My Younger Husband [Part – 2]

 

Title: My Younger Husband [Part – 2]

Author: Wenz_Li (follow me @Wenz_Li)

Genre: Romance

Rating: PG – 15

Length: Series

Cast:

  • Han Seungyeon
  • Choi Minho
  • Other

Previous: [Part – 1]

Summary:

Menikah adalah impian semua orang, termasuk Han Seungyeon yang sudah memasuki umur 25 tahun, tapi bagaimana jika orang yang dinikahi olehnya adalah seorang lelaki yang membawa sial dikehidupannya? Terlebih ternyata lelaki itu lebih muda dari dirinya. Omona…

–=-=-=-

“Ka-kau siapa!? Kenapa aku ada disini!!!”

“Kau tidak mengenalku, agasshi?”

“K-kau, Choi Minho! Kenapa bisa kau?!?! A-apa yang terjadi padaku!!!”

“Kau tidak ingat apa yang terjadi pada kita tadi malam?”

“A-apa yang terjadi pada kita?”

“Kau benar-benar tidak mengingatnya agasshi?”

Seungyeon menggelengkan kepalanya cepat. Entah mengapa ia mulai takut sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi padanya malam tadi, apalagi dengan Choi Minho. Ia benar-benar tak dapat mengingatnya, satu pun, tak ada yang dapat diingatnya. Tapi melihat kondisinya saat ini, pikiran-pikiran negatif yang tak seharusnya ia pikirkan mulai terbesit dalam otaknya dan membuat dirinya sendiri ketakutan.

“Biar ku beri tahu. Tadi malam, kita—”

“ANDWAEEEEE!!!”

–=-=-=–

“Andwae, andwae… kau tak perlu memberi tau aku apa yang terjadi tadi malam. Tidak perlu…”

Seungyeon menutup kedua telinganya seraya menggelengkan kepalanya cepat, menolak untuk mendengarkan sepatah katapun yang akan di ucapkan oleh Minho. Setelah dilihatnya Minho hanya terdiam kemudian ia menarik ujung selimut dengan kedua tangannya semakin erat untuk menutupi tubuhnya yang hanya berbalut pakaian dalam saja.

“Seungyeon agasshi, tadi malam—” Minho mencoba kembali bicara tapi ia menggantungkan kata-katanya saat melihat Seungyeon menatapnya dengan tatapan tajam. Ia mengerti, itu artinya gadis itu benar-benar tak ingin mendengarkan perkataan Minho.

Seungyeon menarik nafas dalam-dalam dan kemudian ia mencoba untuk berfikir positif dan menghilangkan semua pikiran-pikiran negatif dalam otaknya.

“Arraseo…” Seungyeon mengeluarkan suara dengan tenang seraya menghembuskan nafas perlahan. “Aku tau apa yang terjadi tadi malam.” lanjutnya berusaha setenang mungkin.

Minho mengerutkan keningnya menatap Seungyeon, “Kau benar mengingatnya?” tanyanya sedikit ragu.

Seungyeon mengangguk semantap mungkin. “Kita… pasti, tak sengaja bertemu di kedai tadi malam ketika aku sedang mabuk berat, ya kan?” tanyanya memastikan.

Minho menganggukkan kepalanya mengiyakan.

“Lalu… karena kau mengenalku, kau pasti berbaik hati menolongku untuk pulang kan? Ah, karena kau tidak tau rumahku, kau jadi membawaku kerumahmu. Benarkan? Lalu, karena aku sedang mabuk berat, aku pasti tak sengaja muntah dan mengenai pakaianku sendiri, sehingga beginilah kondisiku sekarang. Benarkan? Benarkan?” Seungyeon tersenyum dan mencoba mendapat persetujuan Minho tentang apa yang terjadi tadi malam.

Minho menggaruk kepalanya ragu. “Itu… sebenarnya ada yang salah dalam ucapanmu.”

“Wae?”

“Sebenarnya—”

“Ah, aku tau, kau kan sudah tau rumahku ya? Hm, pasti aku kemari karena aku tidak mau pulang kerumah. Ya ya, itu pasti yang salah dalam ucapanku tadi kan?”

“Iya… itu salah satunya, tapi masih ada—”

“Mana pakaianku? Pakaianku yang sebelumnya kau bilang akan kau cucikan? Mana?” Seungyeon mengeluarkan tangannya dari balik selimut dan mengarahkannya pada Minho meminta pakaiannya kembali.

Seungyeon selalu saja mengelak mendengar ucapan dari Minho, ia selalu memotong dan mengalihkan pembicaraan. Ia takut untuk mendengar hal-hal yang tak seharusnya ia dengar keluar dari mulut Minho.

Minho menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.

“Arraseoyo.” Akhirnya Minho menyerah untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi pada Seungyeon.

Minho berjalan kearah lemari pakaian dan mengambil dress putih Seungyeon yang sebelumnya tak sengaja ternodai jus strawberry dan juga ia mengambilkan pakaian Seungyeon yang memang kotor tadi malam karena terkena muntahan gadis itu sendiri. Ia sudah mencuci semuanya dengan bersih dan menyimpannya dalam lemari, untung saja pakaian Seungyeon yang kotor tadi malam sudah kering meski hanya dijemur dalam satu malam.

“Ini, semuanya milikmu.” Minho menyodorkan semua pakaian milik Seungyeon padanya begitu ia berdiri tepat didepan Seungyeon yang masih menutupi dirinya dengan selimut.

Seungyeon mengambil pakaiannya dengan satu tangannya, kemudian ia menggoyang-goyangkan tangannya mengisyaratkan Minho untuk menjauh darinya dan keluar dari rumah, karena ia hendak mengenakan pakaiannya kembali.

Minho yang mengerti maksud dari isyarat Seungyeon kemudian berjalan meninggalkan gadis itu. Ia menghela nafas panjang begitu ia berdiri disisi luar rumahnya.

“Mungkin sebaiknya aku tidak mengatakan yang sebenarnya padanya.” gumamnya sedikit ragu. “Sepertinya mabuknya tadi malam begitu parah hingga ia tak mengingat apapun. Ck, dasar.” Gumam Minho lagi, kemudian ia menerawang menatap langit biru pagi hari yang begitu cerah.

“Baiklah, aku selesai. Aku pulang dulu sekarang.” ucap Seungyeon yang tiba-tiba sudah ada disebelah Minho.

