EXO Daddy Series [7/12] : Angelic Daddy

Angelic Daddy

Author : Fai

Cast :

  • Kim Joonmyun | EXO’s Suho
  • Kim Nayoung (as his child)
  • Kim Sena (as his child)
  • Kim Hyemi (as his wife)

Genre : family

Rating : G

Length : oneshot (4052 words)

Disclaimer : this is officially mine, but the casts are not mine

Previous :

Poster credit : Park Kyungjin (@yudidiyu) (thank you so much jumter! :*)

N.B. : HAI SEMUAAA MAAF YA VERSIONNYA SUHO INI TELAT BANGET >< kemaren-kemaren Fai banyak kendala buat ngelanjutin + ngepost ff heheh /plisgaadayangnanyafai/

And finally, setelah sekian lama, DADDY SUHO IS HERE! Happy reading yah ^^

.

.

“…he is an angel who turned into a kind daddy…”

.

Nayoung segera berlari keluar dari rumahnya begitu mendengar suara deru mobil dari depan rumahnya. Ia yakin kalau itu adalah suara mobil ayahnya yang baru pulang.

Baru saja Nayoung akan menghampiri ayahnya itu, ia terpaku di tempatnya karena seorang anak perempuan seumuran dengannya baru saja turun dari mobil dan menghampiri ayahnya (oh, bahkan anak itu menggenggam tangan ayahnya).

“Ayah, dia siapa?” tanya Nayoung. Rambut hitam anak perempuan itu diikat dua dengan pita berwarna pink, berponi, dan kedua pipi yang tembam membuatnya terlihat sangat manis (atau bahkan lebih manis dari lollipop?).

Joonmyun—ayahnya, berjalan mendekati Nayoung seraya menggandeng anak perempuan berpipi tembam itu.

“Nayoung sayang, mulai hari ini Nayoung punya saudara. Namanya Sena,” jawab Joonmyun seraya berjongkok di depan anaknya itu. “Sena, mulai hari ini Nayoung adalah keluarganya Sena juga.”

Nayoung menatap anak perempuan bernama Sena itu dengan kedua matanya yang polos. Sedangkan Sena—ia tersenyum lebar pada Nayoung.

“Nayoung punya saudara tiri?” tanya Nayoung polos. Joonmyun terkekeh kecil kemudian mengangguk. Nayoung sedikit membelalakkan kedua matanya—takut? “Apakah Sena jahat seperti saudara tirinya Cinderella?

Joonmyun tertawa kecil mendengarnya.

“Tentu saja tidak, Nayoung sayang. Sena adalah anak yang baik dan manis,” jawab Joonmyun seraya mengelus kecil puncak kepala Nayoung.

“Mohon bantuannya, Nayoung-ssi,” ujar Sena polos seraya membungkukkan badannya di depan Nayoung. Ah, benar-benar anak yang manis dan polos.

“Sena-ssi tidak perlu sungkan-sungkan. Sekarang kita sudah menjadi keluarga!” seru Nayoung—sama polosnya dengan Sena.

Joonmyun hanya tersenyum mendengar percakapan dua anak perempuan itu. Ia berdiri di depan kedua anak itu.

“Mulai hari ini, Nayoung dan Sena akan tidur di kamar yang sama. Kalian harus akur, oke?” ujar Joonmyun. Kedua anak itu mengangguk girang. “Dan kalian akan sekolah di tempat yang sama. Jadi, Nayoung tidak akan kesepian lagi di sekolah.”

Nayoung melompat girang. Begitu juga dengan Sena. Mempunyai saudara memang sangat menyenangkan, terlebih jika kalian bisa akur dengan saudara sendiri.

“Ayo, kita masuk ke kamar. Aku punya banyak mainan!” ujar Nayoung seraya menarik tangan Sena dan berlari masuk ke dalam rumahnya—menuju kamarnya.

Joonmyun mengikuti langkah Nayoung dan Sena yang masuk ke dalam rumahnya. Joonmyun duduk di atas sofa—tepat di mana Hyemi—istrinya—sedang duduk seraya memperhatikannya.

“Ah, jadi dia anak perempuan yang kau maksud waktu itu?” tanya istrinya itu. Joonmyun mengangguk.

“Ya, dia yang namanya Sena. Dia sangat manis dan aku menyukainya,” jawab Joonmyun seraya tersenyum (karena baru saja ia melihat Nayoung dan Sena berlompat-lompatan di atas kasurnya).

“Hari ini tidak ke toko?” tanya Hyemi kemudian. Joonmyun melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dia menggeleng kemudian beranjak dari sofanya. “Tidak, lagipula Sena harus beradaptasi di rumah ini, bukan?”

