EXO Daddy Series [2/12] : Childish Daddy

Childish Daddy

Author : Fai

Cast :

  • Oh Sehun | EXO’s Sehun
  • Oh Jaehyun (as Sehun’s child)
  • Oh Seorin (YOU as Sehun’s wife)

Genre : family(???), a bit fluff , comedy(?) *LOL*

Rating : G

Length : oneshot (3368 words)

Disclaimer : this is officially mine, but the casts are not mine

Previous : Hunny Bunny Daddy (Luhan’s)

N.B. : akhirnya ff ini selesai jugaaaa TwT #elapkeringet this is it, Sehun’s version! 😀 semoga ceritanya nggak fail.. feelnya muncul trus ilang mulu waktu bikinnya u.u dan itu posternya juga simple banget-.- saya bener-bener males buat bikin poster ngahaha

Okelah, happy reading^^

“…I’m a bad daddy…”

 

Hari Sabtu yang cerah.

Ini tentu saja hari yang paling menyenangkan karena kau dapat bersantai atau melakukan segala hal yang kau mau. Tapi tidak untuk Sehun.

“Ibuku sedang sakit. Aku harus menginap di rumah orang tuaku sampai besok. Kau jaga Jaehyun.”

“TIDAAAAAAKKKKK!!!!!!”

Sehun melolong-lolong di dalam rumahnya. Hari ini dia harus tinggal berdua dengan anak laki-lakinya yang baru menginjak umur tiga tahun. Bisa kau bayangkan betapa nakalnya anak itu, kan?

“Kumohon, Oh Seorin. Jangan tinggalkan aku dengan monster itu! Aku—WADAW!!!”

Wanita bernama Seorin itu menjitak kepala Sehun dengan kencang. Jadi, selama ini ia pikir anaknya itu adalah monster?!

“Orang tua macam apa kau ini..,” gumam Seorin kesal. Ia merapikan barang-barang yang akan ia bawa dan memasukkannya ke dalam tas tentengnya.

Sementara Sehun berdebat dengan istrinya, anak bernama Oh Jaehyun itu masih tidur terlelap di kasurnya. Dia tidak tahu bahwa kedua orang tuanya itu sedang meributkan dirinya.

Please, please, please.. Bawalah Jaehyun, aku tidak bisa hidup berdua dengannya!”

Seorin mendesah kencang. Suaminya ini tidak kalah manjanya dari anak laki-lakinya yang masih berumur tiga tahun. Bahkan ia lebih manja dari anaknya sendiri.

“Seorin.. Kau tahu, kan, anak itu sangat nakal? Kau tahu kalau ia tidak bisa diam, kan? Kau juga tidak mau rumah ini hancur, kan? Kau—”

“Demi Tuhan, Oh Sehun!” Seorin memotong kalimat Sehun. Wanita itu menatap Sehun dengan kesal. “Jaehyun itu anakmu!”

Sehun memanyunkan bibirnya. Ia kehabisan kata-kata untuk berdebat dengan istrinya itu.

Please.. Kumohon..”

Sehun mengeluarkan senjata puppy eyes-nya yang sudah tidak mempan bagi Seorin.

Wanita itu tidak memperdulikan Sehun. Ia berjalan menuju kasur—di mana anaknya tertidur dan mencium dahi anaknya itu. Ia berjalan melalui Sehun dan berkata,”Aku pergi.”

“TIDAAAKKKKK!!! OH SEORIIIIINNNNN!!!!!”

Percuma. Wanita itu tetap mengabaikan jeritan manja Sehun. Laki-laki itu masih merengek dan menghentak-hentakkan kedua kakinya di lantai. Sesekali ia menggaruk tembok dan berguling ke sana ke mari di lantai.

Ngg..

Sehun mendadak diam di tempat dengan posisi terlentang di lantai. Ia tahu itu suara anaknya yang terbangun. Siaga satu!

Sehun berjaga-jaga dari anaknya itu. Kalian pasti berpikir bahwa dia adalah ayah yang gila. Dan, ya, dia memang gila.

“Ibu..?”

Anak itu menggumam kecil mencari ibunya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri—mencari sosok ibunya. Karena tidak menemukan sosok yang dicari, perlahan anak itu menangis.

“Hueeee… Ibuuuu…”

Sehun semakin pusing. Ingin rasanya dia mati sekarang juga—di tempatnya saat ini. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Ibuuuuu…”

Sehun meringkuk di tempatnya dan menutup kedua telinganya. Tangisan anak itu seolah memecahkan gendang telinganya.