“Oh, kau akan pulang sekarang?” tanya Minho sedikit kaget karena Seungyeon begitu cepat.

“Iya.”

“Tapi aku sudah membuatkan sup rumput laut untukmu?”

“Benarkah? Tapi aku harus segera pulang.”

“Hmm, sayang sekali.” Desah Minho agak kecewa. “Baiklah, kalau kau mau pulang, hati-hati dijalan ya.” ucap Minho seraya melambaikan tangan pada Seungyeon sebagai tanda perpisahan.

Seungyeon diam saja dan tak membalas lambaian tangan Minho, dia hanya menatap Minho dengan tatapan bingung.

“Waeyo? Kau tidak segera pulang?” tanya Minho tidak mengerti dengan tatapan Seungyeon padanya.

“Ehem…” Seungyeon sedikit berdeham. “Apa kau tidak menawarkan tumpangan untuk mengantarku pulang?” tanyanya pelan dan sedikit ragu, seraya mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Hah, kau bilang apa tadi?” pendengaran Minho tak dapat menangkap semua perkataan Seungyeon yang begitu pelan.

Seungyeon menghela nafas dalam, ia menghilangkan semua rasa gengsi dan malunya, kemudian berkata lagi, “Minho-ssi, apa kau tidak menawarkan tumpangan untuk mengantarku pulang?”

Minho mengerutkan keningnya saat mendengar jelas apa yang Seungyeon ucapkan padanya. Ia tersenyum kecil. “Apa kau ingin aku mengantarmu pulang Seungyeon-ssi?” balas Minho dengan nada sedikit menggoda.

Seungyeon salah tingkah. Sejujurnya ia tidak berani pulang sendiri dan berharap Minho akan mengantarnya pulang, tapi kalau seperti ini, bukankah rasanya Seungyeon yang meminta Minho untuk mengantarnya.

Seungyeon kembali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “Bukan begitu Minho-ssi, hanya saja bukankah seharusnya kau berbasa-basi menawarkanku tumpangan untuk pulang –seperti sebelumnya.”

Minho tersenyum, “Geurae Seungyeon-ssi, apa kau mau aku antar pulang?” tawar Minho segera.

Tanpa berpikir panjang dan memang itu kata-kata yang Seungyeon ingin dengar, ia segera menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia mau diantar pulang oleh Minho.

“Baiklah, aku akan mengantarkanmu pulang, tapi sebelumnya kita makan dulu sup rumput laut buatanku, aku tidak bisa menyetir kalau belum sarapan.”

Tanpa berkata-kata, Seungyeon kembali menganggukkan kepalanya dan setuju dengan apa yang Minho ucapkan padanya.

–=-=-=–

Seungyeon merebahkan tubuhnya segera di atas ranjang pink polkadot kesayangannya setelah dia pulang dari rooftop milik Minho.

Matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Gadis itu sungguh tidak ingat apa yang terjadi padanya kemarin malam bersama Minho. Meskipun dia sudah berusaha berfikir positif dan beragumen tentang apa yang terjadi padanya dengan Minho, tetap saja bayang-bayang hal negatif tetap terlintas didalam benaknya.

“Arrgghh… kenapa aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi kemarin malam!” Seungyeon mengacak rambutnya kesal. Pertama kali ia minum alkohol dan dia sudah mabuk parah hingga tak sadarkan diri dan tak bisa mengingat apapun yang telah terjadi padanya setelah itu, sungguh Han Seungyeon yeoja yang lemah.

“Seungie-ah, eomma pulang…” suara teriakan cempreng yang sangat khas di telinga Seungyeon terdengar dari luar kamarnya.

Seungyeon segera keluar kamar dan berjalan menuju ruang tamu dimana eomma nya berada. Dia melihat eomma nya sedang berdiri merapihkan plastik-plastik besar berisi bungkusan yang sudah pasti adalah pakaian baru hasil shopping eomma-nya itu.

“Kau pergi berbelanja lagi?” tanya Seungyeon sedikit sebal dengan kebiasaan buruk eomma-nya itu.

“Iya. Mianhae Seungie-ah, kemaren mendadak teman-teman semasa SMA eomma mengajak reuni dan kami juga shopping hingga lupa waktu. Maafkan eomma karena tidak menghubungimu terlebih dahulu, eomma pikir kau sedang sibuk bersama Jinki, maka dari itu eomma tidak memberi tahumu.” Jelas Han eomma panjang lebar. “Ah benar, bagaimana rencana pernikahanmu dengan Jinki? Bukankah dia setuju menikah denganmu?”

Degh! Jantung Seungyeon tiba-tiba berdetak kencang saat nama Jinki terdengar jelas ditelinganya. Seungyeon yang terlalu sibuk memikirkan hal apa yang terjadi padanya dengan Minho setelah ia mabuk berat tadi malam, benar-benar melupakan alasan utama mengapa ia melakukan hal-hal yang tak pernah dilakukannya itu (minum-minuman beralkohol) kalau saja eomma-nya tak menyebutkan nama Lee Jinki pada ucapannya.

“Jinki… aku dan dia sudah putus –sepertinya.” Ucap Seungyeon begitu pelan, nyaris tak terdengar oleh siapapun.

“Hm? Kau bilang apa sayang?” tanya Han eomma ulang.

Mendadak perasaan sesak mulai menyelusup kembali dalam hati Seungyeon mengingat apa yang telah terjadi padanya dengan Jinki. Air mata mulai mengisi penuh semua ruang di pelupuk matanya hingga rasanya ia sudah tak mampu membendung lagi air mata itu yang kini sudah siap untuk mengalir. Seungyeon terisak, ia menangis.

“Wae? Kenapa kau menangis Seungie-ah?” Han eomma panik melihat anak semata wayangnya yang tiba-tiba menangis tanpa ia tau alasannya.

“Eomma…” terdengar suara parau Seungyeon.

“Waeyo Seungie-ah?” Han eomma mendekat dan memeluk anaknya.

“Aku… dan Jinki… sudah berakhir…”

“A-apa maksudmu?”

“Kami, mungkin tidak akan pernah menikah eomma.” Seungyeon semakin terisak dan memeluk erat eomma-nya, ia menangis kencang dalam pelukan eommanya.