Joonmyun berjalan meninggalkan Hyemi yang masih terduduk di depan TV. Ia berjalan menuju kamarnya dan merebahkan diri di atasnya.

Joonmyun sangat menyukai anak kecil, maka dari itu dia membuat sebuah toko permen yang pasti akan dipenuhi oleh anak-anak kecil. Sedangkan istrinya adalah seorang guru di taman kanak-kanak.

Ia mempunyai satu anak perempuan bernama Kim Nayoung. Umurnya baru 5 tahun 1 bulan.

Setelah beberapa bulan ini, Joonmyun sangat tertarik pada anak perempuan berumur 5 tahun (sama seperti Nayoung, hanya saja umurnya berbeda 1 bulan) yang selalu datang ke toko permennya untuk membeli beberapa bungkus permen sugar plum-nya. Ia adalah Sena—dan anak itu ternyata tinggal di sebuah panti asuhan. Akhirnya karena telah sangat menyayangi Sena, Joonmyun memutuskan untuk mengangkat Sena menjadi anaknya.

+++

Nayoung baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengenakan piyama bermotif teddy bear-nya. Ia berjalan menuju sudut kamarnya untuk mengambil sebuah album dan berniat untuk menunjukkan pada Sena yang kini tengah menyisir rambut hitamnya.

“Sena, kemarilah! Nayoung ingin menunjukkan sesuatu,” ujar Nayoung seraya duduk di tepi ranjang empuknya itu.

Sena menaruh sisir dengan gambar beruang itu di atas meja dan duduk di samping Nayoung yang kini sudah membuka album di tangannya.

“Ini foto Nayoung bersama ayah dan ibu. Di foto itu Nayoung baru berumur lima bulan,” ujar Nayoung seraya menunjuk salah satu foto.

Sena hanya tersenyum melihatnya. Nayoung membuka lembar berikutnya, kemudian terlihat foto dirinya yang saat itu sedang berulang tahun yang kesatu tahun.

“Ini foto Nayoung saat Nayoung berulang tahun yang kesatu tahun,” ujar anak itu. Ia kembali mengenang ulang tahunnya dulu. Kue tart rasa stroberi dengan krim di setiap sudut kuenya. Oh! Juga dengan hiasan selai rasa stroberi. Nayoung menjilat bibirnya sendiri begitu kue tart itu terbayang di benaknya. Yum.. Kue favoritku.

“Nayoung sangat mirip dengan ayah Joonmyun,” ungkap Sena sambil menatap lekat wajah Nayoung.

Nayoung hanya terkekeh pelan seraya membuka lembar berikutnya. Ah, ternyata fotonya yang sedang menangis di gendongan ayahnya.

“Jangan dilihat! Di foto ini Nayoung sangat jelek!” seru Nayoung seraya menutup foto itu dengan kedua tangannya yang mungil. Sena mengerucutkan bibirnya dan tertawa kecil.

“Nayoung cantik, kok!” ujar Sena. Nayoung tersenyum malu mendengarnya. Kemudian dia kembali membuka lembaran yang berikutnya.

Setelah berbincang beberapa lama—sambil melihat-lihat foto tentunya—pintu kamar mereka dibuka oleh Joonmyun. Ayahnya itu masuk seraya membawa segelas susu vanilla di tangannya (tunggu, segelas?).

“Selamat malam, malaikat-malaikat kecil ayah,” ujar Joonmyun seraya tersenyum lebar. Ia duduk di tepi ranjang dengan bed cover berwarna baby pink itu—warna kesukaannya Nayoung. Joonmyun memberikan susu vanilla di tangannya itu pada Sena. “Ini untuk Sena. Dihabiskan, ya, sayang.”

Nayoung mengernyitkan dahinya.

“Nayoung tidak dapat susu dari ayah?” tanya anak itu heran. Sena mengambil gelas plastik berisi susu itu dari tangannya dan menatap Nayoung yang sedikit kebingungan (hei, Joonmyun, Nayoung juga anakmu, kan?).

“Bukannya Nayoung tidak suka susu?” tanya Joonmyun seraya mengelus puncak kepala anak perempuannya itu. Nayoung berpikir sebentar, kemudian terlihat cengiran lebar di wajahnya mungilnya.

“Ah, iya. Nayoung lupa,” ujar anak itu seraya terkikik kecil. Sena menenggak pelan susunya itu seraya menatap Nayoung dengan polos.

“Nayoung kira ayah tidak sayang lagi pada Nayoung,” sambungnya seraya memeletkan lidahnya. Joonmyun terkekeh pelan, kemudian dia mengusap puncak kepala Nayoung dan Sena dengan penuh kasih sayang seorang ayah.