“Kumohon, Oh Jaehyun! Diamlah!” pekik Sehun. Bukannya diam, tangisan anak itu semakin kencang. Ia selalu berhenti menangis jika Seorin yang menyuruhnya diam!

“Ibuuu… Jaehyun mau ibuuuu…”

“Ibumu sedang ke rumah nenek, Jaehyun.”

Anak kecil itu masih menangis.

“Ibuuuuu……”

Sehun tidak tahan. Dia berjalan menuju ranjang anaknya itu dan menyekap mulutnya menggunakan tangannya yang tidak cukup besar itu. “Kumohon, diamlah!”

Suara tangisan itu tidak terdengar lagi walaupun air mata masih mengalir deras di wajahnya. Sehun menghela nafas lega. Akhirnya..

“Ayah, Jaehyun lapar,” ujar anak itu sesenggukkan. Kalimat barusan seolah memberi beban yang cukup berat pada Sehun. Dan dengan bodohnya dia bertanya, “Makananmu apa?”

Mungkin kalau Seorin ada di situ, ia sudah melempar Sehun menggunakan pancinya atau dengan spatulanya.

“Jaehyun mau bubur, yah,” jawab anak itu polos. Sehun menatapnya dengan penuh belas kasihan.

Bukan, bukan. Sehun bukan mengasihani anaknya, tapi dialah yang meminta belas kasihan dari anaknya itu.

“Kenapa kau tidak ambil sendiri? Kau sudah besar,” perintah Sehun. Hei! Itu konyol, Oh Sehun!

“Jaehyun tidak bisa.”

Sehun menarik nafas dalam. Ia berjalan menuju dapur dan membuatkan bubur untuk Jaehyun. Kalau saja aku ayah yang jahat, aku pasti sudah membubuhkan racun di dalam bubur ini. Untungnya aku ayah yang baik.

Ya, dia memang gila. VERIFIED.

Sehun membawa semangkuk bubur itu ke dalam kamar, dan memberi mangkuk bubur itu untuk Jaehyun.

Untunglah anak laki-laki itu pintar. Dia menaruh mangkuk itu di atas meja dan ia duduk di depannya. Ia makan dengan tenang. Lebih tenang dari Sehun. Mungkin IQ-nya lebih tinggi dari Sehun.

“Syukurlah kau bisa makan sendiri,” gumam Sehun dan tertawa bangga. Ia tidak perlu repot-repot menyuapi anak itu untuk makan.

Sementara Jaehyun makan dengan tenang, Sehun—mau tidak mau harus merapikan tempat tidur. Setelah ia selesai merapikan tempat tidur, Jaehyun mengatakan sebuah kalimat yang mungkin bisa membuat Sehun frustasi.

“Ayah, Jaehyun mau mandi.”

Dan Sehun tahu kalau anak ini pasti minta dimandikan.

“Kenapa harus bilang padaku?! Kau, kan, bisa mandi sendiri.”

Anak laki-laki itu merengut. “Aku takut kalau nanti ada monster air yang menggangguku. Bagaimana kalau nanti aku terpleset di dalam kamar mandi? Ibu juga tidak pernah membiarkan Jaehyun untuk mandi sendiri, yah.”

Sehun ingin menangis saat itu juga. Oh, Tuhan.. Tolong aku..

Dengan sangat amat terpaksa, Sehun menggendong anak itu dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

Iya membuka piyama tidur Jaehyun dan menaruhnya di tumpukkan baju kotor. Sehun menyalakan keran untuk mengisi air di bak dan mulai memandikan Jaehyun.

Ia tidak cukup buruk dalam hal ini. Ia menggosok punggung anak itu dengan hati-hati dan menggosok kakinya dengan perlahan.

Untungnya, Jaehyun bisa keramas sendiri. Akan sangat mengkhawatirkan jika ia membantu Jaehyun keramas. Bagaimana kalau air samponya masuk ke dalam mata anak itu?

“Hah, badanmu itu tidak ada bentuknya sama sekali. Tidak seperti badanku yang sexy ini,” ejek Sehun. Jaehyun menatap ayahnya dengan bingung. Apa itu se—apa tadi? Sexy?

“Dulu, gadis-gadis di kampusku sangat memuja-muja tubuh sexy-ku ini. Mereka bertekuk lutut di hadapanku dan mati-matian mengajakku kencan. Tapi aku tidak tertarik pada mereka.”