Sebenarnya masih banyak hal yang ingin ditanyakan oleh Han eomma pada anaknya itu, tapi melihat kondisi Seungyeon saat ini, ia memilih untuk diam dan mengelus puncak kepala anaknya, berharap gadis itu akan tenang setelah ia menangis puas.

Setelah menangis cukup lama dalam pelukan eommanya, Seungyeon akhirnya tertidur –masih dengan sedikit isakan tangis yang terisa.

Hari berganti dan Han eomma tahu apa penyebab anak semata wayang nya itu menangis begitu hebat. Ingin rasanya Han eomma memarahi dan mencaci maki sikap Jinki pada Seungyeon andai saja Jinki bukan anak dari teman baik sekaligus tetangga sebelah rumahnya itu.

Seungyeon menghabiskan sehari penuh dengan berbaring diatas ranjangnya tanpa melakukan apapun. Dia hanya melamun, menerawang dengan tatapan kosong dan sesekali ia akan menangis kencang saat kembali mengingat apa yang terjadi padanya dan Jinki.

“Seungie-ah ayo makan?” tawar Han eomma sambil membawa makanan ke kamar Seungyeon.

“Aku tidak lapar eomma.” tolak Seungyeon, kemudian ia memposisikan tidur membelakangi eomma-nya.

Han eomma menghela nafas panjang, ia mengerti jika Seungyeon melakukan hal seperti sekarang, ini adalah hal yang wajar dilakukan oleh semua gadis ketika mereka patah hati. Begitu pula dengan Han eomma ketika ia kehilangan suami tersayangnya dalam sebuah kecelakaan besar yang membuat Seungyeon kini hanya tinggal berdua saja dengan eomma-nya itu.

“Kau boleh menangis sepuasmu Seungie-ah, tapi kau harus tetap makan. Eomma tak ingin kau sakit sayang.” Han eomma membelai rambut Seungyeon, tapi tak ada respon dari gadis itu. “Kau boleh tidak mendengarkan ucapanku Seungie-ah, tapi kau harus ingat dengan pekerjaanmu. Apa kau mau membiarkan anak-anak didikmu tidak belajar hanya karena kau seperti ini sekarang?” lanjut Han eomma mencoba menasehati Seungyeon. “Kau seorang guru Seungie-ah, kau harus…”

“Arraseo eomma. Aku tau apa yang harus aku lakukan. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri saja.” potong Seungyeon pelan.

Han eomma terdiam mendengar jawaban dari anaknya, kemudian ia berjalan keluar kamar.

“Kau gadis yang kuat Seungie-ah.”

–=-=-=–

Tiga hari berlalu setelah Seungyeon menghabiskan waktu-waktunya sendiri merenung dan menangisi kisah cintanya dengan Jinki yang berakhir menyedihkan, akhirnya ia kembali berusaha menjalani kehidupannya semula.

“Kau gadis yang kuat Han Seungyeon! Hwaiting!” ucapnya pada dirinya sendiri didepan cermin besar didalam toilet wanita.

Kini ia sudah berada di Junsang High School, dimana ia mengajar sebagai seorang guru matematika. Meskipun kondisinya sekarang sedang tidak fit, tapi ia tetap memaksakan diri untuk bekerja. Ia tidak ingin kesedihannya membuat segala hal menjadi kacau. Ia tetap harus ingat nasib anak-anak ajarnya yang menunggu dirinya memberikan ilmu yang bermanfaat.

“Ya! Han Seungyeon, mengapa matamu seperti panda huh?” tanya Gyuri si guru bahasa, sekaligus sahabat baik Seungyeon yang kini sudah berdiri disebelah gadis itu.

Seungyeon tidak menghiraukan pertanyaan Gyuri padanya. Ia segera membereskan isi tasnya dan berjalan keluar toilet wanita dengan gontai. “Aku duluan Gyuri-ah, aku ada kelas mengajar sekarang.” Ucapnya seraya berlalu.

Gyuri bingung melihat sikap Seungyeon yang berubah drastis, tidak seperti biasanya yang begitu periang dan bersemangat.

“Apa kau masih sakit Seungie-ah? Kalau kau masih sakit mengapa tidak cuti lebih lama saja?” tanya Gyuri seraya mengejar langkah Seungyeon dari belakang.

“Tidak, aku hanya tak enak badan saja. Bukankah seharusnya kau yang mengambil cuti karena sebentar lagi kau akan menikah?”

“Ah benar. Aku akan mengambil cuti satu hari sebelum pernikahanku saja.”

“Kau sungguh beruntung sekali.” Ucap Seungyeon dengan nada iri.

“Aigo, bukankah kau juga beruntung Seungyeon-ah, kau juga punya Lee Jinki-mu itu kan?” goda Gyuri. Bukannya tersenyum dan bahagia, Seungyeon malah kembali teringat luka dihatinya yang disebabkan oleh Jinki.

Seketika kepala Seungyeon terasa melayang dan berputar-putar, dengan cepat ia menyandarkan tubuhnya pada dinding koridor takut-takut ia akan pingsan karena tak tahan merasakan pusing dikepalanya.

“Seungyeon-ah gwenchanna? Kau begitu pucat?” Gyuri mencoba menopang tubuh Seungyeon yang mulai merosot kebawah.

“Aku baik-baik saja Gyuri-ah, hanya saja kepalaku terasa begitu pusing.” Ucap Seungyeon lemah sambil memegangi kepalanya.

“Sudah kubilang kan, kalau kau masih sakit jangan memaksakan masuk kerja, kau seharusnya mengambil cuti dan beristirahat lebih lama lagi!” seru Gyuri dengan nada sedikit membentak, bukan karena ia marah dan benci Seungyeon, hanya saja ia begitu khawatir dengan keadaan sahabat baiknya itu.

“Aku baik-baik saja Gyuri-ah…”

“Kau sebaiknya pulang sekarang Seungyeon-ah, biar aku antar kau pulang!”

“Tidak, aku—” belum sempat menyelesaikan kata-katanya, perut Seungyeon mulai terasa begitu sakit dan perasaan mual mulai terasa dalam tenggorokannya. Dengan tenaga yang tersisa Seungyeon berlari menuju toilet yang berjarak tak jauh dari tempatnya berada.

“Seungyeon-ah, waeyo? Kau kenapa?” Gyuri mengejar Seungyeon yang berlari.