“Tentu saja tidak. Ayah sangat menyayangi kalian.”

+++

Hari Minggu yang cerah.

Pagi ini—tepatnya pada pukul 9 pagi, Nayoung dan Sena ikut ke toko permen milik ayahnya. Sedangkan ibunya—Hyemi, hari ini dia pergi ke rumah temannya (maka dari itu Nayoung dan Sena ikut dengan Joonmyun).

Jarak rumahnya dengan toko permennya tidak begitu jauh. Hanya berjarak beberapa ratus meter, makanya Joonmyun jarang membawa mobilnya—justru ia memutuskan untuk berjalan kaki (alasannya agar lebih sehat. Uh, really?).

“Nayoung dan Sena bermain di sini saja, ya,” ujar Joonmyun seraya membawa kedua anak itu ke sebuah ruangan. Ruangan yang memang di-design khusus untuk anak-anak.

Dinding yang ditempeli stiker bergambar lollipop, teddy bear, beberapa tokoh Disney, dan beberapa tokoh kartun lainnya. Ditambah beberapa mainan yang menjadi daya tariknya. Anak-anak kecil sangat suka bermain di tempat ini.

“Kalau kalian bosan, ayah ada di dekat kasir. Atau, kalian bisa meminta paman Kim untuk menemani kalian bermain.”

Kedua anak itu mengangguk.

“Semoga sukses bisnisnya hari ini, yah!” ujar Nayoung seraya mencium pipi ayahnya itu.

“Semoga hari ini ada banyak pembeli yang datang. Semangat, ayah Joonmyun!” sambung Sena seraya mengepalkan tangannya di udara.

Joonmyun terkekeh kecil lalu mencium pipi kedua anak perempuan itu secara bergantian. Ia melambaikan tangannya ke arah dua anak itu lalu kembali bekerja.

Nayoung mengajak Sena untuk duduk di kursi kecil dengan sebuah meja berbentuk bundar di depannya.

Ia menaruh ransel bergambar barbie-nya di atas meja itu dan membuka resletingnya. Di dalamnya ada dua kotak yang berisi bekal mereka dan dua botol jus apel. Nayoung mengambil seluruh isinya dan membaginya dengan Sena.

“Ini punya Nayoung,” ujar anak itu seraya mengambil kotak bekal dan botol minum miliknya. Kemudian ia mengambil kotak bekal dan botol minum yang lainnya—lalu ia memberikannya pada Sena. “Ini punya Sena.”

Sena mengambil kotak bekal dan botol minum itu dari tangan Nayoung. Ia menaruhnya di atas pahanya dan membuka kotak bekalnya.

“Wah, ternyata ayah Joonmyun membuatkan bento untuk Sena!” ujar anak itu dengan kedua mata yang berbinar-binar. Ia mengambil sumpit kayu yang ada di dalam kotak bekal itu dan mulai menyantapnya.

“Bento? Ah.. Makanan favorit Nayoung,” gumam Nayoung.

Nayoung menggigit kecil bibir bawahnya dan membuka kotak bekalnya. Nayoung mengernyitkan dahinya begitu melihat apa yang ada di dalamnya. Eh?

Hanya ada sebongkah nasi putih, sosis gurita (err, Nayoung selalu menyebut sosis-sosis itu dengan nama sosis gurita karena bentuknya seperti gurita), nugget, dan rollado sapi kesukaannya. Padahal biasanya ayah selalu memberikan Nayoung sekotak bento atau kimbab.

Nayoung melirik Sena yang kini tengah menyantap bentonya. Ia merasa sedikit iri dengan Sena—karena anak itu mendapatkan makanan favoritnya. Sedangkan dirinya? Benar-benar di luar harapan.

Anak itu ingin sekali bertukar bekal dengan saudara tirinya itu. Tapi.. dia sendiri merasa tidak enak dengan Sena. Tidak mungkin kalau ia mengatakan pada saudara tirinya itu bahwa ia sebenarnya ingin bertukar bekal dengannya.

Sena ternyata menyadari bahwa Nayoung kini tengah memperhatikannya yang sedang melahap bentonya. Kenapa Nayoung tidak memakan bekalnya?

“Nayoung tidak makan?” tanya Sena dengan mulut yang dipenuhi bento. Ia bersusah payah menelan bentonya itu.

“Ah? Eh, Nayoung tidak lapar,” jawab Nayoung bohong seraya menutup kembali kotak bekalnya. Tapi, Sena tahu bahwa Nayoung sedang berbohong karena baru saja terdengar suara lapar dari perut Nayoung. Sena tertawa kecil.