Jaehyun kebingungan. “Lalu?”

Senyuman Sehun mengembang. “Aku ini laki-laki yang tampan.”

Setelah mengatakan hal itu, Sehun berpose di depan cermin. Ia meliuk-liuk di depan cermin layaknya seorang model underwear masa kini. Dan Jaehyun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.

“Kau tahu, Jaehyun? Dulu, ayahmu ini sangat mempesona banyak gadis dan—WAAAAAA!!!!!”

Jaehyun menutup kedua matanya. Sehun terpleset di dalam kamar mandi akibat terlalu banyak tingkah di depan kaca. Secara tidak sengaja, ia menginjak cairan sabun yang tumpah di lantai dan..terjadilah atraksi itu.

Dia bukan ayahku.

“Aduduh.. Pantat sexy-ku..”

+++

Tidak penting apa yang terjadi setelah insiden ‘terpleset’ tersebut. Semua berakhir dengan benjolan kecil di pinggang Sehun.

Dan pada Sabtu yang cerah ini, Sehun ingin memulai harinya dengan menonton TV. Tapi, ia lupa kalau ada Jaehyun di sampingnya.

“Ayah, Jaehyun mau nonton,” pinta Jaehyun. “Ganti.”

Sehun tak bergeming. Ia terlalu sibuk menonton drama kesukaannya tersebut.

“Ayah.”

Sehun masih tak bergeming. Jaehyun merangkak kecil untuk mencoba meraih remot TV yang terletak tidak jauh dari ayahnya. Tapi, ayahnya itu dengan cepat mengambil remot TV dan menggenggamnya dengan erat.

“Ayah.. Jaehyun—”

“Berisik.”

Jaehyun merengut. Matanya memanas. Dan sedetik kemudian, ia menangis.

“Ayah jahaaatttt!”

Anak itu berlari dan masuk ke dalam kamarnya. Sehun terkejut melihat anaknya menangis. Dan dia benar-benar panik.

“J-Jae.. Oh Jaehyun..,” panggil Sehun dan menyusul anak laki-laki itu yang masuk ke dalam kamarnya. Ia melihat anaknya itu meringkuk di samping tempat tidur sambil menangis.

“Ayah jahat, ayah tidak membiarkanku menonton!” pekik anak itu. Dia menangis lagi—bahkan lebih kencang.

“Oh.. Jae, Jae.. Kau, kan, bisa menonton besok. Kau tahu, kan, ayah sedang menonton drama kesukaan ayah,” jawab Sehun—egois? Bagaimana bisa seorang ayah tidak mau mengalah pada anaknya sendiri.

Bukannya tenang, Jaehyun justru melanjutkan tangisnya. “Tapi Jaehyun juga mau nonton..”

Jauh di dalam lubuk hati Sehun, dia sangat ingin menonton drama favoritnya itu. Tapi, mau tidak mau dia harus mengalah dengan anak laki-lakinya itu. Sehun mengacak rambutnya dengan frustasi.

“Baiklah, baiklah. Kau boleh menonton dan ayah tidak akan mengganggumu,” ujar Sehun akhirnya. Sebenarnya dia sangat tidak rela membiarkan anaknya itu menonton.

Sedetik kemudian, Jaehyun berhenti menangis. Dia menatap Sehun dengan mata yang berbinar-binar dan melompat kegirangan. “Terima kasih, ayah!”

Jaehyun memeluk kaki Sehun dengan erat. Yah, sebenarnya Sehun suka hal ini. Tapi dia sebenarnya—lupakan.

Wajah Sehun saat ini semakin tidak enak untuk dilihat.

+++

Sabtu pagi yang cukup buruk untuk Sehun. Yah, setidaknya dia masih punya beberapa jam untuk bersenang-senang.

Dia memanjakan dirinya sendiri dengan mengambil banyak makanan dan minuman di kulkas. Oh, bahkan snack milik Jaehyun juga dimakannya.

Tapi, anak kecil hanyalah anak kecil. Mereka pasti akan kesal—bahkan marah kalau apa saja yang sudah menjadi miliknya diambil oleh orang lain. Terutama dalam masalah makanan.

“Ayah, itu punya Jaehyun.”

Dan jangan salahkan Jaehyun kalau ia marah pada ayahnya sendiri.

“Lalu?”