“Ugh… ugh…” Seungyeon memuntahkan semua isi perutnya di closet toilet.

“Aigo Seungyeon-ah…” Gyuri mengusap-usap punggung Seungyeon, membantu gadis itu untuk memuntahkan semua isi perutnya yang sebenarnya tak terisi oleh apapun sejak 3 hari yang lalu, karena gadis itu hanya akan minum dan memakan beberapa suap makanan saja.

“Ugh…” kali ini Seungyeon berusaha menahan rasa mualnya yang terus membuncah keluar.

“Biar aku ambilkan kau teh hangat dulu.” Gyuri berlari keluar toilet mencoba mengambilkan teh hangat yang syukur-syukur bisa membuat Seungyeon tidak merasa mual lagi.

“Ugh…” Seungyeon menepuk-nepuk dadanya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Setelah beberapa saat, perlahan dirasanya rasa mual itu telah menghilang, Seungyeon menyandarkan dirinya pada dinding. Ia mengusap keringat dingin yang bercucuran.

“Apa aku sakit?” gumamnya pelan. “Karena Lee Jinki, apa aku menjadi sakit seperti ini? Sigh…” rutuk Seungyeon pada dirinya sendiri.

Gadis itu berusaha bangkit dan kemudian ia menatap pantulan tubuhnya di depan cermin. Telihat seorang gadis berkucir kuda berbalut kemeja pink dengan wajah pucat pasi.

“Kau begitu menyedihkan Han Seungyeon. Seberapapun berusahanya dirimu, kau tetap tak bisa melupakan Lee Jinki! Seberapapun kau berusaha membuat dirimu kembali ceria dan semangat, tetap saja, kau lemah!” Seungyeon kembali merutuki dirinya. Tiga hari ia merenung dan menyendiri tetap tak bisa membuatnya bangkit dan menjalani hari-hari seperti biasanya.

Kalau saja, bukan berakhir seperti ini, meski menunggu berapa tahun pun Seungyeon pasti akan kuat dan bisa menjalaninya dengan semangat, tapi… akhir yang ia lalui bersama Jinki bukan seperti yang diinginkannya, itu membuatnya begitu lemas dan rasanya benar-benar tak ada semangat menjalani kehidupannya.

Seungyeon berjalan keluar toilet, sejenak ia memandang sekitarnya, ia bahkan lupa kalau dirinya masih memiliki tugas untuk mengajar matematika pada anak didiknya, tapi siapa peduli, yang Seungyeon pedulikan sekarang adalah hatinya yang terluka dan tersakiti. Tanpa berpikir apa yang harus ia lakukan, gadis itu memilih berjalan gontai menuju gerbang utama Junsang High School.

Sesampainya di gerbang utama Junsang High School, tiba-tiba ia kembali merasakan rasa mual membuncah di tenggorokannya. Berkali-kali ia berusaha menahan rasa mual itu agar tak semakin parah, tapi tidak bisa, perasaan mual itu tidak bisa ditahan.

“Ugh…” Seungyeon berjongkok diatas tanah dan kembali memuntahkan isi perutnya, kali ini hanya cairan berwarna putih susu saja yang keluar dari mulutnya suatu tanda bahwa perutnya sudah kosong tak terisi oleh makanan apapun.

“Ugh… Ugh…” lagi dan lagi, Seungyeon terus saja muntah.

“Agasshi, gwenchannayo?” Seseorang menepuk-nepuk punggung Seungyeon dari belakang berusaha membantu gadis itu mempercepat muntahnya.

Tanpa berkata-kata, Seungyeon hanya melambaikan tangannya kekanan dan kekiri, tanda bahwa ia tidak apa-apa dan tidak perlu bantuan siapapun.

“Gwenchannayo…” ucap Seungyeon perlahan setelah ia mengusap mulutnya yang basah karena muntahannya sendiri. “Aku baik-baik saja.” Gadis itu bangkit dan berdiri, kemudian ia membalikkan badannya menatap orang yang sudah membantunya.

Baru saja Seungyeon hendak tersenyum dan  berterima kasih pada orang yang sudah membantunya tapi,

“Ch-Choi Minho?”

“Han Seungyeon-ssi?”

Keduanya berucap bersamaan saat menyadari siapa yang ada dihadapan mereka. Seungyeon agak terkejut melihat Minho dihadapannya, begitupun tak kalah terkejutnya dengan Minho, terlebih karena Minho mengingat kejadian yang pernah terjadi antara dirinya dan Seungyeon. Dunia memang sempit sekali.

“Kenapa kau bisa disini?” tanya Seungyeon aneh.

“Aku baru saja mengantarkan adik sepupuku yang sekolah disini. Kau sendiri kenapa disini?” tanya balik Minho.

“Aku bekerja disini.” Jawab Seungyeon singkat.

“Ah benar, aku lupa kalau kau guru di Junsang.”

Minho tersenyum canggung dan dibalas dengan senyuman canggung juga dari Seungyeon. Selama beberapa detik tak ada pembicaraan lagi diantara keduanya. Hingga…

“Ugh…” tiba-tiba rasa mual kembali terasa dan reflek seketika Seungyeon memuntahkan cairan putih susu pada tubuh Minho yang berada didepannya.

“Erghh…” Minho melihat jijik kaos berwarna merahnya yang ternodai muntahan Seungyeon.

“Mi-mianhaeyo, biar aku bersihkan…” Seungyeon mengusap-usap bekas muntahannya di kaos Minho dengan tangannya. “Aku sungguh tidak sengaja…”

“Ya, membersihkan seperti ini sangat menjijikkan tau!” Minho menghentikan tangan Seungyeon, “Kau selalu saja menodai kaosku.”

“Selalu katamu?” Seungyeon mengerutkan keningnya, “Ini pertama kalinya tau!”

“Ck, ya Han Seungyeon-ssi! Kau masih tidak mengingatnya huh?”

“Wae? Mengingat apa huh?” tanya balik Seungyeon bingung dan sedikit kesal.

“Kau dan aku, waktu itu—”

“Tunggu dulu—”

Ucapan Minho terhenti saat Seungyeon memotong ucapannya dengan cepat. Sebuah kejadian yang terlupakan olehnya kini terputar ulang dengan jelas dalam ingatannya.