“Nayoung bohong, ya?” tanya Sena. Nayoung hanya mengerucutkan bibirnya dan melirik bento milik Sena. Sena melihat kotak bekalnya yang masih penuh. “Nayoung mau bento? Ayo, makan dengan Sena.”

Nayoung terkejut mendengarnya. Dia seakan tidak percaya dengan ungkapan saudara tirinya barusan.

“Sena mau berbagi dengan Nayoung?”

“Tentu.”

Sena sedikit mendekat dengan Nayoung—mempersempit jarak mereka. Kemudian Sena menyodorkan kotak bekalnya itu pada Nayoung. Sena anak yang baik!

“Terima kasih banyak, Sena!”

+++

Sore harinya, Joonmyun mengajak kedua anak itu pergi ke restoran milik bibi Jung. Ia sering sekali mengajak Nayoung ke restoran itu. Dan sekarang, ia membawa Sena bersamanya.

Setelah menutup toko permennya (dan mengunci—bahkan menggembok pintunya), Joonmyun mengajak kedua anaknya itu untuk berjalan menuju restoran bibi Jung.

Jarak dari toko permen miliknya tidak jauh dari restoran bibi Jung. Hanya berjarak beberapa puluh meter.

Joonmyun menggendong tubuh mungil Sena di punggungnya. Sedangkan Joonmyun hanya menggenggam erat tangan Nayoung selama perjalanan.

“Ayah, kenapa hanya Sena yang digendong?” tanya Nayoung seraya mengerucutkan bibir mungilnya. “Nayoung juga mau.”

Joonmyun mengulum senyum di bibirnya.

“Nayoung sudah besar, kan? Lagipula, tubuh Sena lebih kecil, pasti lebih ringan,” jawab Joonmyun seraya terkekeh pelan.

Nayoung keheranan mendengarnya. “Maksud ayah?”

“Nayoung sudah gendut, pasti sangat berat,” ledek Joonmyun seraya menjulurkan lidahnya pada Nayoung. Sena tertawa kecil mendengarnya. Anaknya itu menggeram dan memukul-mukul kecil kaki ayahnya itu.

“AYAH! Nayoung tidak gendut!” amuk Nayoung. Joonmyun hanya tertawa mendengarnya. “Ayah saja yang payah, masa tidak kuat menggendong Nayoung.”

“Ayah hanya bercanda, Nayoung sayang.”

Joonmyun mengacak-acak pelan rambut Nayoung. Sedangkan Nayoung melipat kedua tangannya di depan dada dan menggembungkan kedua pipinya.

“Jangan memasang wajah seperti itu, sayang. Nayoung jadi terlihat makin gendut,” ledek Joonmyun lagi.

“AYAH NAKAL!” pekik Nayoung seraya memukul-mukul kecil kaki ayahnya itu (lagi). Sedangkan Joonmyun tertawa lepas karena kelakuan anaknya itu.

“Nayoung tidak gendut, kok. Nayoung cantik,” gumam Sena—membuat Nayoung kembali terdiam. Ia tersenyum lebar.

Tapi entah kenapa, hatinya merasa sedih karena Sena kini berada di gendongan ayahnya itu.

Nayoung juga ingin digendong ayah.

+++

Joonmyun, Nayoung dan Sena keluar dari restoran bibi Jung pada jam setengah 7 malam (atau sore? Ntahlah, tsk).

Masih dengan Sena yang berada di gendongan Joonmyun dan Nayoung yang menggenggam erat tangan Joonmyun.

Sungguh, sebenarnya Nayoung sangat ingin menggantikan posisi Sena yang kini tengah tertawa di gendongan ayahnya. Nayoung saat ini.. hmm, bagaimana kita menyebutnya? Cemburu, mungkin?

Nayoung cemburu dengan saudara tirinya sendiri?

Apakah ayah masih sayang pada Nayoung?

+++

Keesokan harinya, Joonmyun bergegas menuju taman kanak-kanak—di mana kedua anaknya itu bersekolah. Ia berniat untuk menjemput kedua anak perempuannya itu. Oh, istrinya—Hyemi, dia mengajar di tempat lain, bukan di taman kanak-kanak di mana anaknya itu sekolah.

Joonmyun baru saja turun dari mobilnya dan berjalan memasuki gedung taman kanak-kanak itu. Ia dapat melihat Nayoung yang kini tengah membantu Sena mengepang rambutnya (oh, manis sekali. Tsk!).

Joonmyun berjalan mendekati mereka berdua dan menggendong tubuh mungil Sena. Nayoung yang berdiri di depannya terlihat agak.. tidak suka? Ya, kurang lebih seperti itu.