Sehun tidak terlalu serius menanggapinya. Yang penting dia kenyang, itu point-nya. Dan Jaehyun, ia menatap Sehun dengan kesal.

“Tapi itu punya Jaehyun.. Ibu yang membelinya..” rengek Jaehyun. Ia terduduk di lantai dengan perasaan kesal yang meluap-luap.

“Dan ayah sudah memakannya,” jawab Sehun sambil membuka bungkus snack lainnya.

“Ayah harus menggantinya,” kesal Jaehyun. Sehun tidak menanggapinya. Yang penting aku senang.

“Ayah.”

Tak ada jawaban.

“Ayah.”

Masih tidak ada jawaban.

“AYAH!”

“Berisik! Dasar monster kecil!”

Jaehyun terkejut mendengarnya.

Hei, hei! Seharusnya Sehun tidak mengatakan hal itu pada anaknya sendiri! Orang tua macam apa yang membentak anaknya sendiri—bahkan menyebutnya monster?

“Ibuuuuuuu……”

Tidak salah lagi, Jaehyun menangis lagi. Sehun menepuk jidatnya sendiri. Lagi-lagi dia membuat anak itu menangis.

“Oh Jaehyun, kau daritadi menangis terus. Ayah pusing mendengar tangisanmu,” keluh Sehun. Ia bahkan menutup kedua telinganya!

“Ayah jahat, ayah jahat, ayah jahat!” maki Jaehyun. Sehun tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Padahal ia sendiri masih menyandang sifat kekanak-kanakkan, tapi sekarang ia adalah seorang ayah. Seorang ayah yang seharusnya membuat anaknya tersenyum, bahkan tertawa senang. Tapi.. Bagaimana dengan Sehun?

Sehun berjalan mendekati Jaehyun dan menggendong tubuh kecil Jaehyun. Ia mengelus pelan puncak kepala Jaehyun dan berusaha menenangkannya.

“Maafkan ayah, Jaehyun.. Ayah tidak akan mengulangnya lagi,” ujar Sehun. “Janji.”

Well, untung saja dia tidak membentak Jaehyun lagi.

“Ayah janji tidak akan mengulanginya?” ulang Jaehyun. Sehun menghirup nafas panjang. “Iya, sayang.”

Jaehyun tersenyum lembut walaupun ia masih sesenggukkan. Ia memeluk leher ayahnya itu dengan erat.

“Terima kasih, ayah.”

Sehun mencium pipi tembam anaknya itu, dan menurunkannya. Akhirnya mereka berdua duduk di meja makan dan menghabiskan seluruh makanan yang ada—sebagai ganti snack yang dimakan oleh Sehun tadi.

Setidaknya dalam hal ini Sehun tidak terlalu buruk.

+++

Hari sudah menjelang senja.

Sehun mencoba beristirahat di dalam kamarnya—atau bahkan berusaha tidur. Dan ini adalah jam bermain bagi Jaehyun.

Ya, kalian tahu sendiri anak kecil akan melakukan apa saja saat sedang bermain. Terlebih, mereka sangat suka mencoret-coret kertas yang mereka temukan. Dan mereka akan menganggap bahwa kertas itu adalah miliknya.

Bodohnya, Sehun tidak menyimpan lembar presentasinya dengan benar (dan lembar presentasi itu sangat penting bagi Sehun). Jaehyun mengambil lembar presentasi milik Sehun itu, dan mulai mencoret-coret kertas tersebut. Ia menggambar gunung, rumah, mobil, dan semacamnya.

Kaki Jaehyun tanpa sengaja menyenggol meja dengan sebuah akuarium kecil di atasnya (di dalamnya ada dua ekor ikan kesayangan Sehun). Sialnya, akuarium kecil itu terjatuh sehingga pecah berkeping-keping (airnya membasahi lembar presentasi milik Sehun yang tadi dicoret-coret oleh Jaehyun). Dan lebih sialnya lagi Sehun mendengar suara pecahan kaca itu.

“Jaehyun! Kau membuat keributan ap—YA TUHAN!!!” Sehun berteriak histeris saat melihat dua ikan kesayangannya itu tidak lagi berada di dalam air. Ia lebih histeris lagi saat melihat lembar presentasinya hancur. “OH JAEHYUN!!!!!”

Anak itu menggigit jari tangannya dengan ketakutan saat Sehun berjalan mendekatinya. Ia yakin Sehun pasti marah besar padanya. Kekacauan yang dibuatnya kali ini telah melewati batas kesabaran Sehun.