-Flashback-

“Hey, aku tau siapa kau, kau Choi Minho kan? Namja yang sudah mengotori pakaianku! Hahaha…” Seungyeon tertawa saat melihat seorang pria bertubuh jangkung berdiri tepat dihadapannya.

“Han agasshi, sepertinya kau sedang mabuk berat, biar aku antar kau pulang.” Minho berjongkok didepan Seungyeon yang sedang terduduk di tanah dan kemudian merangkul tubuh gadis itu dan memaksanya untuk berdiri.

“Aku tidak mau pulang, aku ingin disini saja,” Seungyeon mencoba mendorong tubuh Minho menjauh, tapi sayang tenanga Minho jauh lebih besar dari dirinya dan usahanya sia-sia saja.

“Ayo pulang.”

“Aku tidak mau, aku ingin… Ugh…” tiba-tiba Seungyeon muntah tepat di tubuh Minho.

“Ya! Kenapa kau mengotori pakaianku!” Seketika Minho melepaskan rangkulannya dari Seungyeon dan bergeser sedikit menjauhinya.

“Mi-mianhaeyo, biar aku bersihkan…” ucap Seungyeon panik dan dengan cepat mengusap-usap muntahannya di pakaian Minho.

“Ya, membersihkan seperti ini sangat menjijikkan tau!” Minho menghentikan tangan Seungyeon. “Lebih baik kita pulang saja sekarang. Kajja!”

Minho menarik tangan Seungyeon menuju motornya, dan kemudian mereka pergi meninggalkan kedai itu.

“Dirumahku tidak ada siapa-siapa, aku sungguh tidak ingin pulang. Jebal…” ucap Seungyeon pelan sambil memeluk erat tubuh Minho disela-sela mengendarai motornya.

Minho menghela nafas dalam, “Arraseo, kita kerumahku dulu.”

Sesampai di depan gedung tempat tinggalnya, Minho memarkirkan motornya dan kemudian ia menyadari satu hal saat memanggil Seungyeon, ternyata gadis itu sudah tertidur.

Kembali Minho menghela nafas panjang, “Kau benar-benar merepotkan.” Gumamnya pelan. Dengan terpaksa karena perasaan tak tega pada Seungyeon, ia menggendong gadis itu sampai rooftop tempat tinggalnya dan membaringkan tubuh gadis itu diatas ranjangnya.

Minho mengganti pakaiannya yang kotor karena muntahan Seungyeon dan kemudian ditatapnya wajah damai Seungyeon yang sedang tertidur. Minho tersenyum sekilas sambil membenarkan posisi selimut yang menutupi tubuh Seungyeon.

“Jangan pergi… jebal… hiks…” terdengar suara Seungyeon yang mengigau. Salah satu tangan Seungyeon menggenggam erat tangan Minho yang sedang membenarkan posisi selimutnya.

Minho sedikit kaget, tapi dengan perlahan, tanpa ingin membuat Seungyeon terbangun, Minho melepaskan tangan gadis itu dan mulai melangkah menjauh. Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba sepasang tangan sudah memeluk tubuh Minho dari belakang.

“Kubilang jangan pergi.” Kembali terdengar suara Seungyeon. Gadis itu memeluk tubuh Minho dan menangis di punggungnya.

Minho membalikkan badannya dan mengusap puncak kepala Seungyeon, meski ia tau semua hal yang Seungyeon lakukan ini pasti efek karena mabuk, tapi tetap saja, ada perasaan berdebar tak karuan di hati Minho. “Aku tidak akan pergi, jadi tidurlah.” Ucapnya lembut.

Seungyeon menengadahkan kepalanya dan menatap lekat wajah lelaki dihadapannya. “Gomawo, Jinki-ah…” kemudian ia memeluk tubuh lelaki itu semakin erat.

“Jinki?” ulang Minho sedikit bingung, “Kau pasti salah mengenali orang Han agasshi.” Sekilas terlihat tawa kecil disudut bibir Minho, hingga tiba-tiba tawanya itu menghilang dan berganti dengan perasaan sedikit kesal ketika—

“Ugh…” Seungyeon kembali memuntahkan isi perutnya dan lagi-lagi tepat di tubuh Minho dan mengotori pakaiannya.

Minho menghela nafas berat, “Ya! Han agasshi, kau benar-benar!” Minho melepaskan pelukan Seungyeon.

“Ugh… ugh…” Seungyeon kembali muntah dan kali ini ia mengotori semua pakaian yang dikenakannya sendiri.

“Argh… ini benar-benar menjijikan!” Minho mengacak rambutnya kesal melihat tingkah Seungyeon, sedangkan Seungyeon masih terus memuntahkan isi perutnya.

Setelah selang agak lama, akhirnya Seungyeon berhenti muntah dan Minho mengambilkan segelas air hangat yang langsung diminum oleh gadis itu. Setelah itu, tanpa mengganti pakaiannya yang kotor, dengan seenaknya Seungyeon kembali tertidur diatas ranjang. Minho hanya berdecak melihat tingkah Seungyeon.

Minho melepaskan pakaiannya yang juga kotor terkena muntahan dan kemudian ia mengguncang-guncangkan tubuh Seungyeon yang –sepertinya sudah tertidur pulas- untuk berganti pakaian, tapi tak ada respon dari gadis itu.

Dengan berat hati, Minho mencoba melepaskan pakaian Seungyeon perlahan, bukan karena dia maniak yang berfikiran kotor dan mencari-cari kesempatan didalam kesempitan atau apapun itu, tapi karena ia khawatir dan tidak ingin Seungyeon sakit karena pakaiannya yang ‘cukup’ basah dan kotor terkena muntahannya sendiri.

Perlahan Minho melepaskan pakaian gadis itu. Jantungnya berdebar kencang, bagaimanapun juga Minho adalah seorang pria dan gadis yang sedang tertidur dihadapannya kini adalah seorang wanita.

Shit! Apa yang kau pikirkan Choi Minho!” umpatnya pada diri sendiri. Dengan cepat Minho menarik selimut dan menutupi tubuh Seungyeon sebelum pikiran liar mulai menguasai dirinya.

Lelaki bertubuh jangkung itu memutuskan untuk mengambil segelas air minum dan kemudian mengambil beberapa pakaian kotor yang terkena muntahan dan mencucinya diluar rooftop, hal ini ia lakukan bukan karena dia rajin mencuci atau apapun, tapi karena jika ia berlama-lama ada didalam rooftop-nya mungkin saja hal-hal yang tak seharusnya ia lakukan bisa terjadi. Ya… intinya Minho menghindari hal negatif yang mungkin terjadi padanya.