“Bagaimana hari pertamamu di sekolah?” tanya Joonmyun seraya mencubit pipi Sena. Sekarang mereka bertiga berjalan keluar gedung—menuju mobil milik Joonmyun.

“Sena sangat senang hari ini. Nayoung juga selalu ada di samping Sena. Sena sudah punya banyak teman,” jawab anak itu.

“Sena sangat pintar, yah. Dia sudah bisa membaca dengan lancar!” tambah Nayoung. Bibir Joonmyun membentuk sebuah lengkungan yang disebut dengan senyuman. Dia mengacak-acak rambut Sena dan mengelus lembut puncak kepala Nayoung.

Joonmyun membuka pintu mobilnya dan membiarkan Sena duduk di jok depan—tepatnya di sampingnya. Sedangkan Nayoung, ia duduk di jok belakang dengan perasaan agak iri.

Hari ini, sudah berkali-kali Nayoung merasakan perasaan ‘iri’ tersebut. Pagi tadi—ketika Joonmyun mengantar mereka ke sekolahnya, Sena juga duduk di samping Joonmyun. Selanjutnya, Sena diberi bekal berupa kimchi lobak putih (Nayoung sangat menyukainya), sedangkan Nayoung hanya mendapatkan beberapa potong roti dengan selai coklat di kotak bekalnya.

Ayah lebih menyayangi Sena.

+++

Sesampainya di rumah, Nayoung langsung berlari masuk ke dalam kamarnya dan melempar ransel bergambar Minnie Mouse-nya ke atas kasur. Ia langsung membanting dirinya ke atas kasur.

Tak lama kemudian, Sena masuk ke dalam kamar dan menaruh ransel bergambar Hello Kitty-nya di sebuah kursi.

“Nayoung tidak ikut ke toko permen milik ayah?” tanya Sena. Nayoung hanya melirik anak perempuan itu sepintas dan menggeleng.

“Sebentar lagi ibu pulang. Nayoung ingin bersama ibu saja.”

Sena hanya mengangguk mengerti kemudian segera mengganti seragamnya dengan baju bergambar tokoh Disney dan rok berwarna krem.

“Dadah, Nayoung. Sena pergi dulu, ya!” ujar anak itu kemudian keluar dari kamarnya.

Nayoung menatap kepergian Sena. Ia menghela nafas kecil begitu mendengar suara pagar yang ditutup oleh ayahnya. Bahkan ayah tidak mengucapkan selamat tinggal pada Nayoung.

Beberapa menit kemudian, Nayoung mendengar suara pintu rumahnya dibuka. Ia sangat yakin kalau itu ibunya yang baru pulang.

Nayoung segera keluar dari kamarnya dan masuk ke dalam kamar ibunya. Dan, benar saja. Ibunya itu baru pulang.

“Ibu!” pekik Nayoung. Hyemi menoleh dan terkejut melihat anaknya itu kini berlari ke arahnya—memeluk kedua kakinya.

“Nayoung tidak ikut ayah dan Sena ke toko?” tanya Hyemi seraya mengelus pelan rambut anaknya itu. Nayoung menggeleng—dengan keadaan masih memeluk kedua kaki Hyemi. “Kenapa?”

Nayoung melepaskan pelukannya dan menatap ibunya yang kini tengah membelai rambutnya dengan perlahan. Hyemi terkejut begitu melihat kedua mata anaknya itu basah karena menangis—mungkin?

“Nayoung kenapa? Ada yang jahat dengan Nayoung? Ada yang menyakiti Nayoung? Ceritakan pada ibu.”

Nayoung menggeleng. Hyemi berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anaknya itu. Dia menghapus air mata yang tengah membasahi wajah anaknya itu.

“Ayah tidak sayang pada Nayoung,” ungkap Nayoung. Kalimat barusan sukses membuat Hyemi terkejut. Bagaimana bisa?

“Siapa yang mengatakan hal itu, Nayoung sayang?”

“Nayoung sendiri yang bilang.”

Hyemi mengerutkan dahinya bingung. “Kenapa?”

“Ayah lebih sayang pada Sena. Ayah melupakan Nayoung.”

Hyemi menggeleng begitu mendengar jawaban anaknya itu. Dia mencubit pelan pipi Nayoung kemudian menyeka air matanya lagi.

“Tidak, Nayoung sayang. Ayah sangat menyayangi kalian berdua, kok.”

Nayoung mengerucutkan bibirnya.

“Tidak, bu! Ibu tidak merasakan apa yang Nayoung rasakan, makanya ibu berkata seperti itu.”

