Comedy/Friendship/School Life

Summary : Kedatangan Sagwa ke Seoul adalah untuk mencari kekasihnya yang pergi meninggalkannya tanpa adanya alasan yang jelas. Tanpa disangka-sangka niatannya itu malah membawanya kepada kisah cinta yang rumit. Semua itu makin bertambah buruk ketika ia mengetahui ternyata pria yang dicarinya selama ini menjalin hubungan rahasia dengan sahabatnya sendiri.

Poin cerita : Complicated love!

***

Greatness of our Life : Prolog  │  Chapter 1 

FF COMBINE Ksaena(Devi),Vanie (Stephanie),Kyoonmi(Cynthia)

Rating : PG15/Straight/Series(Long Story)

Genre : Fantasy, Horor, Romance, Mistery

Summary : Ketika dunia dikuasai makluk hidup lain… mampukah seisinya mempertahankannya?

Poin cerita : Pertarungan memperebutkan eksistensi dalam dunia yang berseteru… Manusia,Black Ghost atau White Ghost

***

Try to Forget You : Prolog (Half Ver   │ Full Ver  )

Cast : Beast – Gikwang,Hyunseung,Yoseob

4minute – Kim Sohyun

Lee Hanui (Aktris yang bermain dalam drama Pasta)

Kim Yoonmi (OC)

Rating : PG13/NC17(FOR SMUT Scene)/Series

Genre : Romance,Angst,Marriage Life

Summary : Kehidupan pernikahan Yoonmi dengan Gikwang merupakan mimpi indah yang berubah menjadi buruk ketika gadis itu menyadari siapa Gikwang sebenarnya…Ia menyesal pernah menyia-nyiakan Hyunseung kekasihnya yang menicntainya dengan tulus hanya untuk menikah dengan Gikwang yang menyediakan gelimangan harta untuknya.

Poin Cerita : 1.Penyesalan Yoonmi karena gegabah menikah dengan Gikwang.

2.Semua penderitaan, dendam dan rasa sakit yang dibawa Hyunseung karena Yoonmi.

***

SHINee-Steacier Couple

Poin Cerita : 1.Cerita antara member SHINee dan para anggota Girlband Steacier

2. Perjalanan Karir Steacier dalam dunia entertainment

3.Petualangan SHINee dan Steacier di dalam mengarungi kisah cinta mereka

Sae-Key Moment : Believe Me (Special Key’s Birthday) │

***

FF titipan

Lost of My heart (Author : Kyoonmi) :   Chapter 1 │  Chapter 2 │Chapter 3

***

Without Words : Prolog    Chapter 1  Chapter 2    Chapter 3

Rating   : PG13/NC17/ Straight

Length : Mini Drama (8-10 Chapter)

Genre   : Romance, Married Life, Friendship, Hurt,  Angst, A Little Bit Comedy

Cast       :

Super Junior- Lee Donghae

Kim Saena (OC)

Summary : Saena terpaksa menikah dengan Donghae padahal ia tidak pernah menyimpan rasa cintanya untuk pria itu, karena terancam kehilangan seluruh fasilitas hidupnya, berbeda dengan Donghae yang memang menyimpan perasaan pada Saena. Lambat laut Saena mulai merasa cintanya tumbuh untuk Donghae, namun terlambat disadarinya karena terungkapnya arti pernikahan mereka yang sebenarnya dan berhasil membuat Donghae menjauh darinya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apakah mereka akan tetap mempertahankan pernikahan mereka atau membiarkannya hancur?

Poin cerita :

1. Complicated Love

2. Persahabatan dan ketulusan

9 responses to “Whether I Hate You or Not (Chapter 13)

  1. Ini konflik terus muter dehT.T kasihan sama yoonmi. Beneran kalau nanti anak donghae sama yoonmi lahir, entar mereka pisah?? Aduh, kaga tega deh 😦 trus nasib saena gimana thor? Apa saena
    Sama donghae entar?? Trus anak yoonmi itu kapan muncul dan ketauan thor??
    Chapter selanjutnya cepet di publish chingu 😀 hwaiting^^

  2. Astaghfirullah aladzim thor masalahnya numpuk banget ke donghae-yoonmi gitu-_- apa ntar jangan2 jessica Pengen nyebarin foto usgnya saena lg biar donghae&yoonmi cerai-_- huihui kasian sama mereka btw saena gimana tuh jadinya? Apa dia nyembunyiin masalahnya sendiri aja sampe anaknya lahir?
    Btw thor aku baru comment di part ini kayaknya ya? Heheh maaf jrg comment 🙂

  3. astagfirullah , makin banyak aja konfliknya . aku malah jadi makin kasihan ama saena , udah ditolak donghae malah hamil lagi huhuhu . penasaran ama lanjutannya , next chaptnya jangan lama2 ya thor , fighting!! 😀

  4. ugh-_- kenapa gantung-_-
    thor jonghyunnya banyak yawsss~~~
    bikin jonghyunnya yang tanggung jawab biar soswit getoh ahahahaq
    mungut thor.

  5. Thor Κ̲̅ã̬̩̊L̲̅o̲̅ menurut jalan cerita Saena anaknya Yoonmi Чα”̮? Trus Κ̲̅ã̬̩̊L̲̅o̲̅ benner Hae Ʊϑªђ hamilin anak tiri Ώγά Donk!!
    Thor FF Ώγά daebak jadi lanjut Чα”̮, Ʊϑªђ hampir 3 bulan ªkυ͡ nungguin Ώγά (y)

Leave a comment