Setelah selesai mencuci, ia merebahkan tubuhnya pada papan kayu –atau bangku panjang dan cukup luas- sambil memandangi langit malam itu yang begitu gelap dan tak berbintang. Minho menghela nafas panjang. Sejujurnya ia sangat mengantuk dan ingin sekali tidur, tapi ia tak mungkin masuk kedalam rooftop, karena disana hanya ada satu ranjang saja disana dan tak mungkin bukan jika Minho tidur didalam bersama dengan Seungyeon? Jadi beginilah, ia memilih berbaring diluar rooftop sambil menatap langit.

Baru saja Minho hendak menutup kedua matanya, terdengar suara Seungyeon membangunkannya, “Aku haus, bisa kau ambilkan aku minum?” ucapnya polos.

Minho menatap Seungyeon yang ada dihadapannya dengan tatapan tak percaya, “Ya! Bisa-bisanya kau keluar dengan keadaan seperti ini!” teriak Minho kesal saat melihat Seungyeon yang hanya mengenakan pakaian dalamnya saja dan tanpa perasaan malu atau apapun keluar rooftop.

Minho segera menarik Seungyeon masuk kedalam dan menutupi tubuh gadis itu dengan selimut.

“Kau gila huh? Kau bisa kedinginan tau! Seharusnya kalau kau mau minum, kau bisa mengambilnya sendiri, tak perlu keluar mencariku!” omel Minho. “Atau setidaknya kenakan pakaianmu dan baru keluar. Dasar kau Han—” Minho menghentikan omelannya saat bibir Seungyeon mendekap bibirnya. Kaki gadis itu sedikit berjinjit untuk menyamai tingginya dengan Minho, dan kedua tangan gadis itu ia lingkarkan dibahu Minho.

“Ya! Ha-han Seung-yeon, ap-apa yang kau lakukan?” Minho terkejut bukan main dan dengan cepat ia mendorong tubuh Seungyeon menjauh. Jantung Minho terpacu semakin cepat dan dapat dirasakannya seluruh aliran darah ditubuhnya memanas. Gadis dihadapannya kini bisa membuatnya menjadi gila.

Tanpa memperdulikan ucapan Minho sebelumnya, Seungyeon kembali melekatkan bibirnya pada Minho. Minho semakin terkejut dibuatnya, lelaki itu berusaha menjauhkan tubuh Seungyeon kembali, tapi entah mengapa, rasanya kekuatan Seungyeon jauh lebih besar darinya, hingga akhirnya lelaki itu tak berdaya dibuatnya dan sial, hal yang selama ini Minho takutkan terjadi padanya dan Seungyeon.

-End Flashback-

Tubuh Seungyeon mendadak terasa begitu lemas saat kejadian antara dirinya dan Minho dapat teringat jelas dalam pikirannya. Ia hampir saja terjatuh keatas tanah andai saja Minho tak menopang tubuh gadis itu.

“Waeyo? Gwenchannayo?” tanya Minho khawatir yang melihat wajah pucat pasi Seungyeon.

“Ini gila…” gumam Seungyeon pelan. “Katakan sejujurnya padaku apa yang terjadi pada kita di rumahmu?”

“Wae-waeyo?” Minho bingung dengan ucapan Seungyeon yang terkesan tiba-tiba.

“Katakan padaku kalau kita tak pernah melakukan apapun, dan katakan padaku kalau ingatan yang ada dalam otakku adalah salah, cepat katakan padaku?!” paksa Seungyeon dengan nada sedikit meninggi.

Glek. Minho menelan air ludahnya. Sepertinya gadis dihadapannya kini sudah mengingat jelas apa yang terjadi padanya malam itu.

“Sebenarnya itu semua terjadi karena ketidaksengajaan Han Seungyeon-ssi, jadi—”

“Khyaaaaa~ Jadi semua itu benar huh? Kita berdua sudah—Khyaaaa~ aku bisa gila.” Seungyeon berteriak kencang seraya mengacak rambutnya frustasi. Pikiran negatif yang selama ini berusaha ia hilangkan ternyata adalah kenyataan yang terjadi pada dirinya sendiri.

Seungyeon menangis kencang dan Minho berusaha menenangkan. Ia tidak tau kalau respon Seungyeon akan seterkejut ini. Minho benar-benar merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi, kalau saja Minho bisa menahan dirinya, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

“Mianhaeyo, jeongmal mianhaeyo Han Seungyeon-ssi.”

–=-=-=–

Belum selesai satu masalah dengan Lee Jinki, kini sudah bertambah satu masalah lagi dengan Choi Minho. Seungyeon menghela nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.

Setelah pertemuannya dengan Minho tempo hari, mereka berdua memutuskan untuk melupakan semua hal yang pernah terjadi antara mereka berdua. Anggap saja apa yang terjadi diantara keduanya hanyalah kesialan yang tak seharusnya terjadi dan suatu hal yang pantas untuk dilupakan. Meskipun Minho menolak untuk melupakannya -karena baginya tak semudah membalikkan telapak tangan untuk hal yang telah terjadi- tapi bagaimanapun juga ia mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Seungyeon, terlebih Seungyeon adalah orang yang paling shock dan dirugikan atas kejadian ini.

Seungyeon tidak sepenuhnya menyalahkan Minho atas apa yang terjadi, karena sumber utama hal ini terjadi memang karena kecerobohan dirinya. Maka dari itu, Seungyeon memilih untuk melupakan hal ini dan tak lagi membahasnya ataupun meminta pertanggung jawaban dari pihak lainnya.

Semuanya selesai sampai disini dan tak perlu mengungkitnya lagi. Begitu pikir Seungyeon, dan Minho setuju.

Hari demi hari berlalu, Seungyeon sudah sepenuhnya melupakan kejadian dengan Minho, begitupun tentang hatinya yang terluka karena Jinki, lambat laun meskipun masih terasa sedikit sakitnya, Seungyeon mulai bisa dan kuat untuk menghandapai semuanya.

Seungyeon kembali menjalani aktifitas rutinnya –seperti dulu- tanpa ada lagi beban.