Nayoung menangis lebih kencang. Dia memeluk ibunya itu dengan erat dan menangis sambil mengatakan bahwa ayahnya itu tidak sayang lagi padanya.

“Nayoung jangan berkata seperti itu, ya. Ayah tentu sangat menyayangi Nayoung.”

Nayoung tidak peduli. Dia masih memeluk ibunya itu dengan erat.

+++

Keesokan harinya, Nayoung lebih memilih untuk diam. Bahkan sampai pulang sekolah ia masih lebih memilih untuk diam. Dia tidak begitu peduli dengan ayahnya (ah, anak-anak memang selalu bertingkah seperti itu kalau mereka merasa kesal).

“Nayoung sayang, Nayoung tidak mau ikut ke toko bersama ayah dan Sena?” tanya Joonmyun seraya membelai rambut anaknya itu. Nayoung kini tengah berbaring di atas kasurnya sambil memeluk gulingnya dan tidak mau menatap Joonmyun (ia membelakangi Joonmyun saat ini).

“Tidak mau,” jawab Nayoung—lebih tepatnya bergumam (karena Joonmyun nyaris tidak bisa mendengar jawaban Nayoung).

“Nayoung tidak takut sendirian di rumah?” tanya Joonmyun.

“Sebentar lagi ibu akan pulang,” jawab Nayoung sekenanya.

“Ah, Nayoung lupa kalau hari ini ibu ke rumah nenek? Ibu baru pulang besok pagi, lho.”

Nayoung terdiam. Ia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dan menatap ayahnya itu. “Benarkah?” Dan Joonmyun hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan.

“Baiklah.. Nayoung ikut dengan ayah.”

+++

Sesampainya di toko, Nayoung dan Sena langsung masuk ke dalam ruangan waktu itu dengan beberapa bungkus permen sugar plum dan sweetie peach di tangan mereka. Ah, Nayoung juga menggenggam beberapa bungkus permen soft berry di tangannya.

Joonmyun langsung berjalan menuju pintu masuk tokonya dan memasang papan bertuliskan ‘OPEN’ di pintu yang terbuat dari kaca itu.

Tak lama setelah ia membuka tokonya, beberapa anak kecil masuk ke tokonya untuk membeli beberapa bungkus permen dan beberapa tangkai lollipop. Sebagian dari mereka datang bersama ayah atau ibunya.

Joonmyun selalu menyukai hal ini. Dia selalu suka saat anak-anak kecil itu berhamburan di dalam tokonya untuk membeli beberapa bungkus permen favoritnya dan selalu berkata, “Aku sangat menyukai permen yang ada di sini.”

Atau, mereka akan berkata, “Paman sangat baik. Aku akan datang lagi ke sini bersama teman-temanku!”

Joonmyun tersenyum ketika melihat anak itu berjalan keluar dari toko permennya bersama ayahnya—yang kini telah menggendong anaknya itu. Joonmyun tidak lupa mengatakan, “Lain kali datang lagi, ya, anak manis,” kepada anak itu.

Selang beberapa jam, Joonmyun mulai merasa aneh. Ntah hanya perasaannya atau apa, ia melihat asap yang berasal dari dapur. Baru saja ia akan berjalan ke arah dapur, beberapa orang berlari dari sana dengan wajah yang panik.

Salah satu di antaranya berteriak dengan panik. Ia menjerit, “Kebakaran!”

Setelah mendengarnya, Joonmyun terbelalak kaget dan ia langsung masuk ke ruangan di mana anaknya berada. Hanya ada Sena. Joonmyun langsung membawa Sena keluar dari toko permennya—sebelum api itu semakin membesar.

Tapi, api terlalu cepat membesar. Sebagian dari toko itu sudah terlahap oleh si jago merah. Dan Nayoung masih ada di dalam sana.

“Sena, Nayoung di mana?!” tanya Joonmyun panik. Keringat bercucuran di pelipisnya.

“Tadi Nayoung bilang dia akan ke kamar mandi,” jawab Sena. Tubuhnya bergetar lumayan kencang. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Nayoung.

Tanpa pikir panjang, Joonmyun langsung berlari memasuki tokonya itu tanpa memperdulikan teriakan lelaki pendek bermata sipit yang tengah memperingatinya agar tidak bertingkah senekat itu.

“AYAH! IBU! TOLONG NAYOUNG!”

Jantung Joonmyun berdesir dengan cepat begitu mendengar teriakan barusan. Itu suara Nayoung. Dia dapat mengenali suara itu dengan jelas—walaupun ia yakin anak itu berteriak sambil menangis. Dan suara itu berasal dari kamar mandi.