“Ya, Tuhan! Kerjaanku! Bisnisku! Lembar presentasiku hancur!” histeris Sehun sambil mengangkat kertas presentasinya (ia mengabaikan dua ikan kesayangannya itu). Sehun hampir menangis melihatnya.

“A-ayah.. J-Ja—”

“Kau!”

Jaehyun mematung. Dia terdiam di tempatnya saat jari telunjuk Sehun berada di depan wajahnya.

“Tidak bisakah kau diam saja dan tidak membuat masalah?!” jerit Sehun. Jaehyun sebisa mungkin menahan tangisnya. Ia benar-benar merasa bersalah.

“J-Jaehyun minta maaf.. Ja-Jaehyun benar-benar menyesal..,” isak Jaehyun lirih. Sehun kehilangan akal sehatnya. Dia berteriak lebih kencang.

“Tidak bisakah kau bersikap manis untuk hari ini saja?! Tidak bisakah kau membiarkanku tidur sejenak?!”

Bibir anak itu bergetar. Satu persatu air matanya mulai membasahi wajah mungilnya itu.

“Jaehyun salah.. Jaehyun minta maaf..,” tangis Jaehyun. Tak kuasa menahan tangis dan rasa bersalahnya, Jaehyun berlari masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya. Dan Sehun dapat mendengar tangisan Jaehyun dengan jelas.

“Astaga.. Apa yang kulakukan..,” desah Sehun. Ia memijat kepalanya yang terasa pusing itu dan masuk ke dalam kamarnya.

“Sekarang aku membuat anakku sendiri membenci diriku. Ayah macam apa aku ini,” bisik Sehun pada dirinya sendiri. Sehun menghela nafas panjang.

BRAK!!!

Sehun terkejut mendengar suara bantingan pintu tersebut. Ia langsung berlari keluar dari kamarnya menuju kamar Jaehyun. Tapi, anak itu tidak ada di dalamnya.

Sehun panik.

Dia mencari Jaehyun di seluruh penjuru rumahnya, tapi anak itu tidak ada di mana-mana. Anak itu tidak ada di rumahnya.

Sehun semakin panik.

Dia benar-benar panik.

Anak laki-lakinya itu tidak ada di rumah. Tidak ada di manapun!

“JAEHYUN!” teriak Sehun. Ia berpikir anaknya ini pasti kabur dari rumah karena tas batman milik Jaehyun tidak ada di kamarnya.

Bisakah kau bayangkan apa yang akan terjadi pada anak berumur tiga tahun ini?

Sehun semakin panik. Ia mengganti bajunya dan keluar dari rumahnya untuk mencari Jaehyun. Setelah mengunci pintu rumahnya, Sehun langsung berlari ke sekeliling komplek rumahnya untuk mencari anak laki-lakinya itu.

“OH JAEHYUN! Kembalilah!” Sehun berteriak frustasi. Ini pertama kalinya Jaehyun kabur dari rumah. Dan Sehun hampir gila karenanya. Seorang anak berumur tiga tahun berada di luar rumahnya—dan ia sendirian!

Pikiran Sehun semakin kacau karena langit sudah gelap. Jam menunjukkan pukul tujuh malam, dan ia tidak tahu Jaehyun ada di mana.

“Oh Jaehyun! Ayah mohon, pulanglah! Maafkan ayah!”

Sehun mengacak rambutnya frustasi. Ia..menangis? Seorang Oh Sehun benar-benar menangis?

Ia benar-benar menangis. Ia benar-benar menyesal akan apa yang telah ia perbuat beberapa waktu yang lalu. Ia benar-benar..ah..dia membutuhkan Jaehyun saat ini.

Sehun berlari tanpa arah dan sesekali ia agak tersandung karena tidak begitu memperhatikan jalan. Ia bingung.

“Jaehyun! Jaehyun, kembalilah! Ayah minta maaf!”

Sehun menyeka air matanya. Dia sudah mencari Jaehyun di taman, tapi anak itu tidak ada di situ. Jaehyun juga tidak ada di rumah teman-teman kecilnya.

Akhirnya Sehun mencari Jaehyun di tengah keramaian. Satu persatu orang yang berlalu lalang di sekitarnya diajukan pertanyaan yang sama.