Seungyeon, kembali menjadi Seungyeon yang periang dan bersemangat.

Hingga tiba saat pernikahan sahabat baiknya –Park Gyuri- dan Choi Siwon, disanalah, semuanya kembali.

“Chukhaeyo, nae chingu.” Seungyeon memeluk erat Gyuri yang berbalut gaun pengantin.

“Gomawo Seungie-ah.” Balas Gyuri.

“Ah, aku benar-benar iri padamu Gyuri-ah, andai saja aku dan Jinki—” Seungyeon menggantungkan kalimatnya saat tak sengaja ia menyebutkan nama Jinki dan membuatnya teringat kembali impiannya untuk menikah dengan lelaki itu.

“Ya! Jangan bersedih Seungie-ah!” Gyuri mengusap puncak kepala Seungyeon. “Masih banyak lelaki didunia ini. Bukan hanya dia!” lanjut Gyuri yang sudah tau apa yang terjadi antara hubungan Seungyeon dan Jinki.

“Nde, arraseo.” Seungyeon tersenyum.

“Ah, atau kau mau aku carikan lelaki untukmu Seungie-ah? Siwon Oppa punya banyak teman yang tampan dan single, biar aku kenalkan mereka padamu, eotteh?” tawar Gyuri dengan senyumnya yang mengembang lebar.

“Ya! Kau!” Seungyeon hendak menjitak kepala Gyuri karena ide bodohnya itu, tapi ia urungkan karena ia menyadari banyak sekali tamu undangan yang mengamati gerak-gerik mereka berdua, karena disini Gyuri adalah pusat perhatian semua orang.

Gyuri terkikik geli. “Kau pasti tidak akan menyesal jika kukenalkan dengan teman Siwon Oppa.” Lanjutnya semakin menggoda Seungyeon.

“Ya! Miss Choi!” Seungyeon berteriak.

“Arraseo, arraseo. Tapi kau tetap harus memikirkan ideku ini Seungyeon-ah.”

“Ah, sudahlah, aku datang kemari bukan hanya ingin berbincang denganmu Gyuri-ah, aku datang kemari juga untuk mencicipi hidangan yang ada. Jadi, annyeong…” Seungyeon berlalu dengan wajah merong-nya pada Gyuri.

“Ya! Han Seungyeon, aku belum selesai berbicara!”

“Kau masih punya banyak tamu undangan Gyuri-ah, sebaiknya layani mereka dengan baik. Haha.”

“Ya! Seungyeon-ah!”

Seungyeon tak menggubris panggilan Gyuri padanya, ia terus berjalan menuju sudut dimana hidangan untuk tamu undangan disajikan.

Ia mengambil puding coklat sebagai awal wisata kulinernya, kemudian ia beralih pada icecream strawberry kesukaannya. Dari sisi lain terlihat seorang pelayan yang terburu-buru membawa tumpukkan gelas dan tak sengaja menyenggol Seungyeon yang sedang menyantap icecream-nya.

PRANG!

Tumpukan gelas kaca yang dibawa oleh pelayan itu terjatuh dan tubuh Seungyeon terhuyung kesisi pecahan kaca tersebut hingga hampir membuatnya terjatuh andai saja tak ada yang menangkap tubuh gadis itu dengan cepat.

“Go-gomawo.” Ucap Seungyeon yang agak terkejut sambil berpegang erat pada seseorang yang sudah menolongnya menjaga keseimbangan untuk tidak terjatuh.

“Gwenchannayo?” tanya suara berat seorang lelaki yang menangkap tubuh Seungyeon.

“Gwenchanna.” Seungyeon kembali memposisikan tubuhnya untuk berdiri dan ia segera membungkukan badannya pada lelaki yang sudah menolongnya. “Gomawoyo.” Ucapnya sopan, kemudian ia menatap lelaki yang berdiri didepannya.

“K-kau?!”

“Ke-kenapa bisa kau?!”

Keduanya terkejut saat saling bertatap muka. Choi Minho, lelaki bertubuh jangkung itu kini sedang berdiri tegap didepan Seungyeon yang hanya bisa membulatkan matanya terkejut. Lagi-lagi, apakah dunia begitu sempit?

“Seungie-ah, gwenchanna?” tanya Gyuri khawatir pada Seungyeon dan dengan cepat Seungyeon menganggukkan kepalanya. “Ahjusshi, kau seharusnya lebih berhati-hati!” omel Gyuri pada sang pelayan.

“Chagiya, ada apa ini?” Siwon datang dengan perasaan khawatir karena melihat keributan yang terjadi di pestanya.

“Anniya Oppa, hanya kecelakaan kecil saja.” Ucap Gyuri menenangkan.

“Ah, maaf karena keributan yang sudah terjadi.” Gyuri dan Siwon membungkuk pada semua tamu undangan yang secara tak langsung sudah memperhatikan mereka, termasuk Seungyeon, Minho dan pelayan itu.

Tamu undangan yang sebelumnya hampir bergerombol menatap mereka kini mulai bubar, kembali pada kegiatannya masing-masing.

“Kau sungguh tak apa Seungie-ah?” tanya Gyuri lagi –khawatir.

“Tenanglah, aku tidak apa-apa sungguh. Untung saja Minho tadi menolongku.” Jelasnya.

Minho tersenyum simpul mengiyakan penjelasan dari Seungyeon.

“Kalian berdua saling mengenal?” tanya Siwon sedikit aneh.

“A-ah, itu—” Seungyeon menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. Tentu saja ia mengenalnya. Tapi bukankah aneh jika mereka mengatakan mereka saling mengenal, pasti Gyuri dan Siwon akan bertanya kapan mereka kenal dan mengapa bisa kenal. Lalu apa yang harus mereka jawab?

Seungyeon dan Minho saling bertemu pandang, mengisyaratkan ‘Kau saja yang menjawab!’.

Setelah beberapa lama, akhirnya Minho menjawab, “Iya, baru saja kami berkenalan tadi, hyung.” Jawab Minho –berbohong.

“Hyung?” ulang Seungyeon saat mendengar akhiran yang Minho ucapkan pada Siwon.

“Ah benar, Seungyeon-ssi, kau pasti tidak tau kalau Choi Minho adalah adik sepupuku kan?”