Joonmyun berusaha untuk tidak panik. Dengan hati-hati, dia berjalan menuju kamar mandi—agar tidak terkena api ataupun menyenggol beberapa kayu yang sudah terkabar (yang mungkin dapat membuat api semakin membesar).

Joonmyun membuka pintu kamar mandi dan ia dapat melihat Nayoung yang tengah menangis ketakutan karena ia berdiri di tengah-tengah kobaran api yang belum terlalu besar.

Tanpa memperdulikan api di sekelilingnya, Joonmyun segera mendekati Nayoung dan menggendong tubuh mungil itu. Joonmyun membawa Nayoung keluar dari situ dan berjalan menerobos api dengan hati-hati.

“Menunduklah, Nayoung. Jangan sampai menyenggol apapun,” ujar Joonmyun berusaha tenang. Nayoung menurut. Ia masih sesenggukan walaupun pintu keluar sudah ada di depannya.

Akhirnya, mereka berdua sampai di luar dengan selamat. Joonmyun menurunkan Nayoung di luar dan kini mereka bersebelahan dengan Sena yang kini tengah menangis.

“Nayoung!” pekik Sena dan langsung memeluk Nayoung dengan erat. Keduanya saling berpelukan dan menangis ketakutan.

Sedangkan Joonmyun, ia tengah melihat beberapa mobil pemadam kebakaran itu berhenti di depan tokonya. Beberapa petugasnya mulai berusaha memadamkan api yang semakin membesar.

“Ayah..,” panggil Nayoung lirih. Joonmyun berjongkok dan mengelus rambut Nayoung dengan lembut. Belum sempat Joonmyun menjawab, Nayoung langsung memeluk leher ayahnya itu.

“Nayoung takut. Nayoung mau pulang.”

Joonmyun mengerti bagaimana perasaan anaknya itu. Ia langsung menggendong Nayoung di punggungnya dan menggenggam erat tangan Sena—mengajak mereka berdua untuk pulang.

+++

Sesampainya di rumah, Joonmyun langsung beristirahat di dalam kamarnya. Sedangkan Nayoung dan Sena kini tengah berbaring di atas kasurnya.

Mungkin karena tidak ada yang berbicara, akhirnya Sena tertidur dengan lelap seraya memeluk boneka teddy bear-nya. Walaupun sudah berusaha tidur, Nayoung tetap tidak bisa terlarut dalam tidurnya. Dia masih memikirkan ayahnya.

Akhirnya Nayoung turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar ayahnya. Ia memutar knop pintu dan membukanya. Nayoung menyembulkan kepalanya dari balik pintu dan ia dapat melihat Joonmyun yang sedang berbaring di atas kasurnya.

“Ayah.”

Joonmyun menoleh. Ia melihat Nayoung yang kini berjalan mendekatinya. Anak itu sekarang merangkak kecil di atas kasur untuk merebahkan diri di samping ayahnya.

“Ada apa, sayang?” tanya Joonmyun. Nayoung memainkan jarinya.

“Ayah tidak apa-apa, kan?” tanya Nayoung hati-hati. Dia menatap ayahnya itu dengan kedua matanya yang polos. Joonmyun mengacak-acak kecil rambut Nayoung. “Tentu saja tidak.”

“Terima kasih, yah.”

Joonmyun mengernyitkan dahinya. “Untuk apa?”

Nayoung langsung memeluk ayahnya itu dengan erat. Ah, sepertinya Nayoung menangis lagi.

“Tadi ayah telah menyelamatkan Nayoung. Ayah menerobos api itu untuk menolong Nayoung. Ayah benar-benar seperti seorang pahlawan,” jawab anak itu. Joonmyun tersenyum dan membalas pelukan anak perempuannya itu. Hal itu menunjukkan bahwa Joonmyun memang benar-benar menyayangi Nayoung.

Nayoung melepas pelukannya dan menatap kedua mata ayahnya itu. Kedua mata Nayoung terlihat agak basah karena ia baru saja menangis.

“Apakah ayah masih menyayangi Nayoung?”

Joonmyun terkejut mendengarnya. Dia agak merasa aneh dengan pertanyaan tersebut.

“Tentu saja, Nayoung.. Ayah akan selalu menyayangi Nayoung sampai kapanpun.”

“Ayah tidak bohong, kan?” tanya Nayoung. “Beberapa hari ini ayah lebih memperhatikan Sena dan melupakan Nayoung. Nayoung takut ayah tidak sayang lagi dengan Nayoung.”

Joonmyun mengacak-acak kecil rambut Nayoung.