“Ahgassi, apakah kau melihat seorang anak laki-laki? Umurnya baru tiga tahun dan dia tidak lebih tampan dariku. Ia memakai baju berwarna abu-abu dengan tas batman di punggungnya,” ujar Sehun panik. Keringat bercucuran di pelipisnya.

“Maaf, aku tidak melihatnya,” jawab orang itu dan berlalu—meninggalkan Sehun.

Kemudian Sehun menghampiri seorang pria yang berjalan di depannya.

“Ahjussi, apa kau melihat seorang anak laki-laki? Ia memakai baju berwarna abu-abu dengan tas batman di punggungnya. Ia mirip denganku, tapi aku lebih tampan darinya,” Sehun memegang lengan pria itu dengan tangan yang bergetar.

“Maaf, aku tidak tahu,” jawab pria itu lembut dan meninggalkan Sehun di tempatnya. Sehun semakin panik.

“Oh, Tuhan! Di mana anak itu?!” teriak Sehun. Kepalanya terasa seperti berputar-putar. Ia benar-benar putus asa. Aku memang ayah yang bodoh.

Sehun masuk ke beberapa toko mainan—berpikir anak itu pasti berada di sana karena ia tahu anak kecil sangat menyukai mainan.

Tapi hasilnya nihil. Anak itu tidak ada di sana.

Sehun semakin panik saat jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Ini waktu tidur bagi Jaehyun.

“Oh Jaehyun! Oh Jaehyun! Oh Jaehyun!”

Tidak ada yang menanggapi panggilan Sehun. Sesekali orang-orang yang ada di sekitar situ menatap Sehun dengan pikiran yang berbeda-beda.

Lelahpun menyelimuti dirinya. Sehun terkulai lemas dan terjatuh di tepi jalan. Air matanya masih mengalir dengan deras. Ternyata begini rasanya kehilangan seorang anak.

Mata Sehun memandang lurus ke depan—tepat ke sebuah toko permen. Dan ekor matanya berhasil menangkap sesosok kecil dengan tas batman di punggungnya. “JAEHYUN!”

Sehun berlari menuju toko permen itu dan berharap sosok yang dilihatnya itu bukanlah sebuah fatamorgana.

Laki-laki itu membuka pintu kaca toko permen itu dan segera menghampiri seorang anak kecil yang duduk di atas kursi dengan seorang pria di depannya.

“Jaehyun..,” panggil Sehun lirih. Anak kecil itu menoleh, begitupula dengan pria yang duduk di samping anak kecil tersebut. Anak itu melompat dari kursinya dan mendekati Sehun yang nyaris dibuat gila olehnya. Dia benar-benar Jaehyun. “Oh Jaehyun!”

Sehun berjongkok di hadapan anak itu dan segera memeluk anaknya itu dengan erat. Sehun masih belum bisa berhenti menangis.

“Maafkan ayah.. Ayah benar-benar menyesal.. Tidak seharusnya ayah membentakmu seperti itu..,” sesal Sehun. Ia dapat mendengar anaknya itu sesenggukkan di dalam pelukkannya. “Maafkan ayah..”

“Jaehyun juga minta maaf..,” isak anak itu. Pelukkan Sehun semakin erat. Ia benar-benar menyesali perbuatannya tadi.

Sehun melepaskan pelukkannya, dan mengusap air mata anaknya itu.

“Ayah, tadi Jaehyun diajak bermain oleh paman Joonmyun.”

Sehun mengernyitkan dahinya pertanda bingung. Paman Joonmyun? Siapa dia?

“Siapa dia, Jaehyun?”

Jaehyun menunjuk pria yang tadi duduk di sebelahnya. Pria itu menatap Sehun seraya tersenyum tipis.

“Namaku Kim Joonmyun. Aku pemilik toko permen ini,” sapanya. Dia mengelus puncak kepala Jaehyun dengan lembut. “Aku melihatnya menangis terus-terusan, karena tidak tega, akhirnya aku mengajaknya untuk masuk ke dalam tokoku. Dan aku sangat menyukai anak kecil.”

Sehun tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada anaknya jika ia bertemu dengan segerombolan orang jahat.

“Paman Joonmyun memberiku banyak permen! Ia orang yang baik. Jaehyun sangat menyukai paman Joonmyun.”

Ntah apa yang dirasakan Sehun saat ini. Anaknya itu lebih menyukai orang lain daripada dirinya. Ia merasa lebih nyaman dengan orang lain daripada dirinya sendiri. Ayahnya sendiri. Dan Sehun benar-benar merasa dirinya adalah ayah yang jahat.