“Ah, adik sepupu. Pantas saja dia ada disini.” Gumam Seungyeon pelan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Oh Siwon-ah, selamat untuk pernikahanmu!” teriak seorang lelaki yang sudah pasti teman Siwon, Siwon dan Gyuri berjalan meninggalkan Seungyeon dan Minho untuk menyambut teman Siwon yang baru saja datang.

“Ternyata kalian saudara sepupu ya?” gumam Seungyeon pelan tapi masih dapat terdengar oleh Minho.

“Waeyo? Kau pasti merasa aneh bukan?” tanya balik Minho.

“Anniyo, kalau melihat dari fisik kalian, kalian memang mirip, sama-sama berperawakan besar dan –tampan.” Ucap Seungyeon ragu saat mengatakan kata ‘tampan’. “Hanya saja—”

Minho tertawa, “Hanya saja apa?”

‘Hanya saja kenapa Minho tinggal di rooftop kalau dia memang saudara sepupu dari Choi Siwon sang pengusaha kaya raya Choi’s corporation. Menurut logika, bukankah seharusnya Minho tak kalah kaya dengan Siwon? Atau setidaknya Minho tak perlu tinggal di roftoop seperti yang dia lakukan?’

“Ya! Kenapa kau malah melamun?”

“Oh—” Seungyeon tersadar dari lamunannya. “Perbedaannya hanya satu, tubuh Siwon jauh lebih kekar daripada kau.” Ucap Seungyeon asal.

“Mwoya, jauh lebih kekar katamu?” Minho terkekeh kecil.

‘Apa ada yang salah dengan ucapanku? Mengapa dia tertawa?’ pikir Seungyeon bingung.

“Ugh…” tiba-tiba perasaan mual terasa di mulut Seungyeon.

“Waeyo? Apa kebiasaan burukmu masih belum hilang?”

“Hhm? Kebiasaan buruk apa?” tanya Seungyeon bingung.

“Mual dan muntah seenaknya.” Jawab Minho cepat.

“Ya! Kau— Ugh. Ugh…” Seungyeon hendak marah kalau saja perasaan mual itu tidak kembali terasa.

Minho tertawa kecil melihat tingkah Seungyeon, “Lebih baik kau cepat ke toilet Seungyeon-ssi, daripada kau memuntahi pakaianku ‘lagi’.” Canda Minho yang dibalas dengan tatapan tajam dari Seungyeon.

“Ya! Kau seharusnya khawatir padaku! Bukannya meledekku! Bagaimana kalau aku seperti ini karena ulahmu huh!? Ups—” Seungyeon tak sengaja mengatakan kata-kata yang seharusnya tak diucapkannya, kata-kata yang selalu ada didalam benaknya saat ia merasa mual dan ingin muntah, hal ternegatif yang selalu terlintas didalam pikirannya.

Seketika itu tawa Minho berubah menjadi tatapan yang begitu serius. “Apa kau sering mual seperti ini?”

“Waeyo? Bukankah katamu ini memang kebiasaan burukku? Tentu saja aku sering.” Jawab Seungyeon asal.

“Ya, aku serius Han agasshi.” Ucap Minho dengan nada sedikit meninggi.

Seungyeon agak takut melihat perubahan sikap Minho padanya, ini semua salahnya karena mengatakan hal yang bukan-bukan pada Minho.

“Baru sekitar tiga hari yang lalu.”

“Lalu, kapan terakhir kali kau menstruasi?”

“Ya!” Seungyeon terbelalak mendengar pertanyaan Minho yang satu itu. Ini benar-benar menjijikkan. Membahas sesuatu yang begitu pribadi dengan seseorang yang bahkan baru ditemuinya lagi setelah lama tak berjumpa dan mereka ‘benar-benar tidak dekat’.

“Kapan?” tanya Minho lagi.

“Untuk apa kau menanyakan hal ini huh? Apa yang ada dipikiranmu sekarang?” teriak Seungyeon.

“Aku—” Minho menggantungkan kata-katanya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Seungyeon padanya.

“Ugh.” Rasa mual itu kembali terasa dan tanpa berpamitan terlebih dahulu, Seungyeon pergi meninggalkan Minho menuju toilet.

Sesampainya disana ia memandangi pantulan wajahnya di cermin, benar juga apa yang Minho tanyakan padanya. ‘Kapan terakhir kali kau menstruasi?’

Seungyeon membasuh wajahnya dengan air kran yang mengalir dan kemudian ia mengingat-ingat jadwal menstruasinya.

Ia tak tau jelas kapan tanggal terakhir kali ia menstruasi, hanya saja jika perkiraannya tidak salah, terakhir kali itu adalah 2 minggu sebelum dia mabuk dan sekarang sudah hampir 2 minggu setelah ia mabuk, jika ditotal hasilnya adalah 1 bulan. Kalau begitu, bukankah minggu ini seharusnya jadwal menstruasi-nya? Jika tidak maka—

“Mungkinkah, aku hamil? Anak Choi Minho? Andwae!!!”

–=-=-=–

TO BE CONTINUE

–=-=-=–

 Cuap-cuap author:

Annyeong, author ‘Wenz_Li’ kembali lagi, setelah sekian lama –hampir 3 bulan- belum sempat post FF karena keterbatasan waktu dan juga modem. Hehe 😛 *alasan klasik*

Adakah yang menunggu FF ini di post? Semoga saja ada ya, kalau engga, sia-sia dong diriku post dimari? Hehe.

Maaf kalo lanjutan FF ini lama banget dan sekalinya post, isinya bener-bener ga sesuai yang diharapkan reader dan ga ada feel-nya banget. Jeongmal mianhaeyo. Dan maaf juga kalo FF ini panjang banget dan bosenin, alias bertele-tele banget. Ah iya, kalo konfliknya terkesan maksa banget juga maaf ya. Hadeuh, sepertinya banyak banget kekurangan FF ini ya. Hiks T.T

Yasudahlah, yang sudah berhasil baca FF ini sampai akhir, diharapkan jejaknya dengan meninggalkan sepatah, dua patah atau bahkan banyak patah kata. Author dengan senang hati menerima komen reader sekalian. So, i’ll always wait for your comment readers 😉

73 responses to “My Younger Husband [Part – 2]

  1. Pingback: My Younger Husband [Part - 9] | FFindo·

  2. Pingback: My Younger Husband [Part - 10] | FFindo·

Leave a comment