“Maafkan ayah, Nayoung. Ayah tidak menyadarinya,” jawab Joonmyun dengan perasaan bersalahnya. “Ayah sangat menyayangi Nayoung dan Sena. Ayah selalu menyayangi Nayoung.”

Dan jawaban itu berhasil meyakinkan Nayoung dengan mudah bahwa ayahnya itu tidak pernah berhenti menyayanginya. Sampai kapanpun.

+++

Dua hari kemudian, Nayoung dan Sena sepertinya sudah lupa dengan insiden kebakaran waktu itu (kabarnya, toko itu terbakar tiga perempatnya).

Mereka baru saja pulang dari sekolahnya. Keduanya kini duduk berhadap-hadapan dengan beberapa lembar origami di tangannya.

Dua hari ini, Joonmyun terlihat tidak begitu bersemangat walaupun istrinya selalu berusaha untuk menyemangatinya. Mungkin Joonmyun masih teringat dengan insiden kebakaran tempo hari.

“Sena,” panggil Nayoung.

“Hm?”

“Sena bisa membuat rangkaian bunga kertas, kan?”

Sena hanya mengangguk.

“Bantu Nayoung membuatnya.”

“Untuk apa?”

“Untuk ayah. Nayoung ingin memberikan kejutan untuk ayah.”

Sekilas sebuah senyum manis terlukis di bibir mungil Sena.

“Sena juga mau!”

Nayoung dan Sena mulai melipat origami milik mereka dan membentuknya menjadi sebuah bunga kertas.

Mereka membuat bunga origami sebanyak-banyaknya dan membuatnya menjadi sebuah rangkaian bunga kertas. Keduanya juga menambahkan sebuah kertas dia rangkaian bunga itu. Kertas itu bertuliskan ‘Nayoung dan Sena sangat menyayangi ayah’.

+++

Joonmyun mendengar pintu kamarnya terbuka. Ia menoleh dan melihat dua anak perempuannya itu yang sedang berjalan mendekatinya.

Nayoung tidak mengatakan apa-apa. Ia memberikan rangkaian bunga yang dibuatnya itu untuk ayahnya.

“Kami yang membuatnya,” ujar Sena.

Joonmyun terkejut melihatnya. Ia mengambil rangkaian bunga itu dari tangan Nayoung dan membaca pesan yang ada di rangkaian bunga itu. “Untuk ayah?”

Nayoung dan Sena mengangguk. Joonmyun tersenyum lebar kemudian mencium pipi Nayoung dan Sena secara bergantian. Oh, sungguh, hal ini sangat manis.

“Terima kasih banyak, sayang.”

Nayoung terlihat agak ragu. Dengan hati-hati, dia bertanya, “Ayah tidak sedih?”

“Untuk apa ayah sedih?” Joonmyun menatap Nayoung dengan bingung.

“Karena.. umm.. ayah tidak memiliki toko lagi, kan?” tanya Nayoung takut-takut seraya melirik Sena.

Joonmyun tersenyum lagi begitu mendengar pertanyaan Nayoung barusan. Ia mencubit pipi tembam Nayoung dengan gemas lalu memeluk kedua anak perempuannya itu.

“Ayah tidak membutuhkan hal itu, karena ayah mempunyai hal yang lebih penting dan berharga,” ujar Joonmyun. “Ayah sudah memiliki kalian, dua malaikat kecil kesayangan ayah.”

Nayoung dan Sena tersenyum mendengarnya. Keduanya membalas pelukan hangat ayahnya itu dengan erat.

“Kami juga sangat sayang dengan ayah.”

.

.

-FIN-

Jadi, gimana? ._. jujur aja, versinya Suho ini udah Fai remake sampe tiga kali, akhirnya ceritanya jadi begini deh. Maaf ya kalo ceritanya agak gimana gitu fufu sebenernya Fai juga agak males bikinnya karena idenya kabur mulu ._____. dimaklumin ya kalo daddy suho ini telat banget publishnya huehehe.

Sekali lagi, Fai ngasih clue loh untuk the next daddy di ff ini. Siapa dia? Ayo ditebak sendiri :p

The next daddy, insya Allah bakal dipost secepatnya.. belakangan ini Fai males banget ngetik huahaha ;;;;;; /ditabok/

MAKASIH BANYAK BUAT YANG UDAH MAU BACA! /pelukreadersviabiasmasingmasing/

Yaudah, sekarang Fai mau nyiapin surprise nih bareng Sehun buat ulang tahunnya Luhan besok. Ada yang mau ikut? /menghilangbarengsehun/

.

.

Komen..? ;;) *kedip-kedip genit bareng D.O* /dicolok/

232 responses to “EXO Daddy Series [7/12] : Angelic Daddy

Leave a comment