“Ayah sangat menyesal, Jaehyun. Ayah berjanji tidak akan membuatmu menangis lagi. Sungguh.”

Jaehyun tersenyum mendengarnya. Ia memeluk ayahnya itu dengan erat.

“Jaehyun sayang sama ayah.”

Bisikkan anak itu membuat Sehun bernafas lega. Ia tersenyum mendengarnya.

“Terima kasih banyak, Joonmyun-ssi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada anakku kalau ia tidak bertemu denganmu.”

Pria bernama Joonmyun itu tersenyum dan mengangguk kecil. “Sama-sama, tuan.”

Sehun menggendong tubuh kecil Jaehyun. “Ayo, ucapkan terima kasih pada paman Joonmyun.”

“Terima kasih banyak, paman Joonmyun! Jaehyun janji akan sering datang kemari,” ujar Jaehyun dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

“Sama-sama, anak manis,” jawab Joonmyun. Sekali lagi Sehun mengatakan terima kasih pada Joonmyun sebelum meninggalkan toko permen itu.

“Ayo, kita pulang, Jaehyun.”

+++

Sesampainya di rumah, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sehun dan Jaehyun langsung mengganti bajunya. Mereka berdua ada di dalam kamar yang sama dan tidur bersebelahan.

“Jaehyun, berjanjilah pada ayah kalau kau tidak akan pernah kabur lagi. Ayah hampir gila karena tidak bisa menemukanmu. Bagaimana kalau tadi kau bertemu dengan segerombolan orang jahat? Ayah tidak bisa membayangkannya.”

Anak laki-laki itu memanyunkan bibirnya. Ia memainkan jari-jari tangannya dan tidak berani menatap Sehun.

“Iya, ayah. Jaehyun janji. Jaehyun tidak akan nakal lagi,” ujar anak itu. Sehun tersenyum dan mencium pipi anak itu. Hari ini ia sangat lelah.

“Coba ceritakan pada ayah apa saja yang tadi kau lakukan dengan paman Joonmyun,” pinta Sehun. Anak laki-laki itu mengangguk dan memulai ceritanya.

“Tadi, waktu Jaehyun menangis kencang di dekat taman, paman Joonmyun menghampiri Jaehyun dan mengajak Jaehyun untuk ikut ke toko permennya. Dia sangat baik! Dia memberikan banyak permen untuk Jaehyun. Jaehyun paling suka permen sugar plum-nya! Rasanya sangat manis dan permen itu seperti meleleh saat ada di lidahku. Paman Joonmyun juga mengajak Jaehyun untuk bermain—”

Cerita Jaehyun terhenti saat ia mendengar dengkuran kecil dari Sehun. Ia melirik ayahnya itu yang tertidur pulas di sampingnya.

Jaehyun tertawa kecil saat melihat ayahnya itu tertidur dengan posisi terlentang di sampingnya. Benar-benar ayah yang aneh. Ia bahkan lebih manja dariku.

Jaehyun menarik selimut untuk menyelimuti tubuh ayahnya dan dirinya. Ia mematikan lampu tidur dan mencium lembut pipi ayahnya itu. Jaehyun memeluk tubuh Sehun dan berbisik di telinganya sebelum menyusul ayahnya untuk tidur.

“Selamat tidur, ayah. Jaehyun sayang ayah.”

-FIN-

Jadi, bagaimana pendapat kalian tentang ff ini? ._.

Jujur aja waktu ngetik ff ini, saya susah untuk ngedapetin feelnya ._. ntah kenapa feelnya ilang muncul terus, nggak stabil ._.

Untuk versi yang selanjutnya, saya gajanji bisa post secepatnya u.u ngedapetinnya feelnya susah bok~ untuk bikin ffnya terasa nyata itu susah(?) /halah/ /bilangajakaloemangkagabisa._./

Tapi kalo komennya banyak, mungkin versi berikutnya akan cepet selesai 😀 karena komen kalian adalah semangat saya >< dan……… siapakah member exo berikutnya yang akan menjadi ‘appa’? :3

Terima kasih banyakkkkk buat yang udah bacaaaa! Silent readers juga makasih yaaa udah mau baca ff saya ini T.T /elap ingus kyungsoo/ *peluk readers pake bias masing-masing*

Komen kalian sangat saya tunggu~

271 responses to “EXO Daddy Series [2/12] : Childish Daddy

Leave a comment